Josstay: Nikah Muda
Face My Fears
Tawan terlihat sangat menyedihkan ketika akhirnya teman-temannya menemukannya di kursi tunggu bandara. Lelaki itu terlihat sangat berantakan dengan mata bengkak dengan aliran air mata di sekitar pipinya. Saat teman-temannya datang, Tawan sudah berhenti menangis, namun dia hanya diam memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang.
Jumpol dengan cepat mendekati temannya dan memeluk lelaki itu dengan erat, membenamkan kepala Tawan di perutnya, lelaki tinggi itu berbisik kecil, “It's okay, I got you. I got you.”
Suara tangisan Tawan kembali terdengar, Tawan melingkarkan tangannya di pinggang sang sahabat dan menangis lagi dengan keras, Gun yang melihat kedua lelaki yang disayanginya mendekati mereka dan membantu mengelus punggung Tawan untuk menenangkan lelaki itu.
Metawin menampilkan wajah kesalnya, kalau temannya menangis karena sahabat dari kekasihnya maka dia tak segan akan melakukan protes kepada kekasihnya, mungkin sedikit memaki untuk mewakili Tawan yang sudah pasti tidak bisa memaki lelaki itu.
“Ayo pulang aja, diliatin banyak orang.” Suara Arm memecah keheningan diantara mereka.
“Ke rumah gua aja kali ya?” Tanya Jumpol pada teman-temannya.
Tawan menggeleng kecil, “Pulang ke apartment gue aja.” Bisiknya dengan suara serak.
“Gak apa-apa emangnya?” Tanya Gun memastikan.
“Gak apa.”
Tawan melepaskan pelukan Jumpol dan menghapus air mata di wajahnya, lelaki itu mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Metawin mengeluarkan masker yang memang selalu dia simpan ditasnya sebagai cadangan dan memberikannya pada Tawan, “Pake. Buat nutupin muka berantakan lo.”
Tawan tersenyum kecil dan menerima pemberian Metawin, dia memasang masker diwajahnya dan berdiri dengan tenaga yang tersisa. Jumpol menawarkan bantuan untuk berdiri namun ia menolaknya dengan halus.
Tawan bersyukur dia memiliki teman-teman yang selalu siap sedia ketika ia membutuhkan bantuan, Tawan tidak bisa membayangkan kalau ia harus pulang dengan taksi dalam keadaan berantakan seperti ini, rasanya ia bisa gila, bahkan ia ragu ada taksi yang mau menerimanya.
“Lo udah makan belum?” Gun bertanya dengan hati-hati.
“Udah tadi beli roti'O sama kak J sebelum dia berangkat.” Jawab Tawan dengan suara bergetar.
Bahkan menyebut nama suaminya saja bisa membuatnya ingin kembali menangis dan menyalahkan dirinya sendiri atas pilihan yang ia ambil beberapa waktu lalu. Dia memang bodoh, tidak mengagetkan untuknya jika setelah ini suaminya akan meninggalkannya.
Gun tidak membalas ucapan Tawan, dia tidak ingin membicarakan hal sensitif di tempat umum. Ia dan teman-temannya akan bertanya ketika mereka sudah sampai di apartment Tawan.
Gun tidak bodoh, dia bisa melihat kesedihan yang jelas di mata sahabatnya, dan satu-satunnya orang yang bisa membuat Tawan seperti ini adalah suami dari sahabatnya.
Mungkin Tawan tidak pernah mengatakan secara lantang bahwa lelaki itu mencintai Joss, namun ia dan yang lain bisa menebaknya karena Tawan selalu memperlihatkan apa yang ia rasa dan pikirkan dengan bebas, lelaki itu seperti buku terbuka, siapapun bisa membaca lelaki itu.
Tawan duduk di kursi penumpang depan, bersebelahan dengan Arm yang menyetir. Tawan menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya dengan erat. Memberikan kode kepada teman-temannya bahwa ia belum siap untuk ditanya tentang apapun yang terjadi padanya pagi ini.
Metawin menyelimuti Tawan dengan jaket miliknya, mereka memutuskan untuk mendengarkan lagu. Mencoba membuat temannya merasa lebih rileks, dan hal tersebut berhasil karena Tawan terlihat nyaman dengan keadaannya saat ini.
Suasana di mobil hening, sampai saat lagu yang diputar berubah menjadi lagu kebangsaan mereka Dear God – Avenged Sevenfold, Tawan dengan cepat bangkit dan duduk dengan kepala yang berdenyut.
Teman-temannya terkejut dan bertanya apa yang terjadi, Tawan melengkungkan bibirnya dengan sedih, menatap teman-temannya dan mulai bernyanyi dengan suara pecah. Dia memang lagi sedih namun dia tidak bisa mengabaikan A7x begitu saja.
A lonely road, crossed another cold state line..
Miles away from those I love, purpose hard to find..
Can't help but wish that I was there, back where I'd love to be, oh yeah...
Tawan bernyanyi dengan suara penuh kesedihan dan wajah paling menyedihkan yang baru pernah mereka lihat. Gun dan Metawin yang melihat Tawan begitu hopeless ikut bernyanyi bersama dengan suara mereka yang terdengar menahan tangis. Melihat temannya patah hati membuat mereka ikut merasakan patah hatinya.
Sementara Arm dan Jumpol kebingungan harus ikut bernyanyi atau tertawa melihat teman-temannya telihat sedikit gila. Padahal beberapa menit lalu mereka khawatir dengan Tawan, namun saat ini mereka sedang bernyanyi seperti orang putus asa.
Dear God...
Tawan bernyanyi dengan tangan yang dikepalkan di dadanya, dalam posisi berdoa. Matanya terpejam mengikuti alunan musik yang berputar di mobil.
The only thing I ask of you, is to hold him when I'm not around. When I'm much too far away...
Gun dan Metawin mengikuti Tawan dan bernyanyi dengan sangat keras, menyaingi suara vokalis A7x, Shadows.
We all need that person who can be true to you, I left him when I found him..
and now I wish I'd stayed. Cause I'm lonely and I'm tired. I'm missing you again oh no.... once again..
Mereka bernyanyi dengan sangat serius, seakan ini adalah ujian yang harus mereka selesaikan dengan nilai sempurna. Tawan sesekali mengusak matanya, menahan air mata yang siap turun dari kedua matanya.
Setelah lagu selesai Tawan memberikan kedua jempolnya pada Metawin dan Gun, lalu dia kembali bergelung di kursi dengan jaket yang menutupi wajah dan tubuh bagian atasnya. Kembali ke dalam posisinya yang seakan melindungi dirinya sendiri.
Metawin yang melihat hal tersebut hanya terkekeh dengan pelan, tangannya mengusap kepala Tawan dari luar, “Everything will be alright. Do whatever you want to do. Kalau mau karaoke, ayo kita nyanyi sambil nangis. Kalau mau makan, ayo kita ke all you can eat makan 90 menit atau 120 menit kita temenin, atau mau rewatch Attack On Titan? Ayo kira temenin sampe selesai. Just dont ever think that you're alone, kita selalu disini buat lo. Cheer up.”
“Inget, your feelings are valid. Apa yang lo rasain, yang lo pikirin, semuanya adalah mutlak valid. Jangan pernah menyalahkan perasaan lo.” Lanjut Metawin dengan pelan.
Tawan merasakan kehangatan yang menjalar di seluruh tubuhnyanya karena perkataan Metawin, Tawan tidak tahu harus berterima kasih yang bagaimana lagi atas kebaikan teman-temannya.
Jika ia berpikir lagi dengan lebih lagi, rasanya memang asing. Ia tidak pernah merasakan perasaan sakit seperti saat ini, bahkan untuk bernafas-pun rasanya sangat berat
Apa memang cinta pertama selalu seberat ini? Rasanya begitu mendebarkan juga menjengkelkan. Tawan tidak mengerti mana yang jalan yang harus ia pilih agar bukan hanya dirinya yang bahagia namun pasangannya juga merasakan kebahagiaan yang sama.
Semuanya begitu semu, ibarat puncak gunung everest, tak semua orang bisa mencapai puncak teratas tanpa merasa kebingungan dan juga ketidakpercaya dirian. Persis seperti dirinya saat ini. Adakalanya ia berpikir untuk menyerah dan kembali ke garis aman namun pemikiran berada dipuncak tertinggi dengan pemandangan yang indah membuat banyak orang melanjutkan perjalanan mereka.
Seperti keadaannya saat ini, ia merasakan sakit, tapi Tawan tidak pernah berpikir untuk menyerah. Tidak sekarang. Mungkin dia akan beristirahat sebentar lalu dia akan memulainya lagi dari awal. Jika Joss memang belum bisa menerimanya, maka Tawan akan menunggu lelaki itu untuk menerimanya dengan sepenuhnya, meskipun itu memakan waktu yang lama, Tawan akan menunggunya.
Tawan membuka pintu apartment yang sekarang terasa sangat asing baginya, tadi pagi ia masih tertawa dengan Joss perihal mereka yang bangun terlalu siang hingga AC yang belum dimatikan, namun saat ini mereka terasa sejauh matahari.
“Sorry kalau berantakan..” Ucap Tawan pada teman-temannya yang baru pertama kali datang.
Jumpol, Arm, Metawin, dan Gun menatap apartment Tawan dengan pandangan kagum, Tawan benar-benar mendapatkan suami yang kaya raya sehingga bisa membeli apartment di daerah Jakarta yang sudah pasti harganya tidak terkira.
Tawan membuka jaket Metawin dan melemparnya di sofa, dia menuju ke arah dapur untuk mengambil minuman seta camilan untuk teman-temannya, dibelakangnya Gun dan Metawin mengikutinya seperti anak ayam.
“Lo berdua ngapain?” Tanya Tawan dengan heran, suara seraknya tidak bisa membohongi siapapun bahwa dia menangis sudah sangat lama.
“Takut lo tiba-tiba sedih lagi..” Jawab Gun dengan cengiran di wajahnya.
Tawan hanya memutar bola matanya dan membuka kulkas side by side miliknya yang terisi penuh dengan camilan dan bahan makanan.
“Wow...” Gun dan Metawin berucap dengan kagum saat melihat bahan makanan yang dimiliki temannya.
“Lo yakin gak buka warung disini?” Celetuk Jumpol dari kejauhan, ternyata dua lelaki itu mengikuti mereka sampai ke dapur.
“Apasih anjir.” Tawan tertawa untuk pertama kalinya hari ini melihat seluruh temannya yang terlihat sangat norak saat ini.
“Gih kalian pilih, gue ambil gelas dulu.” Lanjut Tawan.
Mereka berlima kembali ke ruang tengah dengan tangan yang penuh dengan camilan dan buah, kalau orang lain melihat mungkin akan dikira sebagai perampokan. Mereka semua duduk melingkar di lantai, padahal Tawan sudah menyuruh untuk duduk di sofa namun mereka tetap memilih untuk duduk di lantai dengan camilan yang berserakan di sekitar mereka.
“Ayo mulai cerita...” Suara Arm membuka pembicaraan mereka tanpa banyak basa-basi. Hal tersebut dibalas pukulan keras yang dilayangkan Metawin.
“Santai dulu kenapa.” Bisik Metawin dengan suara mengancam. Tawan hanya tertawa melihat teman-temannya. Mereka terlihat sangat lucu, apalagi wajah kebingungan yang mereka tunjukkan saat saat di bandara tadi, jika saja keadaan Tawan sedang baik-baik saja mungkin dirinya akan mengabadikan momen tersebut dan menyimpannya untuk sewatku-waktu black mailing mereka.
“Gak apa-apa.” Ucap Tawan pelan. Suaranya masih terdengar serak karena tadi ia benar-benar menangis dan menumpahkan semuanya.
Gun mengangguk, “Jadi lo kenapa sama kak J?” Tanyanya tanpa berbasa basi.
Tawan menunjukkan wajah terkejut sebentar, lalu lelaki itu menampilkan senyuman teduhnya, “Keliatan banget ya tentang kak J?” Tanya Tawan dengan pasrah.
“Ya siapa lagi sih yang lo tangisin kecuali Levi. Kalaupun emang nangisin Levi gue yakin lo gak sebego itu buat nangis di bandara.” Jawab Gun.
Tawan terkekeh kecil, betul juga. Kalau dia menangisi Levi sudah pasti dia akan menangis di kamar, di depan layar komputernya karena Levi adalah tokoh fiksi, tidak nyata dan tidak berada di bandara.
“Tapi kalau lo gak mau ngomongin hal ini sekarang gak apa-apa kok.” Sambung Metawin dengan cepat. Lelaki yang sering dibilang mirip kelinci itu merasa bahwa ia dan teman-temannya terlalu menuntut, takut Tawan merasa tidak nyaman.
“Gapapa kok Metawin, sekalian gue juga butuh masukan kalian buat singkirin semua pikiran aneh di kepala gue.” Tawan berucap sambil menunjuk kepalanya saat ini.
“Jadi... semuanya bermula saat gue sadar kalau gue udah jatuh cinta sama kak J....” Tawan memulai ceritanya.
“Gue gak tau sejak kapan, tapi semakin gue bareng sama kak J gue ngerasa bahagia. Perasaan yang sama sekali belum pernah gue rasain dalam hidup gue. Gue gak pernah ngerasa deg-degkan sampe gak bisa tidur karena nonton Levi, tapi gue selalu ngerasa itu kalau deket kak J.”
“Perut gue rasanya mules tapi mules yang bikin gue seneng, bahkan gue tanpa sadar selalu nunggu dia pulang kerja cuma buat liat muka dia. Gue ngerasain itu semua bareng kak J, dan setelah gue cari tau ternyata gue jatuh cinta. Semua ciri yang gue rasain itu adalah ciri-ciri seseorang yang lagi jatuh cinta.”
“Kalau ditanya perasaan gue saat itu... gue ngerasa bahagia. Siapa sih yang gak bahagia kalau jatuh cinta sama suami sendiri? Seseorang yang bakal nemenin sampe akhir? Gue bahagia sampe dititik gue sadar, apa kak J juga jatuh cinta ke gue? Dari semua perlakuan dia ke gue nunjukkin kalau dia keliatan juga jatuh cinta sama gue.”
“Gue mulai takut. Gimana kalau kak J gak jatuh cinta juga? pikiran gue mulai kebagi dua tapi gue masih ngerasa bahagia terus. Sampe pada akhirnya, pas gue kasih diri gue buat dia. Gue secara sadar kalau gue bilang I love you, and you know what?”
“Dia menjauh. Dia mencoba terlihat biasa aja tapi gue yang udah terbiasa sama perilaku dia yang selalu manjain gue ngerasa ada yang beda, dia menjauh dan gue mulai bertanya-tanya. Apa alasan dia menjauh itu karena pernyataan cinta gue?” Tawan menghela nafasnya, mencoba mengusir rasa sakit yang kembali menekan dadanya hingga rasanya sesak.
Metawin, Gun, Arm, dan Jumpol sudah terkejut mendengar cerita yang disampaikan oleh temannya. Selama ini mereka terlihat bahagia.
“Terus pas gue pulang dari pantai itu gue kan nginep di rumah bunda, dan disitu kak J secara gak langsung mastiin apa gue nyatain cinta sama gue. Karena gue merasa ada hal yang aneh, gue mutusin buat pura-pura lupa dan bilang ke dia kalau gue ngigo. Terus kak J keliatan seneng, dia bilang omongan gue emang ngaco jadi jangan diinget. Disitu gue tau bahwa gue selama ini jatuh cinta sendirian.”
“Kak J gak jatuh cinta sama gue. Dia selama ini hanya berperan sebagai suami baik tanpa melibatkan perasaannya. Sejak itu gue ngerasa bahwa perasaan gue ini salah. Gue gak seharusnya jatuh cinta sama kak J. Saat itu gue mutusin buat pura-pura gak jatuh cinta sama dia. Gue mutusin buat nutup hati gue dan jalanin hidup kayak biasanya.” Lirih Tawan.
Gun dan Metawin bergeser mendekat ke arah Tawan, menggenggam tangan sahabatnya dengan erat. Memberikan kekuatan ada sang teman.
“Gue selalu bertanya-tanya, apa yang salah? Apakah gue kurang pantas buat kak J? Apa gue emang gak layak dicintai? Apa gue kurang dewasa? I'm trying my best to be a good husband for him. If it's wasn't enough I'm willing to try harder kok.” Tawan menghindari tatapan teman-temannya. Dia merasa sangat menyedihkan.
“No. No. You are more than enough. Mungkin bukan gak jatuh cinta, tapi belum. Belum jatuh cinta.” Metawin meralatnya dengan cepat.
“Yes. It's a yes Metawin. I knew the answer. He just doesn't love me. Gue awalnya udah yakin banget bakal pura-pura but I just can't. This is my first love, everything about first love seems very exciting. And without any doubt, this morning. I told him that I love him.” Tawan berhenti berbicara dan mencoba bernafas dengan lebih tenang.
”-and he said, don't love him.” Tawan mengerutkan hidungnya, mencoba menahan air mata yang berlomba untuk turun dari matanya. Ia menggigit bibirnya dengan keras, ingatan kejadian tadi pagi berputar dikepalanya. Rasanya sangat aneh karena Tawan bisa dengan jelas mendengar suara Joss berputar disekitarnya, menyuruhnya untuk tidak mencintainya.
Gun terkejut mendengar cerita Tawan, apa-apaan? Siapa memangnya lelaki itu bisa menyuruh seseorang untuk tidak mencintainya ketika seluruh perlakuan yang ia berikan memberikan kesan bahwa lelaki itu juga mencintai temannya?
“And I said sorry for loving him. Sorry for falling in love with him. I didn't mean to fall in love with him. But he's perfect. Everyone could easily in love with him.” Lanjut Tawan dengan menyedihkan.
Metawin menghela nafasnya dan menarik tubuh Tawan untuk menghadapnya, lelaki itu menatap Tawan tepat di matanya.
“Tawan, listen. You don't have to say sorry for loving someone. It's not a fault to love someone. It's should be THEM who say thank you because someone else loves them. Maybe this is your first love, but baby, this isn't love supposed to feel like. If there are more hurts than happiness, you should stop.” Jelas Metawin dengan pelan.
“Then tell me, what does love feel like? I feel lost.” Tawan bertanya dengan frustasi.
“Like there's a button in front of you that says 'press this for free cookies' but every time you press it, a bird shits on your head, but you keep pressing it, and once in every 100 times, you get a cookie. and it's the best fucking cookies you've ever had. and while you're eating it, you realize you'll willing to get shit on 99 more lines in hopes of getting another cookie. Then one day, the cookies stop coming.” Jumpol menjawab pertanyaan Tawan dengan cepat bahkan sebelum Metawin sempat membuka mulutnya.
Gun yang sedang serius mendengarkan Tawan dan Metawin merasa kesal lalu memukul kekasihnya dengan keras, “Lo bisa diem gak. Perumpaan lo jelek banget.”
“Mencairkan suasana.” Jumpol memberikan cengiran lebarnya.
“Lagipula Metawin, biarin dia melakukan hal yang dia mau. Dia udah dewasa, udah nikah, dia mungkin udah tau konsekuensi hal yang dia lakuin saat ini makanya dia berani ngelakuin hal ini. He loves his husband, and it's his choice to fight for it. There's nothing wrong with that. Ini bukan akhir dari segalanya, bisa jadi ini malah baru permulaan.” Lanjut Jumpol dengan santai.
“Don't love him? Bullshit. Everyone needs love in their life. Mungkin bukan menyuruh Tawan buat gak cinta sama dia, mungkin dia belum siap untuk saat ini dan dia gak tau cara kasih tau ke Tawan dengan bahasa yang lebih halus makanya dia pake kata itu.”
“Perkataannya emang menyakitkan sih, terlalu kasar, tapi kita gak tau dari sisi Joss gimana sampe dia bilang gitu. Kalau dari ucapan Metawin gue mau ngeralat dikit, love emang supposed to feel like there's flowers under your stomach, and a lot of happiness, but don't forget that love supposed to feel like a shit too. Jatuh cinta itu ada emang harus ada pain dan happiness secara bersamaan, dan betul too much pain juga gak bagus but too much happiness isn't right too..”
“Semuanya harus seimbang, ada masalah di hubungan biar kita tau gimana sih cara menyelesaikannya, biar kita belajar buat jadi lebih baik lagi, dan definisi gue tentang what does love like udah paling bener, Tawan pun harus tau kalau ada masa dimana love feels sucks and boring, there are things called 'falling out love' and etc because love isn't simple as he think. Love is complicated makanya banyak orang yang menghindari jatuh cinta.” Jelas Jumpol dengan panjang lebar.
“Setiap orang pun punya ceritanya masing-masing dalam hal jatuh cinta dan sebagainya, mungkin ini cerita lu dimulai dari yang jelek-jelek dulu, tapi yakin aja nanti bakal ada cerita yang lebih bagus di masa mendatang. Lu sama dia baru nikah sebulanan sih? Santai dulu kenapa. Boleh sedih, boleh terpuruk, tapi jangan pernah berpikir buat berhenti. Kalau lu berhenti dan dia juga gak ada pergerakan, pernikahan lu mau di bawa kemana Te?” Tanya Jumpol dengan serius.
“I don't know...” Jawab Tawan lirih. Seluruh ucapan Jumpol masuk ke dalam otaknya dan berputar layaknya kaset rusak.
“Sekarang lu mending beresin dulu isi kepala lu, lu yang tau apa yang terbaik buat hubungan lu. Cuma gua mau menegaskan satu hal. Mencintai seseorang itu bukan kesalahan. Gak pernah ada yang salah dalam mencintai seseorang. Lu harus hapus pikiran bahwa itu kesalahan, karena kalau lu mikir gitu terus, selamanya lu gak bakal ngerasa bahagia. Just let it be. Kalau Joss belum jatuh cinta ya buat dia jatuh cinta lah? ez lah.” Kekeh Jumpol.
Arm mengacungkan ibu jarinya pada Jumpol, temannya memang hebat. Metawin pun yang memberikan ibu jarinya pada Jumpol, memang lelaki itu selalu berpikir sebelum memberikan nasihat, seluruh nasihat yang dia berikan selalu tepat sasaran dan sesuai porsinya.
“Bikin jatuh cinta lah?” Gumam Arm, “Btw Te kalau misalnya suami lu mikir lu bakal berhenti, then prove him, you'll never stop. Tunjukkin aja kalau you really love him. Siapa tau dia begitu karena gak percaya cinta atau pengalamannya sama percintaan gak begitu baik?” Lanjut Arm.
“Betul tuh, tapi hari ini gak apa-apa lo istirahat dulu. Masih kaget kan? Sekalian hari ini pikirin 'how to make your husband falling in love with you'.“ Celetuk Gun.
Tawan sendiri hanya terkekeh mendengar celetukkan Gun, dia menatap teman-temannya dengan pandangan terharu. Tidak menyangka bahwa teman-temannya akan menjadi sedewasa ini, mereka semua adalah orang-orang terbaik yang Tawan miliki.
“Ayo pelukan...” Lirih Tawan pelan.
Jumpol mendengus pelan dan membawa Tawan ke pelukan hangatnya. Arm, Gun, dan Metawin ikut memeluk Tawan dengan erat.
“Jangan sedih-sedih lagi Te, happiness looks more good on you.” Bisik Jumpol pelan.
Tawan hanya mengangguk dan mungkin memang benar kata Jumpol kalau cintanya sedang diuji, seharusnya dia tidak menyerah begitu saja. Kalau dia menyerah, siapa lagi yang memperjuangkan hubungannya dengan kak J? Takdir tidak akan berubah dengan sendirinya, jika dia menginginkan happy ending maka dia juga harus benar-benar memperjuangkannya.