DRIVER ZONE-3


Tawan melihat sebuah motor ninja berhenti didepan rumahnya, Tawan sendiri memang sengaja menunggu di depan, agar Joss tidak perlu memencet bel di pagar yang membuat satu keluarganya keluar hanya untuk melihat Tawan kencan pertama kali dengan gebetan 2 tahunnya.

Iya, keluarga Tawan mengetahui bahwa lelaki itu memiliki ketertarikan kepada tetangganya. Bahkan terkadang adiknya, Sasin suka memberikan kabar bahwa Joss sedang mencuci mobil atau sedang melakukan hal lainnya, dan Tawan dengan cepat keluar rumah berpura-pura ke warung di blok sebelah demi melihat Joss yang sedang mencuci motor.

Tawan menenteng helmnya sendiri dan berjalan ke arah Joss yang menunggu dengan senyuman kecilnya.

“Hai...” Sapa Tawan dengan awkward.

“Hahaha iya halo Te, mau ke gramed mana?” Tanya Joss saat lelaki yang menjadi penumpangnya berdiri di depan motornya dengan sedikit kikuk.

“Gramed PIM aja deh yang lebih deket.” Jawab Tawan.

“Laksanakan boss.” Ledek Joss, Tawan yang merasa malu hanya tertawa dan memasang helmnya.

“Joss, izin pegang pundak buat naik ke motor lo ya...” Ucap Tawan dengan sopan.

“Silahkan.”

Tawan menumpukkan tangannya pada pundak lebar lelaki itu dan naik ke motor ninja Joss yang selama ini hanya bisa ia pandangi saat lewat di depan rumah lelaki itu. Rasanya masih seperti mimpi, rasanya baru 2 minggu lalu ia berdoa agar bisa diberikan kesempatan untuk dekat dengan sang pujaan hati, sekarang Tawan sudah berada diboncengan pujaan hatinya.

Joss mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, beruntung mereka tidak membawa mobil karena ternyata jalananan baik ke arah Lebak Bulus maupun arah Pamulang sedang mengalami kemacetan. Tawan awalnya ingin merekomendasikan untuk lewat jalan tikus, namun ternyata Joss sudan membelokkan motornya untuk melewati jalan tikus yang biasa Tawan lewati dengan Jumpol.

Tawan menyesal sedikit, seharusnya tadi dia memasang headset untuk mendengarkan lagu agar tidak terlalu bosan, Tawan tadi takut bahwa Joss mengajak ya berbicara dan dia tidak mendengarnya dengan jelas karena headset yang terpasang di telinganya.

Akhirnya perjalanan penuh kemacetan yang dilalui keduanya mencapai titik akhir, motor ninja Joss berhenti di parkiran.

Tawan sendiri membuka helmnya dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, Joss juga melakukan hal yang sama. Joss turun dari motor dan mengambil helm Tawan tanpa banyak berbicara. Lelaki itu berjalan ke arah tempat penitipan helm untuk menyimpan helm mereka.

Tawan terlihat kebingungan namun tetap mengikuti Joss dengan hening.

“Lo ikut masuk?” Tanya Tawan dengan pelan.

Joss menoleh ke arah Tawan dengan wajah herannya, “Ya iya? Gua disuruh nunggu di parkiran gitu?” Tanya Joss.

“Eh gak gitu.” Bantah Tawan.

“Kirain lo kayak kemarin gitu, abis drop terus ke tempat lain...” Lanjut Tawan dengan terbata.

Joss hanya terkekeh kecil, “Ya enggak lah, masa gua biarin lu masuk sendirian ke PIM. Nanti pas lo ke gramed gua di starbucks aja ya.”

Tawan menatap Joss dengan pandangan berbinar, “Mau starbucks....” Ucapnya pelan.

Joss semakin tertawa, Tawan itu sangat menggemaskan. Jujur jika tidak mengenal mereka, Joss yakin 100% bahwa orang akan menganggap bahwa dia lebih tua dari Tawan padahal kenyataannya Tawanlah yang lebih tua.

Bukan hanya itu, banyak sekali yang menyangka bahwa Joss adalah anak kuliahan karena badannya yang tinggi dan besar. Padahal dia masih kelas 11, dia memang memiliki gen keluarga yang tinggi dan bongsor makanya perawakannya saat ini tidak mencerminkan bahwa dirinya anak sekolah.

Berbeda sekali dengan Tawan yang saat ini sudah kelas 12 namun banyak yang menganggapnya masih SMP karena tubuhnya yang kecil dan wajahnya yang terlihat masih seperti bocah.

“Iya ntar gua pesenin, lu mau apa? lama gak di gramednya? Apa gua ikut lu dulu ntar ke starbucks bareng?” Tanya Joss pada Tawan.

Tawan yang merasa mendapatkan kesempatan tidak menyianyiakannya, “Gak lama sih, gue udah tau mau beli apa. Mau beli buku buat UN sama SBM, sama beberapa buku rumus terus beli komik sama beli novel karya Cassandra Clare.”

“Waduh, banyak ya....”

Gantian Tawan yang tertawa melihat ekspresi Joss, “Dikit itu mah... Ini juga udah dikurangin karena takut susah bawanya. Kan naik motor.”

Joss hanya mengangguk kecil, “Oh iya Cassandra Clare itu yang nulis Mortal Instruments bukan?” Ucapnya membangun percakapan lain.

Adrenalin Tawan meningkat dengan pesat saat mendengar Joss mengetahui tentang novel kesukaannya, kalau Joss benar-benar membacanya seperti dirinya maka Tawan akan merelakan waktu malamnya dan mengobrol dengan Joss selama yang ia bisa tentang Mortal Instruments.

“Iya!! Lo baca juga Mortal Instruments?” Tanya Tawan dengan semangat.

Tanpa disadari mereka berdua sudah sampai pada Gramed, aroma buku tercium diseluruh tempat. Senyuman Tawan bertambah lebar, Tawan sangat menyukai buku. Dia bahkan bisa bolos kelas hanya untuk duduk di perpustakaan dan membaca buku yang tersedia di perpustakaan sekolahnya.

“Gak baca novelnya, tapi gua pernag nonton filmnya yang City of Bones ya? Waktu itu abang gua nonton sama ceweknya, jadi gua ikutan.” Jelas Joss singkat.

Lelaki tinggu itu mengikuti langkah semangat sang tetangga yang sudah berhambur ke arah rak-rak buku berisi komik-komik Jepang. Kalau Komik, Joss juga membacanya. Joss mengikuti beberapa anime karena dipaksa oleh abangnya, dan dia sedikit mengenal yang lainnya karena teman-temannya kerap membicarakannya secara berulang.

“Loh kok gak ada yang volume baru? Apa habis?” Joss mendengar Tawan berbisik pada dirinya sendiri, wajahnya terlihat sedih dan Joss merasa hatinya seperti tercubit sedikit?

Joss melihat sekitar dan menemukan pegawai Gramedia didekatnya, tanpa sadar Joss sudah melangkahkan kakinya ke pegawai tersebut, “Mas sorry, komik Black Clover volume terbaru habis ya?”

“Oh bukan habis, belum di susun sepertinya mas. Mau volume terbaru? nanti saya ambilkan..” Tawar pegawai itu.

“Boleh.”

Joss melihat pegawai itu berjalan ke arah belakang. Joss sendiri merasa kebingungan, untuk apa dia melakukan semua ini? Padahal mereka baru berinteraksi 2 hari belakangan namun Joss tidak ingin melihat gurat kesedihan diwajah tetangganya tersebut.

Baginya, Tawan dengan senyuman adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Maka Joss mencoba untuk membuat senyuman lelaki itu tetap terpasang diwajah manisnya.

“Mas ini...”

Joss menerima komik yang tadi dipintanya dengan senyuman, tak lupa Joss mengucapkan terima kasih. Lelaki itu mendekati Tawan yang masih sibuk di rak komiknya dan sudah mengambil beberapa komik untuk dibelinya.

“Te...” Panggil Joss.

“Apa...” Tawan menjawab tanpa melihat Joss, matanya fokus mencari komik yang diinginkannya.

“Nih” Joss memberikan komik Black Clover di depan wajah Tawan, tindakan itu membuat Tawan terkejut dan mundur dengan refleks. Matanya membola saat melihat komik yang dicarinya berada ditangan sang pujaan hati.

“KOK ADA SAMA LO... IH GUE CARI GAK ADA TADI?” Ucap Tawan dengan histeris.

“sttttt” Peringat Joss saat dia merasa sekelilingnya memperhatikan Tawan yang terlalu berisik.

Tawan hanya terkekeh senang dan mengambil komik yang dicarinya dengan semangat, “Makasih Joss!!”

“Sekarang ayo kita ke novel-novel!!!” Ajak Tawan dengan semangat.

Tangan Tawan menarik pergelangan tangan Joss tanpa disadarinya, Joss sendiri hanya mengikuti Tawan tanpa banyak protes. Joss memperhatikan tangannya yang digenggam tanpa berusaha melepaskannya. Rasanya hangat, dan Joss menyukainya.

Malam itu mereka menghabiskan waktu dengan tertawa dan mengobrol bersama, baik Tawan maupun Joss tidak ada yang menyinggung soal perasaan. Mereka hanya menikmati waktu dan kenyamanan yang tercipta diantara keduanya. Joss mengenal Tawan lebih banyak karena lelaki itu tidak berhenti berbicara setibanya di Starbucks, dan Tawan juga selalu bertanya kepada Joss tentang hidupnya yang dijawab Joss dengan suka rela.

dan mereka menyadari bahwa akan ada yang berbeda diantara mereka kedepannya. Mereka berdua tidak menolaknya, mencoba menanti kejutan yang akan semesta berikan kepada mereka berdua dengan suka cita.