isawitbefore

a parallel universe of josstay


Disclaimer: banyak mengandung spoiler dari Demon Slayer the Movie: Mugen Train


Tawan merapikan penampilannya sekali lagi, dia memakai kaos berwarna hitam yang dilapisi jaket denim berwarna gradasi antara putih dan biru tua dan dipadukan dengan jeans berwarna senada dengan kosnya.

Awalnya dia hanya iseng mengajak Joss untuk nonton bersama, karena setelah dilihat history chatan Joss dan dirinya di line hanya berupa permintaan diantar dan dijemput, selebihnya mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol secara langsung dan melalui instagram.

Tawan membuka jendela kamarnya yang menghadap ke arah pagar depan rumahnya dan menemukan mobil Joss sudah terparkir rapi disana. Ponselnya bergetar, pesan dari Joss masuk dan mengabarkannya bahwa lelaki itu sudah sampai di depan rumah.

Tawan menuruni tangga dengan terburu, mengabaikan panggilan mamanya yang bertanya kemana ia akan pergi. Kalau Tawan jawab sekarang pasti mamanya akan memberikannya 100 pertanyaan dan dia tidak akan sempat untuk mengejar film yang sudah mereka beli tiketnya melalui aplikasi online.

“Sorry lama..” Ucap Tawan dengan nafas tidak teratur saat sampai di depan lelaki yang disukainya.

“Kenapa buru-buru, gak akan gua tinggal juga?” Kekeh Joss.

“Yeee, manners nih. Malah diledekkin.” Omel Tawan.

Joss hanya tertawa kecil dan mengusap tengkuk Tawan dengan refleks. Tawan berjengit kaget karena tindakan Joss.

“Eh sorry sorry.. refleks.” Ucap Joss saat melihat respon Tawan yang terkejut.

“Gak apa-apa, gue cuma kaget but i kinda like it?” Ucap Tawan pelan.

Joss terkekeh dengan canggung dan mengajak Tawan untuk masuk ke dalam mobilnya, takut terkena macetnya jalanan di jam pulang kerja.

“Soooo, is this our first date?” Tanya Joss saat keheningan menyapa mereka selama 10 menit.

Tawan memutar badannya ke arah Joss dan menampilkan cengirannya pada lelaki itu, “Nope. This is our 6th date... Gue ngitung date sama lo sejak waktu itu nyari buku ke gramed...”

“Oh....” Joss kehilangan akal atas ucapan Tawan, lelaki itu benar-benar selalu blak-blakan atas perasaannya.

“But don't worry Joss, no need to rush. Let it flow aja. Gue suka dinamik kita saat ini kok. You being yourself and i am being myself. Kayak seru aja, i enjoy this one too.” Ucap Tawan penuh percaya diri.

Joss tertawa dengan keras mendengar ucapan lelaki itu, rasanya sangat aneh mendengar semuanya. Dadanya berdetak lebih cepat dari biasanya, dan Joss bukan orang bodoh yang tidak menyadari arti dari segala hal yang ia rasakan.

Entah sejak kapan, Tawan menjadi salah satu hal yang melengkapi hari-harinya.

“Lo beneran mau nonton Mugen Train? beberapa hari lalu lo bilang lo gak siap liat rengoku mati?” Tanya Joss memulai percakapan diantara keduanya.

“I changed my mind... Gue harus memberikan tribute ke one of my favorite character dan gue merasa gue harus melakukan ini sebagai upaya gue untuk melanjutkan hidup tanla rengoku di sisi gue..” Jelas Tawan dengan serius.

Joss sendiri sudah menahan Tawanya, padahal Joss ingat sekali saat itu Jumpol mengajak Tawan untuk menonton Mugen Train tapi Tawan menolaknya dengan keras dan marah pada Jumpol karena tidak memikirkan beban emosi yang dia terima saat mendengar Mugen Train.

“Oke-oke got it, jangan nangis di bahu gua ya nanti.” Balas Joss.

Tawan merasakan kekesalan saat mendengar Joss mengatakan hal tersebut, siapa juga yang akan menangis di bahu Joss? Tawan tidak akan menangis menonton Mugen Train. Tidak. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri.

“Gak usah kepedean, gak akan gue nangis ya.” Ucap Tawan penuh penekanan.

Joss hanya tertawa dan mengusal tengkuk Tawan untuk menenangkan lelaki itu, “Iya-iya percaya.”

Tawan hanya memutar bola matanya dan memutuskan menghidupkan radio untuk meramaikan suasana mobil, semakin lama mengenal Joss semakin membuatnya yakin bahwa selama ini perangai lelaki susah digapai hanyalah angan semata.

Kegilaan lelaki mungkin memang dibawah dia dan teman-temannya namun Joss itu sangat jahil dan menyebalkan, beberapa kali juga Joss sangat percaya diri akan tampang dan tubuhnya. Jika mengingatnya, Tawan akan tertawa terbahak-bahak karena begitu banyak hal memalukan yang Joss sudah lakukan bersamanya.

Joss juga ternyata sangat menyayangi keluarganya, Joss pernah menolak untuk bermain dengan teman-temannya karena dia ingin makan malam dengan keluarganya. Menurut Tawan itu hal yang manis karena jaman sekarang banyak anak seusia mereka yang lebih memilih bersama teman daripada dengan keluarganya.

Perjalanan mereka sampai pada tujuan, saat ini Tawan dan Joss sedang mengantri untuk membeli camilan dan mengambil merch Mugen Train yang disediakan. Tawan terlihat sangat gembira, dan Joss merasa bahagia atas itu.

“Udah siap menghadapi cobaan berat?” Tanya Joss dengan intonasi menyebalkan.

“I am ready.”

Baik Joss maupun Tawan tidak ada yang mengobrol selama film sedang diputar, Tawan sendiri sudah merasa bahwa dirinya ingin menangis sejak pertama kali Rengoku muncul di kereta. Rasanya dia belum siap kehilangan lelaki dengan senyum secerah matahari tersebut.

Joss melirik Tawan yang menonton dengan serius, rasanya Joss bisa meninggalkan film hanya untuk menonton seluruh ekspresi yang Tawan keluarkan saat menonton Mugen Train.

Film yang mereka tonton sampai diadegan Tanjiro dan lainnya tertidur karena pengaruh dari Enmu, Tawan sendiri sudah ingin berteriak kepada Tanjiro untuk bangun dari mimpinya dan menyelamatkan semua orang.

Joss yang melihat Tawan mengepalkan tangannya hanya terkekeh dan menggenggam tangan tersebut dengan refleks. Tawan melirik genggaman mereka dan membiarkannya, di depannya ada hal yang lebih penting daripada mengurusi genggaman tangan Joss yang bisa dia pinta lagi di hari-hari kemudian.

Film menuju akhir, Tawan sudah berlinang air mata. Kematian Rengoku membayangi pikirannya saat ini. Enmu sudah berhasil dikalahkan namun Akaza datang mengacaukan segalanya. Akaza adalah bagian dari Twelve Moon Demons dan merupakan major antagonist di film Mugen Train ini.

Tawan sendiri sudah merapalkan banyak doa untuk Rengoku, walaupun pada akhirnya dia sudah tahu bahwa Rengoku akan meninggal (karena dia membaca manganya) namun tetap saja Tawan memiliki sedikit harapan. Siapa tau lelaki favorite ya itu akan tetap hidup.

Pertarungan antara Akaza dan Rengoku semakin sengit, Tawan sudah menangis dengan keras, Rengoku terlihat mengenaskan dengan darah yang mengalir dari kepala dan juga tubuhnya. Bukan hanya Tawan namun satu studio sudah menangis dengan keras.

Joss tidak tahan melihat Tawan dan memutuskan untuk menarik lelaki itu mask ke dalam pelukkannya.

“Hey it's okay, it's just a movie.... Te, don't cry.” Bisik Joss penuh kelembutan.

Film tetap berjalan, air mata Tawan juga tidak berhenti. Suara Akaza maupun Rengoku terdengar diseluruh penjuru studio.

Akaza says that Kyojuro fighting with the intention of sacrificing his body is pointless, showing him that the injuries he'd inflicted on him had already completely healed and comparing this to the severe wounds that now covered Kyojuro. He explains that Kyojuro can't recover from this anymore as he is, but could regenerate himself in the blink of an eye if he was a Demon. Akaza says to an exhausted Kyojuro that humans will never be able to beat Demons.

Tanjiro tries to pick himself up to go and help Kyojuro, but is unable to generate any strength into his limbs because of the aftermath of the Hinokami Kagura, which he used to defeat Enmu. Kyojuro turns back to face Akaza, smiling and saying that he'll fulfil his duties before beginning to ready another attack. Impressed, Akaza compliments his fighting spirit and technique, and laughs as he says that Kyojuro really should've chosen to become a Demon, asking the Hashira to fight with him for all eternity.

“I will fulfill my duty! I won't allow anyone here to perish!”

Kyojuro remembers his mother. The two clash again, Flame Breathing: Ninth Form – Rengoku meeting Destructive Death: Annihilation Type, and the dust this time disperses to reveal that Akaza has stuck his arm through Kyojuro's solar plexus. Akaza screams that he's going to die, and asks Kyojuro one more time to tell the Upper Rank that he'll become a Demon, saying that he's one of the strong chosen ones.

Tawan menangis semakin keras saat mendengar suara orang-orang terkesiap. Tawan mengintip dari pelukan Joss dan melihat Akaza sudah melepaskan dirinya dan meninggalkan Rengoku dengan penuh luka.

Joss memeluk Tawan dan mengelus punggung lelaki itu dengan penuh kasih sayang, pertarungan antara Akaza dan Rengoku sudah selesai. Rengoku sedang mengucapkan kalimat terakhirnya kepada Tanjiro. Tawan sendiri sudah menyerah dan tidak akan melihat lanjutan filmnya, dia tidak akan melihat Rengoku menutup mata untuk terakhir kalinya. Tidak akan pernah mau.

Lampu studio menyala kembali tanda film sudah selesai, Tawan belum berhenti menangis. Joss memaklumi hal tersebut. Kalau tidak mengurus Tawan, Joss yakin dirinya akan menangis dengan keras juga karena memang sangat menyedihkan.

“Udahan nangisnya, udah selesai.” Ucap Joss pelan.

“Ya.” Jawab Tawan dengan suara serak.

Mereka berdua keluar dari studio dengan wajah Tawan yang bengkak dengan mata memerah karena terlalu banyak menangis.

“Mau langsung pulang atau makan dulu?” Tanya Joss.

“Makan dulu...”

Joss dan Tawan akhirnya menghabiskan waktu mereka untuk makan dan berkeliling setelah menonton Mugen Train. Joss sendiri tidak membicarakan film yang baru saja mereka tonton karena takut membuat Tawan kembali menangis..

Rasanya lucu sekali, kencan mereka saat ini dipenuhi dengan air mata karena sebuah film. Joss tidak akan pernah melupakan kencan mereka dan berniat untuk membawa topik ini nanti untuk meledek Tawan, karena meskipun Joss merasa kasihan, ia tetap merasa Tawan sangat menggemaskan dengan mata yang bengkak dan wajah yang wajah akibat terlalu banyak menangis.

Joss akui, kencannya dengan Tawan merupakan kencan terbaik yang pernah ia lakukan, dan Joss tidak sabar untuk menantikan kencan-kencan lainnya.

Karena Joss sudah mengakui bahwa saat ini dia jatuh cinta pada tetangganya, Tawan Vihokratana.


Tawan berlari ke depan rumahnya saat mendapat pesan di instagram dari Joss, jantungnya berdetak dengan gila-gilaan. Rasanya seperti mimpi.

Tawan membuka gerbang dan mendapati mobil fortuner milik pujaan hatinya terparkir dengan rapih di depan rumahnya, jangan lupakan seseorang yang berdiri di pintu kemudi dengan rokok yang tersalip diantara jemarinya. Major flashback menghantam benak Tawan melihat Joss saat ini.

“Atas nama Tawan Vihokratana? Pesen ojek ya mas?” Joss bersuara pertama kali dengan mata yang menatap Tawan penuh kejahilan dan penuh rasa tertarik.

Tawan menahan senyumannya, matanya terasa panas, “Gak tuh, emangnya kata siapa saya pesen ojek?”

“Iya pesen ojek dari pertama kali ketemu, ojek hati kan?” Jawab Joss dengan jahil.

Tawan berlari kecil dan memukul Joss dengan keras, Tawa Joss menguar di udara.

“Cringe banget, ojek hati itu apaan?” Omel Tawan.

Joss hanya mengendikkan bahunya tanda dia hanya asal berbicara, tangannya mengusap tengkuk Tawan dengan lembut, hal yang selama ini menjadi kebiasaannya saat menjadi ojek pribadinya.

“Pertanyaan waktu itu masih berlaku gak?” Joss bertanya dengan tangan yang tidak berhenti mengusap lembut tengkuk sang tetangga.

“Pertanyaan yang mana?” Tawan sendiri menikmati perlakuan Joss, semua yang dilakukan lelaki itu untuknnya seperti ungkapan kasih sayang yang belum sempat terucap dari bibirnya.

“Yang nawarin Joss Wayar jadi pacar Tawan Vihokratana.” Ucap Joss tanpa basa basi.

Tawan sendiri merasakan jantungnya berhenti untuk sepersekian detik, kupu-kupu berterbangan diperutnya, pikirannya kacau hanya karena satu kalimat yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya akan terucap dari bibir gebetannya.

“Apa?” Tawan bertanya dengan rasa terkejut luar biasa, mencoba mencari kebenaran dari apa yang baru saja ia dengar. Apakah telinganya rusak atau memang Joss bertanya hal tersebut.

“Kemarin kan lu order me in person to be your private ojek, and now can I order you for myself? Gua mau jadi orang yang lu cari ketika lu mau pergi ke suatu tempat, gua mau jadi orang yang lu chat ditengah malem saat lu lagi gabut, gua mau jadi orang yang lu kirimin pap sama mung-mungie setiap saat. I want to be the one for you to spend your time with...” Joss berhenti sesaat.

“Ah anjing aneh banget. Pokoknya lu mau jadi cowok gua gak Te...” Joss mengumpat saat memikirkan ulang perkataannya. Menjadi romantis bukanlah dirinya, dia terbiasa menjadi seseorang yang to the point.

Tawan yang sebelumnya mendengarkan sepenuh hati sontak ikut mengumpat saat mendengar ucapan akhir dari Joss, apa yang diharapkan dari lelaki bertubuh tinggi ini memangnya?

“Idih lo malesin banget, ngomong aja gak selesai. Sini deh gue yang ngomong.” Tawan mengerutkan dahinya, berpikir kata yang selama ini sudah tersusun dengan rapi di otaknya.

“Joss Wayar, I like you. I like you so much since 2 years ago. I like you so much. Like I really like you. Like, I'm head over heels. You're on my mind way too much, toooo much sampe gue pusing. I'm singing stupid love songs only for you, I'm calling your name over and over again setiap lewat rumah lo, gue bahkan doa biar jodoh sama lo anjir.... I'm not a perfect boy, I'll annoy you, I'll piss you off, say stupid stuff and take it back. But all that aside, you'll never find someone who loves you more than me. Beneran serius ini, soalnya gue beneran jatuh cinta banget sama lo jelek. So you're lucky person, because I love you and now I'm asking you to be my boyfriend..” Ucap Tawan dengan serius dan lantang.

Joss menatap Tawan dengan tatapan penuh pemujaan, sejak awal dia tahu bahwa Tawan berbeda dari yang lain. Tawan yang berani dan blak-blaknya berhasil menarik Joss untuk masuk ke dunia lelaki itu dan merasakan semesta di dalamnya.

“Fuck....” Bisik Joss dengan intonasi penuh pemujaan.

“I fell in love with you. I don't know how, I don't know why. I just did.... I'm fucking in love with you and want to kiss you so bad right now because you're so fucking cute.” Bisik Joss lagi.

Tawan terkekeh melihat Joss yang terlihat jatuh cinta padanya, Tawan seperti melihat dirinya 2 tahun belakangan ini.

“That's my charm. You fell in love with me tanpa lo sadar. Sekarang lo terjebak di jurang Tawan Vihokratana. Selamat menjalani hidup dengan penuh kebadutan. Gue yakin lo bakal suka menjalani hidup sebagai badut.” Ucap Tawan dengan senang.

Joss terkekeh dan menarik Tawan ke dalam pelukannya, “I don't mind being a clown for you.”

“Glad to hear that, you will become a professional clown. Congrats once again.” Balas Tawan dengan jahil.

Joss kembali tertawa dan mengeratkan pelukannya pada kekasih barunya ini. Siapa sangka 2 minggu menjadi ojek pribadi Tawan sanggup membuat Joss jatuh telak pada pesona lelaki kecil itu.

Tawan dengan segala omong kosong dan tindakan bodoh yang tidak pernah lupa dilakukannya membuat Joss selalu ingin mendekap lelaki itu agar tidak terlalu banyak bertingkah aneh yang berpotensi membuatnya malu.

Joss pikir selama ini dia menjadi ojek Tawan cukup mengantar dan menjemput lelaki itu selama dia berpergian, namun Joss juga diajak untuk merasakan hidup seperti Tawan menjalani hidupnya.

Bagaimana ia dan teman-temannya tertawa hanya karena hal remeh, bagaimana lelami itu tiba-tiba meminta mobilnya berhenti di pinggir jalanan yang kosong hanya untuk memetik mangga muda yang menggantung dengan bebas, dan hal-hal aneh lainnya yang Tawan tunjukkan padanya dengan cara luar biasa.

Joss jatuh cinta, benar-benar jatuh sedalam-dalamnya pada lelaki itu. Semua yang dilakukan Tawan seperti memiliki magis yang selalu menariknya untuk tetap berdekatan dengan lelaki itu. Joss selalu menyukai presensi Tawan di dalam hidupnya.

“Mau ke Jungeland gak?” Tawar Joss pada Tawan yang masih berada dipelukannya.

Tawan memincingkan matanya penuh waspada, “Feenya berapa nih? Kalau mahal gak dulu deh.”

Joss tertawa kecil, “Gratis. Just love me everyday, every minutes, every seconds.”

Tawan ikut tertawa dengan keras mendengar ucapan cringe kekasihnya, “Oh, I already did. So, let's go to Jungleland, dek ojek?”

“Let's go, boss babe.”


6 February 2021 DRIVER ZONE – END



Tawan melihat sebuah motor ninja berhenti didepan rumahnya, Tawan sendiri memang sengaja menunggu di depan, agar Joss tidak perlu memencet bel di pagar yang membuat satu keluarganya keluar hanya untuk melihat Tawan kencan pertama kali dengan gebetan 2 tahunnya.

Iya, keluarga Tawan mengetahui bahwa lelaki itu memiliki ketertarikan kepada tetangganya. Bahkan terkadang adiknya, Sasin suka memberikan kabar bahwa Joss sedang mencuci mobil atau sedang melakukan hal lainnya, dan Tawan dengan cepat keluar rumah berpura-pura ke warung di blok sebelah demi melihat Joss yang sedang mencuci motor.

Tawan menenteng helmnya sendiri dan berjalan ke arah Joss yang menunggu dengan senyuman kecilnya.

“Hai...” Sapa Tawan dengan awkward.

“Hahaha iya halo Te, mau ke gramed mana?” Tanya Joss saat lelaki yang menjadi penumpangnya berdiri di depan motornya dengan sedikit kikuk.

“Gramed PIM aja deh yang lebih deket.” Jawab Tawan.

“Laksanakan boss.” Ledek Joss, Tawan yang merasa malu hanya tertawa dan memasang helmnya.

“Joss, izin pegang pundak buat naik ke motor lo ya...” Ucap Tawan dengan sopan.

“Silahkan.”

Tawan menumpukkan tangannya pada pundak lebar lelaki itu dan naik ke motor ninja Joss yang selama ini hanya bisa ia pandangi saat lewat di depan rumah lelaki itu. Rasanya masih seperti mimpi, rasanya baru 2 minggu lalu ia berdoa agar bisa diberikan kesempatan untuk dekat dengan sang pujaan hati, sekarang Tawan sudah berada diboncengan pujaan hatinya.

Joss mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, beruntung mereka tidak membawa mobil karena ternyata jalananan baik ke arah Lebak Bulus maupun arah Pamulang sedang mengalami kemacetan. Tawan awalnya ingin merekomendasikan untuk lewat jalan tikus, namun ternyata Joss sudan membelokkan motornya untuk melewati jalan tikus yang biasa Tawan lewati dengan Jumpol.

Tawan menyesal sedikit, seharusnya tadi dia memasang headset untuk mendengarkan lagu agar tidak terlalu bosan, Tawan tadi takut bahwa Joss mengajak ya berbicara dan dia tidak mendengarnya dengan jelas karena headset yang terpasang di telinganya.

Akhirnya perjalanan penuh kemacetan yang dilalui keduanya mencapai titik akhir, motor ninja Joss berhenti di parkiran.

Tawan sendiri membuka helmnya dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, Joss juga melakukan hal yang sama. Joss turun dari motor dan mengambil helm Tawan tanpa banyak berbicara. Lelaki itu berjalan ke arah tempat penitipan helm untuk menyimpan helm mereka.

Tawan terlihat kebingungan namun tetap mengikuti Joss dengan hening.

“Lo ikut masuk?” Tanya Tawan dengan pelan.

Joss menoleh ke arah Tawan dengan wajah herannya, “Ya iya? Gua disuruh nunggu di parkiran gitu?” Tanya Joss.

“Eh gak gitu.” Bantah Tawan.

“Kirain lo kayak kemarin gitu, abis drop terus ke tempat lain...” Lanjut Tawan dengan terbata.

Joss hanya terkekeh kecil, “Ya enggak lah, masa gua biarin lu masuk sendirian ke PIM. Nanti pas lo ke gramed gua di starbucks aja ya.”

Tawan menatap Joss dengan pandangan berbinar, “Mau starbucks....” Ucapnya pelan.

Joss semakin tertawa, Tawan itu sangat menggemaskan. Jujur jika tidak mengenal mereka, Joss yakin 100% bahwa orang akan menganggap bahwa dia lebih tua dari Tawan padahal kenyataannya Tawanlah yang lebih tua.

Bukan hanya itu, banyak sekali yang menyangka bahwa Joss adalah anak kuliahan karena badannya yang tinggi dan besar. Padahal dia masih kelas 11, dia memang memiliki gen keluarga yang tinggi dan bongsor makanya perawakannya saat ini tidak mencerminkan bahwa dirinya anak sekolah.

Berbeda sekali dengan Tawan yang saat ini sudah kelas 12 namun banyak yang menganggapnya masih SMP karena tubuhnya yang kecil dan wajahnya yang terlihat masih seperti bocah.

“Iya ntar gua pesenin, lu mau apa? lama gak di gramednya? Apa gua ikut lu dulu ntar ke starbucks bareng?” Tanya Joss pada Tawan.

Tawan yang merasa mendapatkan kesempatan tidak menyianyiakannya, “Gak lama sih, gue udah tau mau beli apa. Mau beli buku buat UN sama SBM, sama beberapa buku rumus terus beli komik sama beli novel karya Cassandra Clare.”

“Waduh, banyak ya....”

Gantian Tawan yang tertawa melihat ekspresi Joss, “Dikit itu mah... Ini juga udah dikurangin karena takut susah bawanya. Kan naik motor.”

Joss hanya mengangguk kecil, “Oh iya Cassandra Clare itu yang nulis Mortal Instruments bukan?” Ucapnya membangun percakapan lain.

Adrenalin Tawan meningkat dengan pesat saat mendengar Joss mengetahui tentang novel kesukaannya, kalau Joss benar-benar membacanya seperti dirinya maka Tawan akan merelakan waktu malamnya dan mengobrol dengan Joss selama yang ia bisa tentang Mortal Instruments.

“Iya!! Lo baca juga Mortal Instruments?” Tanya Tawan dengan semangat.

Tanpa disadari mereka berdua sudah sampai pada Gramed, aroma buku tercium diseluruh tempat. Senyuman Tawan bertambah lebar, Tawan sangat menyukai buku. Dia bahkan bisa bolos kelas hanya untuk duduk di perpustakaan dan membaca buku yang tersedia di perpustakaan sekolahnya.

“Gak baca novelnya, tapi gua pernag nonton filmnya yang City of Bones ya? Waktu itu abang gua nonton sama ceweknya, jadi gua ikutan.” Jelas Joss singkat.

Lelaki tinggu itu mengikuti langkah semangat sang tetangga yang sudah berhambur ke arah rak-rak buku berisi komik-komik Jepang. Kalau Komik, Joss juga membacanya. Joss mengikuti beberapa anime karena dipaksa oleh abangnya, dan dia sedikit mengenal yang lainnya karena teman-temannya kerap membicarakannya secara berulang.

“Loh kok gak ada yang volume baru? Apa habis?” Joss mendengar Tawan berbisik pada dirinya sendiri, wajahnya terlihat sedih dan Joss merasa hatinya seperti tercubit sedikit?

Joss melihat sekitar dan menemukan pegawai Gramedia didekatnya, tanpa sadar Joss sudah melangkahkan kakinya ke pegawai tersebut, “Mas sorry, komik Black Clover volume terbaru habis ya?”

“Oh bukan habis, belum di susun sepertinya mas. Mau volume terbaru? nanti saya ambilkan..” Tawar pegawai itu.

“Boleh.”

Joss melihat pegawai itu berjalan ke arah belakang. Joss sendiri merasa kebingungan, untuk apa dia melakukan semua ini? Padahal mereka baru berinteraksi 2 hari belakangan namun Joss tidak ingin melihat gurat kesedihan diwajah tetangganya tersebut.

Baginya, Tawan dengan senyuman adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Maka Joss mencoba untuk membuat senyuman lelaki itu tetap terpasang diwajah manisnya.

“Mas ini...”

Joss menerima komik yang tadi dipintanya dengan senyuman, tak lupa Joss mengucapkan terima kasih. Lelaki itu mendekati Tawan yang masih sibuk di rak komiknya dan sudah mengambil beberapa komik untuk dibelinya.

“Te...” Panggil Joss.

“Apa...” Tawan menjawab tanpa melihat Joss, matanya fokus mencari komik yang diinginkannya.

“Nih” Joss memberikan komik Black Clover di depan wajah Tawan, tindakan itu membuat Tawan terkejut dan mundur dengan refleks. Matanya membola saat melihat komik yang dicarinya berada ditangan sang pujaan hati.

“KOK ADA SAMA LO... IH GUE CARI GAK ADA TADI?” Ucap Tawan dengan histeris.

“sttttt” Peringat Joss saat dia merasa sekelilingnya memperhatikan Tawan yang terlalu berisik.

Tawan hanya terkekeh senang dan mengambil komik yang dicarinya dengan semangat, “Makasih Joss!!”

“Sekarang ayo kita ke novel-novel!!!” Ajak Tawan dengan semangat.

Tangan Tawan menarik pergelangan tangan Joss tanpa disadarinya, Joss sendiri hanya mengikuti Tawan tanpa banyak protes. Joss memperhatikan tangannya yang digenggam tanpa berusaha melepaskannya. Rasanya hangat, dan Joss menyukainya.

Malam itu mereka menghabiskan waktu dengan tertawa dan mengobrol bersama, baik Tawan maupun Joss tidak ada yang menyinggung soal perasaan. Mereka hanya menikmati waktu dan kenyamanan yang tercipta diantara keduanya. Joss mengenal Tawan lebih banyak karena lelaki itu tidak berhenti berbicara setibanya di Starbucks, dan Tawan juga selalu bertanya kepada Joss tentang hidupnya yang dijawab Joss dengan suka rela.

dan mereka menyadari bahwa akan ada yang berbeda diantara mereka kedepannya. Mereka berdua tidak menolaknya, mencoba menanti kejutan yang akan semesta berikan kepada mereka berdua dengan suka cita.


Tawan masuk ke dalam mobil fortuner yang sudah sangat dikenalnya dengan masker yang terpasang diwajahnya, bukan apa-apa, dia hanya mencoba menutupi rasa malunya setelah melakukan hal bodoh tadi.

“Mau nyetel musik gak?” Tanya Joss pada ketiga orang yang terlihat lelah di kursi penumpangnya.

“Gak usah deh Joss, gua mau tidur aja. Badan gua remuk.” Jumpol menjawab pertanyaan Joss dengan suaranya yang terdengar lelah.

Joss hanya menganggukkan kepalanya mengerti, matanya melirik ke arah tetangganya yang terlihat diam sejak masuk ke dalam mobil. Lelaki itu membawa sekotak susu dan roti di tangannya.

“Te?” Joss memanggil lelaki itu dengan pelan.

“Iya kenapa Jumpie?” Tawan tidak sadar bahwa yang memanggilnya adalah Joss, jadi dia menjawab dengan asal.

Kekehan Joss terdengar ditelinga Tawan, dengan cepat lelaki kecil itu menoleh untuk melihat Joss yang terkekeh dengan sangat tampan. Wajah Tawan terlihat terkejut karena ini pertama kali untuknya.

“Kenapa?” Tanya Tawan penasaran.

“Tadi yang manggil tuh gua.” Ucap Joss menjelaskan.

Tawan membulatkan bibirnya, matanya melihat kedua temannya yang sudah tertidur dengan posisi nyaman. Kurang ajar, ternyata mereka sudah masuk ke alam mimpi dan meninggalkan dirinya dan Joss berdua.

“Oh iya... Kenapa Joss?” Tawan berbicara dengan mata yang tidak berani melirik sang tetangga.

“Gak dimakan rotinya? Tadi gak sempet makan kah?”

Tawan menggigit bibirnya dengan gugup, iya tadi dia tidak sempat makan karena terlalu banyak berpikir tentang kisah cinta mereka berdua.

“Tadi sempetnya kopi doang, kàlau makan gue emang agak lama jadi rotinya di take away” Jelas Tawan.

Joss hanya berdehem pelan, matanya melirik Tawan yang terlihat gugup. Joss mengerti bahwa tetangganya ini memiliki ketertarikan kepadanya, dan lucu rasanya melihat lelaki itu berusaha tidak melihat dirinya.

“Btw, gua udah dichat di line belum? tadi idnya udah di save kan?” Tanya Joss dengan jahil.

Tawan melepaskan susu dan rotinya karena refleks menutup wajahnya yang mulai memanas, dia tidak tahu bahwa Joss memiliki sisi jahil seperti ini. Dia pikir Joss adalah lelaki dingin seperti di lelaki di cerita fiksi yang sering ia baca.

“Brengsek jangan gituuuuu gue malu, tadi itu gak sengaja.” Ucap Tawan dengan suara tertahan.

“hahahaha” Joss tertawa dengan puas melihat Tawan yang menutup wajahnya karena malu.

Semalam Joss rasanya seperti terkena serangan jantung saat diminta menjadi driver. Bukan apa-apa, Joss memang mengenal Tawan, tentu saja. Mereka adalah tetangga. Saat lebaran tiba mereka selalu bertemu dan bersalaman, namun interaksi mereka hanya sebatas itu.

Dulu saat baru pindah, Joss hanya dekat dengan Nammon dan Earth, sementara Tawan seringnya bermain dengan Krist, Singto, dan Gun. Mereka seperti terbagi ke dua kubu, lalu tiba-tiba Tawan jarang bermain karena sudah menjadi murid SMA. Sejak saat itu Joss hampir jarang sekali melihat Tawan bersama Krist maupun Singto.

Dan semalam rasanya Joss sangat terkejut mengetahui bahwa Tawan memintanya menjadi driver untuk acara liburannya, padahal Tawan bisa saja meminta Nammon atau Earth yang lebih dulu dikenalnya. Lebih terkejut lagi saat Tawan bilang bahwa dirinya menstalk akunnya, saat membaca itu Joss paham bahwa Tawan memiliki rasa tertarik kepadanya.

“Eh tapi serius dah, mau tanya nih gua.” Ucap Joss setelah berusaha menghentikan tawanya.

“Apa?” Jawab Tawan dengan ketus. Defense mechanism.

“Kok lo minta tolong ke gua, padahal kalau diliat lo lebih deket ke Nammon atau Earth deh.”

“Brengsek” Lirih Tawan pelan. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Itulah keadaannya saat ini. Mau mengelak, memangnya alasan apa yang bisa digunakan untuk menyangkal?

“Ini wajib di jawab apa engga?” Tanya Tawan dengan pasrah.

“Ya, gak harus sih. But I'll be happy kalau dijawab.” Ucap Joss sambil melirik Tawan.

Tawan melepas maskernya karena rasa sesak yang dirasakannya, panas dan sesak dan malu dan apapun itu sangat menjengkelkan. Tawan berusaha memantapkan dirinya sendiri, bahwa inilah waktunya. Tidak apa-apa, kalau ditolak juga tidak apa-apa toh mereka hanya bertemu saat lebaran.

“Hehe kayak yang gue bilang gue ngestalk lo dan tau lo jadi driver, please don't ask kenapa gue stalk karena gue yakin lo udah paham sendiri. Terus yaa i took the chance, lagipula diantara yang lain gue belum deket sama lo kan... Padahal udah mau 4 tahunan tetanggaan.” Jelas Tawan dengan ringisan malu.

Joss kembali mengangguk tanda mengerti, dia memilih menghormati Tawan untuk tidak bertanya lebih lanjut.

“Oke... Lu gak mau tidur?” Tanya Joss mengalihkan percakapan.

“Oh iya ini mau tidur...” Tawan yang merasakan kecanggungan langsung menyetujui usulan Joss. Tawan kembali memakai maskernya, bersandar pada kursi, dan berusaha untuk tertidur.

Jantungnya berdetak dengan sangat keras, rasanya ingin menangis. Sepertinya dia ditolak kali ini, apakah Tawan harus menyerah saja? Lagipula Tawan sebenarnya tidak mengetahui apakah Joss punya pacar atau tidak. Dia hanya langsung memulai pendekatan tanpa banyak bukti dasar status lelaki itu.

Kalau Joss bukanlah seorang jomblo, Tawan akan mundur saat itu juga karena bagi Tawan, haram hukumnya mendekati lelaki yang sudah memiliki kekasih.

Mungkin besok Tawan akan bertanya, untuk saat ini biarkan dia tertidur karena tubuhnya mulai terasa lelah, dan juga aroma menthol yang memenuhi mobil ini membuatnya merasakan kenyamanan, rasanya seperti dipeluk oleh Joss secara tidak langsung, terasa aman dan nyaman. Tawan menyukai aroma Joss seperti Tawan menyukai lelaki itu.

Ralat, Tawan mencintai lelaki itu.

“Rest well....”

Diantara kesadarannya yang mulai menghilang Tawan mendengar suara lirih yang diyakininya hanya sebuah imajinasi semata, Tawan tersenyum dan mulai jatuh ke dalam alam mimpinya. Meninggalkan Joss yang menyetir dengan ekspresi bahagia yang menghiasi wajah tampannya.


Tawan melangkahkan kakinya ke arah rumah berwarna cokelat dengan pagar hitam, rumah yang selama ini menjadi tempat matanya berlabuh ketika melewatinya saat pulang sekolah.

Rumah itu adalah rumah milik Joss Wayar, tetangga yang disukainya selama 2 tahun belakangan ini.

Tawan sangat mengingatnya, sekiranya 4 tahun lalu dia sedang bermain bulu tangkis dengan teman-temannya, lalu datang mobil sedan dan mobil pick up berisi barang-barang. Seperti orang pindahan rumah, dan ternyata memang ada keluarga baru yang pindah ke rumah kosong di bloknya. Disaat itu lah Tawan pertama kali bertemu dengan Joss Wayar, lelaki yang satu tahun lebih muda darinya.

Tawan belum mengerti arti debaran yang muncul saat melihat Joss kala itu, yang dia tahu bahwa saat itu Tawan merasa bahagia karena temannya bertambah lagi.

Namun Tawan harus menelan pil pahit karena Joss Wayar jarang sekali keluar rumah untuk bermain, lelaki itu menghabiskan harinya di dalam rumah ataupun pergi ke rumah neneknya, dan sejak saat itu Tawan perlahan mulai melupakan kalau dia memiliki tetangga bernama Joss Wayar.

Lalu Tawan kembali ingat bahwa dia memiliki tetangga lain selain teman-temannya saat itu. Saat ujian akhir semester dua kelas sepuluh, Tawan pulang dengan Off dan wajah kusutnya, dan dia melihat Joss keluar pagar rumahnya dengan motor ninjanya, bagaikan oasis dipadang pasir.

Tawan jatuh cinta, dengan paras lelaki itu, jatuh cinta yang benar-benar jatuh. Hingga saat ini dirinya sudah kelas dua belas dan masih menyukai sang tetangga, Joss Wayar.

“Lo deg-degkan gak?” Jumpol berbisik melihat Tawan yang hanya diam, tidak berisik seperti biasanya.

“Pasti lah gilaa.” Kali ini Arm yang menyahuti ucapan Jumpol.

“Te, Teeee” Panggil Jumpol lagi.

Tawan yang tersadar dari lamunanya hanya menunjukkan cengiran lebarnya, “Kenapa?”

“Gugup gak?” Jumpol mengulang pertanyaannya.

“Banget, rasanya jantung gue mau meledak.” Bisik Tawan dengan suara tercekat.

Ketiga sekawan itu sudah dekat dengan rumah Joss, Tawan sendiri dapat melihat punggung lelaki yang berdiri di dekat mobilnya dengan rokok yang tersalip dijarinya.

“Joss?” Panggil Tawan dengan suara pelan.

Joss yang merasa dipanggil menoleh dan melihat Tawan dengan dua orang temannya yang sejujurnya sudah sangat familiar karena mereka bertiga sangat sering lewat depan rumahnya.

“Udah langsung jalan?” Tanya Joss tanpa basa-basi.

Tawan hanya mengangguk fan tersenyum kecil, masih shock dengan kenyataan dia bisa berbicara langsung dengan orang yang disukainya.

Joss membuang rokoknya dan menginjaknya pelan, lelaki itu masuk ke dalam mobilnya dengan cara yang paling Tawan sukai. Terlihat begitu tangguh dan juga keren.

Arm dan Jumpol yang melirik satu sama lain, dengan cepat mereka berlari dan membuka pintu penumpang belakang lalu masuk ke dalamnya. Meninggalkan Tawan dengan wajah terkejutnya.

“Brengsek” Lirih Tawan menyadari bahwa temannya berusaha membuatnya duduk di kursi penumpang depan bersama dengan Joss.

“Te cepetan sini masuk” Arm membuka kaca mobil dan meneriaki Tawan yang masih berdiri dengan kaku.

Tawan memberikan jari tengahnya dan dengan pasrah masuk ke dalam mobil Joss yang memiliki wangi menthol.

Tawan memberikan tasnya ke belakang setelah mengeluarkan sekotak permen dan headsetnya, Arm dan Jumpol hanya terkekeh tanpa suara melihat wajah cemberut Tawan.

“Jangan lupa seatbeltnya” Ucap Joss tiba-tiba.

Tawan yang terkejut dengan suara berat lelaki itu hanya mengangguk tanpa bersuara lagi. Jantungnya saat ini sama sekali tidak bisa diajak berbicara.

Suasana mobil sangat hening, padahal biasanya entah Arm atau Jumpol akan mengeluarkan candaan mereka ataupun mengobrol hal-hal tidak penting. Tawan merasa gelisah, dia ingin sekali mengajak Joss berbicara namun nyalinya sudah habis atas tingkahnya kemarin saat menghubungi Joss.

Jumpol yang paham kecanggungan yang dirasakan Tawan memutuskan untuk membantu sang teman.

“Halo Joss, kita belum kenalan ya? Kenalin gua Off Jumpol, temennya Te. Terus ini Arm Weerayut, kita temen satu sekolah.” Ucap Jumpol memperkenalkan dirinya tanpa malu.

Tawan sudah ingin menyembunyikan wajahnya di kursi, tidak ingin menoleh sedikitpun ke arah Joss. Malu sekali rasanya.

“Oh iya, kenalin gua Joss Wayar. Tetangganya Tay.” Balas Joss disertai dengan senyum sopan yang ditunjukkan ke arah Jumpol.

“Anyway thank you Joss udah mau nerima tawaran buat nganter ke Jungleland..” Ucap Jumpol lagi.

“Iya sama-sama.” Jawab Joss singkat.

Sejauh Tawan mengenal Joss memang lelaki itu jarang berinteraksi dengan anak-anak seusia mereka yang tinggal di satu lingkungan. Joss seperti anak rumahan, namun Tawan tahu bahwa sebenarnya tidak. Joss bersekolah di salah satu sekolah yang terkenal pandai dalam hal Tawuran, dan Tawan beberapa kali memergoki Joss terkunci diluar rumah saat pulang sekolah yang Tawan asumsikan bahwa lelaki itu terkena hukuman dari ibunya.

“Kalau mau dengerin musik, bisa hubungin spotifynya langsung ya.” Ucap Joss tiba-tiba setelah keheningan panjang yang menyapa mereka.

“Wih thank youuu” Kali ini Arm menjawab dengan agak semangat. Lelaki itu membuka ponselnya untuk menghubungkan spotifynya dengan mobil milik Joss.

Suara Adam Levine mengalun dengan keras di dalam mobil berisi 4 remaja tersebut. Tawan agak bersyukur kali ini karena Arm tidak menyetel musik aneh-aneh yang berpotensi membuat Tawan merasa semakin malu.

“I NEED A GIRLS LIKE YOUU” Arm tiba-tiba bernyanyi dengan suara keras mengikuti alunan lagu Girls Like You by Maroon 5

Bukan hanya Tawan, namun Joss dan Jumpol juga agak terkejut dengan suara Arm.

Lelaki yang bernyanyi hanya menampilkan cengirannya, Arm melanjutkan nyanyiannya tanpa memperdulikan Joss sang pemilik mobil. Jumpol juga akhirnya join dengan Arm bernyanyi dengan riang gembira.

Tawan melirik ke arah Joss ketika lelaki itu juga meliriknya, “Sorry... temen-temen gue emang rada aneh.”

“Hahaha gak apa-apa, gih ikutan nyanyi juga. Anggap aja gua angin lalu.” Ucap Joss tidak memusingkannya.

Memangnya apa yang diharapkan dari 3 orang remaja bersahabat dekat dan sedang dalam perjalanan berlibur. Joss sempat kaget tadi karena tidak seberisik bayangannya, ternyata mereka hanya sedang jaim.

Lagu Girls Like You berganti menjadi lagu kesukaan Tawan, Animals dan Tawan mengumpat pelan.

Perduli setan dengan image baik yang harus dibangun di depan gebetan, haram hukumnya jika tidak bernyanyi ketika lagu kebangsaan berputar dengan keras.

Tawan menerima sodoran ponsel dari Arm sebagai microfon untuk dia bernyanyi.

Baby I'm preying on you tonight, hunt you down eat you alive Just like animals Animals Like animals-mals

Tawan bernyanyi dengan keras, suaranya bersahut-sahutan dengan suara Adam Levine. Arm dan Jumpol sudah tertawa keras melihat Tawan takluk dengan lagu ini. Rasanya selalu lucu karena apapun keadaannya Tawan akan memilih lagu ini dari apapun, termasuk meluruhkan image jaimnya yang sudah dibangunnya sejak masuk ke dalam mobil milik gebetannya.

Maybe you think that you can hide I can smell your scent for miles Just like animals Animals Like animals-mals Baby I'm

Tawan menghayati nyanyiannya, diotaknya hanya terkumpul lirik lagu Animals yang sudah dihafalnya sejak lagu ini keluar. Tawan bahkan tidak sadar bahwa Joss sesekali meliriknya dengan senyuman yang tertahan di bibir lelaki itu.

Lucu sekali rasanya.

Tawan menantikan selama 2 tahun untuk melihat Joss tersenyum untuknya tanpa ia senyumi terlebih dahulu, ketika dia berhasil mendapatkannya. Tawan malah sedang sibuk bernyanyi seperti seorang penyanyi profesional.

dan Joss Wayar menyadari bahwa pilihannya menerima tawaran menjadi driver dari tetangganya ini bukanlah pilihan yang buruk.

Karena pada detik ini, Joss menikmati waktunya memperhatikan sang tetangga yang bernyanyi dengan gila-gilaan.

Morning after night


Pagi itu Tawan bangun dengan keadaan tubuh yang penuh dengan rasa nyeri, terutama di tubuh bagian bawahnya. Tawan yang masih enggan membuka mata dan hanya meraba sisi sampingnya, namun seprei itu terasa dingin, seperti tidak ada yang menidurinya semalaman.

Kak?” Panggil Tawan dengan suara serak, tenggorokannya terasa sakit. Mungkin karena terlalu banyak berteriak dan terisak semalam.

“Kak J?” Panggil Tawan sekali lagi, namun keheninganlah yang masih menjawab lelaki manis itu.

Tawan kembali merapatkan selimutnya, bingung yang ia rasakan saat ini. Mau bangun dan mendatangi kak J di bawah, tapi sepertinya dirinya tidak mampu untuk berjalan sendiri. Rasa sakitnya di pinggulnya benar-benar terasa nyata.

Tawan memutuskan untuk mengambil ponselnya dan menelfon Joss, sedikit sedih rasanya karena dia berpikir akan mendapatkan after care di pagi hari dengan bermanja-manja. Tawan juga ingin dicium dengan banyak oleh lelaki itu.

“Kak J?” Panggil Tawan saat panggilan ponsel dijawab pada dering ketiga.

“Udah bangun?” Suara Joss terdengar panggilan disertai suara ombak yang menabrak pekarangan.

“Kak J dimana?” Tanya Tawan tanpa basa-basi.

“Maaf, lagi olahraga. Dikit lagi selesai.”

Tawan mencebikkan bibirnya saat mendengar nada datar suaminya, “Iya gak apa-apa kak....”

“Ok, mau nitip makan nggak?”

“Boleh kak, aku laper.”

“Yaudah tunggu 5 menit lagi ya.”

Tawan meletakkan ponselnya kembali setelah sang suami memutuskan panggilan telfon mereka. Matanya menatap langit-langit kamarnya, apa yang dilakukannya semalam berputar dengan cepat diotaknya. Bagaimana jemari Joss dengan gentle namun juga terasa panas membelai kulitnya.

Tawan merasakan wajahnya memanas dengan total, begitu banyak hal yang ingin dia lakukan setelah hari ini. Tawan sudah menunggu semuanya cukup lama, dia ingin bermanja-manja dengan Joss tanpa harus memikirkan alasan atas tindakan yang dilakukannya.

Tawan ingin secara bebas memeluk dan mencium Joss, memikirkannya saja sudah membuat Tawan merasakan banyak kupu-kupu berterbangan diperutnya. Rasanya menyenangkan sekaligus mendebarkan.

Suara pintu terbuka membangunkan Tawan dari lamunan yang membelenggunya, “Kak?” Sapa Tawan saat melihat tubuh tinggi dan besar milik suaminya masuk membawa plastik yang sudah pasti berisi makanan.

“Hey.... how was your sleep?” Tanya Joss, lelaki itu meletakkan bubur yang dibelinya dan duduk di pinggir tempat tidur dengan tubuh yang penuh dengan keringat.

“My sleep was okay. Kakak olahraga dari jam berapa?”

Joss menjulurkan tangannya untuk mengusap pipi Tawan yang disambut Tawan dengan suka cita dilihat dari Tawan yang mengusalkan pipinya pada tangan besar itu.

“Lupa. Pas kamu belum bangun pokoknya.”

Tawan tertawa dan memukul pelan tangan Joss karena jawaban super aneh tersebut, Joss sendiri hanya tersenyum dan mengambil bubur yang sudah dibelinya untuk dimakan oleh Tawan.

“Makan dulu, you must be tired from last night.” Joss membantu Tawan untuk duduk bersandar.

“My butt sore...” Ucap Tawan dengan malu.

Joss hanya tertawa kecil, lelaki itu bangkit untuk membersihkan tubuhnya setelah melihat Tawan sudah memakan sarapannya.

“Kak.... mau mandi bareng gak?”

Belum sempat Joss masuk ke dalam bilik kamar mandi, suara suami kecilnya terdengar dipenjuru kamar. Baik Tawan maupun Joss terdiam karena terkejut, Joss terkejut akan ajakan Tawan dan Tawan terkejut akan keberaniannya.

“Later....” Balas Joss tanpa menoleh ke arah Tawan.

“Kalau sekarang takutnya kebablasan, kamu besok harus kuliah.” Joss masuk ke kamar mandi tanpa melihat reaksi Tawan.

Tawan sendiri menutup wajahnya dengan kedua tangannya, pipinya terasa memanas. Ucapan Joss membuatnya kembali merasakan malu untuk sekian kalinya. Belum terbiasa namun Tawan sangat menyukai bagaimana mereka mengobrol ke arah yang lebih intim saat ini.

Tawan membiarkan Joss mandi dengan tenang sementara dirinya memakan buburnya dengan lahap. Sangat lapar, tenaganya terkuras habis dan mereka harus melakukan perjalanan kembali ke Jakarta.

Lelaki kecil itu tidak sabar untuk pulang ke rumah bundanya, ia rindu memakan masakkan bundanya, selama ini bunda Joss yang sering mengirimkan makanan untuknya, belum lagi ia rindu menonton anime bareng dengan adiknya Nanon, waktu yang ada akan Tawan manfaatkan sebaik mungkin.

Tawan tersenyum tanpa sadar, ia bahagia saat ini. Sangat bahagia sampai rasanya seperti mimpi, dan jika memang mimpi, Tawan berharap tidak ada yang membangunkannya karena saat ini, Tawan merasa Joss sangat menyayanginya sebanyak ia menyayangi lelaki itu.

Sàturdate-3

Tawan kembali merapatkan jaketnya setelah membalas pesan dari sang suami, matanya menatap laut di depannya. Rasanya sangat menyenangkan dapat berlibur ditengah padatnya jadwal kuliah.

Joss tertidur tadi saat mereka sampai ke penginapan, Tawan sendiri merasa tidak mengantuk karena telah tertidur sepanjang perjalanan. Tawan memutuskan untuk melihat matahari terbenam sendirian, meninggalkan Joss yang tertidur dengan pulas di penginapan mereka.

Penginapan yang mereka sewa adalah sebuah rumah berlantai dua yang berlokasi dekat dengan pantai, Tawan hanya butuh berjalan sekitar 5-8 menit dan dia sudah bisa mencapai ke area pesisir pantai.

Tawan memang dengan sengaja tidak meninggalkan catatan ataupun pesan untuk sang suami, sejujurnya Tawan saat ini sangat membutuhkan waktu untuk sendiri. Pernikahan mereka baru berlangsung selama seminggu, Tawan belum sepenuhnya beradaptasi.

Jika dulu saat dia merasakan tertekan akan kuliahnya, dia akan mengurung diri di kamar dan menonton anime atau membaca manga sepuasnya, keluarganya tidak akan ada yang menganggu waktunya karena mereka tau bahwa Tawan membutuhkannya.

Namun saat ini keadaannya sudah berbeda, dia sudah menjadi suami dari orang lain. Tugasnya sudah bertambah, bukan hanya sebagai seorang mahasiswa tapi juga sebagai seorang suami. Meskipun Joss mengatakan bahwa dirinya bisa hanya fokus pada kuliah, namun Tawan tahu diri. Dia tidak mungkin menelantarkan suaminya itu, apalagi suaminya sudah banyak melakukan hal baik untuknya.

Tawan menghela nafasnya dengan lelah, rasanya ia ingin marah kepada semua selebgram, youtubers, ataupun tiktokers yang banyak mengkampanyekan bahwa nikah muda itu menyenangkan, padahal kenyataannya beban mental yang ditanggung akibat nikah muda sangat menyesakkan untuknya.

Tawan memutuskan untuk bangkit dan berjalan mendekat ke arah pantai, bermain air sedikit tidak masalah kan? Toh belum terlalu malam, sekarang saja baru pukul 7 malam.

Senyuman kecil terbit diwajah manis Tawan saat telapak kakinya merasakan dinginnya air di pantai, kakinya menghentak pelan disertai kekehan kecil yang terdengar dari bibirnya.

“Beneran healing banget.” Gumam Tawan sendirian.

Tawan berjongkok dan merasakan pasir memeuhi tangan dan kakinya, senyuman manisnya terbit. Rasanya sudah lama sekali dari terakhir dirinya berlibur, kuliah sangat memuakkan, namun Tawan menyukainya.

“Gak mau kuliah, gak mau praktek di rumah sakit. Mau 24 jam nonton manusia gepeng. Gak mau ngurusin laporan lagi” Gumam Tawan menusuk-nusuk dengan kuat pasir yang saat ini ia pijak dengan jari telunjuknya, seakan melampiaskan seluruh kekesalannya.

Setelah merasa cukup menyiksa pasir, Tawan memutuskan untuk bangkit dan berlari kecil mengitari pantai, gelak tawanya terdengar dengan nyaring diantara sunyinya malam. Tawan semakin tertawa keras saat ombak yang cukup besar menghantam tubuhnya dan membuat pakaian bawahnya basah total.

Tawan berdiri dengan tangan yang direntangkan, dirinya berteriak sambil menunggu ombak lain menghantam kakinya.

“GAK MAU KULIAH. CAPEK. KULIAH BENERAN BIKIN CAPEK. MALESIN. MAU PACARAN AJA SAMA LEVI SELAMANYA!!!!!” Teriak Tawan sekuat tenaga. Bahunya naik turun karena nafasnya yang menipis, Tawan merasakan beban didadanya sedikit berkurang.

“Yaudah boleh pacaran sama levi.” Sebuah suara mengagetkan Tawan sampai lelaki kecil itu terjatuh terduduk di pasir dan terhantam oleh ombak yang datang hingga dirinya basah total.

“AH BASAH SEMUA?!!” Teriak Tawan tidak mempercayai kesialan yang menimpa dirinya saat ini.

Tawan mendongkak dan melihat Joss yang tertawa dengan puas melihat keadaannya saat ini, “Kak J?!!!” Panggil Tawan tidak percaya.

“Aduh dek, maaf maaf aku gak berniat kagetin kamu tapi kamu ternyata kaget sampe jatoh.” Ucap Joss disela tawanya yang belum berhenti.

Tawan mencebikkan bibirnya dengan kesal, belum lagi ombak yang tidak berhenti menghantam tubuhnya, dan juga Joss yang malah tertawa bukannya menolongnya.

“Ih stop datengnya ombak!!!” Marah Tawan saat merasakan ombak yang datang tanpa henti.

Joss mengambil nafas perlahan, mencoba menghentikan tawanya saat melihat wajah Tawan yang semakin mengeruh. Tangan lelaki itu terulur untuk membantu Tawan berdiri yang dibalas Tawan dengan tatapan mata tanpa berniat menggapai uluran tangan Joss.

“Ayo dek bangun, nanti sakit kalau terus-terusan duduk disitu.” Ucap Joss dengan cengiran tanpa rasa bersalah.

Tawan masih mendiamkan Joss, namun otaknya bekerja dengan cepat untuk merencanakan pembalasan. Dia akan menyambut uluran tangan Joss dan menarik lelaki itu agar jatuh bersama dengannya.

“Tolong bantu berdiri kak, aku lemes.” Ucap Tawan dengan cengiran yang sebisa mungkin ditahannya.

Joss yang sebelumnya mengulurkan tangan, menarik kedua tangannya dengan cepat. Matanya memincing, menatap Tawan dengan pandangan curiga.

“Kamu gak bakal narik aku biar jatoh bareng kamu kan dek?” Tanya Joss dengan curiga.

Tawan yang merasa rencananya bisa terbongkar dengan kilat mengigit bibirnya pelan dan mengelak, “Engga lah kak, kok kak J nuduh aku sih? Parah banget udah dikagetin sampe jatoh, terus sekarang aku dituduh?!” Cemberut Tawan.

“Ya kan siapa tau dek.” Celetuk Joss.

Joss mengulurkan tangannya kembali dan kali ini Tawan menyambutnya dengan cengiran bahagianya. Tawan menggenggam tangan Joss erat dan menarik lelaki itu sekuat tenaganya, meskipun badan Joss lebih besar namun kekuatan Tawan tidak bisa diremehkan.

Joss terjatuh dengan posisi agak telungkup, beruntungnya lelaki itu bisa menahan tubuhnya dengan kedua tangannya, namun sialnya jatuhnya Joss bersamaan dengan ombak yang datang dan sukses membasahi tubuh lelaki itu. Tawan tertawa dengan sangat keras melihat wajah Joss yang terlihat kaget.

“Adekkkkkkk??” Teriak Joss dengan gemas. Bagaimana bisa dirinya marah kalau lelaki yang dipanggil adek sedang tertawa dengan bahagia, matanya menyipit seperti bulan sabit dan wajahnya memerah karena terlalu banyak tertawa.

“Kak J, maaf- hahaha maaf.” Tawan memegang perutnya yang terasa sakit sekarang, wajah terkejut berputar diotaknya. Selama ini selalu lelaki yang lebih tua itu yang menjahilinya, namun sekarang Tawan dapat membalas kejahilan lelaki itu dengan telak.

Joss menahan senyuman kecilnya dan memasang wajah galaknya, dia mengubah posisinya menjadi duduk dengan kaki menyilang sementara tangan besarnya menarik Tawan dan dengan mudah mengangkat lelaki kecil itu ke depan tubuhnya, menjadikan Tawan sebagai tameng atas ombak yang kembali datang.

“KAK J!!! KAK J MAH PARAH BANGET.” Teriak Tawan saat merasakan ombak yang bertubi-tubi datang ke arahnya. Matanya menatap Joss yang tertawa dengan keras, Tawan melepas tangan Joss dari tubuhnya dan mengambil segenggam pasir dan melemparkannya pada Joss.

“Rasain nih serangan pasir buat orang yang jahil!!!!” Pekik Tawan terus menerus melemparkan pasir ke tubuh Joss.

“Dek, aduh- udah udah pasirnya masuk ke badan aku??” Protes Joss saat merasakan tubuhnya yang penuh dengan pasir.

Tawan hanya menjulurkan lidahnya dan kembali melempar pasir ke tubuh Joss untuk terakhir kalinya disertai suara protesan Joss lainnya karena kali ini pasirnya mengenai lehernya sedikit. Tawan dengan cepat berdiri dan berlari ketika melihat Joss mengambil pasir sebagai balasan untuk dilemparkan kepadanya.

“Jangan lari sini, anak jahil harus dikasih hukuman. Sini dek.” Panggil Joss saat melihat Tawan semakin menjauhinya. Joss bangkit dan ikut berlari untuk mengejar Tawan dengan pasir digenggaman tangannya.

“KAK J, JANGAN KEJAR AKU. MAAF AKU BERCANDA TADI.” Teriak Tawan agak histeris saat melihat Joss berlari dibelakangnya.

“Sini dulu, tangan aku pegel pegang pasir dek.” Jawab Joss tidak kalah kerasnya.

Tawan menggeleng dan mempercepat larinya, pakaiannya yang basah sedikit membuatnya jengkel karena terasa berat. Tawan melirik ke belakang dan melihat Joss semakin dekat, kali ini Tawan benar-benar menyalahkan kaki-kaki pendeknya.

“KAK J UDAHAN KEJARNYA ASLI AKU CAPEK.” Teriak Tawan merasakan nafasnya sudah menipis, namun Joss mengabaikannya dan tetap berlari mengejar Tawan.

Tawan tidak memperdulikannya lagi, dia berhenti untuk mengambil nafas dengan rakus, bahunya naik turun. Tawan membungkukkan tubuhnya kelelahan, “Kak bentar pause dulu aku ambil nafas dulu kak.” Pinta Tawan pada Joss yang sudah berhenti disampingnya.

Joss tertawa melihat Tawan yang kelelahan, lelaki itu membuang pasir ditangannya dan berjalan ke hadapan Tawan.

“Kak ih pause dulu beneran aku capek mau nafas dulu, nanti nafasku abis gimana lho kak kasian paru-paru aku.” Rengek Tawan saat melihat Joss sudah berada di depannya.

Joss hanya tertawa tanpa membalas ucapan Tawan, lelaki itu merentangkan tangannya dan menarik Tawan untuk masuk ke dalam pelukannya. Joss memeluk Tawan dan menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, tak lupa tawa yang masih mengalun dari bibirnya.

“Lagian bandel sih, udah tau pasti capek malah lari-larian.” Cibir Joss pada Tawan yang masih terdiam dipelukannya.

Tawan terlalu terkejut akan pelukan yang diberikan Joss, lelaki kecil itu bahkan tidak membalas pelukan Joss, dia hanya berdiri kaku dengan wajah yang terkejut.

“Kok diem sih? aku lagi charging kamu nih biar gak galau sendirian di pinggir pantai.” Ledek Joss saat Tawan tidak juga membuka suaranya.

Tawan yang perlahan kembali mendapatkan kesadarannya dengan cepat mencubit perut Joss sebagai balasan atas ledekkan lelaki itu, “Kak J ih diem, galau darimana.” Protes Tawan.

Joss mengeratkan pelukannya dengan tawa yang tak kunjung usai, “Beneran kamu kayak sad boy banget dek tadi pas sendirian di pantai.”

Tawan hanya mendengus kesal dan memeluk Joss balik, tangannya ia lingkarkan di pinggang lelaki itu sementara Joss memeluk bahunya.

“Capek ya kuliah?” Tanya Joss lembut, tangan lelaki itu tidak lupa mengelus rambut basah Tawan.

Tawan tidak menjawab, lelaki itu hanya mengangguk kecil dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami.

“Anak kecil lagi capek kuliah, anak kecil lagi capek kuliah. Biar gak capek harus dikasih apa ya biar capeknya ilang?” Ucap Joss dengan nada sing a song.

“Ih apasih kak, bukan anak kecil tau.” Elak Tawan.

Joss terkekeh kecil, “Tadi yang aku bilang beneran loh, kamu boleh pacaran kok sama levi. Kalau levi emang bisa bikin beban kamu berkurang, ya gak apa-apa boleh pacaran selamanya.”

Tawan melengkungkan bibirnya dengan sedih, Joss dengan segala ucapan manisnya membuatnya ingin menangis karena demi Tuhan saat ini kondisi mentalnya sedang tidak stabil dan ucapan Joss membuatnya ingin menangis dengan keras.

“Mau- mau sama levi.” Bisik Tawan dengan suara serak.

“Iya sama nanti sama levi, nanti malem quality time sama levi ya.” Bisik Joss dengan suara menenangkan.

Joss melepaskan pelukan mereka dan mendapat erangan tidak terima dari lelaki yang lebih kecil.

“Sini gendong, balik ke penginapan. Baju kamu basah nanti sakit.” Joss berjongkok di hadapan Tawan.

“Kak aku berat lho.” Bisik Tawan.

“Ya gak apa-apa, sehat berarti. Cepet ayo naik, makin malem nanti makin dingin. Kasian aku baru bangun terus mandi eh malah diceburin ke air mana belum makan terus lari-larian.” Ucap Joss dengan jenaka.

Tawan tertawa kecil, lelaki itu tidak memiliki pilihan lain selain menuruti Joss. Tawan naik ke punggung Joss, ia melingkarkan tangannya di leher Joss sebagai penjagaan agar tidak jatuh. Joss sendiri berdiri tanpa kesusahan meskipun Tawan berada dipunggungnya saat ini.

Joss menahan paha Tawan agar lelaki itu tidak jatuh, mereka berjalan dalam diam, menikmati angin pantai di malam hari.

“Kak J.....” Panggil Tawan.

“Hm?”

“Nanti senin ke rumah bunda ya kak..” Pinta Tawan.

“Iya, nanti pulang kuliah kamu langsung ke rumah bunda aja ya? Nanti aku jemput di rumah bunda.”

Tawan hanya mengeratkan pelukannya sebagai balasan, menimbang-nimbang haruskah dia membagi isi kepalanya kepada Joss, “Kak J...” Panggil Tawan lagi.

Joss kembali berdehem untuk menjawab panggilan Tawan.

“Kak J gak mau tanya aku tadi kenapa jadi sad boy di pantai?” Bisik Tawan pelan.

Joss tersenyum dengan sangat tampan, namun sayangnya Tawan tidak dapat melihat senyuman tersebut.

“Kalau kamu mau cerita, ya silahkan kalau gak mau juga gak apa-apa. Aku gak mau maksa, meskipun kita udah nikah tapi aku menghargai privasi kamu kok dek.” Jelas Joss dengan lembut.

Tawan kembali merasakan perasaan hangat, rasanya sangat nyaman ketika sudah berbicara dengan Joss. Lelaki itu selalu memiliki berjuta kata menenangkan untuknya.

“Aku cuma ngerasa sesak aja, rasanya kayak hidup aku cuma kuliah terus pulang aku nugas, review materi buat besok, habisin waktu sama kak J, tidur, terus ngelakuin hal itu lagi besoknya. Maaf ya kak kalau aku kesannya ngeluh karena harus berperan jadi suami kakak, tapi aku merasa belum beradaptasi dengan baik aja kak.” Ucap Tawan menumpahkan semua isi pikirannya.

“Tadi pas kak J tidur aku ngerasa akhirnya aku punya waktu buat diri aku sendiri, terus aku merasa bersalah juga karena harusnya aku gak ngerasa kayak gitu kan?” Tanya Tawan.

Joss memperat pegangannya pada paha Tawan karena merasa lelaki itu sedikit turun dari posisinya.

“Gak apa-apa kalau kamu mau ngerasa gitu juga, itu hak kamu dek. Diri kamu itu ya punya kamu sendiri, kamu gak berkewajiban buat ngelayanin aku 24/7. Kamu juga harus punya waktu untuk diri sendiri, karena aku juga punya waktu untuk diriku sendiri.” Jelas Joss dengan perlahan, memastikan kata yang dia ucapkan mudah untuk dipahami oleh sang suami.

“Kayak yang aku bilang sejak awal, kamu bebas mau ngelakuin apapun. Kamu bebas buat main sama temen kamu, bebas buat nonton anime, bebas untuk jalan-jalan dan menghabiskan uang. Perasaan apapun yang kamu rasain saat ini itu valid, kamu punya hak untuk itu.” Joss berhenti sebentar saat merasakan pundaknya memberat, Tawan menumpukkan kepalanya di pundaknya.

“Dek, lain kali kalau isi pikiran kamu tentang pernikahaan kita, langsung diomongin di aku ya? Kan pernikahan kita jalanin berdua, kalau kamu sendirian yang mikir takutnya mislead ke pikiran yang buruk dan jatohnya nanti jadi penyakit pikiran dan hati. Jadi sebisa mungkin kasih tau aku ya? biar aku bantu kamu.” Lanjut Joss.

“Kak J, marahin aku kalau aku nakal. Jangan dibaikkin terus, nanti akunya jadi manja dan jadi gak tau diri kak.” Protes Tawan dengan suara serak.

Joss tertawa, lelaki ini selalu bisa mengubah suasana yang sedang sendu menjadi lebih santai.

“Yah, kalau itu gak bisa. Soalnya yang minta diomelin kayak anak kecil, mana tega akunya dek. Lagi masa kamu lagi sedih aku marahin bukannya di comfort, aneh banget sih kamu anak kecil.” Ucap Joss dengan intonasi yang menyebalkan.

Tawan mengarahkan tangannya ke pipi lelaki yang menggendongnya dan mencubitnya dengan keras, “Stop bilang aku anak kecil!!”

Joss yang tidak bisa melepaskan pegangan pada Tawan hanya bis pasrah menerima cubitan di pipinya, “Iya dek- gak lagi bilang anak kecil aduh.”

Tawan melepaskan cubitannya dan kembali memeluk leher Joss dengan erat, “Kak terima kasih ya, makasih udah selalu kasih aku kata-kata baik padahal aku kesannya selalu ngeluh karena udah jadi suami kak J.”

“Kak J, jangan baik ke orang lain kayak kakak baik ke aku ya. Mereka gak boleh liat sisi kak J yang ini, cuma aku aja yang boleh ya kak. Pokoknya aku posesif, gak boleh ya kak jangan.” Tawan berucap dengan suara teredam karena lelaki itu menenggelamkan wajahnya di leher Joss.

Namun ucapan Tawan masih bisa didengar Joss dengan cukup jelas karena lelaki itu berbicara dekat dengan telinganya.

“I'm all yours.” Balas Joss dengan tegas.

Tawan tersenyum kecil dan kembali menenggelamkan wajahnya diperpotongan leher Joss, “Thank you kak J.”

Sàturdate-2

Joss memarkirkan mobilnya di salah satu pasar modern yang dekat dengan Anyer, sekarang pukul 4 sore dan mereka belum makan siang. Tawan hanya memakan soft cookies dan Joss hanya memakan snack yang tersedia.

Joss melirik Tawan yang masih bergelung dalam alam mimpinya dengan tenang tanpa terusik sedikitpun dengan suara musik yang berputar di mobil. Joss sedikit bersyukur bahwa Tawan memilih mobil untuk perjalanan kali ini karena jika memilih motor Joss yakin Tawan akan merengek karena kelelahan dan mengantuk.

“Dek?” Panggil Joss pelan, tangannya menepuk pipi Tawan bermaksud membangunkan lelaki itu. Posisi Tawan sudah berubah, dari memunggungi Joss sekarang lelaki itu menghadap Joss.

“Dek? Bangun dulu yuk aku mau ajak kamu makan siang.” Ucap Joss sekali lagi membangunkan Tawan.

Tawan yang merasa terusik dengan pergerakan tangan Joss yang berubah dari mengusap menjadi mencubit, memutuskan untuk membuka matanya. Hal yang pertama kali dilihat adalah wajah Joss yang sangat dekat dengan wajahnya.

Dengan refleks Tawan menjauhkan wajah Joss dengan telapak tangannya, “Kak kaget banget.” Protes Tawan.

Joss sendiri hanya terkekeh dan menyingkirkan telapak tangan Tawan dari wajahnya, “Ayo bangun dan turun. Aku mau ngajak kamu makan di pasar.” Ajak Joss dengan semangat.

Tawan memperhatikan sekitarnya dan benar bahwa mereka saat ini sedang berada di pasar modern, “Wah udah lama gak main ke pasar!!!!” Ucap Tawan sumringah.

“Kamu pernah ke pasar emang?” Tanya Joss dengan wajah yang tidak percaya.

Tawan yang merasa lelaki itu meledekknya hanya mendengus dengan kesal, “Ya pernah lah kak? Kalau aku sama Nanon lagi senggang, bunda suka ngajak ke pasar buat nemenin dia belanja. Gak sering banget sih, tapi lima kali kayaknya aku ke pasar bareng bunda.”

Joss mengangguk mengerti, “Kamu gak pake asisten rumah tangga ya?”

“Iya kak gak pake, karena bunda kan ibu rumah tangga aja jadi bunda semua yang ngurus urusan rumah. Kadang aku sama Nanon bantuin, tapi aku lebih sering tidur dan nonton anime.” Tawan menampilkan cengiran lebarnya.

Joss ikut tersenyum melihat betapa menggemaskannya Tawan saat ini, “Yaudah ayo.” Ajak Joss setelah lelaki itu membawa dompet dan ponselnya.

Joss dan Tawan keluar dari mobil secara bersamaan, mereka mengerutkan dahinya kecil saat merasakan cuaca yang masih terasa panas.

“Kamu mau makan apa dek?” Tanya Joss pada Tawan yang sedang memperhatikan keadaan sekitar.

“Bingung kak, tapi mau coba mie ayam itu.” Tunjuk Tawan saat melihat salah satu kedai makanan yang ramai oleh pengunjung.

Joss mengikuti arah jari Tawan, dilihatnya kedai mie ayam dan bakso yang memang terlihat sangat ramai dengan pengunjung, “Bener nih mau makan mie ayam? Kalau mau ayo makan mie ayam.” Tanya Joss sekali lagi memastikan.

“Nanti abis itu beli jajanan boleh kan?” Bukannya menjawab, Tawan kembali bertanya kepada Joss.

“Ya boleh lah, tapi makan dulu ya? Kamu belum makan siang nanti sakit perut.”

Tawan dengan semangat mengiyakan dan menyeret tangan Joss untuk mengikutinya, Joss yang diseret hanya bisa terkekeh dengan pasrah, “Pelan-pelan, nanti kesandung.” Peringat Joss.

Tawan tidak mendengarkan Joss dan berjalan dengan cepat ke arah kedai mie ayam yang ramak itu, matanya berbinar kecil melihat salah satu makanan favoritenya.

“Pak, pesen mie ayam bakso jumbo satu ya. Kak J, mau pesen apa?” Tanya Tawan pada Joss yang masih memperhatikan menu.

“Bakso beranak jumbo pedasnya satu pak.” Pesan Joss merasa tertarik dengan menu yang disajikan di kedai ini.

“Baksonya lengkap pake mie bihun?”

“Lengkap, buat minumnya es kopi susu sama es jeruknya satu ya pak.” Ucap Joss lagi.

Tawan memincingkan matanya ke arah Joss, “Kak kok tau kalau aku suka minum es jeruk?”

Joss yang ditanya hanya terkekeh kecil, “Ya taulah, kalau jemput kamu di kampus kamu pasti kebanyakan di food court dan di depan kamu pasti ada es jeruk sisa yang mau abis.”

Tawan merasakan wajahnya memanas, pikiran seseorang akan memperhatikan detail kecil yang dia lakukan membuatnya merasa hangat dan juga malu, namun Joss melewatkan hal tersebut karena lelaki itu terlebih dahulu menarik Tawan untuk menempati bangku yang kosong.

Tawan memperhatikan keadaan kedai, banyak pasangan muda mudi yang makan disini. Matanya menatap Joss yang sedang sibuk dengan ponselnya, Tawan seketika menyadari bahwa suaminya adalah seorang model.

“Kak J, kak J!!” Bisik Tawan dengan suara yang agak panik.

“Kenapa?” Jawab Joss kebingungan melihat Tawan yang terlihat panik.

“Kak J kok gak pake masker atau topi buat nutup muka, kalau ada yang kenal kak J gimana?” Tanya Tawan khawatir.

“Hey, calm down.” Kekeh Joss, tangannya menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Tawan.

“Calm down dek, gak apa-apa. Lagi aku model bukannya pemain sinetron atau film, aku jamin gak ada yang kenal. Calm down oke?” Ucap Joss menenangkan Tawan.

“Beneran ya?” Tanya Tawan memastikan, lelaki kecil itu tidak ingin dikerubungi oleh penggemar Joss.

“Iya beneran dekkk.” Jawab Joss dengan pasti.

Tawan mengangguk dan memekik kecil saat melihat mie ayam miliknya sudah jadi. Mata lelaki itu tidak berhenti melihat mie ayam yang diantarkan oleh pelayan, hal tersebut mencuri perhatian Joss yang saat ini menatap Tawan dengan senyuman yang sebisa mungkin ia tahan.

“Doa dulu dek jangan lupa, doa masing-masing oke?” Joss mengingatkan Tawan yang terlihat sudah siap untuk menyantap makanannya.

Tawan menuruti perintah Joss mengepalkan tangannya di dada dan berdoa dalam hati, Joss juga melakukan hal yang sama. Kebiasaan berdoa bersama selalu mereka lakukan, jika mereka makan bersama di apartment mereka maka Joss akan mengucapkan doanya dengan lantang, namun jika mereka sedang makan di luar maka mereka aman berdoa di dalam hati secara bersamaan.

“Aamiin.” Ucap Tawan dan Joss bersamaan.

“Selamat makan kak J.”

“Selamat makan, Tawan.”

Mereka menikmati makanan mereka dengan tenang, sesekali Tawan merecoki Joss dengan mencoba mengambil bakso-bakso kecil yang menurut Tawan sangat lucu.

Joss sendiri membiarkan Tawan mengambil bakso berukuran sangat kecil miliknya, tidak bisa menolak karena setiap kali Tawan mengambil bakso tersebut dari mangkuknya lelaki itu akan terkekeh dengan senang.

“Kak J, kak J ayo aaaaaa.” Tawan menyuapi Joss mie ayam miliknya, Tawan tertawa melihat Joss yang memasang eskpresi aneh.

“Kamu pake kecap satu liter?” Tanya Joss saat lidahnya mengecap rasa manis yang berlebihan dari mie ayam milik Tawan.

“Hahahaha aku takut pedas tau kak, jadi aku banyakin kecapnya. Ternyata malah kebanyakan.” Tawan kembali tertawa atas kecerobohannya.

Joss sendiri hanya menggeleng kecil melihat tingkah Tawan, “Kamu mau pesen yang baru?” Tawar Joss.

“Engga ih, orang ini masih enak juga. Kak J aja kali tuh gak suka manis manis.” Ledek Tawan.

Joss sendiri mengabaikan ucapan Tawan dan kembali makan dengan tenang, sesekali dia melihat Tawan yang makan dengan lahap. Entah kenapa dia selalu suka melihat Tawan makan, rasanya begitu menyenangkan.

Mereka menyelesaikan makanannya dalam waktu 10 menit, baik Tawan maupun Joss sudah merasa cukup kenyang namun Tawan masih ingin jajan yang sudah pasti disetujui oleh Joss tanpa basa basi.

Setelah membayar, Tawan dan Joss kembali ke parkiran mobil mereka untuk membeli jajanan kaki lima yang berderet di pasar modern ini.

Tawan melihat tukang telur goreng yang dulu sering ia beli sewaktu masih menempuh bangku sekolah dasar, “Kak J beli telur bulet itu kakkkkk.”

Sekali lagi Joss hanya pasrah mengikuti langkah Tawan yang menyeretnya kemanapun lelaki itu pergi.

“Pak, ini boleh masak sendiri kah?” Tanya Tawan pada penjualnya.

“Boleh boleh, telurnya juga boleh dimodifikasi. Saya menyediakan terigu daun bawang dan lain-lain.” Jelas penjualnya.

Tawan membulatkan bibirnya saat melihat upgrade atas jajanan kesukaannya dahulu, bibirnya menyunggingkan senyuman dan mulai meracik telur kesukaannya.

“Kak J!!! Ayo kita lomba, yang telurnya lebih enak nanti boleh minta apa aja sama yang menang. Gimana?” Tawar Tawan saat melihat Joss yang hanya diam disampingnya.

Joss merasa tertarik dengan penawaran tersebut, “Bener boleh minta apa aja kan?” Tanya Joss memastikan.

Tawan mengangguk dengan antusias, “Boleh. Bapak, bapak jadi jurinya nanti ya? Telur siapa yang paling enak.”

Sang penjual hanya tertawa melihat interaksi dua orang lelaki yang berbeda usia tersebut.

“Oke kak, satu... dua.. tiga.. MULAI!!” Ucap Tawan dengan semangat.

Tawan memulai adonannya dengan memasukkan terigu yang sudah diberikan air dan juga telur dua buah, lelaki itu juga menambahkan daun bawang, sosis, dan bakso.

Sementara Joss memilih untuk tidak menggunakan terigu, lelaki itu memutuskan untuk membuat telur original dengan memasukkan 3 buah telur, di campur dengan daun bawang dan diberikan royco dan lada sebagai penyedap.

Baik Joss dan Tawan sudah bersiap untuk memasak telur buatan mereka di penggorengan dengan bulatan banyak. Tawan tertawa sendiri melihat Joss memasak, sepertinya ini pertama kalinya untuk Tawan melihat Joss memasak. Lelaki itu cukup terlihat ahli.

“Kak J, kak J jangan lupa di balik!!!” Teriak Tawan tertahan saat melihat pinggiran telur milik Joss yang mulai berubah warna.

Tawan menyetel api miliknya dilevel kecil, sementara Joss dengan api medium. Tentu saja telurnya lebih matang duluan.

Joss kesusahan sendiri membalik telurnya dengan tusukan sate, Tawan yang melihat hanya tertawa tanpa berniat membantu. Lucu sekali rasanya melihat Joss saat ini.

Mereka menghabiskan waktu memasak telur dengan penuh canda tawa, baik Tawan maupun Joss sangat menikmati saat-saat mereka bersama.

“Nah sekarang ayo cobain pak!!!” Ucap Tawan saat telur buatan mereka sudah matang dan sudah dipindahkan di sterofoam. Tawan dan Joss menunggu komentar atas masakan mereka.

“Gimana pak? Gimana?” Tanya Tawan dengan tidak sabar.

“Lebih enak punya mas yang ini.” Ucap pak penjual menunjuk Tawan sebagai pemenangnya.

Tawan berteriak senang dan melompat kecil, lelaki itu menjulurkan lidahnya pada Joss sebagai tanda meledek.

Joss sendiri tertawa atas tingkah Tawan yang seakan habis memenangkan hadiah uang berjuta-juta.

“Oke-oke, aku kalah.” Ucap Joss mengakui kekalahannya.

“Bentar aku mau coba telur punyaku dulu.” Ucap Tawan masih dengan intonasi semangatnya.

Tawan menyuapkan telur itu untuk dirinya sendiri, rasanya memang enak. Tadi saat meracik adonannya, selain memasukkan royco dan lada, Tawan juga memasukkan sedikit bubuk cabai, saos dan juga kecap. Makanya telurnya memiliki cita rasa yang lebih banyak.

Tawan mengambil telurnya lagi dan menyuapkannya pada Joss, Joss menerimanya dengan senang hati dan mengakui bahwa rasanya memang enak.

“Enak kak?” Tawan bertanya untuk memvalidasi masakannya.

“Enak dek, pinter banget masaknya.” Ucap Joss dengan senyuman kecilnya.

Tawan menampilkan cengiran lebarnya saat mendengar pujian yang ia harapkan.

Joss membayar makanan mereka dan mereka berdua kembali ke mobil karena hari sudah semakin sore. Tawan menyantap telur buatannya dan buatan Joss, telur Joss juga enak, ladanya sangat terasa karena lelaki itu sepertinya memasukkan banyak lada.

“Masih ada yang mau dibeli gak?” Tanya Joss sata mereka berdua sudah masuk ke dalam mobil dan memasang seatbelt.

Tawan menggeleng kecil, “Udah kak. Aku kenyanggg.”

Joss mengusap rambut Tawan dan menjalankan mobilnya, melanjutkan perjalanan mereka menuju penginapan mereka untuk malam nanti.

Sore hari itu mereka habiskan dengan bernyanyi bersama dimobil, Tawan menatap Joss yang sedang bernyanyi salah satu lagu kesukaannya dan tersenyum kecil. Mungkin untuk permintaannya, Tawan akan mengajak Joss untuk menikmati waktu malam di pantai berdua.

Tawan merasa sangat bahagia hari ini, jantungnya berdetak dengan sangat keras namun dia merasa nyaman. Tawan jatuh cinta semakin dalam pada suaminya, dan Tawan berharap Joss juga merasakan hal yang sama.

Satúrdate-1

Joss dan Tawan sudah berada di dalam mobil, sudah siap untuk melakukan kencan ke Anyer. Joss sendiri sudah menyewa salah satu rumah di pinggir pantai.

Suara ketukan terdengar dari luar, Joss menurunkan kaca mobilnya dan melihat ibunya berdiri dengan senyuman lebar. Tadi saat Joss mengirimkan pesan pada ayahnya untuk membawa mobil ke apartmentnya, dia langsung ditelfon ibunya untuk datang langsung ke rumah, karena itulah mereka berdua disini, di pekarangan rumah keluarga Sangngern.

“Tawannnn, lupa nih mommy kemarin buat soft cookies masih banyak. Kamu bawa ya buat dimakan di perjalanan? Biar makin gembul.” Ucap Ibunda Joss dengan senyuman lebar.

Tawan menerima cookies-nya dengan senyuman tidak kalah lebarnya, matanya berbinar penuh antusias, “Terima kasih mommy!!!” Ucap Tawan dengan semangat.

“Yaudah sana jalan, nanti nyampenya terlalu sore. Lagian kalian ngapain sih berangkat siang-siang kan pagi tadi bisa.” Omel Siri pada Joss.

Joss membasahi bibirnya dan berdehem dengan pelan, setelah kejadian tadi pagi, baik Tawan maupun Joss tidak ada yang membahasnya lebih jauh. Terlalu canggung. Tawan juga seakan membatasi pergerakannya di depan Joss.

“Tadi pagi bangunnya kesiangan mom, aku semalem nonton bola sambil nemenin Tawan selesaiin tugasnya.” Jawab Joss memberikan alasan.

“Huh yaudah hati-hati ya, Joss jangan ngebut. Besok pulangnya jangan malem-malem! Tawan seninnya masih kuliah.”

Joss memutar matanya dengan lelah mendengar celotehan ibunya, “Iya mom. Kalau mommy masih ceramah, akunya gak jalan-jalan.”

Siri mencubit lengan anaknya dengan keras mendengar ucapan anak itu, “Yaudah dadah Tawan, enjoy your honeymoon.” Siri berjalan menjauhi mobil Joss sambil melambaikan tangannya.

Tawan merasakan wajahnya memerah mendengar kata honeymoon yang terucap dari bibir ibu mertuanya. Tangannya memberikan lambaian sekali lagi sebelum kaca mobil tertutup dengan rapat. Saat ini suhu udars lumayan panas sekitar 35°C, baik Joss dan Tawan hanya memakai kaos oblong dan celana jeans.

Ini kali ketiga Tawan melihat Joss menyetir mobil, biasanya lelaki itu selalu akan memilih motor sebagai kendaraannya. Rasanya masih terasa asing, kalau bersama naik motor, Tawan tidak bisa melihat wajah rupawan itu. Namun saat ini saat Tawan menoleh ke samping, Tawan langsung disuguhi pemandangan wajah tanpa cela dari suaminya.

Belum lagi lengannya yang berotot memegang erat setir mobil, terkadang Joss melepaskan salah satu lengannya hanya untuk mengistirahatkannya dan dimata Tawan itu terlihat sangat keren.

“Kenapa?” Joss bertanya secara tiba-tiba saat melihat Tawan memperhatikannya dengan cukup serius.

“Eh- eh” Tawan tergugu ketika dipergoki Joss, “Itu aku rada belum kebiasa liat kak J nyetir mobil.” Ucap Tawan dengan malu.

Joss hanya terkekeh kecil, tangan kirinya yang bebas mengusak rambut Tawan dengan gemas. Joss pernah berpikir, sebenarnya Tawan ini anak berusia berapa tahun? Kenapa tingkahnya sangat polos? Harusnya lelaki itu tidak sepolos ini, bagaimanapun Tawan adalah seorang weebs setidaknya dia pernahlah sekali atau dua kali menonton hentai?

“Aku mau tanya.” Joss berucap sambil melirik Tawan yang mulai memakan soft cookies buatan ibunya.

“A-aphwa?” Jawab Tawan tidak jelas karena makanan yang memenuhi mulutnya.

Joss menekan pipi Tawan yang menggembung karena penuh dengan makanan, “Abisin dulu cepet, nanti kesedak.”

Tawan mengunyah makananannya dengan agak cepat, dia sedikit penasaran dengan apa yang akan Joss tanyakan padanya.

“Udahhhh.” Lapor Tawan.

“Pinter.” Puji Joss singkat.

Tawan hanya menahan senyumnya yang berlomba untuk terbit, dia berdehem pelan untuk menyamarkan ujung bibirnya yang terangkat sedikit, “Mau tanya apa kak?”

“Kamu- pernah nonton hentai gak?” Ucap Joss dengan hati-hati, lelaki yang lebih tua itu mengusap lehernya dengan tidak nyaman. Merasa aneh dengan pertanyaan yang diajukannya.

Tawan hampir tersedak, untung saja dia sudah menelan habis cookies yang dimakannya, kalau tidak sudah pasti Tawan akan tersedak dengan hebat mendengar pertanyaan yang diajukan.

“Hentai? Kenapa emangnya kak?” Jawab Tawan setenang mungkin.

“Engga cuma nanya aja, kamu tuh keliatan bayi banget dan polos banget. Makanya aku tanya- apa kamu udah nonton hentai.” Jelas Joss dengan sedikit merasa malu.

Joss saja merasa malu, apalagi Tawan? Wajahnya sudah memerah sepenuhnya.

“Pernah kok kak, tapi gak sering. Mungkin terakhir semester 1 kali ya? Aku gak terlalu into ke sana sih. Kalau nonton anime aku kebanyakan nonton fantasy atau action, gitu paling nyerempet slice of life yang ada ecchinya dikit. Sebenernya aku gak polos- banget gitu kak, tapi aku cuma bingung dan malu mau ngapain, soalnya takut salah, terus gatau pokoknya aku malu aja sama kak J.” Jawab Tawan dengan jujur tanpa ada yang ditutupi.

Tawan melihat Joss berniat mengucapkan sepatah kata, namun lelaki itu kembali menyimpannya. Tawan merasa sedikit panik.

“E- eh kak tapi kalau tadi pagi yang kak J ereksi itu aku beneran gak sadar. Aku kira itu paha kak J, soalnya paha kak J juga berotot terus aku terlalu fokus sama ereksi-ku jadi aku gak fokus sama kak J. Kata Jumpie pasti kak J ngerasa sakit, aku minta maaf ya kakkkkk.” Tambah Tawan menjelaskan secara terburu-buru dan sedikit panik.

Belum ada sepuluh detik, Tawan sudah terkejut sendiri.

Lelaki kecil itu melebarkan mata dan menutup mulutnya saat ucapan itu keluar begitu saja dari mulutnya, rasanya Tawan kembali ingin menghilang dari muka bumi. Tawan menatap Joss yang juga terlihat terkejut.

“Bego begooo, bunda abang malu banget.” Gumam Tawan pada dirinya sendiri.

“Oke, nanti aku minta nomor Arm sama Jumpie kamu ya dek.” Hanya itu respon yang diberikan Joss atas pengakuan Tawan. Lelaki itu masih terlalu terkejut dengan kejujuran Tawan.

“EH BUAT APA?” Pekik Tawan dengan terkejut, “Kak jangan omelin Arm sama Jumpie ya. Tadi pagi aku malu terus aku bingung jadi aku langsung tanya ke temen-temenku, gak banyak yang tau kok kak. Cuma Arm, Gun, Jumpie, sama Metawin.” Jelas Tawan lagi.

“Oke.....” Sekali lagi Joss merasa bingung untuk merespon perkataan Tawan. Lelaki itu hanya diam memperhatikan jalanan dengan ekspresi yang sukar diartikan.

Tawan sendiri merasa kebodohannya meningkat saat dirinya berada dekat dengan Joss, rasanya Tawan ingin resign saja menjadi pasangan seorang Joss Wayar dan meminta untuk dikembalikan ke rumah.

“Kak maaf ya, aku gak bermaksud bilang siapa-siapa soal ciuman kita tadi pagi.” Gumam Tawan pelan, lelaki itu meringkuk memunggungi Joss yang menyetir.

Joss melirik Tawan yang meringkuk memunggunginya karena malu, Joss tertawa atas kecanggungan yang tercipta, mentertawakan dirinya yang merasa gemas dengan lelaki yang lebih muda.

Joss menepuk punggung Tawan memberikan ketenangan, “Gak apa-apa kalau malu itu wajar, nanti belajar ya pelan-pelan. Soal yang bilang ke temen juga gak apa-apa kok, kan lagi bingung kamu dek. Tapi nanti dipilah dulu ya mana yang bisa diceritain mana yang harus dirahasiain? Kalau urusan ranjang kamu boleh langsung cerita ke aku kalau bingung ya dek.” Ucap Joss lembut.

Tawan sendiri hanya mengangguk kecil dan kembali meringkukkan tubuhnya, tepukkan pelan di punggungnya membuatnya terasa nyaman sekaligus mengantuk. Belum lagi suara Joss yang menenangkan ditambah alunan musik yang berputar dimobil membuatnya semakin merasakan kenyamanan, Tawan tertidur dengan pulas.

Joss tersenyum kecil melihat punggung sang suami terlihat lebih rileks, tangan lelaki itu berganti dari menepuk menjadi mengelus pelan punggung Tawan. Membiarkan lelaki itu tertidur sebelum menghabiskan banyak waktu di pantai nanti.

“Sleep well, T.”

Morning Glory

Warning!🔞 Kinda nsfw. French Kiss. Mentioning dick.

Hari ini adalah hari sabtu, 7 hari setelah pernikahan mereka dilaksanakan. Rasanya begitu cepat, padahal Tawan ingat sekali sabtu yang lalu dia masih gugup dan gemetar karena akan menjadi suami orang.

Tawan menikmati waktu paginya yang jarang dia nikmati, seminggu belakangan dia sangat sibuk dengan kuliahnya, bahkan beberapa kali telat ke kampus karena baik dirinya maupun Joss bukanlah morning person.

Tawan merasakan pelukan di pinggangnya mengerat, Tawan membasahi bibirnya dengan gugup. Biasanya saat bangun dia akan langsung menyingkirkan tangan suaminya dan ke kamar mandi untuk bersiap-siap kuliah, namun hari ini adalah hari libur, dia tidak tau apa yang harus dilakukannya.

“Kak....” Panggil Tawan dengan suara pelan. Tangannya menyentuh lengan Joss yang masih memeluknya dengan erat.

“Kenapa udah bangun?” Sebuah suara serak khas bangun tidur mengagetkannya.

“Kak, aku bangunin kakak ya?” Bukannya menjawab pertanyaan Joss, Tawan malah berbalik bertanya pada lelaki itu.

Tawan merasakan Joss menggeleng di belakangnya, lelaki itu menumpukan kepalanya di pundak Tawan.

“Aku nanya kamu dek, kok udah bangun? Lagi libur loh, dari kemarin kamu kan sibuk banget. Tidur lagi yuk.” Ucap Joss tepat ditelinga Tawan.

Tawan menggigit bibirnya merasakan suara khas bangun tidur Joss yang tepat di depan telinganya, “Gak tau tiba-tiba aku kebangun..” Jawab Tawan dengan gugup.

“Hmmm okay.” Joss berdehem pelan dan kembali mengusakkan wajahnya di perpotongan leher sang suami. Mereka berdua semakin dekat seminggu ini, Joss yang dasarnya love languagenya adalah sentuhan selalu berusaha melakukan sentuhan pada Tawan, sementara Tawan menerima semuanya dengan suka cita.

“Dek.” Panggil Joss dengan tiba-tiba.

“Apa kak?” Sahut Tawan seadanya.

“Dek, kamu ereksi?” Tanya Joss saat merasakan sesuatu menyentuh lengannya yang sedang memeluk tubuh Tawan.

Tawan mematung mendengar pertanyaan Joss, ereksi? Tawan menunduk melihat kejantanannya mengembung dan sedikit menyentuh lengan Joss.

Tawan menutup wajahnya dengan malu, dia mengumpati dirinya yang tidak menyadari bahwa kejantanannya ereksi, pasti karena suara Joss yang sangat seksi tadi. Rasanya Tawan ingin pulang ke rumah bundanya dan tidak ingin bertemu Joss dalam waktu yang tidak bisa ditentukan.

“Dek?” Panggil Joss lagi, kali ini dengan intonasi yang lebih lembut.

“Kak maluuuuu.” Bisik Tawan dengan wajah menahan tangisan karena malu.

Joss terkekeh kecil, tangannya berusaha menyingkirkan tangan Tawan yang saat ini menutupi wajah manisnya.

“Ngapain malu? Wajar kan kalau morning glory? Aku juga pernah morning glory kok, gak usah malu.” Tanya Joss dengan lembut.

Tawan hanya menggelengkan kepalanya dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Joss yang berakhir sia-sia karena bukannya melepaskan, Joss malah mengeratkan pelukannya pada lelaki itu.

“Jangan bergerak, nanti aku juga ereksi.” Gumam Joss.

Tawan rasanya ingin menghilang dari muka bumi, sabtu pagi yang sangat indah. Ereksi di pagi hari ditemani oleh seseorang yang baru menjadi suami selama 7 hari.

“Dek?” Panggil Joss. Tawan hanya diam, lelaki itu masih menyembunyikan wajahnya.

“Dek, do you want me to help you?” Tanya Joss dengan pelan.

Hening. Masih tidak ada jawaban.

“Dek, sopan santunnya kemana? Kalau ditanya, ya jawab.” Ucap Joss lagi, kali ini suaranya lebih terdengar tegas.

“Kak jangan gitu. Aku malu banget.” Bisik Tawan pelan.

Joss melepaskan pelukannya pada Tawan dan tubuhnya dia senderkan pada tempat tidur. Tangan berototnya membalikkan tubuh Tawan dan mengangkat lelaki kecil itu untuk duduk di atas perutnya.

“KAKKKKK.” Teriak Tawan saat merasakan tubuhnya bangkit tiba-tiba. Tawan melepaskan tangannya yang sedari tadi menutupi wajahnya dan berpindah memegang lengan Joss dengan kuat.

“Nah kalau ngobrol harus liat mata dek, kalau kayak tadi jadi kayak ngomong sendiri.” Joss menampilkan cengirannya saat melihat wajah Tawan yang memerah entah karena kesal atau malu.

“Hari ini gak ada jadwal apa-apa kan dek?” Tanya Joss pada Tawan.

“Gak ada...” Jawab Tawan dengan pelan, masih merasa malu atas kejadian pagi ini, belum lagi kejantanannya tidak bisa diajak bekerja sama. Bukannya melemas, malah semakin keras.

“Nanti ngedate ya? Aku mau ngajak kamu ke Anyer.” Ajak Joss.

“Kenapa?”

“Kita belum ngabisin waktu berdua yang bener-bener berdua kan? Kamu kuliah, terus aku nungguin kamu kuliah. Pulang kuliah kamu nugas sama belajar. Mumpung ini weekend aku mau ngajak kamu kencan sebelum aku juga sibuk kerja.” Jawab Joss dengan senyumannya.

Debaran jantung Tawan terasa semakin menggila, lelaki itu berusaha mengalihkan padangannya ke arah lain selain wajah tampan suaminya di pagi hari.

“Yaudah kak.” Ucap Tawan menyetujui ajakan Joss untuk pergi ke Anyer.

“Mau naik motor apa mobil?” Tanya Joss lagi.

“Naik motor?” Tanya Tawan tidak percaya.

“Ya, aku pernah naik motor sekitar 3 jaman kali. Emang agak capek sih kalau baru pertama kali. Makanya aku tanya sama kamu, mau naik motor apa mobil?”

Tawan membayangkan dirinya duduk diatas motor selama 3 jam, belum lagi jalanan menuju Anyer sudah pasti banyak sekali debu dan belum lagi terik matahari. Tawan akan mencari aman untuk naik mobil, dia belum pernah naik motor sejauh itu, bahkan dia belum pernah ke Puncak naik motor.

“Kayaknya naik mobil aja deh kak, aku belum pernah naik motor sejauh itu, gak apa-apa kan?” Tanya Tawan.

“Ya gak apa-apa lah. Yaudah nanti aku minta daddy buat nganterin mobil aku ke sini.” Ucap Joss.

Tawan hanya mengangguk mengerti, wajahnya masih memerah karena malu.

“Kak, boleh aku ke kamar mandi?” Cicit Tawan kecil.

Joss mendengus geli mendengar ucapan Tawan, “I asked you before, do you want me to help?”

Tawan mengalihkan wajahnya ke arah jendela mereka yang masih tertutup rapat, “Gak usah kak.”

“Ouchhhh” Joss memegang dadanya dengan sedikit berlebihan, “Sedih banget. Berasa gak berguna jadi suami.” Ucap Joss dengan ekspresi sedih.

Tawan menatap Joss dengan panik, dia tidak bermaksud membuat suaminya merasa seperti itu, dia hanya malu. Belum terbiasa dengan sikap Joss yang seperti ini.

“Kak- kak gak gitu maksudnya. Aku- aku malu.” Ucap Tawan dengan panik, lelaki yang lebih muda itu menangkup wajah Joss dengan refleks dan menundukkan tubuhnya ke arah Joss.

Joss terkejut melihat wajah Tawan yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya, pancaran mata lelaki itu memancarkan kepanikan.

Joss melepaskan tangan Tawan yang menangkup wajahnya dengan lembut, bibirnya menerbitkan senyuman kecil yang membuat Tawan merasakan kejantanannya semakin mengeras.

Joss mendekatkan wajahnya pada wajah Tawan, matanya menatap bibir Tawan yang terlihat memerah karena Tawan mengigit bibirnya saat merasa gugup.

“Can I kiss you?” Bisik Joss saat bibirnya hanya berjarak beberapa inchi dari bibir Tawan.

Tawan menahan nafasnya dan mengangguk mengiyakan secara tidak sadar.

Joss kembali tersenyum dan memejamkan matanya, kedua belah bibir itu bertemu dalam satu kecupan lembut.

Joss mendaratkan tangannya pada leher Tawan agar lelaki itu semakin menunduk ke arahnya, Joss yang pertama kali menggerakkan bibirnya untuk menghisap bibir bawah Tawan.

Joss melakukannya dengan lembut karena sepertinya Tawan belum terbiasa hingga tubuhnya terasa sangat tegang, Joss mengusap leher Tawan dengan lembut agar Tawan dapat lebih rileks.

Suara kecupan memenuhi kamar yang mereka tempati, ciuman lembut Joss berubah menjadi lebih cepat dan terburu-buru, Joss mengigit bibir bawah Tawan agar lelaki itu mengizinkan lidahnya masuk ke rongga mulutnya.

Tawan membalas permainan lidah Joss dengan kaku, lidah lelaki itu mengobrak-abrik rongga mulutnya. Menghisap, menjilat, dan juga melumat. Tawan sudah tidak memiliki tenaga lagi, dia mencengkram erat lengan Joss. Seakan menggantungkan hidupnya pada lengan berotot itu.

Joss yang merasa Tawan akan roboh, bangun dari posisi bersandarnya dan duduk tegap dengan Tawan yang masih berada dipangkuannya.

Joss mengarahkan lengan Tawan untuk melingkari lehernya sementara dirinya memberikan ciuman yang semakin mendalam, Joss mencengkram pinggang Tawan dengan erat. Menahan pergerakan lelaki itu diatas kejantanannya yang sudah sama kerasnya dengan kejantanan Tawan.

“Ahn-” Tawan meloloskan desahannya dengan pelan yang membuat Joss semakin bersemangat. Joss menarik Tawan mendekat dan mencium lelaki itu tanpa jeda, seakan-akan tidak ada hari esok.

Tawan merasakan pasokan oksigen diparu-parunya sudah menipis, lelaki yang lebih muda itu menepuk agak keras punggung Joss agar memberikannya waktu untuk bernafas.

Joss melumat bibir Tawan sekali lagi dan melepaskan ciumannya dengan tidak rela. Nafas keduanya memburu, wajah Tawan sudah memerah dengan sepenuhnya dan bibir yang juga memerah dan membengkak.

Joss menumpukkan dahinya di pundak Tawan sambil mencoba mengatur nafasnya yang masih terengah, lelaki itu terkekeh kecil dan memeluk Tawan dengan erat.

Tawan sendiri sudah merasakan nyawanya terbang entah kemana, jadi seperti ini rasanya french kiss, pantas saja banyak orang yang sangat suka beriuman. Rasanya semenakjubkan ini, perutnya seakan ingin meledak, belum lagi jantungnya yang tidak berhenti memberikan debaran yang sangat kuat.

“Dek.” Panggil Joss dengan suara beratnya yang serak.

Tawan merinding mendengar suara Joss yang semakin berat, “Kenapa kak?” Balas Tawan pelan.

“I really love your lips. Can I kiss you everyday?” Tanya Joss.

Tawan mengeratkan pelukannya pada leher Joss mendengar pertanyaan tersebut, “Boleh...” Jawab Tawan tanpa berpikir panjang.

Joss kembali terkekeh dengan senang, lengannya mengusap pelan pinggang Tawan, “Yaudah sana gih ke kamar mandi. Tadi mau ke kamar mandi kan?”

Tawan mengangguk, dia sangat ingin menuntaskan ereksinya. Dia belum seberani itu untuk meminta bantuan pada Joss walaupun lelaki itu sudah menawarinya bantuan. Tawan bangun dari atas tubuh Joss dengan wajah yang sangat merah.

“Aku ke kamar mandi dulu ya kak.” Pamit Tawan dengan tangan yang menutupi kejantanannya yang masih ereksi dan berlari kecil meninggalkan Joss di tempat tidur sendirian.

Joss membiarkan Tawan ke kamar mandi terlebih dahulu, lelaki itu memilih bersandar dengan wajah tertutup oleh lengannya.

Joss menghela nafasnya dan meringis kecil merasakan kejantanannya yang sudah sekeras batu, sepertinya pagi ini Joss harus kembali berteman dengan sabun.