isawitbefore

a parallel universe of josstay

Face My Fears


Tawan terlihat sangat menyedihkan ketika akhirnya teman-temannya menemukannya di kursi tunggu bandara. Lelaki itu terlihat sangat berantakan dengan mata bengkak dengan aliran air mata di sekitar pipinya. Saat teman-temannya datang, Tawan sudah berhenti menangis, namun dia hanya diam memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang.

Jumpol dengan cepat mendekati temannya dan memeluk lelaki itu dengan erat, membenamkan kepala Tawan di perutnya, lelaki tinggi itu berbisik kecil, “It's okay, I got you. I got you.”

Suara tangisan Tawan kembali terdengar, Tawan melingkarkan tangannya di pinggang sang sahabat dan menangis lagi dengan keras, Gun yang melihat kedua lelaki yang disayanginya mendekati mereka dan membantu mengelus punggung Tawan untuk menenangkan lelaki itu.

Metawin menampilkan wajah kesalnya, kalau temannya menangis karena sahabat dari kekasihnya maka dia tak segan akan melakukan protes kepada kekasihnya, mungkin sedikit memaki untuk mewakili Tawan yang sudah pasti tidak bisa memaki lelaki itu.

“Ayo pulang aja, diliatin banyak orang.” Suara Arm memecah keheningan diantara mereka.

“Ke rumah gua aja kali ya?” Tanya Jumpol pada teman-temannya.

Tawan menggeleng kecil, “Pulang ke apartment gue aja.” Bisiknya dengan suara serak.

“Gak apa-apa emangnya?” Tanya Gun memastikan.

“Gak apa.”

Tawan melepaskan pelukan Jumpol dan menghapus air mata di wajahnya, lelaki itu mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Metawin mengeluarkan masker yang memang selalu dia simpan ditasnya sebagai cadangan dan memberikannya pada Tawan, “Pake. Buat nutupin muka berantakan lo.”

Tawan tersenyum kecil dan menerima pemberian Metawin, dia memasang masker diwajahnya dan berdiri dengan tenaga yang tersisa. Jumpol menawarkan bantuan untuk berdiri namun ia menolaknya dengan halus.

Tawan bersyukur dia memiliki teman-teman yang selalu siap sedia ketika ia membutuhkan bantuan, Tawan tidak bisa membayangkan kalau ia harus pulang dengan taksi dalam keadaan berantakan seperti ini, rasanya ia bisa gila, bahkan ia ragu ada taksi yang mau menerimanya.

“Lo udah makan belum?” Gun bertanya dengan hati-hati.

“Udah tadi beli roti'O sama kak J sebelum dia berangkat.” Jawab Tawan dengan suara bergetar.

Bahkan menyebut nama suaminya saja bisa membuatnya ingin kembali menangis dan menyalahkan dirinya sendiri atas pilihan yang ia ambil beberapa waktu lalu. Dia memang bodoh, tidak mengagetkan untuknya jika setelah ini suaminya akan meninggalkannya.

Gun tidak membalas ucapan Tawan, dia tidak ingin membicarakan hal sensitif di tempat umum. Ia dan teman-temannya akan bertanya ketika mereka sudah sampai di apartment Tawan.

Gun tidak bodoh, dia bisa melihat kesedihan yang jelas di mata sahabatnya, dan satu-satunnya orang yang bisa membuat Tawan seperti ini adalah suami dari sahabatnya.

Mungkin Tawan tidak pernah mengatakan secara lantang bahwa lelaki itu mencintai Joss, namun ia dan yang lain bisa menebaknya karena Tawan selalu memperlihatkan apa yang ia rasa dan pikirkan dengan bebas, lelaki itu seperti buku terbuka, siapapun bisa membaca lelaki itu.

Tawan duduk di kursi penumpang depan, bersebelahan dengan Arm yang menyetir. Tawan menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya dengan erat. Memberikan kode kepada teman-temannya bahwa ia belum siap untuk ditanya tentang apapun yang terjadi padanya pagi ini.

Metawin menyelimuti Tawan dengan jaket miliknya, mereka memutuskan untuk mendengarkan lagu. Mencoba membuat temannya merasa lebih rileks, dan hal tersebut berhasil karena Tawan terlihat nyaman dengan keadaannya saat ini.

Suasana di mobil hening, sampai saat lagu yang diputar berubah menjadi lagu kebangsaan mereka Dear God – Avenged Sevenfold, Tawan dengan cepat bangkit dan duduk dengan kepala yang berdenyut.

Teman-temannya terkejut dan bertanya apa yang terjadi, Tawan melengkungkan bibirnya dengan sedih, menatap teman-temannya dan mulai bernyanyi dengan suara pecah. Dia memang lagi sedih namun dia tidak bisa mengabaikan A7x begitu saja.

A lonely road, crossed another cold state line..

Miles away from those I love, purpose hard to find..

Can't help but wish that I was there, back where I'd love to be, oh yeah...

Tawan bernyanyi dengan suara penuh kesedihan dan wajah paling menyedihkan yang baru pernah mereka lihat. Gun dan Metawin yang melihat Tawan begitu hopeless ikut bernyanyi bersama dengan suara mereka yang terdengar menahan tangis. Melihat temannya patah hati membuat mereka ikut merasakan patah hatinya.

Sementara Arm dan Jumpol kebingungan harus ikut bernyanyi atau tertawa melihat teman-temannya telihat sedikit gila. Padahal beberapa menit lalu mereka khawatir dengan Tawan, namun saat ini mereka sedang bernyanyi seperti orang putus asa.

Dear God...

Tawan bernyanyi dengan tangan yang dikepalkan di dadanya, dalam posisi berdoa. Matanya terpejam mengikuti alunan musik yang berputar di mobil.

The only thing I ask of you, is to hold him when I'm not around. When I'm much too far away...

Gun dan Metawin mengikuti Tawan dan bernyanyi dengan sangat keras, menyaingi suara vokalis A7x, Shadows.

We all need that person who can be true to you, I left him when I found him..

and now I wish I'd stayed. Cause I'm lonely and I'm tired. I'm missing you again oh no.... once again..

Mereka bernyanyi dengan sangat serius, seakan ini adalah ujian yang harus mereka selesaikan dengan nilai sempurna. Tawan sesekali mengusak matanya, menahan air mata yang siap turun dari kedua matanya.

Setelah lagu selesai Tawan memberikan kedua jempolnya pada Metawin dan Gun, lalu dia kembali bergelung di kursi dengan jaket yang menutupi wajah dan tubuh bagian atasnya. Kembali ke dalam posisinya yang seakan melindungi dirinya sendiri.

Metawin yang melihat hal tersebut hanya terkekeh dengan pelan, tangannya mengusap kepala Tawan dari luar, “Everything will be alright. Do whatever you want to do. Kalau mau karaoke, ayo kita nyanyi sambil nangis. Kalau mau makan, ayo kita ke all you can eat makan 90 menit atau 120 menit kita temenin, atau mau rewatch Attack On Titan? Ayo kira temenin sampe selesai. Just dont ever think that you're alone, kita selalu disini buat lo. Cheer up.”

“Inget, your feelings are valid. Apa yang lo rasain, yang lo pikirin, semuanya adalah mutlak valid. Jangan pernah menyalahkan perasaan lo.” Lanjut Metawin dengan pelan.

Tawan merasakan kehangatan yang menjalar di seluruh tubuhnyanya karena perkataan Metawin, Tawan tidak tahu harus berterima kasih yang bagaimana lagi atas kebaikan teman-temannya.

Jika ia berpikir lagi dengan lebih lagi, rasanya memang asing. Ia tidak pernah merasakan perasaan sakit seperti saat ini, bahkan untuk bernafas-pun rasanya sangat berat

Apa memang cinta pertama selalu seberat ini? Rasanya begitu mendebarkan juga menjengkelkan. Tawan tidak mengerti mana yang jalan yang harus ia pilih agar bukan hanya dirinya yang bahagia namun pasangannya juga merasakan kebahagiaan yang sama.

Semuanya begitu semu, ibarat puncak gunung everest, tak semua orang bisa mencapai puncak teratas tanpa merasa kebingungan dan juga ketidakpercaya dirian. Persis seperti dirinya saat ini. Adakalanya ia berpikir untuk menyerah dan kembali ke garis aman namun pemikiran berada dipuncak tertinggi dengan pemandangan yang indah membuat banyak orang melanjutkan perjalanan mereka.

Seperti keadaannya saat ini, ia merasakan sakit, tapi Tawan tidak pernah berpikir untuk menyerah. Tidak sekarang. Mungkin dia akan beristirahat sebentar lalu dia akan memulainya lagi dari awal. Jika Joss memang belum bisa menerimanya, maka Tawan akan menunggu lelaki itu untuk menerimanya dengan sepenuhnya, meskipun itu memakan waktu yang lama, Tawan akan menunggunya.


Tawan membuka pintu apartment yang sekarang terasa sangat asing baginya, tadi pagi ia masih tertawa dengan Joss perihal mereka yang bangun terlalu siang hingga AC yang belum dimatikan, namun saat ini mereka terasa sejauh matahari.

“Sorry kalau berantakan..” Ucap Tawan pada teman-temannya yang baru pertama kali datang.

Jumpol, Arm, Metawin, dan Gun menatap apartment Tawan dengan pandangan kagum, Tawan benar-benar mendapatkan suami yang kaya raya sehingga bisa membeli apartment di daerah Jakarta yang sudah pasti harganya tidak terkira.

Tawan membuka jaket Metawin dan melemparnya di sofa, dia menuju ke arah dapur untuk mengambil minuman seta camilan untuk teman-temannya, dibelakangnya Gun dan Metawin mengikutinya seperti anak ayam.

“Lo berdua ngapain?” Tanya Tawan dengan heran, suara seraknya tidak bisa membohongi siapapun bahwa dia menangis sudah sangat lama.

“Takut lo tiba-tiba sedih lagi..” Jawab Gun dengan cengiran di wajahnya.

Tawan hanya memutar bola matanya dan membuka kulkas side by side miliknya yang terisi penuh dengan camilan dan bahan makanan.

“Wow...” Gun dan Metawin berucap dengan kagum saat melihat bahan makanan yang dimiliki temannya.

“Lo yakin gak buka warung disini?” Celetuk Jumpol dari kejauhan, ternyata dua lelaki itu mengikuti mereka sampai ke dapur.

“Apasih anjir.” Tawan tertawa untuk pertama kalinya hari ini melihat seluruh temannya yang terlihat sangat norak saat ini.

“Gih kalian pilih, gue ambil gelas dulu.” Lanjut Tawan.

Mereka berlima kembali ke ruang tengah dengan tangan yang penuh dengan camilan dan buah, kalau orang lain melihat mungkin akan dikira sebagai perampokan. Mereka semua duduk melingkar di lantai, padahal Tawan sudah menyuruh untuk duduk di sofa namun mereka tetap memilih untuk duduk di lantai dengan camilan yang berserakan di sekitar mereka.

“Ayo mulai cerita...” Suara Arm membuka pembicaraan mereka tanpa banyak basa-basi. Hal tersebut dibalas pukulan keras yang dilayangkan Metawin.

“Santai dulu kenapa.” Bisik Metawin dengan suara mengancam. Tawan hanya tertawa melihat teman-temannya. Mereka terlihat sangat lucu, apalagi wajah kebingungan yang mereka tunjukkan saat saat di bandara tadi, jika saja keadaan Tawan sedang baik-baik saja mungkin dirinya akan mengabadikan momen tersebut dan menyimpannya untuk sewatku-waktu black mailing mereka.

“Gak apa-apa.” Ucap Tawan pelan. Suaranya masih terdengar serak karena tadi ia benar-benar menangis dan menumpahkan semuanya.

Gun mengangguk, “Jadi lo kenapa sama kak J?” Tanyanya tanpa berbasa basi.

Tawan menunjukkan wajah terkejut sebentar, lalu lelaki itu menampilkan senyuman teduhnya, “Keliatan banget ya tentang kak J?” Tanya Tawan dengan pasrah.

“Ya siapa lagi sih yang lo tangisin kecuali Levi. Kalaupun emang nangisin Levi gue yakin lo gak sebego itu buat nangis di bandara.” Jawab Gun.

Tawan terkekeh kecil, betul juga. Kalau dia menangisi Levi sudah pasti dia akan menangis di kamar, di depan layar komputernya karena Levi adalah tokoh fiksi, tidak nyata dan tidak berada di bandara.

“Tapi kalau lo gak mau ngomongin hal ini sekarang gak apa-apa kok.” Sambung Metawin dengan cepat. Lelaki yang sering dibilang mirip kelinci itu merasa bahwa ia dan teman-temannya terlalu menuntut, takut Tawan merasa tidak nyaman.

“Gapapa kok Metawin, sekalian gue juga butuh masukan kalian buat singkirin semua pikiran aneh di kepala gue.” Tawan berucap sambil menunjuk kepalanya saat ini.

“Jadi... semuanya bermula saat gue sadar kalau gue udah jatuh cinta sama kak J....” Tawan memulai ceritanya.

“Gue gak tau sejak kapan, tapi semakin gue bareng sama kak J gue ngerasa bahagia. Perasaan yang sama sekali belum pernah gue rasain dalam hidup gue. Gue gak pernah ngerasa deg-degkan sampe gak bisa tidur karena nonton Levi, tapi gue selalu ngerasa itu kalau deket kak J.”

“Perut gue rasanya mules tapi mules yang bikin gue seneng, bahkan gue tanpa sadar selalu nunggu dia pulang kerja cuma buat liat muka dia. Gue ngerasain itu semua bareng kak J, dan setelah gue cari tau ternyata gue jatuh cinta. Semua ciri yang gue rasain itu adalah ciri-ciri seseorang yang lagi jatuh cinta.”

“Kalau ditanya perasaan gue saat itu... gue ngerasa bahagia. Siapa sih yang gak bahagia kalau jatuh cinta sama suami sendiri? Seseorang yang bakal nemenin sampe akhir? Gue bahagia sampe dititik gue sadar, apa kak J juga jatuh cinta ke gue? Dari semua perlakuan dia ke gue nunjukkin kalau dia keliatan juga jatuh cinta sama gue.”

“Gue mulai takut. Gimana kalau kak J gak jatuh cinta juga? pikiran gue mulai kebagi dua tapi gue masih ngerasa bahagia terus. Sampe pada akhirnya, pas gue kasih diri gue buat dia. Gue secara sadar kalau gue bilang I love you, and you know what?”

“Dia menjauh. Dia mencoba terlihat biasa aja tapi gue yang udah terbiasa sama perilaku dia yang selalu manjain gue ngerasa ada yang beda, dia menjauh dan gue mulai bertanya-tanya. Apa alasan dia menjauh itu karena pernyataan cinta gue?” Tawan menghela nafasnya, mencoba mengusir rasa sakit yang kembali menekan dadanya hingga rasanya sesak.

Metawin, Gun, Arm, dan Jumpol sudah terkejut mendengar cerita yang disampaikan oleh temannya. Selama ini mereka terlihat bahagia.

“Terus pas gue pulang dari pantai itu gue kan nginep di rumah bunda, dan disitu kak J secara gak langsung mastiin apa gue nyatain cinta sama gue. Karena gue merasa ada hal yang aneh, gue mutusin buat pura-pura lupa dan bilang ke dia kalau gue ngigo. Terus kak J keliatan seneng, dia bilang omongan gue emang ngaco jadi jangan diinget. Disitu gue tau bahwa gue selama ini jatuh cinta sendirian.”

“Kak J gak jatuh cinta sama gue. Dia selama ini hanya berperan sebagai suami baik tanpa melibatkan perasaannya. Sejak itu gue ngerasa bahwa perasaan gue ini salah. Gue gak seharusnya jatuh cinta sama kak J. Saat itu gue mutusin buat pura-pura gak jatuh cinta sama dia. Gue mutusin buat nutup hati gue dan jalanin hidup kayak biasanya.” Lirih Tawan.

Gun dan Metawin bergeser mendekat ke arah Tawan, menggenggam tangan sahabatnya dengan erat. Memberikan kekuatan ada sang teman.

“Gue selalu bertanya-tanya, apa yang salah? Apakah gue kurang pantas buat kak J? Apa gue emang gak layak dicintai? Apa gue kurang dewasa? I'm trying my best to be a good husband for him. If it's wasn't enough I'm willing to try harder kok.” Tawan menghindari tatapan teman-temannya. Dia merasa sangat menyedihkan.

“No. No. You are more than enough. Mungkin bukan gak jatuh cinta, tapi belum. Belum jatuh cinta.” Metawin meralatnya dengan cepat.

“Yes. It's a yes Metawin. I knew the answer. He just doesn't love me. Gue awalnya udah yakin banget bakal pura-pura but I just can't. This is my first love, everything about first love seems very exciting. And without any doubt, this morning. I told him that I love him.” Tawan berhenti berbicara dan mencoba bernafas dengan lebih tenang.

”-and he said, don't love him.” Tawan mengerutkan hidungnya, mencoba menahan air mata yang berlomba untuk turun dari matanya. Ia menggigit bibirnya dengan keras, ingatan kejadian tadi pagi berputar dikepalanya. Rasanya sangat aneh karena Tawan bisa dengan jelas mendengar suara Joss berputar disekitarnya, menyuruhnya untuk tidak mencintainya.

Gun terkejut mendengar cerita Tawan, apa-apaan? Siapa memangnya lelaki itu bisa menyuruh seseorang untuk tidak mencintainya ketika seluruh perlakuan yang ia berikan memberikan kesan bahwa lelaki itu juga mencintai temannya?

“And I said sorry for loving him. Sorry for falling in love with him. I didn't mean to fall in love with him. But he's perfect. Everyone could easily in love with him.” Lanjut Tawan dengan menyedihkan.

Metawin menghela nafasnya dan menarik tubuh Tawan untuk menghadapnya, lelaki itu menatap Tawan tepat di matanya.

“Tawan, listen. You don't have to say sorry for loving someone. It's not a fault to love someone. It's should be THEM who say thank you because someone else loves them. Maybe this is your first love, but baby, this isn't love supposed to feel like. If there are more hurts than happiness, you should stop.” Jelas Metawin dengan pelan.

“Then tell me, what does love feel like? I feel lost.” Tawan bertanya dengan frustasi.

“Like there's a button in front of you that says 'press this for free cookies' but every time you press it, a bird shits on your head, but you keep pressing it, and once in every 100 times, you get a cookie. and it's the best fucking cookies you've ever had. and while you're eating it, you realize you'll willing to get shit on 99 more lines in hopes of getting another cookie. Then one day, the cookies stop coming.” Jumpol menjawab pertanyaan Tawan dengan cepat bahkan sebelum Metawin sempat membuka mulutnya.

Gun yang sedang serius mendengarkan Tawan dan Metawin merasa kesal lalu memukul kekasihnya dengan keras, “Lo bisa diem gak. Perumpaan lo jelek banget.”

“Mencairkan suasana.” Jumpol memberikan cengiran lebarnya.

“Lagipula Metawin, biarin dia melakukan hal yang dia mau. Dia udah dewasa, udah nikah, dia mungkin udah tau konsekuensi hal yang dia lakuin saat ini makanya dia berani ngelakuin hal ini. He loves his husband, and it's his choice to fight for it. There's nothing wrong with that. Ini bukan akhir dari segalanya, bisa jadi ini malah baru permulaan.” Lanjut Jumpol dengan santai.

“Don't love him? Bullshit. Everyone needs love in their life. Mungkin bukan menyuruh Tawan buat gak cinta sama dia, mungkin dia belum siap untuk saat ini dan dia gak tau cara kasih tau ke Tawan dengan bahasa yang lebih halus makanya dia pake kata itu.”

“Perkataannya emang menyakitkan sih, terlalu kasar, tapi kita gak tau dari sisi Joss gimana sampe dia bilang gitu. Kalau dari ucapan Metawin gue mau ngeralat dikit, love emang supposed to feel like there's flowers under your stomach, and a lot of happiness, but don't forget that love supposed to feel like a shit too. Jatuh cinta itu ada emang harus ada pain dan happiness secara bersamaan, dan betul too much pain juga gak bagus but too much happiness isn't right too..”

“Semuanya harus seimbang, ada masalah di hubungan biar kita tau gimana sih cara menyelesaikannya, biar kita belajar buat jadi lebih baik lagi, dan definisi gue tentang what does love like udah paling bener, Tawan pun harus tau kalau ada masa dimana love feels sucks and boring, there are things called 'falling out love' and etc because love isn't simple as he think. Love is complicated makanya banyak orang yang menghindari jatuh cinta.” Jelas Jumpol dengan panjang lebar.

“Setiap orang pun punya ceritanya masing-masing dalam hal jatuh cinta dan sebagainya, mungkin ini cerita lu dimulai dari yang jelek-jelek dulu, tapi yakin aja nanti bakal ada cerita yang lebih bagus di masa mendatang. Lu sama dia baru nikah sebulanan sih? Santai dulu kenapa. Boleh sedih, boleh terpuruk, tapi jangan pernah berpikir buat berhenti. Kalau lu berhenti dan dia juga gak ada pergerakan, pernikahan lu mau di bawa kemana Te?” Tanya Jumpol dengan serius.

“I don't know...” Jawab Tawan lirih. Seluruh ucapan Jumpol masuk ke dalam otaknya dan berputar layaknya kaset rusak.

“Sekarang lu mending beresin dulu isi kepala lu, lu yang tau apa yang terbaik buat hubungan lu. Cuma gua mau menegaskan satu hal. Mencintai seseorang itu bukan kesalahan. Gak pernah ada yang salah dalam mencintai seseorang. Lu harus hapus pikiran bahwa itu kesalahan, karena kalau lu mikir gitu terus, selamanya lu gak bakal ngerasa bahagia. Just let it be. Kalau Joss belum jatuh cinta ya buat dia jatuh cinta lah? ez lah.” Kekeh Jumpol.

Arm mengacungkan ibu jarinya pada Jumpol, temannya memang hebat. Metawin pun yang memberikan ibu jarinya pada Jumpol, memang lelaki itu selalu berpikir sebelum memberikan nasihat, seluruh nasihat yang dia berikan selalu tepat sasaran dan sesuai porsinya.

“Bikin jatuh cinta lah?” Gumam Arm, “Btw Te kalau misalnya suami lu mikir lu bakal berhenti, then prove him, you'll never stop. Tunjukkin aja kalau you really love him. Siapa tau dia begitu karena gak percaya cinta atau pengalamannya sama percintaan gak begitu baik?” Lanjut Arm.

“Betul tuh, tapi hari ini gak apa-apa lo istirahat dulu. Masih kaget kan? Sekalian hari ini pikirin 'how to make your husband falling in love with you'. Celetuk Gun.

Tawan sendiri hanya terkekeh mendengar celetukkan Gun, dia menatap teman-temannya dengan pandangan terharu. Tidak menyangka bahwa teman-temannya akan menjadi sedewasa ini, mereka semua adalah orang-orang terbaik yang Tawan miliki.

“Ayo pelukan...” Lirih Tawan pelan.

Jumpol mendengus pelan dan membawa Tawan ke pelukan hangatnya. Arm, Gun, dan Metawin ikut memeluk Tawan dengan erat.

“Jangan sedih-sedih lagi Te, happiness looks more good on you.” Bisik Jumpol pelan.

Tawan hanya mengangguk dan mungkin memang benar kata Jumpol kalau cintanya sedang diuji, seharusnya dia tidak menyerah begitu saja. Kalau dia menyerah, siapa lagi yang memperjuangkan hubungannya dengan kak J? Takdir tidak akan berubah dengan sendirinya, jika dia menginginkan happy ending maka dia juga harus benar-benar memperjuangkannya.

Everybody get hurt

tags: fear of love, mentioning bad past, manipulative ex, toxic relationship, guilt tripping, gaslighting, harsh words. please skip if you can't tolerate or take it.


Joss berdiri disana.

Ketika ia melihat punggung kecil yang berjalan menjauhinya mulai bergetar dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Joss masih berdiri disana.

Ketika lelaki kecil itu mulai menangis. Dia berdiri memperhatikan semuanya dengan pandangan kosong.

Dia mensugesti dirinya bahwa lelaki kecil itu tidak menangis, namun Tawan tetap disana. Berdiam diri mencoba menghentikan tangisannya.

“Bro you ok? Mau disusulin dulu?” Bright bertanya saat matanya mengikuti pandangan Joss.

“Gak. Gua telfon aja. Kalian duluan.” Suara Joss pecah saat menjawab ucapan Tawan.

Apa yang salah? Adakah kesalahan yang ia perbuat sampai lelaki kecilnya menangis dengan keras seolah-seolah dunia menjahatinya dengan begitu kejam?

Joss memutuskan untuk menelfon lelaki kecil itu. Dering telfon berbunyi dengan lambat, seolah mengejek keterbatasan Joss saat ini dalam merengkuh tubuh itu dalam pelukan hangatnya.

Kepalanya terus mengulang hal yang sama, apa Tawan memiliki masalah di kampus? Ataukah dia baru saja mengalami hal yang membuatnya kecewa? Atau apa? Dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Punggung itu terlihat semakin menyedihkan.

Joss hampir saja melempar ponselnya saat melihat lelaki itu berjongkok seolah kehilangan kemampuan untuk menopang tubuhnya berdiri dengan tegak.

Suara lirih disertai isakkan menyambutnya saat ini, hati Joss berdenyut nyeri. Siapa yang sudah menyakiti lelaki itu hingga suaranya menggambarkan kesakitan yang sangat teramat dalam?

Joss memutuskan untuk bertanya namun tidak mendapatkan jawaban yang pasti, ia hanya mendengar Tawan menangis tanpa henti.

Tawan terus memanggil namanya tanpa henti, dia memanggil seolah dirinyalah penyebab utama tangisannya saat ini dan itu membuat Joss merasa tubuhnya kehilangan kekuatan.

Tawan terus menangis dan memanggil namanya sambil meminta maaf, meminta maaf untuk apa? janji yang mana? apa yang lelaki itu janjikan padanya?

Joss memijat pangkal hidungnya, kepalanya berdenyut nyeri, dia masih menatap Tawan dari kejauhan.

“Kak J”

“Kak J”

Suara lirih Tawan terus terus terngiang dalam kepalanya, dia pun tidak sempat berbicara karena Tawan terus mengulang-ulang permintaan maaf dan namanya.

Hingga ia mendengar Tawan menarik nafasnya dengan cepat, Joss menunggu dengan sabar dan suara Tawan kembali terdengar semakin lirih dan menyakitkan.

“Kak J. I'm sorry for falling in love with you more and more everytime.” Joss merasa dunianya berhenti sekejap. Falling in love? Joss merasakan disorientasi hingga ia harus berpijak dengan kuat agar tidak terjatuh.

Nafasnya tercekat. Tidak. Tidak. Tawan tidak boleh mencintainya. Tidak secepat ini. Tidak saat ini.

Joss ingin berteriak pada lelaki itu untuk berhenti mengucapkan apapun kalimat yang ia ingin sampaikan dan menyuruh lelaki itu untuk melupakan semuanya.

Genggaman pada ponselnya mengendur, namun Joss masih mendengar dengan jelas kalimat yang Tawan ucapkan.

“I'm sorry for loving you with all my heart and still searching for reasons to love you more and more. I'm sorry I can't keep my promise to not loving you. I'm sorry for loving you too much.”

Joss kehilangan kata-katanya, kepalanya rasanya akan pecah sebentar lagi. Tubuhnya bergetar, rasa takut itu menguasai tubuhnya. Joss ingin bersuara untuk menghentikan Tawan namun lidahnya kelu. Memori-memori lama yang disimpannya rapat-rapat kembali memasuki pikirannya.

“Please don't. Stop.” Bisik Joss tanpa suara.

Joss kembali mendengar suara Tawan yang saat ini terdengar lebih menyakiti hatinya, dialah penyebab lelaki itu menangis dengan keras, dialah yang membuat Tawan menangis seolah dunianya hancur.

Dia melakukannya lagi. Dia melakukannya lagi. Kalimat itu terus terulang dalam otaknya. Joss tidak bisa menghentikannya, dia tidak bisa menguasai pikirannya sendiri saat ini.

“I'm sorry for crying, I'm sorry. I'm sorry kak J. I try. I try to not loving you but it's hard. I can do anything but I can't pretend that I don't love you. Kak J, I'm sorry for falling in love with you.”

Cukup. Cukup. Joss ingin beteriak dengan keras saat ini. Ia mengalihkan pandangannya dari Tawan, matanya menatap Bright meminta pertolongan. Namun Bright tidak menangkap kode tersebut dan mempersilahkan Joss memiliki waktu lebih lama untuk menyelesaikan masalahnya dengan Tawan.

Tawan kembali memanggil namanya dengan cara yang paling Joss benci, dia memanggilnya seakan Joss satu-satunya pengharapan yang bisa menyelamatkannya saat ini, dan Joss membencinya karena ia tau bahwa dirinya tidak bisa menyelamatkan Tawan saat ini, tidak ketika dirinya sendiri tenggelam bersama lelaki itu.

Joss memejamkan matanya, menenangkan dirinya sendiri, Joss berdehem pelan agar suaranya tidak pecah, “Pesawatnya mau take off. Aku berangkat dulu. Take care.”

Joss tau. Dia lebih tau dari siapapun bahwa ketika kalimat itu terucap, ada satu hati yang hancur. Dia tau bahwa ada satu harapan yang pupus saat dia memutuskan untuk kembali berada di zona amannya.

Suara tangisan Tawan terdengar semakin keras, lelaki itu kembali mengulang permintaan maafnya. Joss mengigit bibirnya dengan keras, dengan ini dia mengerti bahwa keadaan mereka selanjutnya tidak akan sama lagi. Joss memilih melakukan hal ini agar Tawan tidak terluka lebih banyak lagi.

“Little T, don't love me.” Bisik Joss lirih. Joss mematikan sambungan telfonnya, matanya melirik Tawan yang saat ini terduduk dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya.

“You don't have to hurt anymore. You're safe. I'm sorry.” Lirih Joss pada lelaki kecil yang masih berdiam ditempatnya dan menangis, menumpahkan semua kesedihannya ditengah keramaian.

Joss berjalan meninggalkan Tawan dengan langkah kaki berat, dia berjalan menjauh tanpa melihat Tawan. Berharap bahwa lelaki itu menemukan kekuatannya untuk berdiri dengan tegap sendiri, memiliki kekuatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri, karena Joss tidak bisa melakukan hal itu, Joss tidak bisa menyelamatkan orang lain karena dirinya sendiri juga butuh diselamatkan.

Bright menatap Joss dengan pandangan menyelidik, tau bahwa temannya baru saja melakukan hal yang mungkin dapat disesalinya nanti, “Lo ngapain?” Bright bertanya dengan intonasi menyelidik.

Joss tidak memiliki tenaga untuk menjawabnya, dia hanya berjalan dengan tatapan kosong disebelah lelaki itu. Dia melakukannya lagi. Kalimat itu terus berputar bagai gasing dikepalanya, tidak berhenti mengingatkannya pada ketidakmampuan dirinya dalam mencintai orang lain.

“Samantha can we cancel everything?” Joss berbisik pada managernya saat mereka sudah masuk ke dalam pesawat.

Samantha menatap Joss dengan pandangan terkejutnya, namun ia menyadari bahwa sesuatu terjadi pada lelaki itu.

“Are you okay?” Tanya perempuan itu dengan nada khawatirnya.

“Dendanya gua bayar pribadi aja, but please cancel the photoshot.” Bisik Joss lagi.

“Mau balik sekarang?”

Joss menggeleng dan menyederkan tubuhnya dengan lelah, Bright yang memang masuk lebih lama hanya menatap mereka dengan pandangan bertanya. Samantha pamit untuk duduk dikursinya, Bright duduk disebelah Joss.

“What's wrong?” Tanya Bright.

“Bright I did it again. I'm the worst person.” Lirih Joss.

“What do you mean? Of course you're not the worst person.” Bright menyangkal dengan cepat.

“Bright I hurt him.”

“I hurt him. He's crying on the floor, because of me. That's all because of me. I broke him so bad.” Joss berbisik lirih.

Bright mengerutkan dahinya, “Your husband?”

Joss tidak menjawab, namun Bright dapat menyimpulkannya sendiri.

Pesawat mulai take off, Bright memilih untuk tidak membahasnya dalam critical eleven, dia membiarkan Joss terdiam di posisinya saat ini. Kepalanya mendadak pusing, dia membutuhkan Luke, Mild, dan Kayavine untuk menyusulnya dan memperbaiki Joss, seperti dulu.

“Joss? Joss?” Bright memanggil Joss.

dan Joss menatapnya dengan pandangan kosong, “I was scared, so I ran away. I broke his heart, he said he love me, he said he love me while crying, I was so scared and I told him not to love me.”

“And he cries quietly, his shoulders heaving up and down, his voice conveyed pain as if he had completely lost his world, Bright, I did it again right? I hurt him? I hurt him? It's all my fault.”

Bright membasahi bibirnya, mempersiapkan kalimat yang tidak akan membuat temannya semakin terjatuh, “No, you didn't do anything wrong, he will be fine, he may just be surprised but he will be fine later.”

Joss tidak menjawab, lelaki itu hanya terdiam dikursinya.

Bright ingat sekali, 2 tahun lalu ia dan teman-temannya pernah mengalami hal yang sama seperti saat ini. Joss dengan tatapan matanya yang kosong, dia dan teman-temannya membutuhkan waktu 1 tahun untuk membuat Joss kembali menjadi dirinya sendiri seperti belakangan ini.

Bright disana saat Joss mulai berpacaran dengan lelaki yang bernama Saint, Bright disana ketika temannya untuk pertama kalinya menangis di depan mereka semua, menangis terisak seperti kehilangan dunianya, persis seperti tangisan Tawan yang Joss deskripsikan beberapa saat lalu.

Kisah Joss bermula dari lelaki itu yang mengagumi seorang lelaki dengan paras menawan di kampus mereka, lelaki yang banyak menjadi incaran bukan hanya karena parasnya yang sempurna namun juga karena kepiawaiannya dalam berkomunikasi.

Saat itu usia mereka baru 18 tahun, Joss membutuhkan waktu selama satu tahun untuk mendekati Saint dan akhirnya ia berpacaran dengan Saint di akhir semester 3. Hubungan mereka berdua seperti hubungan yang lainnya pada awal masa pacaran, namun Bright tidak menganggapnya begitu, karena pancaran mata yang diberikan oleh Joss berbeda dengan pancaran mata Saint.

Joss melihat Saint penuh dengan pemujaan, seakan-akan Saint adalah hidupnya sendiri. Dia benar-benar jatuh cinta sedalam-dalamnya pada lelaki itu, sementara Saint- ia hampir tidak pernah menatap Joss dengan pemujaan seperti yang Joss lakukan untuknya. Joss bahkan melakukan apapun untuk membuat Saint bahagia, dia memberikan seluruh waktu dan hatinya untuk lelaki itu.

Mereka berpacaran selama 1 tahun 8 bulan, dan Joss benar-benar buta akan segalanya. Ia selalu bercerita pada teman-temannya bahwa ia bahagia, sangat bahagia. Joss bahkan mengatakan bahwa Saint adalah yang terakhir, namun saat itu Saint tidak berpikiran hal yang sama.

Saint jatuh cinta pada orang lain, namun dia tidak berterus terang pada Joss. Lelaki itu memutar cerita dan mengatakan bahwa Joss- lah penyebab hancurnya hubungan mereka. Saint mengatakan bahwa cintanya Joss untuknya terlalu dalam untuknnya, itu menyakitinya, membuatnya sesak, dan membatasi ruang geraknya. Saint mengatakan ia muak, ia ingin bebas, ingin menghidup udara dengan bebas tanpa rasa sesak di dadanya.

Saint bahkan berkata seharusnya Joss tidak usah mencintainya karena dia hanya terluka ketika dicintai oleh Joss, dia menyesal bahwa Joss-lah yang menjadi kekasihnya, Joss-lah yang mengambil hatinya dan pada akhirnya membuatnya terluka.

Mereka putus dengan tidak baik, Joss hanya terdiam saat Saint berteriak padanya, lelaki itu mendengarkan semua perkataan Saint dan menyimpannya di pikiran dan hatinya. Bahkan Saint saat itu memutuskan Joss di keramaian, ada teman-teman Joss. Mild bahkan hampir maju untuk menyerang Saint.

Kejadian tidak terduga itu mengubah hidup Joss secara keseluruhan. Joss yang pada mulanya hanya terdiam, dia menangis saat teman-temannya membawanya pulang. Lelaki itu mengucapkan kata-kata yang sama- berulang kali bahwa semua adalah salahnya, dia melukai Saint sampai lelaki itu muak dan pergi meninggalkannya.

Bright, Luke, Mild, dan Kayavine sudah berulang kali mengatakan bahwa itu bukan kesalahannya, namun saat itu Joss terlalu terluka untuk mendengar nasihat teman-temannya. Setelah beberapa bulan sejak kejadian itu, Joss mulai terlihat baik-baik saja, dan teman-temannya mensyukuri hal tersebut.

Namun itu hanyalah awal mula dari kehancuran Joss, lelaki itu memendamnya sendirian, dia tidak pernah bercerita tentang apapun lagi sejak saat itu, Joss mulai terlihat berbeda ketika ada seorang lelaki mendekatinya dalam konteks hubungan romantis, Joss terlihat memucat, lelaki itu berkali-kali mengulang hal yang sama “don't love me, you'll get hurt.”

Joss bahkan pernah berteriak kepada seseorang yang menyatakan perasaan padanya, ia memaksa lelaki itu untuk melupakannya, untuk tidak mencintainya, untuk mencari lelaki lain.

Bright dan yang lainnya mulai menyadari hal yang aneh, Joss ketakutan, dia ketakukan ketika dicintai, ia takut nantinya cinta yang dimilikinya akan menyakiti orang lain, seperti ia menyakiti Saint. Sejak saat itu Joss membatasi dirinya, ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak mencintai orang lain, ia berusaha sebisa mungkin agar orang lain tidak mencintainya, semua itu ia lakukan agar orang lain tidak terluka, ia terlalu melindungi orang lain sampai ia tidak menyadari bahwa ia malah menghancurkan dirinya sendiri.

Joss menghancurkan dirinya sendiri sampai dibatas bahwa ia tidak menyadari bahwa dirinya-lah yang sebenarnya memerlukan pertolongan.

Bright, dan yang lainnya memutuskan untuk membawa Joss menjalani terapi saat itu karena ketakutannya akan komitmen dan rasa cinta sudah melebihi batas normal. Setelah 1 tahun terapi, mereka kira mereka berhasil, karena saat pertama kali Joss mengatakan bahwa ia dijodohkan, Joss terlihat biasa saja, mereka bahkan bertanya secara terus menerus untuk memastikan temannya baik-baik saja, dan Joss menjawabnya dengan penuh keyakinan hingga mereka membuat kesimpulan bahwa terapi yang dijalaninya berhasil.

Joss sudah berhasil mengatasi ketakutannya, dia berhasil membiarkan orang lain masuk ke dalam hidupnya dalam hubungan romantis, dia bahkan mulai bercerita dan kebingungan akan tindakan yang dilakukannya secara tidak sadar kepada suaminya, seperti menciumnya, dan memeluknya. Di hari pernikahan pun mereka melihat Joss baik-baik saja, tidak ada rasa takut atau bergetar saat lelaki itu mengucapkan janji pernikahan mereka.

Bright bahkan mendengar cerita Metawin bahwa Joss sudah melakukan hubungan intim dengan suaminya, mereka benar-benar percaya bahwa Joss sudah berhasil mengatasi ketakutannya sendiri dan mencoba membuka hatinya untuk suaminya.

Namun mereka salah, karena saat ini Joss kembali seperti Joss beberapa tahun lalu, Joss yang ketakutan akan cinta yang dimilikinya sehingga ia menyangkal dan mendorong orang lain menjauh, agar orang lain tidak terluka karena cintanya, dan Joss yang kembali mengatakan pada orang lain untuk tidak mencintainya.

Dan kali ini lebih akan rumit, karena orang yang mencintainya saat ini adalah pasangan hidupnya, Bright dan yang lainnya mungkin harus berusaha lebih keras kali ini, karena bukan hanya Joss yang hancur, namun pasangan hidupnya juga ikut merasakan efek dari hancurnya lelaki itu.


DISCLAIMER:

this is a fanfiction, everything set in this story is to support the plot, characters, and conflict. any event that occurs in this story HAS NO relation to the real persons or places mentioned.

please don't hate someone who is the antagonist role here, if you want to qrt or talk about it or, please censor their name and don't talk bad about them. I remind you once again that this is just a fiction.

thank you. zeora x.

“Well, it all began in the back of his car, I was just 16, but I fell so hard”


FLASHBACK PART 1


June 2019

Pukul 5.30 pagi.

Matahari belum sepenuhnya terbit dan lelaki yang memiliki tinggi 177 cm dengan banyak barang di tangannya dan pernak pernik di tubuhnya sudah berdiri di pinggir jalan untuk menunggu bus sekolah yang akan datang.

Hari ini adalah hari pertamanya sekolah yang menandakan dimulainya masa orientasi siswa. Tawan terus melirik jam ditangannya, memastikan dia tidak akan telat untuk hari pertamanya.

Jika boleh jujur, Tawan sangat malas untuk mengikuti masa orientasi siswa. Dia bertaruh nanti ada drama yang dibuat anak osis, dan satu dua bentakan juga akan terjadi di masa orientasi siswa nanti.

Tawan melihat bus sekolah datang dari kejauhan, bus berwarna kuning itu selalu menarik perhatiannya sejak pertama kali beroperasi. Dia sangat ingin menaikki bus tersebut saat dirinya masih di Junior High School namun saat itu dia selalu diantar jemput oleh supirnya.

Maka saat dia sudah menjadi siswa Senior High School Tawan melakukan perjanjian dengan orang tuanya untuk berangkat sekolah sendiri menggunakan bus sekolah yang disediakan oleh pemerintah.

Bus berwarna kuning itu berhenti tepat di hadapan Tawan, Tawan melirik sekitarnya dan menemukan beberapa siswa juga menunggu seperti dirinya. Tawan masuk ke dalam bus dan menyapa supirnya dengan ramah, dan memilih kursi paling belakang sebagai tempat duduk pertama dia naik bus sekolah ini.

Bus kembali berhenti, belum 10 menit berjalan dan sudah berhenti di halte pemberhentian selanjutnya. Saat ini banyak anak sekolah yang masuk ke dalam bus hingga bus hampir penuh. Tawan merasakan seseorang duduk disampingnya, namun lelaki itu tidak memiliki ketertarikan untuk melihat siapapun yang duduk bersamanya.

“Hai?” Sebuah suara terdengar dari seseorang yang duduk disampingnya.

Tawan menoleh untuk melihat seseorang yang menyapanya, dahinya berkerut kecil. Berpikir apakah orang ini mengenalnya sampai berani menyapa dirinya?

“Iya?” Tawan menjawab dengan hati-hati.

“Lu murid baru juga ya?” Tanya orang itu lagi.

Tawan mengangguk kecil menanggapi, “Kenapa? Apa lo satu sekolah sama gue?” Lanjutnya.

Seseorang yang bertubuh lebih besar darinya menggeleng kecil dan tersenyum, “Bukan. Gua di labschool, lo dari al azhar 1 kan?”

Dahi Tawan semakin berkerut, bagaimana orang ini tau sekolahnya?

“Iya, kenapa lo bisa tau?” Perubahan intonasi dan ekspresi Tawan nampaknya ditangkap dengan baik oleh lawan bicaranya.

“Oh sorry, gua gak nguntit kok. Itu di barang bawaan lu, namtagnya ada logo sekolah dan gak sengaja keliatan tadi. Makanya gua tau sekolah lu.” Lelaki itu menjelaskan dengan rinci agar tidak terjadi kesalah pahaman diantara mereka berdua.

“By the way, nama gua Joss. Joss Wayar Sangngern.” Lanjut lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Joss.

Kali ini Tawan menunjukkan wajah bersalahnya karena telah menaruh curiga dengan lelaki bertubuh lebih besar ini, “Maaf maaf, nama gue Tawan Orcanius Vihokratana. Panggil aja Te.”

“Orcanius? orca? the killer whale?” Joss bertanya dengan wajah takjubnya.

“Yup. the killer whale also known as orca. that's my name.” Tawan menegaskannya sekali lagi, pipinya sedikit memanas karena reaksi Joss yang terlihat sangat menyukai nama uniknya.

“I like your name, can I call you orca?” Tanya Joss tanpa basa basi. Lelaki itu mungki lupa dengan kenyataan bahwa dirinya dan Tawan baru saja kenal.

Tawan mematung, bingung harus menjawab apa. Orca adalah nama kecilnya, orang-orang yang memanggil dirinya orca hanyalah keluarganya. Tidak pernah ada yang menawarkan diri untuk memanggilnya Orca, mereka semua cenderung memanggil Tawan dan beberapa memanggilnya Te.

“Eh, apa gak boleh manggil Orca?” Joss menyadari mungkin ada yang salah dari ucapannya karena Tawan tidak juga menjawab maka dengan cepat ia meralatnya.

“Boleh. You can call me Orca.” Tawan menjawabnya setelah mempertimbangkan banyak hal. Lagipula, kesempatan bertemu kembali dengan Joss kecil kan?

Joss menampilkan senyumannya bersamaan dengan bus yang berhenti tepat di halte dekat dengan sekolah Tawan, “Oh.. Udah sampe al azhar ya?” Gumam Joss pelan.

Tawan yang mendengarnya hanya mengangguk, lalu Joss bangkit memberikannya jalan untuk keluar, Tawan melirik Joss sekilas dan berjalan turun tanpa berucap apapun.

Mata Joss mengikuti tubuh kecil lelaki yang baru saja berkenalan dengannya, mempertimbangkan hal yang akan dilakukannya. Joss berdecak pelan dan dengan cepat berlari kecil ke arah pintu, “Sampai ketemu besok, little orca.” Teriak Joss dari pintu bus yang belum tertutup.

Tawan yang sudah turun otomatis membalikkan tubuhnya dan melihat Joss, lelaki yang baru berkenalan dengannya berdiri di depan pintu bus berteriak ke arahnya dengan cengiran aneh yang terbit di wajahnya. Lelaki ini sudah gila? pikir Tawan.

Joss merasakan adrenalin membanjiri tubuhnya, dia merasakan seluruh tatapan siswa di dalam bus tertuju ke arahnya, namun dia tidak perduli. Dia hanya memperdulikan seseorang yang terkejut saat mendengar teriakkan dan tersenyum masam begitu tau dialah yang bertingkah saat ini.

Joss cukup puas, dia mempersilahkan petugas bus menutup pintu bus sementara dia kembali ke tempat duduknya. Lelaki bernama Orca itu sangat manis, Joss tertarik dengannya. Belum lagi sikapnya yang sedikit terlihat tidak perdulian membuat Joss merasa tertantang untung mengenalnya lebih jauh.

dan ya, besok Joss sudah pasti akan berangkat sepagi ini lagi untuk bertemu dengan Orcaniusnya.

***

Hari kedua masa orientasi siswa.

Tawan berdiri di halte dengan wajah mengantuknya, kali ini dia menggunakan masker untuk menutupi wajahnya. Semalaman suntuk dia mengerjakan tugas yang diberikan oleh OSIS sekolahnya.

Kegiatan MOS kemarin berjalan dengan cukup baik, ternyata tidak seberat yang dipikirkannya dan poin tambahannya dia tidak dijemur di lapangan, sekolahnya menyediakan tenda sehingga mereka tidak terbakar sinar matahari selama mendengarkan materi selama acara berlangsung.

Bus berhenti di hadapannya, Tawan tersenyum ke arah petugas bus dan memilih kursi di bagian tengah karena kursi di bagian belakang sudah ada yang menempati.

Tawan memilih menggunakan earphone selama perjalanan, hari ini moodnya tidak cukup baik untuk diajak berbicara dengan siapapun. Dia sangat mengantuk dan ingin sekali tertidur.

Bus kembali berhenti di halte selanjutnya, dan Tawan melihat lelaki yang kemarin duduk bersamanya masuk ke dalam bus dengan senyuman yang berkembang di wajahnya.

“Little Orca!” Panggil Joss sebelum mendudukkan diri di samping Tawan.

“Pagi little Orca.” Lanjutnya bersemangat.

“Pagi Joss.” Tawan menjawab seadanya.

“Kita ketemu lagi.” Ucap Joss berbasa-basi. Dia benar hanya berbasa basi karena sesungguhnya Joss sudah menunggu di halte sejak pukul 5 pagi dan dia sudah melewati 3 bus sekolah karena ketika dia mengintip dia tidak menemukan eksistensi Tawan di dalamnya.

Tawan tersenyum kecil di balik maskernya, “Ya ketemu lagi.”

Joss menatap Tawan disebelahnya dengan pandangan menyelidik, “You looks tired.” Celetuk Joss.

Mata Tawan membola karena terkejut, lagi dan lagi lelaki disampingnya bisa menebak keadaannya saat ini, “Hahaha not enough sleep karena ngerjain tugas semaleman.” Jujur Tawan.

“Oh..” Balas Joss cepat, “You can sleep now. Nanti kalau udah sampe halte deket al azhar gua bangunin.” Lanjutnya.

“Can I?” Tanya Tawan memastikan perkataan Joss.

“Sure. Sleep well.” Balas Joss.

Tawan menampilkan senyumannya yang mencapai mata ke pada Joss sebelum menyamankan dirinya untuk tidur sebentar. Dia akan berterima kasih nanti pada lelaki yang baru dikenalnya ini karena telah berbuat baik padanya.

Joss memperhatikan Tawan yang sudah masuk ke dalam alam mimpinya dengan senyuman kecil. Dia tidak mengerti dirinya sendiri, kenapa dia melakukan hal ini, padahal biasanya Joss akan bersikap bodo amat pada siapapun itu yang tidak dikenalnya, namun Tawan adalah pengecualian.

Joss memilih memainkan ponselnya sambil menunggu bus sekolah mencapai halte pemberhentian yang Tawan tuju. Dia membalas beberapa chat teman-temannya, dan memilih bermain game untuk membunuh waktu.

30 menit berlalu dan halte pemberhentian sekolah al azhar sudah dekat, Joss menyimpan ponselnya dan memilih untuk membangunkan Tawan dengan menepuk-nepuk lengannya pelan.

“Little Orca? Dikit lagi halte pemberhentian lu. Bangun.” Ucap Joss.

Tawan yang merasakan pergerakan ditubuhnya memutuskan untuk membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Joss yang cukup dekat dengannya.

Tawan mengusap wajahnya pelan karena terkejut, “Udah mau sampe ya?” Tanya Tawan dengan suara parau.

“Iya dikit lagi sampe.”

Tawan menggeliat kecil dan merapikan barangnya serta penampilannya yang sedikit berantakan, dia mencoba mengumpulkan nyawanya yang masih melayang.

“Udah sampe.” Ucap Joss saat bus berhenti ditempat tujuan Tawan.

Joss bangkit untuk memberikan jalan pada Tawan, Tawan sendiri sudah berdiri dan siap untuk turun sebelum dia mengingat hal yang harus dilakukannya.

“Joss, terima kasih ya.” Ucap Tawan dengan tulus dan sangat manis.

Joss yang tidak menduga akan mendapatkan ucapan setulus itu hanya mematung terkejut, lelaki itu melihat Tawan yang siap untuk turun dan Joss dengan sigap bangkit menahan pergelangan tangan Tawan.

“Besok..” Joss berbicara dengan gugup karena Tawan menatapnya dengan tatapan penasaran, “Besok kalau ketemu lagi. Gua minta nomor lu, boleh?” Joss memutuskan untuk mendekati Tawan karena lelaki itu menarik perhatiannya sejak pertama mereka bertemu.

Tawan menampilkan wajah terkejutnya sesaat dan kemudian lelaki itu tersenyum, “Boleh. See you, Joss.”

Joss melepaskan pegangannya pada pergelangan Tawan dan tersenyum dengan lebar. Joss melambaikan tangannya sekali lagi dan kembali duduk di kursinya dengan ekspresi bahagia yang tergambar jelas di wajahnya.

***

Hari terakhir masa orientasi siswa yang berarti hari terakhir Tawan berangkat sepagi ini. Semalam dia mengerjakan tugasnya namun hari ini dia cukup bersemangat, Tawan sendiri tidak yakin alasannya tapi memikirkan akan bertemu Joss membuatnya tersenyum-senyum sendiri.

Tadi ayahnya memaksanya untuk mengantar sekolah, namun Tawan menolaknya dengan keras. Pada akhirnya ayahnya membiarkannya berangkat sendiri dan disinilah Tawan, berdiri di halte menunggu bus yang akan membawanya ke sekolah.

Bus berwarna kuning yang tiga hari belakangan ia naikki berhenti tepat dihadapannya, Tawan mengucapkan selamat pagi dan tersenyum pada petugas bus. Tawan kembali duduk di kursi belakang karena kursi itu belum ada yang menempati.

Tawan duduk dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya, dia menatap jendela di sampingnya, memperhatikan motor-motor yang berusaha menyalip dan juga lalu lintas yang cukup ramai hari ini.

Hari ini Tawan tidak memakai pakaian putih biru seperti biasanya, dia memakai celana training dan kaos hitam yang dilapisi dengan jaket. Kalau dilihat dari jadwal, hari ini mereka hanya akan berjalan santai dan pertunjukkan ekstrakulikuler sekolah.

Tawan tidak begitu yakin tapi sepertinya dia tidak akan mengikuti ekstrakulikuler utama di sekolah seperti paskibra, pmr, ataupun pramuka, atau mungkin Tawan tidak akan mengikuti kegiatan apapun. Teman-temannya juga mengatakan hal yang sama, jika memang wajib mengikuti, maka mereka akan mengambil ekstrakulikuler yang tidak begitu banyak peraturan.

Bus kembali berhenti, Tawan bisa melihat keberadaan Joss Wayar yang berdiri di halte, senyumannya kembali mengembang.

Matanya mengikuti tubuh Joss yang masuk ke dalam bus, kedua mata mereka bersitatap dengan senyuman yang sama-sama terkembang di bibir satu sama lain.

Tawan terkekeh kecil, aneh sekali rasanya. Padahal mereka baru berkenalan dua hari belakangan namun rasanya seperti bertemu dengan teman lama.

Joss berjalan menuju bangku paling belakang yang ditempati lelaki kecil yang saat ini sedang menatapnya, “Little Orca, good morning.” Sapa Joss dengan lembut.

“Good morning, giant.” Balas Tawan dengan intonasi mengejek yang baru pertama kali didengar oleh Joss.

“Giant? You got new nickname for me huh?” Goda Joss pada Tawan yang sekarang terkekeh di balik masker yang menutupi wajahnya.

“Yup, can I call you giant?” Tanya Tawan.

Joss mendudukkan dirinya dengan nyaman di sebelah Tawan, “Give me the reason why you called me giant.”

Tawan memutar bola matanya berpura-pura jengkel namun tetap menjawab dengan kekehan pelan, “Because you looks like giant. You are so tall and big.” Jawab Tawan dengan jujur.

Joss sudah memprediksikan hal tersebut namun tetap saja rasanya berbeda jika Tawan yang mengatakannya, dia mengatakannya dengan intonasi biasa namun Joss mendengarnya seperti sebuah pujian, “Okay. Lu satu-satunya yang gua izinin panggil gua giant.” Pasrah Joss.

Tawan memekik kecil dan menepuk-nepuk pundak Joss dengan bersahabat, “Gue tersanjung.” Ucap Tawa disertai tawa keduanya.

Mereka menghabiskan waktu mengobrol seputar masa orientasi siswa yang sedang mereka jalani, ternyata MOS di sekolah Joss berlangsung selama 4 hari. Mereka juga saling bercerita asal sekolah mereka, dan fakta lain yang mengejutkannya adalah Joss bersekolah di Labschool sejak Sekolah Dasar.

Sementara Tawan merupakan pindahan dari Tangerang Selatan, dia dulu sekolah di SMP Dharma Karya UT, saat SMA mereka pindah rumah ke Widya Candra dan ayahnya mendaftarkannya di Al Azhar.

“Berarti lu belum pernah jalan-jalan keliling dong?” Respon Joss saat mendengar cerita Tawan.

“Belum. Baru 2 minggu pindah juga. Sibuk ngurus berkas sekolah dan ngurus barang-barang.”

“Nanti gua ajak jalan-jalan deh, anak kebayoran sejak lahir nih.” Pamer Joss.

Tawan sendiri hanya terkekeh dan bersiap untuk turun karena halte tujuannya sudah dekat, “Thank you, Joss.” Ucap Tawan dengan senyuman manisnya.

Joss mengerutkan dahinya tidak mengerti, “For what?”

Tawan mengendikkan bahunya, “Anything.” Lelaki kecil itu mengeluarkan pulpen dari saku jaketnya dan menarik pergelangan tangan Joss dengan cepat untuk menulis nomor telfonnya di telapak tangan lelaki itu.

Joss yang terkejut tidak bisa melakukan apapun selain membiarkan Tawan melakukan apapun dengan telapak tangannya.

Bus berhenti bersamaan dengan Tawan yang menyelesaikan tulisannya, Joss bangkit untuk membiarkan Tawan keluar sambil menatap tangannya yang kini berisi angka yang sudah dipastikan adalah nomor telfon Tawan.

“See you!” Ucap Tawan semangat dan berlari turun tanpa mendengar jawaban dari lelaki tinggi yang kini hanya berdiri dengan senyuman bodohnya.

“Waduh lucu banget.” Bisik Joss setelah memproses semua hal yang terjadi saat ini. Joss menatap telapak tangannya tanpa henti, kemudian mengambil ponselnya untuk menyimpan nomor tersebut dengan nama kontak Little Orca 🐳.

Sepertinya masa sekolahnya akan sedikit menyenangkan, dan Joss tidak sabar untuk bertemu Tawan di lain waktu.


Juli 2019

Sebulan berlalu sejak pertemuan pertama mereka di bus sekolah, sejak itulah pertemanan “aneh” mereka terjalin dengan erat.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore yang berarti sudah waktunya untuk pulang sekolah, Tawan merapikan bukunya dan pamit kepada teman-temannya. Jika bertanya mengenai perkembangan pertemanannya dengan Joss, maka Tawan akan menjawab mereka sudah di tahap pergi dan pulang sekolah bersama.

Mereka menggunakan bus sekolah tentu saja. Satu bulan belakangan mereka selalu bertemu di bus sekolah dan berangkat bersama, sedangkan untuk pulang, Joss akan nebeng dengan temannya untuk ke sekolah Tawan (hanya perlu 9 menit jika menggunakan kendaraan bermotor dan sekitar 20 menit jika berjalan kaki) lalu mereka pulang bersama dari halte Al-Azhar.

Sebuah motor vario yang sudah dihafal di luar kepala berhenti tepat di depan Tawan yang menunggu di gerbang sekolah, Tawan melambaikan tangannya dengan semangat.

“Joss, Luke!” Sapa Tawan pada dua lelaki yang saat ini tersenyum ke arahnya.

“Hai Te.” Sapa Luke pada Tawan, mereka saling kenal karena selama ini Luke mengantarkan Joss ke sekolahnya, kadang juga teman Joss yang bernama Nammon, Earth, dan Metawin juga ikut mengantarkan Joss.

Tawan melihat Joss yang berbisik kecil pada Luke sebelum lelaki itu meninggalkan mereka berdua dengan tawa yang keluar dari bibirnya, “Kenapa?” Tanya Tawan penasaran.

“Cuma inside jokes aja kok, udah siap buat pulang?” Ucap Joss dengan semangat.

Tawan hanya tertawa pelan, tangannya memasang masker untuk menutupi wajahnya dan tidak lupa dia juga memberikan Joss satu.

“Lama-lama kebiasaan pake masker dan gua bakal nyetok juga nantinya.” Keluh Joss namun lelaki itu tetap memakainya.

“Hahaha gak apa tau giant, menghindari polusi udara sama debu, apalagi kita pulangnya naik bus sekolah yang butuh jalan kaki dan nunggu di halte pinggir jalan.” Jawab Tawan dengan santai. Mereka berdua berjalan ke arah halte yang jaraknya kurang lebih 300 meter dari gerbang sekolahnya.

“OH IYA!!” Joss berseru dengan keras, mengagetkan Tawan yang berjalan disampingnya.

“Apaan sih anjir?” Protes Tawan saat merasakan jantungnya berdetak kencang akibat teriakan Joss.

“Mulai bulan besok kayaknya kita udah bisa lulus dari bus sekolah, gua bakal dibeliin motor hahaha.” Joss memberi tahu Tawan dengan penuh semangat. Matanya bersinar dengan terang, menunjukkan betapa bahagianya Joss saat ini yang mana membuat perasaan Tawan menghangat.

“Serius?!!!” Tanya Tawan memastikan.

“IYA!!!”

Tawan mengulurkan tangannya pada Joss yang disambut lelaki itu dengan suka cita, mereka melompat kecil karena rasa bahagia yang melingkupi.

“Gilaaa keren banget giant, lo minta beli motor apa emangnya?” Tawan bertanya dengan antusias.

“Kawasaki 2019 ninja 250” Ucap Joss tak kalah antusiasnya.

Tawan mengerjapkan matanya terkejut, tangannya refleks memukul pundak Joss yang berada di hadapannya, “DAMN!! THAT'S COOL MAN.” Teriaknya heboh.

“I KNOW YAKAN HAHAHA” Joss ikut heboh bersama Tawan karena lelaki itu berteriak begitu antusiasnya.

“Pastiin jok belakang lo gue duluan yang naik okay?”

Joss mengusap kepala Tawan dengan pelan, “Iya sohib beda sekolah gua duluan yang naik entar.”

Tawan terkekeh kecil dan menarik Joss untuk berlari saat melihat bus berwarna kuning hampir sampai di halte pemberhentian.

“PAK TUNGGU.” Tawan dan Joss berteriak bersamaan saat melihat bus tersebut berhenti sementara mereka masih perlu berlari beberapa puluh meter lagi.

Mereka berdua sampai sesaat sebelum pintu bus ditutup, Tawan dan Joss tertawa bersamaan atas tindakan aneh mereka berdua, “Kebanyakan ngobrol.” Bisik Tawan dengan nafas yang terengah.

“Can't help it haha.” Joss menaggapinya dengan terengah juga.

Baik Joss maupun Tawan menetralkan kedua nafasnya sambil tertawa satu sama lain ketika kedua mata mereka bersitatap, bagi mereka hal kecil saja sudah dapat membuat mereka berdua tertawa dengan keras entah karena memang lucu atau karena perasaan menggelitik yang mereka rasakan saat keduanya bersama.

Mereka berdua menyadarinya namun memilih untuk mengabaikannya, bukan karena tidak mempercayai apa yang mereka rasakan namun lebih ke arah mereka harus memastikannya lebih lanjut karena pertemanan merekalah yang menjadi taruhannya jika mereka salah mengartikan perasaan yang dimiliki, karena hal itu mereka memilih untuk menjalani segalanya dengan perlahan.


August 2019

Tawan sudah siap berangkat sekolah, dengan jaket kulit yang melapisi tubuhnya dan juga sepatu converse yang menjadi andalannya ke sekolah. Jaket kulit ini dia gunakan karena hari ini Joss untuk pertama kalinya menjemputnya dengan motor barunya setelah motor tersebut datang seminggu yang lalu.

Jaket kulit yang Tawan gunakan saat ini samaan dengan yang Joss miliki, hal itu dikarenakan dia menghadiahkannya pada Joss sebagai ucapan selamat atas motor barunya, dan mereka sepakat untuk menggunakannya bersamaan hari ini.

Pintu kamarnya diketuk dengan perlahan dan suara mbak sari, pengurus rumahnya terdengar dengan jelas, “Mas Orca, temannya sudah datang di depan.”

“Iya mbak tunggu sebentar.” Tawan mengambil tasnya dengan terburu dan tidak lupa ia menyemprotkan banyak parfume ditubuhnya. Tawan juga mengambil dua buah masker di kotak yang selalu tersedia di kamarnya untuk mereka berdua gunakan.

Tawan berlari kecil di tangga rumahnya diiringi dengan suara ibunya yang memintanya untuk berhati-hati, Tawan mendatangi ibu dan ayahnya yang sedang sarapan dan menyalami keduanya dengan cepat.

“Orca berangkat dulu ya, dadah” Teriak Tawan.

“Hati-hati!”

Ucapan ibunya ia hiraukan, Tawan mengambil helm miliknya yang sudah disiapkan oleh pak satpam dan tidak lupa berterima kasih dengan senyuman sehangat matahari.

Matanya menatap lelaki tinggi yang duduk di atas motor merahnya yang mengkilap, tak lupa helm yang dia letakkan di tank, sementara orang yang menaiki motor tersenyum dengan lebar, nyaris seperti orang bodoh.

“Good morning, little Orca.” Sapa Joss dengan antusias.

“Wow...” Tawan mengagumi motor Joss yang terlihat sangat menakjubkan. Joss yang melihat ekspresi Tawan tertawa dengan keras seakan menyatakan, I KNOW RIGHT?

“Let's go! Masih jam 6, nyari sarapan dulu ya?” Ajak Joss dengan semangat.

Mereka berdua memang memilih untuk berangkat lebih pagi karena ingin menikmati udara pagi hari. Sekolah mereka berdua masuk pukul 7.30 jadi mereka saat ini memiliki waktu 90 menit untuk berjalan-jalan dan sarapan.

“Mau bubur yang paling enak di Kebayoran Baru!!!” Ucap Tawan dengan semangat.

Joss terkekeh kecil, “Ayo makan bubur ayam di depan Interstudi.”

Tawan mengerutkan dahinya menyadari satu hal, “Eh Interstudi yang deket labschool kan? Kalau itu lo bisa langsung ke sekolah, kalau balik lagi ke al azhar jauh.”

Joss menepuk helmnya dengan santai, “Gak apa. Spesial hari pertama naik tiger.”

Tawan tertawa mendengar nama yang diberikan Joss untuk motor kerennya, lelaki itu seperti biasa menyerahkan maskernya pada Joss yang langsung dipakenya tanpa banyak protes. Tawan memasang helmnya dan naik ke motor Joss dengan berpegangan pada pundak lelaki itu.

Mereka berdua berteriak dengan semangat saat motor mulai melaju dengan kencang di jalanan perumahan, “Nanti lewat belakang aja ya takut ada polisi kan gua belum punya sim.” Suara Joss teredam helm yang menutupi wajahnya namun Tawan cukup mendengarnya walaupun samar.

Mereka berkendara dengan cukup santai, sesekali mengobrol untuk mengisi waktu. Tawan dengan semangat memperhatikan jalan tikus yang dilewati Joss, sedikit takjub bahwa lelaki itu benar mengetahui seluk beluk daerah Kebayoran Baru karena telah tinggal disini selama belasan tahun, beda sekali dengan dirinya yang bahkan tidak tahu mereka saat ini sedang dimana, apakah sudah dekat dengan tempat tujuan atau semacamnya.

Selama 2 bulan disini, Tawan hanya pernah berkeliling dengan busway dan bus sekolah. Itu juga saat berkeliling dengan bus sekolah dirinya dan Joss memilih membolos untuk mengikuti seluruh rute bus sekolah hingga rute terakhir dan turun dengan tawa yang membahana karena diomeli oleh pak supir.

“Here we are.” Ucap Joss setelah ia mematikan motornya di samping gerobak bubur yang menjadi tujuan mereka.

Tawan turun dengan senyuman kecilnya dan melihat betapa ramainya tukang bubur saat ini, pasti rasanya enak sekali makanya sampai mengantri.

“Buburnya lengkap?” Tanya Joss.

“Lengkap.”

Joss berjalan mendahului Tawan menuju gerobak, “Pak Agus, buburnya dua ya. Lengkap dua-duanya. Makan disini pak.” Pesan Joss.

Sang penjual hanya mengacungkan jempolnya tanda ia mendengar pesanan Joss secara jelas.

“Diaduk atau gak diaduk? for science.” Tanya Joss tiba-tiba.

Tawan memincingkan matanya saat melihat wajah serius Joss yang menurutnya sangat lucu, “Bubur diaduk adalah keajaiban dunia nomor 8.” Jawab Tawan dengan percaya diri.

Joss mengerang pelan, “Fuck. We can't be friends. How did you eat that?” Joss bersumpah baru kali ini dirinya dan Tawan tidak dalam visi misi yang sama. Terlebihnya dalam hal bubur, makanan yang pasti akan mereka selalu makan untuk sarapan bersama.

Tawan tertawa pelan, “That should be my line. How did you EAT THAT, giant? Gak di aduk artinya bumbunya gak nyatu, bakalan ada bagian dimana buburnya gak punya rasa kecap sama bumbu kuning. Penistaan terhadap bubur.” Ucap Tawan menggebu-gebu.

“Hey!” Protes Joss, “Gak gitu konsepnya. Estetika dan rasa menyatu jadi satu yang bikin buburnya punya rasa lebih dari pada yang diaduk.” Lanjutnya sungguh-sungguh.

Mereka berdua bersitatap kemudian tertawa bersama menyadari kekonyolan masing-masing, “Besok-besok sarapannya nasi uduk aja oke?” Ucap Joss.

Tawan hanya mengangguk dan mulai memakan buburnya yang sudah diantarkan oleh penjualnya, mereka berdua sepakat tidak mengintip bubur masing-masing agar tidak terjadi keributan lebih lanjut.

“Buburnya enak.” Celetuk Tawan.

Joss sendiri hanya terkekeh tanpa membalas celetukkan Tawan, terlalu sibuk menghabiskan bubur yang rasanya sangat menakjubkan ini. Sejujurnya dia sudah lama sekali tidak makan disini, karena tempat ini adalah tempat kenangannya bersama mantan kekasihnya dulu, dan hari ini Joss memberanikan diri untuk datang lagi, dengan orang yang berbeda dengan tujuan yang sama, yaitu ingin memberikan kesan yang baik pada seseorang yang dibawanya.

dan orang itu adalah Tawan, lelaki yang akhir-akhir ini mengisi hari-hari sekolahnya.


September 2019

Ujian Tengah Semester tinggal menghitung hari, baik Joss dan Tawan sepakat untuk belajar bersama di rumah Joss.

Rumah mereka dekat. Satu fakta yang baru diketahui oleh Tawan, pantas saja selama Joss tidak keberatan menjemputnya, dan ternyata selama dua bulan belakangan ini Joss sedang tinggal di rumah kakak tertuanya yang sudah menikah karena orang tuanya sedang memiliki proyek pekerjaan di luar kota, makanya Joss berangkat dari halte yang berbeda dengan Tawan, dan baru seminggu ini ia kembali tinggal di rumahnya karena orang tuanya sudah kembali.

Tawan memandang rumah Joss dengan kebingungan, rumahnya terlihat sepi padahal Joss bilang dia sudah di rumah. Tawan memilih mendekati pos satpam untuk bertanya, “Permisi pak, Jossnya ada?”

“Tuan Orca ya? langsung masuk aja tuan. Tuan Joss sudah menunggu di dalam.” Ujar pak satpam dengan ramah.

Tawan hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah Joss dengan canggung, Tawan berniat menelfon Joss untuk menjemputnya namun lelaki itu lebih dulu keluar dari rumahnya dengan cengiran konyol di wajahnya.

“Little Orca! Welcome to my house.” Joss berucap dengan postur tubuh agak membungkuk dan tangan yang ia letakkan di perut dan belakang tubuhnya, persis seperti butler kerajaan.

“Gak jelas.” Tawan menyikut perut Joss yang dibalas lelaki itu dengan erangan dramatisnya.

“Galak banget pagi-pagi?” Protes Joss, lengannya merangkul Tawan dengan erat. Mereka berdua masuk dengan tubuh yang saling berdempetan.

“Kemana orang tua lo?” Tanya Tawan saat dia tidak melihat keberadaan orang lain di rumah Joss.

“Ke rumah kakak gua, ayo langsung aja ke kamar ya.” Jawab Joss dengan senang, tangannya mengarahkan Tawan menuju tangga ke arah kamarnya yang berada di lantai dua.

“oh iya.” Joss berhenti sesaat sebelum mereka menaikki tangga, “Bi nanti bawa minum sama camilan ke kamar ya. Ada temen.” Joss berteriak dengan keras untuk memanggil asisten rumah tangganya.

Tawan yang mendengarnya sontak memukul pelan Joss, selain kupingnya terasa sakit, tindakan yang dilakukan Joss juga tidak sopan, “Gak boleh gitu. Gak sopan. Samperin terus minta tolong yang bener.” Tawan mendorong Joss untuk mendatangi asisten rumah tangganya dengan sopan.

Joss menghembuskan nafasnya dengan lelah dan menuruti permintaan Tawan, lelaki bertubuh besar itu berjalan ke arah dapur dan meminta tolong dengan sopan seperti yang diperintahkan Tawan. Tawan tersenyum kecil melihat ekspresi merajuk lelaki itu.

“Giant, good boy.” Bisik Tawan pelan. Tangannya mengelus rambut Joss dan menarik lelaki itu untuk naik ke lantai atas, seakan dialah pemilik rumah ini.

Ekspresi Joss berganti menjadi ekspresi senang setelah mendapat elusan di rambutnya, dia kembali merangkul Tawan dan berbincang kecil mengenai mata pelajaran yang akan diujikan nanti.

Tawan sampai di kamar yang sangat luas, kamar bernuansa hitam putih, di dalamnya ada kasur berukuran king size, sofa, karpet berbulu dan juga TV berukuran 43 inch serta playstation dan game lainnya, jangan lupakan VR dan xbox yang terlihat sangat indah dimatanya.

Di bagian lainnya ada rak berisi komik, meja belajar, dan juga walk-in-closet milik lelaki itu. Tawan hanya menggelengkan kepalanya, karena kamar Joss benar-benar lengkap. Jika dilihat dari track record sekolahnya yang selalu bersekolah di labschool, maka harusnya Tawan tidak terkejut.

“Mau main game dulu?” Tawar Joss dengan nada jahil karena menyadari pandangan Tawan terpaku pada game yang dimilikinya.

“Gila? enggak lah. Belajar. Senin gue matematika.” Tolak Tawan dengan cepat.

Joss hanya tertawa kecil dan menarik Tawan untuk duduk di sofa yang disediakan di kamarnya, biasanya dia menyingkirkan sofa dan bermain bersama teman-temannya dengan karpet berbulu sebagai alas. Sepertinya dia akan duduk di sofa kali ini.

“Duduk sini paduka.” Ucap Joss dengan senyuman yang dipaksakan. Tawan mengayunkan kakinya menendang Joss dengan main-main, merasa kesal dengan sikap aneh lelaki itu yang entah terlihat sangat senang mungkin?

“Den, ini camilannya.” Pintu Joss diketuk dari luar, Joss berlari kecil untuk membukanya dan menerima nampan berisi makanan dan minuman.

“Nanti anterin makanan setiap satu jam sekali ya bi.” Pinta Joss dengan sopan, lelaki itu menutup pintu kamarnya dan kembali ke arah Tawan yang sudah mulai membuka bukunya.

Joss meletakkan makanan itu di meja tv dan mengambil bukunya sendiri, jika hari senin Tawan mendapatkan matematika, maka Joss mendapatkan bahasa jerman sebagai mata pelajaran yang pertama diujikan di ujian tengah semesternya kali ini.

“Lu ngerti bahasa Jerman gak?” Tanya Joss tiba-tiba.

Tawan menoleh ke arah Joss dengan wajah polosnya dan menjawab, “Engga. Emang lo ngerti?”

Joss menggelengkan kepalanya, “Sama. Engga ngerti juga.”

Mereka berdua saling bertatapan lalu tertawa bersama seperti orang gila, lalu apa gunanya belajar bersama jika Tawan ternyata tidak mengerti bahasa Jerman, padahal niatnya Joss ingin meminta untuk diajarkan mata pelajaran ini.

“Goblok, terus apa gunanya belajar bersama.” Ucap Joss disela Tawanya.

Tawan mencoba menghentikan tawanya, “Mana gue tau kalau lo ternyata hari pertama bahasa Jerman. Ya gue gaada mata pelajaran bahasa Jerman anjir.”

“Lo dapet kisi-kisi gak?” Tawan bertanya dengan wajah yang memerah karena terlalu banyak tertawa.

Joss melihat ponselnya untuk mengecek apakah mata pelajaran ini memiliki kisi-kisi, “Dapet nih.” Seru Joss saat melihat salah satu temannya mengirimkan kisi-kisi di grup kelas.

“Yaudah sini belajar bahasa Jerman dulu.” Tawan menutup kembali buku matematikanya dan beralih mengambil buku Joss untuk membantu lelaki itu memahami materi yang akan diujikan.

Joss mendekat ke arah Tawan dan memberikan petunjuk bagian-bagian mana saja yang harus di baca dan di pelajari berdasarkan kisi-kisi yang ada. Pada akhirnya mereka berdua mempelajari bahasa Jerman bersama dengan bantuan google translate. Terkadang mereka tertawa atas translate-an kalimat yang aneh, dan terkadang mereka ingin merobek buku karena jujur saja, mata pelajaran ini sangat sulit.

“Coba sekarang jawab yang Essen und Trinken (Lieblingsessen / lieblingsgetränk)” Tawan menunjuk sebuah soal dan meminta Joss untuk menjawabnya tanpa menggunakan google translate.

Frau Schmitt : Wass isst du gern? Louisa : .................................

A. Ich heiβe Louisa B. Ich bin 13 Jahre alt. C. Ich trinke gern Saft D. Ich esse gern Schokolade E. Ich spiele gern.

Joss menatap soalnya dengan serius, dahinya berkerut tanda bahwa ia berpikir dengan sangat keras, dengan ragu-ragu Joss menunjuk D sebagai jawaban. Matanya melirik Tawan sekilas, dan sekali lagi dengan lebih percaya diri dia menunjuk pilihan D.

“Kenapa jawabannya D?” Tanya Tawan dengan kritis, dia tidak ingin Joss hanya sekedar menjawab asal. Ia ingin lelaki itu mengerti dengan materi yang mereka pelajari.

“Tadi lu nyebutin Essen und Trinken (Lieblingsessen / lieblingsgetränk), kalau dari yang kita pelajarin itu artinya favorite food and drink kan. Dari soalnya itu artinya what do you like to eat? Kalau gitu jawabannya yang D. karena Schokolade itu chocolate.” Jelas Joss dengan rinci.

Tawan menampilkan senyumannya dan menepuk bahu Joss dengan bangga, “Keren anjir. Coba jawab sisanya. Nanti gue koreksi liat kunci jawaban.” Tawan menunjukkan kunci jawaban yang ia temukan di google, dia mencari dengan teliti dan menemukan soal yang sama dengan soal di buku Joss.

Joss mengerang keras karena tidak menemukan hal tersebut, sejak dia belajar bahasa Jerman, dia selalu menyontek dengan teman sekelasnya. Tidak pernah terpikirkan untuk mencari kunci jawaban seperti yang Tawan lakukan saat ini.

“Kalau gua tau, pas tugas kemarin-kemarin mending gua liat kunci jawaban.” Protesnya.

Tawan tertawa dengan keras, “Ya janganlah. Masa liat kunci jawaban terus, nanti gak bisa-bisa.” Ucapnya dengan semangat.

Tawan kembali memaksa Joss untuk mengerjakan soal, sementara dirinya sudah mulai membuka buku matematika untuk mempelajari bahan ujiannya dengan mencicil. Sesekali dia melirik Joss untuk memastikan lelaki itu tidak melihat google atau menggunakan google translate, padahal sudah disediakan kamus bahasa Jerman namun katanya terlalu malas untuk membukanya.

Mereka menghabiskan waktu belajar bersama hingga matahari terbenam. Tawan berhasil menguasai materi yang akan diujikan meskipun dia tadi sempat menelfon Namtan untuk bertanya namun dia bisa melanjutkan mengerjakan soal-soal latihan sendiri. Sedangkan Joss sudah mengganti pelajaran menjadi Pendidikan Agama Islam.

Jarum jam menunjukkan angka 8, dan Tawan sudah mendapatkan panggilan dari orang rumahnya untuk segera pulang karena hari sudah larut. Tawan merapikan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang. Joss mengambil jaket dan kunci motornya, bersiap mengantarkan Tawan untuk pulang.

“Udah semua?” Tanya Joss.

“Udah.” Jawab Tawan asal.

Joss kembali mengambil salah satu jaket bersihnya dan menyerahkannya pada Tawan, “Nih pake. Dingin. Nanti mampir beli martabak dulu ya buat orang tua lu.”

Tawan mengerutkan dahinya kebingungan, “Ngapain? Gak usah lah.” Tolaknya langsung.

“Gak apa little Orca, kan lu udah disini seharian.” Paksa Joss dengan wajah memelas.

Tawan memutar bola matanya dan menyetujuinya tanpa banyak berpikir ulang, tidak akan selesai jika dia menolak terus. Joss memiliki 1001 cara untuk siapapun mengiyakan permintaannya.

Mereka berkendara dalam hening, Tawan memeluk pinggang Joss dengan nyaman. Hal tersebut bukan tanpa alasan, karena tiba-tiba Joss sudah menarik tangan Tawan untuk melingkari pinggangnya dan Tawan terlalu lelah untuk berdebat. Tawan hanya ingin pulang dan tidur di kasur kesayangannya.

Seperti yang Joss katakan bahwa lelaki itu mampir untuk membeli martabak, mereka berdua tidak turun dari Motor, Joss sengaja berhenti di pinggir jalan agak tidak ribet parkir motor, hanya cukup memberikan sen bahwa dia akan berhenti sebentar.

“Makasih ya bang.” Ucap Joss dengan ramah. Lelaki itu menggantung plastik berisi martabak di stang motornya dan kembali menjalankan motornya ke rumah Tawan.

Perjalanan mereka hanya sebentar karena memang rumah mereka berdekatan, Joss menyerahkan martabaknya pada Tawan yang terlihat sudah lelah dan mengantuk.

“Lucu banget.” Gumam Joss, tangannya dengan refleks mengacak rambut Tawan yang disambut erangan oleh lelaki itu.

“Pulang dulu ya?” Pamit Joss.

“Hati-hati... Jaketnya gimana?”

“Simpen aja buat besok-besok. Istirahat yang cukup, little Orca.” Ucap Joss dengan lembut.

“Iya. Semangat ujiannya, Giant.” Tawan melambaikan tangannya pada Joss dengan senyuman yang terbit di wajah tampannya.

“You too little Orca. Good night.” Joss tersenyum sekali lagi dan melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Tawan.

Tawan menatap lelaki yang baru saja mengantarkannya pulang dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya, tangannya terangkat untuk memegang rambut yang baru saja diacak oleh Joss.

Lelaki itu mengerang kecil, “Dasar badebah sialan.” Ucapan yang tidak sesuai dengan reaksi tubuhnya yang malah menunjukkan sebaliknya, jantungnya berdegup dengan kencang dan ribuan kupu-kupu yang menari di perutnya. Tawan mengasihani dirinya sendiri yang malah jatuh ke kubangan cinta pada sahabat sendiri.

Namun harus Tawan akui, hidupnya lebih menyenangkan ketika lelaki itu mulai datang dan mengacaukan semua rencana-nya untuk menjadi siswa ambisius, lihatlah dia sekarang, berdiri di depan rumah dan mengumpat betapa badebahnya Joss karena berhasil membuatnya jatuh cinta.

Tawan harap keputusannya untuk jatuh cinta pada lelaki tinggi itu adalah hal yang benar, karena jika mereka pada akhirnya tidak bersama, Tawan tidak yakin dia dapat berteman lagi dengan Joss dengan perasaan yang dimiliknya saat ini.

Karena itu akan menyusahkan, dan Tawan akan memilih untuk menjauh jika memang hal itu terjadi, nanti.


note: estimasi keberangkatan dan waktu lainnya aku cari tau lewat google maps jadi kalau ada kekeliruan atau gak sesuai dengan aslinya tolong dimaklumi soalnya aku gak pernah main ke sana :D

I'm sorry


⚠️ It may break your heart


Pagi ini Tawan mengantarkan Joss ke bandara. Lelaki itu akan ada pekerjaan di Labuan Bajo sampai minggu dan baru kembali ke Jakarta senin nanti. Beruntungnya hari ini prakteknya di kampus mendapatkan giliran sesi kedua sehingga dia bisa mengantarkan suaminya ke bandara terlebih dahulu.

Bandara selalu menjadi tempat yang ramai namun juga sepi secara bersamaan. Perasaan suka dan duka bersatu di tempat ini, ada senyum bahagia ketika menyambut kedatangan dan ada juga senyum kesedihan karena melepas kepergian, dan Tawan tidak diantara keduanya. Dia tidak mengerti apa yang ia rasakan, sebagian dirinya sedih, namun sebagian lainnya merasa baik-baik saja.

“Mau beli camilan?” Sebuah suara menyadarkan Tawan dari lamunannya.

“Huh?” Tawan menjawab dengan linglung.

Joss, lelaki yang bertanya hanya terkekeh melihat wajah kebingungan suami kecilnya, “Ngantuk banget ya? Maaf ya semalem kakak malah bikin kamu gak tidur.”

Wajah Tawan sontak memerah dengan cepat, bayangan keduanya bergumul di tempat tidur semalam dengan cepat menguasai otaknya, “Apaan sih engga.”

“Tapi beneran gak sakit kan? Kamu maksa ikut padahal bisa istirahat aja di rumah.” Lanjut Joss dengan santai tanpa memikirkan reaksi dari Tawan yang semakin merasakan panas di wajahnya.

Tawan mendorong Joss dengan agak keras dan berjalan meninggalkan lelaki yang saat ini sedang terkekeh, “Mau kemana?” Teriak Joss.

“Mau beli Roti'O, kak J mau gak?” Balas Tawan dengan berteriak juga. Mereka seakan tidak sadar bahwa suara mereka berdua menarik perhatian beberapa orang.

Joss berlari menyusul Tawan setelah menaikkan maskernya, menutupi wajahnya dari pandangan orang lain, takut seseorang akan mengenalnya, dia tidak ingin diganggu untuk dimintai foto atau semacamnya.

Mereka berdua sampai di toko Roti'O yang harumnya membuat banyak orang tergiur untuk mampir, “Kak J mau pesen apa?” Tanya Tawan.

“iced americano please, buat rotinya terserah.”

Tawan mengangguk paham, “Mbak 1 iced americano large, 1 iced black tea large, 2 signature bun, 1 butter croissant, 1 beef pastry, 1 chicken pastry, sama 1 almond pastry ya.” Ucapnya dengan lancar.

Pelayan mengulang pesanan Tawan dan meminta Tawan untuk menunggu sebentar. Joss mendekati lelaki itu dan berbisik kecil, “Kamu laper?”

Tawan menampilkan cengirannya, “Tiga buat aku, tiga buat kak J rotinya. Kan sama-sama belum sarapan.” Tawan menampilkan pembelaannya, padahal dia hanya sangat ingin makan Roti'O, sudah lama sekali sejak terakhir dia makan roti yang biasanya dia dan teman-temannya temukan di stasiun.

“Buat Samantha, Jay, Bright, sama Jake?” Tanya Joss dengan menyebutkan dua managernya, temannya, dan Jake selaku manager bright.

Tawan meringis kecil melupakan ke keempat orang tersebut, Tawan kembali berbicara untuk menambahkan pesanan, “Mbak tolong tambah 4 signature bun, sama 4 butter croissant ya. Buat minumnya-” Tawan menoleh ke arah Joss.

Joss yang paham bahwa suaminya membutuhkan sedikit bantuan lantas melanjutkan, “Untuk minumnya 3 iced americano large, sama 1 iced caramel latte large juga.”

“Nanti dipisah ya mbak rotinya, dibuat 4 dan isinya masing-masing 1 sb dan 1 bc, terus yang sebelumnya juga dipisah jadi 2 ya isinya 1 sb, 1 bc, 1 beef pastry, yang satunya 1 sb, 1 bc, 1 chicken pastry.” Jelas Tawan dengan rinci.

Joss hanya mengusap rambut Tawan saat mendengar seberapa rincinya pesanan lelaki itu, “Good job.” Bisik Joss tanpa suara.

Tawan mengambil pesanan mereka yang sudah selesai dan memberikan debitnya sebelum sebuah tangan menahannya, “Pake punya kakak aja.” Ucap Joss.

Tawan mendelik kecil dan melepaskan genggaman tangan Joss, “Ini mbak.” Ucapnya dengan senyuman.

Joss menghela nafasnya pelan, “Ngeyel banget.” Bisiknya pada Tawan, sementara Tawan hanya mengabaikan lelaki itu.

Mereka kembali menunggu di ruang tunggu karena pesawat Joss akan take off kira-kira 30 menit lagi. Joss mengobrol dengan Bright perihal tema dari pemotretan mereka nanti sementara Tawan sibuk memakan rotinya sambil membalas chat temannya yang mengeluhkan betapa ketatnya peraturan praktek kali ini.

Pemberitahuan sudah terdengar, Joss bangkit dan mendekati Tawan yang sudah menyelesaikan makannya.

“Ditinggal dulu ya?” Pamit Joss dengan lembut. Matanya menatap mata Tawan yang selalu terlihat bersinar terang.

“Iya, hati-hati.” Ucap Tawan pelan.

Joss merentangkan tangannya dengan lebar, menarik Tawan masuk ke dalam pelukkan hangatnya. Tawan mendekap lelaki itu dengan erat, menghirup aroma maskulin tubuhnya, mencoba mengais seluruh kehangatan yang tidak bisa ia rasakan dalam beberapa hari belakangan.

“Jaga diri baik-baik, kalau ngerjain tugas atau nonton anime jangan sampe lupa waktu. Kalau kesepian di rumah minta jemput Nanon terus nginep di rumah. Makannya harus dijaga, gak boleh junk food terus, kalau mau pergi naik grab car aja dangan motor.” Bisik Joss dengan lembut. Lelaki itu mengusap rambut Tawan dengan penuh kasih sayang.

“Kalau ajak inep temen-temen boleh?” Tanya Tawan.

“Boleh, asal jangan mabok-mabokkan oke?”

Tawan hanya terkekeh kecil, “Mana ada mabok-mabokkan.” Protesnya.

“Ya siapa tau kan, janji dulu sini kelingkingnya.” Joss melepaskan pelukkan mereka dan menyodorkan kelingkingnya pada Tawan.

Tawan menyambut kelingking Joss dengan jari kelingkingnya, mereka tertawa pelan dan berpelukan sekali lagi.

“Kakak serius, jaga diri ya, little te.” Ucapnya sekali lagi.

Tawan mengangguk dan melepaskan pelukan Joss, mengingatkan lelaki itu tentang penerbangannya, Joss menatap Tawan dengan teduh, dia memegang belakang kepala Tawan dan mendekatkan kepala lelaki itu dengan bibirnya.

cup

Satu ciuman panjang diberikan Joss pada dahi Tawan, sementara Tawan memejamkan matanya, merasakan kebahagiaan yang mengalir deras di sel pembuluh darahnya tanpa bisa ia cegah.

“Take care yourself, i l-.” Tawan berhenti setelah menyadari kata yang hampir terucap dari bibirnya, i love you

“Apa? Kok berhenti? I l apa?” Tanya Joss keheranan.

“I like rebok, make sure kak J beli buat aku ya nanti. Beli yang banyak, sekalian beliin kopi manggarai juga buat ayah karena ayah suka banget. Oleh-oleh buat temen-temenku juga ya, mereka nerima apa aja kok” Tawan melanjutkan dengan cepat, memaksakan senyumannya dengan lebar. Jantungnya berdebar dengan keras, rasa takut dia akan mengucapkan kata itu membuatnya berkeringat.

Joss terkekeh kecil mendengar Tawan mengabsen oleh-oleh untuk keluarga dan temannya, “Iya nanti kamu chat lagi ya biar kakak gak lupa atau chat Samantha oke?” Ucap Joss pelan, lelaki itu melepaskan pelukan mereka, dia menyusul teman-temannya yang sudah menunggu, lambaian tangan diberikan pada Tawan yang juga masih memaksakan senyumannya.

Tawan berbalik dan berjalan menjauhi Joss yang masih sesekali melihatnya, air matanya tumpah tanpa ia bisa tahan, perasaan bahagia yang sempat ia rasakan dengan cepat berganti menjadi perasaan mencekik, mencekik seluruh sel-sel tubuhnya hingga rasanya sakit.

Tawan terisak keras, entah kenapa tiba-tiba keinginan untuk menangis membuncah dalam dadanya. Sesak. Ia kesulitan bernafas. Tawan merasa kehilangan seluruh kekuatan yang sudah ia bangun selama ini, runtuh bersamaan dengan langkah kakinya meninggalkan Joss dibelakangnya.

Bahunya bergetar, menandakkan seberapa keras tangisannya. Pandangan orang disekitarnya tidak ia hiraukan, ia berhenti dan menutup wajahnya yang sudah dipenuhi air mata.

Lelah.

Lelah sekali rasanya mencintai sendirian.

Berpura-pura untuk tidak mencintai bahkan lebih sulit lagi.

Hari ini Tawan kalah lagi oleh egonya sebagai manusia dalam mencintai. Hari ini Tawan kalah lagi oleh keinginannya untuk dicintai kembali. Hari ini Tawan kalah lagi, untuk sekian kalinya, ia kalah pada semesta.

Tawan ingin sekali dengan bebas mengucapkan kata I love you, ia ingin dengan bebas menunjukkan seluruh kasih sayang yang dimilikinya. Anggap ia tidak tahu diri, namun ia hanya ingin Joss untuk dirinya sendiri, ingin seluruh perhatian lelaki itu untukknya, ingin mendengar lelaki itu mengucapkan kata cinta untuknya.

Perasaan ini baru ia rasakan pertama kalinya, sebelumnya ia bahkan tidak tau bagaimana rasanya patah hati, ia tidak pernah mengalaminya, dan sekarang saat ia mengalaminya sendiri, Tawan bisa memaklumi alasan teman-temannya menangis dengan keras.

Perasaan ini sangat menganggu, lebih menyusahkan dari perasaan sakit ketika karakter anime yang ditontonnya mati ataupun saat anime yang ditontonnya memiliki akhir yang buruk.

Tawan merasakan air matanya semakin mengalir dengan deras, kali ini tangannya membantunya menghilangkan rasa sesak dengan memukul pelan dadanya. Bagaimana memberhentikan perasaan tercabik-cabik ini? Dia tidak tau kenapa rasanya sampai sesakit ini. Harusnya dia baik-baik saja, harusnya tersenyum dan menikmati harinya tanpa kehadiran lelaki itu selama beberapa hari belakangan.

Ponsel Tawan berdering, lelaki itu mencoba mengabaikannya namun ponselnya kembali berdering, Tawan mencoba memberhentikan tangisannya, dan mengangkat telfon tanpa melihat siapa sang penelfon.

“Halo?” Bisikknya disertai isakkan kecil.

“Why are you crying?” Bisik seseorang dipanggilan telfon.

Tawan mengenali suara orang itu, seseorang yang menjadi alasannya menangis saat ini. Tawan menjauhkan ponselnya untuk memastikannya, Kak J begitulah yang tertera.

Tawan berjongkok dengan ponsel yang masih berada digenggamannya, kakinya lemas, tidak bisa menopang berat tubuhnya sendiri, tangannya yang satu lagi menutup mulutnya agar isakkan tidak semakin terdengar.

“Little T, why are you crying? Did I hurt you?”

Tawan menggeleng, menjawab pertanyaan Joss dengan gerak tubuhnya karena ketidakmampuannya untuk menjawab panggilan lelaki itu, bahkan hanya mendengar suara lelami itu mengkhawatirkannya membuat perasaan Tawan semakin tercabik-cabik.

“Please talk to me, I can't leave if you're still crying.” Bisik Joss lagi.

“Kak J...” Lirih Tawan. Suaranya terdengar pecah disertai isakkan yang menyayat hati.

“Iya sayangnya kak J?” Suara Joss yang tercekat membuat Tawan semakin menangis.

“Kak J....” Bisik Tawan sekali lagi.

“Kak J.... I'm sorry.” Lanjut Tawan tanpa memberikan Joss kesempatan untuk berbicara.

“Untuk apa? kamu minta maaf untuk apa?”

“I can't keep my promise.” Bisik Tawan. Siapapun yang melihat lelaki itu berjongkok dengan ponsel ditangan dan juga air mata yang tidak berhenti mengalir dari mata indahnya akan mengira bahwa lelaki itu baru mendapatkan kabar duka, bahkan satpam pun tidak mendekati Tawan, mencoba memberikan Tawan ruang sebanyak-banyaknya.

“What promise?”

Tawan menangis semakin keras, suaranya semakin menyedihkan, membuat lelaki yang sedang berada di panggilan telfon ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Tawan.

“Kak J....”

“Kak J..”

“Iya sayang...” Suara Joss teredam oleh panggilan Tawan yang terus menerus tanpa henti.

“Kak J.”

“Kak J.”

“Kak J...”

“I'm sorry..”

“I'm sorry kak J...”

“I'm sorry for everything.” Tawan mengulang ucapannya terus menerus, tidak memberikan jeda sama sekali.

“Kak J. I'm sorry for falling in love with you more and more everytime. I'm sorry for loving you with all my heart and still searching for reasons to love you more and more. I'm sorry I can't keep my promise to not loving you. I'm sorry for loving you too much. I'm sorry for crying, I'm sorry. I'm sorry kak J. I try. I try to not loving you but it's hard. I can do anything but I can't pretend that I don't love you. Kak J, I'm sorry for falling in love with you.” Tawan menumpahkan semuanya dalam suara tercekat.

Suaranya terputus-putus oleh tangisannya, namun lelaki dipanggilan telfonnya masih mendengarnya dengan sangat jelas. Tawan menatap kosong ponselnya, semestanya runtuh. Ia menyesali seluruh keputusannya saat ini, keputusannya mengatakan semuanya.

Ia hanya ingat sebuah kutipan dari seseorang bahwa to release the pain, you only need to scream, shout, and cry dan semuanya Tawan lakukan saat ini dan ia menyesalinya.

“Kak J?” Panggil Tawan dengan lirih.

Joss bedeham disebrang telfon, “Pesawatnya mau take off. Aku berangkat dulu. Take care.”

*“Kak J. I'm sorry. I'm sorry. Tawan membalasnya dengan dengan ucapan permintaan maaf tanpa henti. Memaksa Joss untuk tidak meninggalkannya saat ini.

“Little T, don't love me.”

Suara Joss terdengar lirih sebelum ia mematikan sambungan telfon, bersamaan dengan Tawan yang jatuh terduduk karena kehilangan tenaga untuk menopang dirinya sendiri. Tawan terisak dengan keras, ponselnya ia jatuhkan, kedua tangannya menutup wajahnya dengan keras. Tidak perduli dimana ia berada saat ini, namun ia hanya ingin menangis dengan keras. Menangisi seluruh nasib buruknya dalam mencintai.

Hatinya mati rasa, terlalu sakit untuk merespon semua yang ia dengar saat ini.

⚠️⚠️ self blaming. kalau gak bisa baca dengan konten berisi self blaming tolong diskip aja ya. terima kasih.

Seharusnya, seharusnya Tawan menjadi lebih kuat lagi, menjadi lebih dewasa, tidak mengambil keputusan sepihak, seharusnya Tawan bisa mengendalikan perasaannya.

“You're stupid. Stupid. Stupid.” Isak pada diri sendiri. Lelaki itu memukulkan tangannya ke lantai, merasa kesal dengan dirinya sendiri.

“Bego. Lo bego banget little te, lo harusnya sadar diri bodoh. Kak J, deserve much better than me. You don't deserve him. Apa yang lo bisa sih?” Tawan berbisik kembali disertai isakan keras. Makian untuk diri sendiri tidak berhenti ia lontarkan, kepalanya terasa pusing, tubuhnya lemas, tidak bisa bangkit hanya untuk berpindah ke tempat yang lebih sepi.

Tawan mulai menyalahkan dirinya sendiri.

Tawan menyalahkan dirinya sendiri yang memilih untuk terus mengikuti alur permainan tadkir. Harusnya Tawan bisa menolak, tapi kenyataannya kesempatannya menolak sudah hilang sejak pertama kali ia melihat Joss di depan rumahnya, dan kini lelaki itu menyesal.

Menyesalkan diri kenapa Tawan tidak memperbaiki dirinya sendiri seblum bertemu Joss, menyesalkan bahwa ia tidak bisa seperti bunga, indah dan mungkin dapat membuat Joss juga mencintainya. Menyesalkan diri bahwa ia tidak bisa menjadi pribadi yang lebih baik, menyesalkan diri bahwa dirinya lah yang menjadi jodoh lelaki sesempurna Joss.

Tawan menyalahkan seluruh semesta yang memaksa takdirnya dan Joss untuk bersama dalam satu ikatan sakral, menyalahkan matanya yang sangat mengagumi rupa tanpa cela sang kekasih, menyalahkan hatinya yang terus mencintai Joss padahal ia tau bahwa dengan mencintai lelaki sesempurna Joss, ia hanya akan terluka.

dan Tawan berharap ia akan dapat mengulang waktu, maka ia akan menarik semua ucapan bodohnya pada sang kekasih hati, ia memilih mengatakan bahwa karakter kesukaannya mati, ataupun nilainya jelek, atau alasan menangis lainnya, sehingga ia tidak perlu ditinggalkan seperti ini. Tawan menyesal, menyesal atas dirinya sendiri.

“Run baby run! Don't ever look back. They'll tear us apart if you give them chance.”


Tawan melepas batik sekolahnya dengan sedikit kasar dan langsung melapisi tubuhnya dengan jaket yang sudah disiapkannya, hari ini bukanlah hari terbaiknya. Tertangkap guru BK saat sedang merokok membuatnya sedikit jengkel, belum lagi hukuman membersihkan halaman sekolah yang diawasi oleh guru tersebut.

Belum lagi teman-temannya menjadi bajingan hari ini, mereka meninggalkan Tawan saat sedang bergelut dengan halaman sekolah dengan dalih lapar dan ingin makan di warung mbak Darmi.

Tawan mencoba menelfon Arm, meminta lelaki itu untuk menjemputnya di gerbang sekolah. Ketidakmampuannya mengendarai kendaraan bermotor membuatnya cukup repot, berkali-kali dia mencoba belajar namun entah kenapa tetap saja dia tidak bisa mengendarainya dengan lancar.

Sebuah motor ninja berwarna merah berhenti tepat di depannya, Tawan yang awalnya sedang fokus mendengarkan dering telfon pun dengan refleks melihat seseorang yang mengendarai motor besar tersebut.

“Little orca?” Panggil pengendara tersebut dengan suara yang teredam oleh helmnya.

Tawan dengan cepat melangkah mundur setelah menyadari siapa yang mendatanginya saat ini, itu si raksasa tolol. Lelaki yang kemarin dia berikan bogeman cukup keras.

“Ngapain lo?” Tanya Tawan dengan intonasi yang was-was.

Lelaki yang dipanggil raksasa tolol hanya terkekeh kecil dan membuka helm yang menutupi wajah tanpa celanya, “Calm down little orca. I won't bite you okay.” Ucap Joss dengan gesture yang menenangkan.

“What do you want from me? Lo nyari mati? Ini sekolah musuh lo.” Lagi-lagi Tawan berucap dengan defensif.

Joss menghilangkan senyum dari bibirnya, matanya menatap Tawan dengan pandangan yang sukar diartikan saat melihat lelaki itu bersikap defensif dan terlihat tidak terlalu nyaman.

“Unblock my contact. Please?” Ucap Joss tanpa basa basi.

Tawan menampilkan wajah terkejutnya, ia pikir Joss akan memulai pertengkaran dengannya? Dia awalnya sedikit khawatir karena jika Joss benar-benar mencari ribut tepat di depan sekolah lawan. Namun ternyata lelaki itu datang hanya untuk melakukan hal bodoh lainnya? Tawan tidak habis pikir.

Tawan kembali melangkah mundur, matanya menatap Joss dengan tatapan are you fucking crazy?

Dering telfon ditelinga Tawan berganti menjadi suara yang sangat amat dikenalnya, “Arm jemput gue.” Ucap Tawan tanpa basa-basi, mengabaikan kehadiran joss dengan sepenuhnya.

“Sorry nunggu lama gak lu?”

“Ya lama. Makanya jemput.” Balas Tawan dengan nada malasnya.

“Oke sebe-”

“Halo? Arm ini gua Joss, gak usah jemput Te. Gua yang anter.” Joss mengambil ponsel Tawan saat lelaki itu berbicara dengan serius pada Temannya. Tawan yang mengabaikan kehadirannya cukup membuatnya jengkel maka dari itu dia berusaha membuat Tawan jengkel dengan mengambil ponselnya.

“Apaan sih lo?” Tawan berteriak dengan marah. Lelaki itu berjinjit kecil, berusaha mengambil ponselnya yang berada di genggaman tangan Joss.

“Oh Joss... Iyaudah. Kalau bisa langsung ke gorasix aja ya. Gua sama yang lain mau otw juga.”

Joss mengerutkan dahinya, gorasix? Joss menahan tangan Tawan yang berusaha menggambil kembali ponselnya.

“Lu mau ngapain sama gorasix?” Tanya Joss dengan suara galaknya.

“Bukan urusan lo.” Balas Tawan ketus setelah berhasil mengambil ponsel ditangan lelaki tinggi itu.

“Ini hari kamis. Jadwalnya gorasix tawuran sama vallenty. Lu jangan ikutan nanti dikiranya sekolah lu aliansi sama gorasix, bisa-bisa nanti vallenty nargetin sekolah lu nyet.” Ucap Joss dengan serius.

“Bukan urusan lo, Joss. Kalaupun gorasix minta aliansi gue gak bakal terima. Gue cuma dateng menuhin undangan mereka.” Balas Tawan tak kalah serius.

“Dengan lu dateng aja udah dianggap aliansi sama vallenty nyet.”

Tawan menghela nafasnya lelah, “Iya gue udah pikirin ini baik-baik. Lagi ini urusan anak tongkrongan gue, dan tolong berhenti panggil gue pake nyet.

“Buset ngeyel banget.” Gumam Joss dengan bingung.

mentioning old cases from each school

Perkelahian yang dilakukan secara rutin antara gorasix dan vallenty bukanlah berita yang mengejutkan lagi. Mereka melakukan tawuran seperti melakukan upacara, seminggu sekali. Padahal kedua dua sekolah tersebut sudah melakukan ikrar perdamaian setelah kasus yang terjadi pada tahun 2013 namun mereka masih melakukan tawuran secara diam-diam.

Joss tentu saja tidak ingin terlibat diantara dua sekolah tersebut, pergaulan mereka sudah terlalu jauh. Sementara murid sekolahnya dan murid sekolah Tawan masih memiliki batas, belum lagi mereka adalah murid sekolah swasta ternama. Sanksi yang diberikan jika mereka ketahuan ikut tawuran dengan SMA Negeri cukup berat.

“Yaudah ayo gua anterin ke gorasix.” Ajak Joss setelah berpikir panjang. Lagipula dirinya sudah melepas baju batik ciri khas sekolahnya, jadi seharusnya aman kan?

“Ngapain elah, gue naik gojek aja. Lo mending balik, lo keliatan takut berurusan sama goraxis vallenty.” Tawan membalasnya dengan intonasi yang kental akan ejekan.

“Can you just shut up? I'm trying to help you, okay? Sekarang naik.” Joss memberikan penenakan sekali lagi. Kalau yang dia ajak bicara bukanlah Tawan, mungkin Joss akan meninggalkannya di detik pertama dirinya ditolak. Namun sialnya ini adalah Tawan, Joss tidak bisa mengabaikan lelaki itu.

Tawan memutar bola matanya, memilih untuk mengalah karena ia tau Joss tidak akan berhenti sebelum lelaki itu mendapatkan apa yang dia inginkan.

“Pegangan.” Perintah Joss saat merasakan Tawan sudah menaikki motor kesayangannya.

“Lo diem. Udah untung gue mau naik motor butut lo ini.” Balas Tawan ketus.

Joss hanya mendengus kecil, mengabaikan sepenuhnya ucapan penuh celaan lelaki itu pada motornya, “Karena lu gak pake helm, gua bakal lewat jalan tikus.” Ucap Joss memberitahu Tawan yang sudah pasti tidak akan sahuti oleh lelaki kecil itu.

Tawan mengalihkan pandangannya ke jalanan disekitar mereka, jalanan Kebayoran selalu memiliki kenangan tersendiri untuknya. Satu tahun lalu, diatas motor yang sama dan dengan orang yang sama. Saat mereka masih baru menjadi siswa kelas SMA, sampai sekarang mereka sudah mau menjadi siswa SMA tingkat akhir.

“Mau mampir ke tukang es kelapa, mang Sobri gak?” Joss berteriak dengan keras agar seseorang yang diboncengnya mendengar ajakannya.

Tawan mendekatkan dirinya ke telinga Joss dan berbicara dengan nada datarnya, “Jalan aja yang bener. Gak usah mampir. Gue udah ditunggu temen-temen.”

Ucapan Tawan menjadi penutup percakapan mereka siang itu, Joss fokus mengendarai motornya sementara Tawan fokus memperhatikan jalan dan sesekali membalas pesan yang masuk di ponselnya.

Joss memberhentikan motornya di Indomaret berjarak kira-kira 400 meter dari tongkrongan anak gorasix, hal tersebut mendapat ekspresi kebingungan dari lelaki yang diboncengnya.

“Ngapain ke Indomaret?” Tanya Tawan.

Joss melepaskan helmnya dan memberikan cengirannya pada lelaki berwajah masam dihadapannya, “Biar motor gua aman kalau beneran lu dijebak buat aliansi. Motor gua udah masuk bengkel berkali-kali karena kegores, kalau sekali lagi masuk bengkel bisa dikeluarin dari KK.” Jelasnya dengan ringisan kecil.

Tawan memutar bola natanya untuk kesekian kalinya hari ini, berurusan dengan raksasa ini benar-benar mengikis kesabarannya perlahan.

Tawan merasakan ponselnya bergetar disaku bajunya, ternyata ada panggilan masuk dengan caller id “Gun”.

“Halo, kenapa?” Tawan bertanya tanpa banyak basa-basi.

“Dimana? dicariin Max nih katanya lo lama banget.”

“Di Indomaret. Bocah kita ada berapa disana?”

“Total ada 11, kalau sama lo jadinya 12.”

“Batik udah dilepas?”

“Udah dari tongkrongan. Cuma pada pake kaos doang sama celana abu-abu biasa.”

“Yaudah. Gue beli masker dulu buat nutupin muka. Kayak yang gue bilang semalem kalau mereka udah mulai ngajak aliansi tolak aja langsung. Kita gak aliansi sama siapa-siapa dan jangan lupa hari ini jadwal mereka tawuran sama vallenty jadi lo semua stand by buat kabur kalau anak vallenty pada dateng. Motor dimana?” Jelas Tawan panjang lebar.

“Ada cek lah.”

Tawan menjauhkan ponselnya dari telinganya, menangkap kode dari Gun bahwa dia mengirimi Tawan pesan.

Motor diparkir di tukang fotokopi sama thai tea deket sini. Kalau 70 nyerang nanti kita kabur ke arah sana dan ngumpet. Udah bilang abangnya dan udah kasih uang tutup mulut juga. Begitulah isi pesan yang dikirimkan Gun. Tawan mengangguk dengan puas, teman-temannya sudah mempersiapkan kondisi terburuk.

“Bagus. Yaudah bilangin Max gua 7 menitan lagi sampe.”

Tawan menutup panggilan telfon dan baru menyadari bahwa Joss sudah tidak berada di sampingnya.

Tawan memutar kepalanya mencari keberadaan lelaki tinggi itu dan melihatnya keluar dari Indomaret dengan kantong plastik di tangannya.

“Beli apa?” Tanya Tawan dengan curiga.

“Masker. Buat temen-temen lu. Beli 20 cukup?” Kali ini Joss yang balik bertanya.

“Oh makasih. Cukup. Berapa? Gue ganti uangnya.” Balas Tawan dengan intonasi suara yang melunak.

“Gampang. Pake dulu nih.” Joss menyerahkan masker untuk digunakan Tawan dan mengambil satu lagi untuk dipakai dirinya sendiri.

Mereka berdua berjalan dalam diam, Joss tidak berusaha membuat Tawan jengkel dan Tawan-pun berusaha untuk tidak berinteraksi dengan lelaki disampingnya. Terik matahari tidak menyurutkan mereka berdua, sepanjang jalan banyak anak sekolah yang melirik mereka. Dua lelaki tampan dengan aura yang kuat dan dominan, siapa yang tidak berhenti hanya untuk menatap selama 5 detik?

Tawan melihat teman-temannya dari jarak yang cukup dekat dan melambaikan tangannya. Dia dapat melihat bahwa anak gorasix juga melihat kehadirannya dengan lambaian tangan yang mereka berikan untuknya.

Tawan yang terlalu terfokus melihat teman-temannya tidak menyadari bahwa ada sekumpulan anak berseragam SMA berlari membawa kayu dan beberapa senjata tajam dari arah berlawanan.

“WOY LARIIIIIIII!!!!! BULUNGAN DARI BELAKANG WARKOP” Joss berteriak dengan kencang memberitahu anak gorasix dan teman-teman Tawan.

“ANJING!!!!” Tawan mengumpat setelah melihat anak bulungan yang datang dengan pasukan yang cukup banyak. Sial sekali nasibnya hari ini.

“ARM OFF GUN LARI. SEMUANYA LARI DULU. MEREKA BAWA KAYU SAMA SAJAM.” Tawan berteriak dengan sekeras mungkin.

Off dan yang lainnya mendengar dengan jelas perkataan mereka dan mulai berlari dengan kencang. Setelah memastikan teman-temannya sudah berlari, dan Tawan yang bersiap ikut berlari merasakan lengannya ditarik dengan kencang.

“Lu bisa lari cepet kan? Gua bakal bawa lu ke jalan tikus.” Joss berbicara dengan cepat. Kaki panjangnya melangkah dengan cepat, mencoba berlari menjauhi anak bulungan.

Kepalanya sesekali menengok ke arah belakang untuk melihat anak bulungan yang berlari mengejar mereka. Sementara anak bulungan di belakang mereka sudah berteriak-teriak mengarahkan pasukannya untuk menyerang gorasix.

“Anjing anak gorasix juga kabur. Kaga ada yang nahan bulungan. Kayaknya mereka gak prediksi bulungan bawa sajam.” Ucap Joss terengah. Keringatnya mengalir deras dari dahinya.

“Bukannya perjanjian gorasix sama bulungan udah gak boleh bawa sajam? Kok bulungan bawa sih brengsek.” Joss berteriak dengan marah. Kepalanya kembali menoleh untuk melihat ramainya anak bulungan di belakang mereka.

Tangannya yang semula menarik lengan Tawan berubah menjadi genggaman tangan yang sangat erat, memaksa lelaki kecil itu untuk berlari secepat yang ia bisa untuk menghindari kejaran anak bulungan.

“Brengsek. Temen-temen gue berhasil kabur gak ya.” Gumam Tawan disela larinya. Dia tidak memperdulikan dirinya sendiri, dia hanya memikirkan teman-temannya saat ini. Kalau mereka terluka sedikit saja maka Tawan akan langsung mengibarkan bendera perang pada vallenty.

Tawan melihat Indomaret di depan mereka dan tersenyum kecil, merasa lega karena akan terbebas dari drama anak bulungan dan gorasix. Namun senyumnya memudar saat Joss menarik tangannya masuk ke dalam gang sempit yang kumuh tepat beberapa meter sebelum Indomaret tempat lelaki itu parkir tadi.

“ANJING LO NGAPAIN. ITU DI DEPAN UDAH INDOMARET BISA NGAMBIL MOTOR LO.” Teriak Tawan dengan emosi.

“Gak akan sempet nyet, anak bulungannya udah deket. Dibelakang kita juga anak gorasix masih pada lari. Belum tentu mereka satu team sama kita, bisa jadi pas kita naik motor mereka halangin kita terus ngambil alih motor gua.”

“Alah brengsek banget dunia.” Tawan mengeratkan genggaman tangan mereka dan mempercepat larinya. Kali ini Tawan yang memimpin jalan yang mereka lalui. Rambutnya berkibar karena angin yang berhembus, belum lagi terik matahari dan adrenalin yang menggebu. Rasanya mendebarkan namun juga menyenangkan, sebagian kecil dari diri Tawan menyukai hal ini.

“Itu itu anak gorasix masuk gang ini. 3 orang kejar mereka cepet.” Teriakan keras dari belakang memecah konsentrasi mereka berdua.

“Brengsek. Gue bukan anak gorasix.” Bisik Tawan pelan.

Joss terkekeh kecil, “Kan udah gua bilang, gak usah main main sama mereka deh. Lu kalau perang sama anak sekolah gua aja.”

“Bacot.” Balas Tawan dengan kasar.

Tawan melirik Joss disebelahnya, lelaki itu bermandikan keringat. Wajahnya tertutup masker, namun hal tersebut tidak menutupi ketampanan lelaki disampingnya. Anjing sekali rasanya. Tawan berusaha menghindari lelaki ini namun lelaki ini malah menyerahkan dirinya untuk terlibat masalah dengan Tawan.

Joss kembali melihat kebelakang, anak bulungan yang mengejar mereka sudah tidak terlihat. Joss melihat warung kecil dan menarik Tawan ke arah sana.

“Berhenti dulu. Gua butuh nafas.” Joss berucap dengan nafas terengah. Keadaan Tawan pun tidak jauh lebih baik dari Joss.

Tawan berjongkok saat sampai di depan warung tersebut. Rasanya gila sekali. Mereka sudah berlari selama 15 menit dan sekarang tidak mengetahui lokasi mereka sendiri dan seberapa jauh mereka berlari.

“Bu numpang sebentar ya bu. Saya sama temen saya.” Joss berucap pada ibu pemilik warung yang melihat mereka dengan tatapan curiga.

“Kalian ini anak sekolah yang suka tawuran itu ya? Kalau iya pergi deh. Saya gak mau warung saya kena amuk.” Ibu pemilik warung mengusir mereka berdua.

Joss mengangkat tangannya sebagai gesture menolak, “Bukan bu saya bukan anak bulungan 70 ataupun 6.” Balasnya cepat.

Joss mengeluarkan dompetnya untuk mengambil kartu pelajarnya dan memperlihatkannya pada ibu pemilik warung sebagai bukti, “Saya anak labschool bu. Kebetulan tadi saya lagi di Indomaret nah anak bulungan sama 6 lagi terlibat tawuran. Karena kita berdua gak pake baju batik sekolah jadi dikiranya bagian dari mereka terus dikejar sampe sini.”

Ibu pemilik warung menganggukkan kepalanya dan membiarkan dua anak tersebut beristirahat di warungnya.

Tawan yang sedang berjongkok mendengar langkah kaki seperti orang berlari dan suara berisik lantas bangkit dan menarik Joss masuk ke dalam warung untuk bersembunyi, “Ada suara lari. Takut anak bulungan sampe sini.”

Joss yang terkejut ditarik Tawan dan sontak ikut berjongkok di balik etalase dan karung beras, Joss juga hanya diam tanpa membalas ucapan Tawan. Matanya melirik ke arah ibu warung dan meminta pertolongan sekali lagi yang dibalas dengusan oleh ibu tersebut.

Benar saja ucapan Tawan, tak lama anak bulungan yang tadi mengejar mereka lewat di depan warung tempat persembunyian mereka saat ini. Baik Tawan maupun Joss menyandarkan tubuh mereka yang tegang dengan sedikit lega.

“Abis ini gue mau bilang Max kalau mau nongkrong bareng di tempat gue aja.” Gumam Tawan kecil.

Joss mengulurkan tangannya dan mengusak rambut Tawan tanpa sadar, “Ya kalau di tempat lu gak akan ada anak yang lari sambil bawa kayu. Sekolah kita pun musuhan karena berebut prestasi bukan tawuran kayak gini. Paling kalau sama lu mah kena bogem tiba-tiba doang.” Ejeknya pelan.

Tawan menepis tangan Joss di rambutnya, lelaki itu bangkit terlebih dahulu, “Gak usah modus lo anjing.” Umpat Tawan dengan kasar, mempastikan suaranya tetap kecil sehingga hanya Joss yang dapat mendengarnya.

Joss yang melihat Tawan sudah kembali menjadi lelaki galak hanya terkekeh kecil, dia bangkit dan mengambil minuman serta makanan ringan untuk dirinya makan. Mencoba memulihkan tenaga yang sudah terkuras habis karena berlari.

Tawan sendiri mencoba menelfon Gun untuk memastikan keadaan mereka dan langsung diangkat pada dering ketiga, “Halo, lo pada aman semua gak?”

“Aman, tadi gue sama yang lain bagi jalan sama anak gorasix, pas mau ke fotocopy kan ada pertigaan terus Off nyuruh mereka ke arah kanan sementara gue ke arah kiri ke fotocopy sama thai tea. Terus kita semua bagi dua, 6 di tukang fotocopy, 5 di thai tea. Sekarang gue sama yang lain udah di jalan nih mau ke tongkrongan. Lo gimana? aman?”

Tawan menghembuskan nafasnya dengan lega, beban dipundaknya terangkat saat mendengar seluruh temannya yang aman tanpa luka, “Aman. Gue gak tau dimana tapi sekarang lagi di warung rumahan gitu. Tadi ada anak bulungan lewat yang ngejar gue tapi gak ketauan kok.”

“Baguslah. Lo mau dijemput gak? share loc sini nanti gue sama yang lain jemput.”

“Gak usah, lo pada langsung ke tongkrongan aja. Gue masih sama Joss. Motor dia masih di Indomaret deket tongkrongan gorasix tadi.” Tolak Tawan dengan suara jengkel.

Terdengar suara tawa Gun yang teredam suara kendaraan lain, “Oke deh Te, have fun sama yayang.”

“Anjing.” Umpat Tawan saat mematikan sambungan telfon mereka.

Tawan melirik Joss yang sedang menikmati rotinya, lelaki itu sudah memakan dua roti dan Tawan sedikit takjub dengan kecepatannya mengunyah makanan.

Mengikuti Joss, Tawan memilih membuka lemari pendingin untuk mengambil pocari sweat, dia juga mengambil roti cokelat untuk dimakannya.

“Tunggu disini dulu ya 10 menit, nanti baru balik ke Indomaret.” Ucap Joss setelah melihat Tawan duduk dengan nyaman.

Tawan menganggukkan kepalanya dan melanjutkan makannya dengan diam. Joss pun merasa tidak ada yang bisa dibicarakan hanya memainkan ponselnya, sesekali melirik Tawan yang makan dengan lambat, sangat berbeda darinya.

Tawan dan Joss menghabiskan waktu bersama, tanpa banyak berbicara, menyibukkan diri dengan ponsel sekaligus memulihkan tenaga yang terkuras habis. Joss juga mengantarkan Tawan kembali ke tongkrongannya yang sudah pasti mendapat surakan dan siulan centil saat motor besarnya berhenti tepat di depan tongkrongan mereka.

Tawan melirik teman-temannya dan menyuruh mereka untuk menutup mulutnya, “Makasih udah nganterin gue.” Ucap Tawan mau tidak mau.

Joss membuka kaca helmnya dan memberikan kerlingan pada Tawan, “No problem. Jangan terlibat sama tawuran lagi ya little orca.”

Tawan mengabaikan ucapan Joss karena terlalu lelah untuk memulai pertengkaran lainnya dengan lelaki tinggi itu, Tawan berbalik meninggalkan Joss yang masih menatapnya dengan pandangan tertarik.

“Oi little orca, jangan lupa buka block gua dan gua bakal lupain bogeman lu kemarin. Gua balik dulu.” Teriak Joss dengan keras sebelum menjalankan motornya dengan cepat.

“Anjing.” Bisik Tawan pelan. Wajahnya memerah karena malu akan kelakuan lelaki iti di depan teman-temannya. Sudah bisa dipastikan bahwa setelah ini dia akan menjadi olok-olokkan selama seminggu ke depan.


note: seluruh cerita di yang dibuat hanyalah fiksi belaka. kalau mau qrt tolong di sensor nama sekolah atau apapun berkaitan dengan sekolah yang disebutkan.

sajam: senjata tajam gorasix: SMAN 6 Jakarta vallenty / bulungan: SMAN 70 Jakarta labschool: SMA Labschool Kebayoran

“This isn't a little debate society. That's high school stuff!” -Sydney Scanberg


Tawan menatap sengit lelaki tinggi di hadapannya, wajahnya menggambarkan kebencian yang jelas. Sementara lelaki yang dimaksud hanya memandang remeh Tawan, jangan lupakan senyuman menyebalkan yang terbit di wajah tanpa cela itu.

“Kali ini apa lagi, little orca? Kenapa lu sampe repot-repot dateng ke tempat yang sering lu katain sarang setan ini?” Lelaki itu berucap dengan nada paling menyebalkan yang pernah Tawan dengar.

“Stop. calling. me. little. orca. you. dickhead. and i dont have any business with you. so back off.” Geram Tawan dengan tangan yang sudah mengepal. Siap memberikan tinju pada lelaki tinggi dihadapannya.

“You used to love it when I called you litte orca.” Balas lelaki itu dengan santai. Mengabaikan ucapan Tawan tentang bagaimana kedatangannya bukan menjadi urusan lelaki itu.

Tawan menarik nafas sebanyak mungkin, mencoba bersabar menghadapi lelaki dengan wajah sok tampan di depannya ini.

“Mana temen lo yang namanya Drake?” Tanya Tawan dengan emosi tertahan.

“Ada urusan apa lu sama temen gua?”

“Fuck off, Joss. I want punch him in the face. right now.”

Lelaki tinggi yang diketahui bernama Joss memperlihatkan wajah terkejutnya yang tentu saja hanya akting belaka, dia sudah memperkirakan hal ini. Dia mendengar bahwa Drake bertaruh untuk mengencani seorang lekaki dari sekolah sebelah, dan setelah ditelusuri lelaki itu adalah salah satu teman gang Tawan.

Cepat atau lambat, Tawan pasti akan datang menghampiri dia dan teman-temannya, dan hal itu ternyata terjadi lebih cepat karena lelaki kecil itu sudah berdiri dihadapannya dengan wajah paling bengis yang dimilikinya.

“Whoa chill out, orcanius kecil. Violence isnt allowed here.”

Ucapan Joss semakin membakar emosi Tawan, Tawan maju dan menabrak bahu Joss dengan keras. Lelaki itu berjalan masuk ke tempat yang sering kali didatanginya hanya untuk bertengkar atau memulai pertengkaran.

“Get out of my way you dickhead.” Bisik Tawan tajam.

Tawan berjalan menuju ruangan tempat mereka berkumpul, dia hanya ingin memberikan Drake satu pukulan diwajah karena lelaki itu bersikap bajingan pada temannya, Frank.

Tawan melihatnya, lelaki beralis tebal dengan wajah campuran yang khas itu sedang tertawa dan bermain uno bersama teman-temannya, mereka semua tidak menyadari kedatangan Tawan karena suara yang bersahut-sahutan dengan keras.

Belum sempat Tawan mendatangi Drake, lengannya sudah ditarik dengan kencang. Tawan menoleh dan mendapati Joss yang menariknya dengan wajah serius.

“Lepasin.” Perintah Tawan dengan emosi.

Joss menghiraukan perkataan lelaki itu dan tetap menarik- atau lebih tepatnya menyeret Tawan untuk keluar dari basecamp miliknya.

“Gua udah bilang gak ada kekerasan disini. Lagipula pake otak lu dong, lu dateng sendiri kalau tiba-tiba tonjok si Drake apa lu ngga dikeroyok temen-temen gua?” Jelas Joss dengan tegas.

Tawan melepaskan cengkraman Joss dilengannya dengan kasar, “Itu sama sekali bukan urusan lo.”

“Itu urusan gua. Lu ada di tempat gua. Kalau lu kenapa-apa nanti gua yang disalahin, orcanius kecil.” Balas Joss dengan jengah. Menghadapi Tawan sangatlah melelahkan, keras kepala lelaki itu cukup membuat Joss geleng-geleng kepala.

Tawan memandang Joss dengan tajam, “Berhenti ngurusin hal tentang gue. Lo sama gue gak pernah sedeket itu.”

“Kepala batu. Cepet lu balik ke sekolah lu. Gua masih baik sekarang.” Joss mengalah saat ini. Jika dia terus meladeni Tawan yang ada nantinya pertengkaran yang terjadi bukan antara Tawan dengan Drake, melainkan dirinya dengan Tawan.

“Fuck.” Gumam Tawan pelan. Tangannya yang terkepal dengan cepat meninju wajah Joss yang berada dihadapannya.

“ANJING!!!” Umpat Joss kasar. Dia dengan refleks memegang rahangnya yang baru saja ditinju oleh Tawan. Rasanya berdenyut menyakitkan, tenaga lelaki kecil itu tidak bisa dianggap sepele. Joss bahkan tidak menyadari bahwa dia akan diberikan bogeman karena dia pikir Tawan akan langsung pergi tanpa melihatnya.

“Salah gua apa nyet?” Tanya Joss emosi.

“Gantiin temen lo. Gue balik dulu.” Tawan berlalu tanpa banyak basa basi. Lelaki itu bahkan tidak menoleh sedikitpun ke arah Joss. Dia cukup puas bisa meninju wajah lelaki menyebalkan itu.

Joss melihat Tawan dengan tatapan yang penuh ketertarikan, baginya tingkah nakal dan juga bar-bar Tawan saat ini membuatnya terlihat sangat menarik dan juga seksi. Sangat cocok untuk dijadikan pasangan.

“Little orcanius, i will make you fall in love with me.” Gumam Joss pelan. Tangannya mengusap pelan rahangnya, dia mungkin akan memberikan satu bogeman pada Drake karena tingkahnya yang bajingan itu.

dan ya akan dipastikan nanti dia juga akan membalas bogeman ini pada Tawan. Jangan hanya karena lelaki itu menarik perhatiannya, dia akan berbaik hati. Dia akan tetap membalaskan bogeman yang diterimanya pada pipi lucu lelaki itu.

Stay With You


Hari kamis.

Sudah empat hari hubungan Tawan dan Joss berjalan begitu saja. Joss yang selalu pulang malam, dan Tawan yang selalu tidur terlebih dahulu tanpa menunggu lelaki itu.

Hari ini hari kamis yang berarti besok Joss akan meninggalkan Tawan selama tiga hari ke Labuan Bajo untuk bekerja.

Tawan bangun terlebih dahulu dan membersihkan dirinya tanpa membangunkan Joss. Lelaki itu bersiap untuk membuat sarapan untuk Joss, kegiatan ini sudah Tawan lakukan selama beberapa hari belakangan.

Tawan merindukan Joss. Sangat merindukan lelaki itu. Tawan tidak bisa merasakan hal yang sama lagi- kupu-kupu berterbangan dan semacamnya tanpa merasakan sedikit cubitan di jantungnya. Setiap Tawan mengenang memori bahagia bersama Joss- perasaan senang itu akan disertai dengan perasaan sakit yang membuat Tawan membuang jauh-jauh imajinasi dan kenangannya.

Hari ini Tawan membuat greek salad dengan dressing olive oil dan perasan air lemon, dan ia juga menambahkan dua butir telur rebus. Resep ini ia dapatkan dari ibu mertuanya, beliau mengatakan Joss menyukai greek salad dan kopi hitam untuk sarapan. Tawan juga menyiapkan egg toast yang resepnya ia dapatkan dari video tiktok.

Tawan menatap dengan bangga hasil masakannya, Tawan membuka apron yang membalut tubuhnya dan bergegas menuju kamar untuk membangunkan Joss yang sepertinya masih tertidur.

Tawan membuka gorden kamarnya, membiarkan cahaya masuk ke kamar dengan bebas. Pemandangan kota Jakarta masih menjadi pemandangan favoritenya setiap pagi. Gedung-gedung pencakar langit itu terlihat menakjubkan. Tawan membiarkan dirinya terlena akan pemandangan di depannya tanpa menyadari lelaki yang menjadi teman hidupnya menggeliat kecil karena terganggu oleh cahaya matahari yang masuk ke kamar mereka.

“Dek?” Panggil Joss dengan suara khas bangun tidurnya. Matanya menyipit berusaha melihat seseorang yang berdiri di dekat jendela kamar mereka.

“Eh kebangun ya kak J? Maaf maaf.” Tawan melemparkan pandangan bersalahnya pada Joss yang masih berbaring di tempat tidur.

“Gak apa. Jam berapa sekarang?” Tanya Joss dengan tangan yang memijat keningnya.

Tawan yang menyadari bahwa Joss terlihat tidak nyaman dan lemas bergegas mendekati lelaki itu, tangannya dengan refleks memegang dahi Joss yang terasa panas.

“Demam...” Gumam Tawan.

Tawan berlari kecil ke kamar belajarnya untuk mengambil nurse kit miliknya. Tawan mengambil termometer, tensimeter, stetoskop, dan kotak berisi obat yang selalu dipersiapkannya.

Lelaki kecil itu membantu Joss untuk bergeser ke tengah sementara dirinya mempersiapkan alat-alat yang dimilikinya untuk mengecek keadaan Joss.

Tawan membersihkan termometer dengan alkohol swab dan menyelipkan alat itu di ketiak sang suami. Tawan juga mempersiapkan tensimeter air raksa yang dimilikinya, agak sedikit merepotkan namun kampusnya mewajibkan mahasiswanya untuk membeli tensimeter air raksa daripada tensimeter aneroid ataupun digital.

Tawan memasangkan cuff 2,5 cm diatas siku Joss, tawan juga memutar valve yang berfungsi mencegah udara yang yang dipompa nanti keluar dari cuff. Tawan memasang stetoskop ditelinganya, dan meletakkan diaphragm di fossa antekubital untuk mendengarkan denyut arteri brankialis Joss, sementara tiga jarinya yang lain ia tempatkan di pergelangan tangan Joss untuk meraba denyut arteri radialis lelaki itu.

Tawan memompa bulb dan mulai memfokuskan diri untuk mendengarkan denyut nadi Joss yang nantinya akan menjadi angka sistolik dan diastolik tekanan darahnya. Tawan terlihat serius sampai akhirnya dia bernafas lega karena tekanan darah Joss berada di angka normal yaitu 120/80 mmHg.

Tawan mengambil termometer di ketiak Joss yang menunjukkan angka 38°C. Suaminya demam, pikir Tawan.

Tawan merapikan alat-alat kesehatan miliknya, tangannya membuka kotak obat dan menemukan plester demam yang selalu disediakannya, berjaga kalau dirinya demam.

Tawan memasangkan plester demam di dahi Joss dan mendapat protesan dari lelaki dewasa itu.

“Memangnya anak kecil dipakein bye-bye fever?”

Tawan hanya terkekeh kecil dan mengusap lengan Joss dengan penuh sayang, “Udah deh kak J dipake aja gak apa-apa. Gak usah malu, no one here duh.” Ledek Tawan sementara Joss hanya mendengus pasrah.

Tawan tersenyum melihat tingkah Joss yang menggemaskan, “Kerja terus sih jadi sakit kan.” Bisik Tawan pelan.

Joss mendengarnya namun dia tidak memiliki tenaga untuk membalas ucapan Tawan. Lelaki itu memejamkan matanya dan menikmati usapan Tawan di lengannya. Rasanya sangat nyaman. Joss merindukan lelaki kecil itu.

“Kak J mau makan apa? Aku bikin greek salad sama egg toast tapi kayaknya mendingan bubur ya? Aku beli bubur dulu kalau gitu...” Tawan bertanya namun dia juga yang memutuskannya, dan Joss menahan rasa gemas. Jika dia tidak sakit mungkin dia akan menarik Tawan ke atas tubuhnya dan mencubit keras pipi lelaki itu.

“Gak usah, greek salad aja sini aku makan.” Lirih Joss.

Tawan yang sibuk dengan ponselnya bermaksud untuk memesan bubur pun berhenti. Tawan mengangguk dan menyingkirkan lengan Joss yang entah kapan sudah melingkar dipinggangnya.

“Sebentar aku ambilin dulu. Kopinya aku ganti susu ya? Kak J mau susu putih apa cokelat?” Tanya Tawan dengan lembut.

“Susu bear brand aja, masih ada kan?”

Tawan hanya mengangguk walaupun dia tahu Joss tidak melihatnya karena lelaki itu memejamkan matanya.

Tawan mempersiapkan seluruh makanan untuk Joss dengan telaten. Sebenarnya kelasnya akan mulai satu jam lagi, namun dia tidak tega meninggalkan Joss sendirian. Tawan berpikir untuk menggunakan jatah bolosnya.

Tawan kembali masuk dengan nampan berisi semangkuk greek salad segelas besar susu, air putih, egg toast dan teh manis untuk dirinya sendiri.

“Kak J makan dulu biar bisa minum obat.” Panggil Tawan dengan lembut.

Joss mengerjap perlahan, tubuhnya benar-benar terasa lemas. Joss duduk dan bersandar di tempat tidur dengan bantuan Tawan.

“Suapin?” Tanya Tawan lagi. Joss hanya mengangguk.

Tawan mengambil sesendok salad dan menyuapkannya pada Joss dengan perlahan. Dahi Joss berkerut merasakan sayuran itu terasa pahit di mulutnya.

“Dek, minta tolong kabarin sekretaris gua kalau gak masuk dulu hari ini. Terus cari kontak Samantha bilang lagi gak enak badan, terus tanyain kalau jadwalnya di undur dulu bisa gak.” Pinta Joss yang langsung dilakukan oleh Tawan.

Tawan menyerahkan ponselnya pada Joss untuk membuka kata sandinya, ini pertama kalinya dalam pernikahan mereka Tawan membuka ponsel Joss. Tawan melihat home screen yang digunakan lelaki itu adalah fotonya bersama teman-temannya, sementara lock screen lelaki itu default dari ponselnya.

Joss memilih melanjutkan makannya sendiri sementara Tawan sibuk dengan ponselnya. Tidak berapa lama kemudian Tawan mengembalikan ponsel sang suami dengan cengiran kecil di bibirnya. Dia tadi sedikit melihat chat suaminya dan isinya hanya grup bersama teman-temannya, grup keluarga, grup kantor, sekretarisnya, dan juga dirinya. Tawan merasa lega, hal kecil seperti ini membuatnya sangat bahagia.

“Udah aku chat. Sini kak J aku suapin lagi.” Ucap Tawan kelewat ceria.

Joss hanya mendengus kecil, entah apa yang membuat suami kecilnya menerbitkan senyuman hangatnya Joss tidak begitu perduli karena ada makanan yang harus dihabiskannya.

“Gak usah, kamu makan aja.” Joss mengambil egg toast dan menjejalkannya pada mulut Tawan yang diterima lelaki itu dengan gigitan yang cukup besar.

Tawan mengambil alih egg toast-nya dan memakannya dengan lahap. Joss menggeleng pelan dan menyelesaikan suapan terakhir makanannya. Tawan yang melihat itu dengan terburu menyelesaikan kunyahannya dan meraih kotak obat yang dia letakkan di nakas.

Tawan mengambil paracetamol tablet dan menyerahkannya pada Joss setelah lelaki itu menghabiskan segelas susunya, “Ini minum dulu obatnya. Abis itu tidur lagi ya kak J.”

Joss menerimanya dan langsung meminum obat itu tanpa banyak bertanya, dia mempercayai Tawan karena lelaki itu memang belajar di bidang kesehatan, dia lebih tau hal-hal seperti ini daripada Joss.

Setelah merapikan semuanya, Tawan kembali ke kamar dan melihat Joss yang sedang mengganti channel televisi.

Tawan duduk bersandar di sebelah Joss dan memainkan ponselnya, mengabarkan pada teman-temannya kalau dia tidak masuk hari ini karena Joss sakit dan harus merawat lelaki itu.

Tawan tertawa atas jokes yang diberikan oleh Arm tentang bagaimana memilih keperawatan berperan penting dalam mengurus suami yang sakit dan sehat.

Joss melirik Tawan yang tertawa dan memutuskan menidurkan kepalanya di paha lelaki itu. Tubuh besarnya mencari kenyamanan di paha sang suami.

“Kamu gak kuliah?” Tanya Joss berbasa-basi.

Tawan meletakkan ponselnya dan menatap Joss dengan tatapan jenaka, “Kak J mau aku kuliah aja?”

“Yaudah kuliah aja. Lagi cuma demam kok.”

Tawan hanya menganggukkan kepalanya, berpura-pura menyetujui ucapan Joss, “Tapi kok kak J gak mau bangun? Kalau masih jadiin paha aku bantal gimana aku mau siap-siap kuliah?”

Joss mengerang kecil, membenamkan kepalanya di perut rata Tawan, “Jawabnya kok gitu?” Protes Joss dengan suara teredam namun Tawan masih bisa mendengarnya dengan jelas.

“Loh terus jawabnya harus gimana?” Tanya Tawan jahil, tangannya mengusak rambut tebal Joss dengan sayang. Matanya menatap jenaka Joss yang terlihat lucu dengan plester demam di dahinya.

“Ya basa-basi. Bilang kalau kamu nemenin kakak disini jadi gak usah kuliah.” Protes Joss.

Tawan tertawa hingga merasakan dadanya sesak, Joss yang sakit adalah Joss yang paling disukainya. Ibu mertuanya sudah pernah mewanti-wanti Tawan bahwa Joss akan menjadi sangat manja saat sakit, dan kali ini Tawan melihatnya sendiri dengan mata kepalanya, Joss sangat menggemaskan dan Tawan rasanya bisa gila.

“Iya iya kak J, aku gak kuliah nih liat aku diem disini oke.” Ucap Tawan disela tawanya.

Joss mendengus dengan keras, merasa malu atas tingkahnya namun dia memang selalu ingin dimanja jika sedang sakit. Untuk kali ini Joss meruntuhkan egonya dan memeluk Tawan dengan erat. Menahan lelaki itu agar tetap disisinya.

“Jangan kemana-mana.” Tegas Joss.

“Kalau ke kamar mandi juga gak boleh kah?” Jawab Tawan jahil.

Joss yang kesal karena Tawan menikmati waktunya menggodanya mengigit perut lelaki itu main-main, Tawan sendiri semakin tertawa dengan keras. Joss lucu sekali. Rasanya Tawan ingin selalu bertemu sisi Joss yang satu ini.

“Berisik.” Omel Joss mengeratkan pelukannya pada Tawan.

Tawan berusaha menghentikan tawanya dan membiarkan Joss memeluknya, tangannya menepuk pelan punggung lelaki itu, merasakan kulitnya yang panas.

“Manja banget suami siapa sih.” Bisik Tawan dengan intonasi ceria yang jelas.

“Suami kesayangan little te.” Gumam Joss dengan tidak jelas karena sepertinya efek samping obatnya sudah bekerja. Joss mulai tertidur dengan tenang, meninggalkan Tawan yang membeku mendengar ucapan Joss.

Tawan mengelus pelan rambut Joss, senyuman kembali terbit diwajah manisnya. Tawan berbisik dengan pelan bahkan nyaris tidak bersuara, “Ya bener. Kak J kesayangan little te. Sampe rasanya bisa gila karena harus nahan rasa sayang sendirian.”

“Sleep well, sayangnya te.”


Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Saat ini baik Joss dan Tawan masih tertidur dengan posisi yang sama. Tawan hanya menambahkan beberapa bantal dipunggungnya agar tidak terlalu sakit saat bangun nanti.

Tawan bangun terlebih dahulu karena suhu yang terasa semakin panas, tadi dia memutuskan untuk menaikkan suhu ac karena Joss harus berkeringat agar suhu tubuhnya turun.

Tawan memeriksa Joss dan merasakan suhu tubuh suaminya tidak terlalu panas seperti tadi pagi. Tawan memindahkan kepala Joss ke bantal dengan hati-hati agar tidak membangunkan lelaki itu. Tawan mengambil termometer dan memasangnya di ketiak Joss untuk memonitor suhu tubuh suaminya.

Sambil menunggu termometer berbunyi, Tawan menutup gorden dan menyalakan televisi agar kamar mereka tidak hanya berisi keheningan.

“Makan apa ya...” Gumam Tawan sendirian. Tangannya sibuk mencari makanan yang bisa dimakan Joss, dan Tawan memutuskan dia akan membeli KFC. Dia akan membelikan Joss, soup KFC sementara dirinya bisa memakan ayam goreng.

Termometer berbunyi dan Tawan meraihnya dengan cepat, 37,4°C. Tawan bernafas dengan lega. Joss hanya butuh beristirahat lebih banyak dan bisa kembali beraktivitas besok.

Sambil menunggu makanan datang, Tawan memutuskan untuk mandi karena tubuhnya lengket oleh keringat. Tawan merapikan tempat tidur agar Joss merasa nyaman, Tawan juga mengecek ponselnya dan menerima informasi dari teman-temannya mengenai tugas individu hari ini.

Tawan menyelesaikan mandinya dalam 20 menit dan mendapat pesan bahwa abang gojek sudah menunggu di lobby. Tawan melirik Joss yang masih tertidur, dia akan cepat mengambil makanan dan kembali ke kamar sebelum Joss bangun dan merengek seperti anak kecil.

Belum sampai di lobby, ponsel Tawan berbunyi dengan nyaring. Tawan lupa mengubah ponselnya jadi mode getar, dan benar dugaannya, suaminya terbangun.

“Halo kak J?” Ucap Tawan dengan ringisan pelan.

“Where are you?” Joss bertanya dengan suara seraknya.

“Sebentar kak J, aku ambil makanan dulu dibawah. Sebentar ya 5 menit.” Ucap Tawan dengan nada yang meyakinkan.

“Cepetan.”

Panggilan terputus. Joss memutuskan panggilan sebelum Tawan sempat berucap. Tawan menghela nafasnya, suaminya sudah manja, galak pula.

Tawan menerima bungkusan makanan berlogo KFC dengan senyuman dan berbalik sambil berlari kecil.

Tawan masuk ke dalam apartment mereka dengan perlahan, ia meletakkan bungkusan makanan meja makan dan berlari kecil ke kamar.

“Telat 7 menit.” Sebuah suara menyapa Tawan yang baru masuk ke dalam kamar. Tawan melihat Joss yang duduk bersandar di kasur dengan wajah yang menekuk.

Tawan menampilkan cengirannya, berjalan mendekati Joss dan merentangkan tangannya dengan lebar. Joss memincingkan matanya namun tetap masuk ke pelukan hangat suami kecilnya.

“I thought you left me...” Bisik Joss pelan.

Joss terlihat seperti singa yang terluka saat ini, matanya menatap Tawan penuh kesedihan namun masih ada kemarahan kecil karena ditinggal. Tawan tidak bisa tidak tersenyum melihat bayi singanya.

Tawan terkekeh kecil, “Ngaco mana ada. I promise to stay kan?” Ucap Tawan mengelus rambut Joss dengan penuh kasih sayang.

“Aku tadi ambil makanan kak J, tapi aku beli KFC. Nanti Kak J makan sup sama nasinya, sama chicken nuggetnya ya, aku buatin telur juga kok.” Jelas Tawan.

Joss mendengus sebal mendengar penuturan Tawan, hanya alasan saja. Tawan pasti ingin makan fried chicken dan dia tidak membeli di McD karena tidak ada supnya makanya dia beli di KFC.

“Ada orang sakit dibeliinnya junk food.” Protes Joss.

Tawan memukul lengan Joss pelan dan tertawa, “Bukan junk food ya kak J. Itu sup ada sayurnya, aku milih menu makanan yang sehat buat kak J tau!!” Jelas Tawan dengan semangat seolah saat ini dia sedang mempresentasikan sebuah temuan ilmiah yang luar biasa.

“Dan kamu pengen fried chicken juga.” Celetuk Joss.

“Nah!! Itu dia yang utamanya.” Tawan tertawa dengan keras hingga tubuhnya bergetar, Joss tersenyum kecil di pelukan Tawan. Senyum pertamanya hari ini.

“Sekarang kak J tunggu dulu, aku siapin menu terenak sepanjang masa oke. Abis itu boleh peluk sepuasnya, tapi minum obat dulu oke.” Tawan melepaskan pelukannya pada Joss dan beranjak keluar kamar untuk menyiapkan makan siang mereka. Joss yang ditinggal hanya memperhatikan lelaki yang menjadi suaminya, Tawan terasa sangat dewasa saat ini.

Biasanya dia memanjakan Tawan namun saat ini dia juga merasa senang dimanjakan oleh Tawan. Rasanya Joss ingin tetap di rumah menghabiskan waktu bersama Tawan, dimanja oleh lelaki itu, masak bersama, menonton film bersama, apapun yang dapat dilakukannya bersama Tawan.

Mereka menyelesaikan makanannya dalam 25 menit, setelah beberapa drama terjadi karena Joss berusaha mencuri kulit ayam milik Tawan dan Tawan yang berusaha melindungi harta karunnya dengan dalih Joss sedang sakit tidak boleh makan junk food.

Saat ini posisi mereka sedang duduk bersandar di tempat tidur dengan kepala Joss yang ditidurkan di bahu Tawan dan menonton anime (pilihan Tawan setelah dia menang suit dari Joss).

Tawan melanjutkan menonton anime kesukaannya Jujutsu Kaisen setelah ketinggalan beberapa episode. Tawan dengan serius menonton anime sementara Joss hanya melihatnya dengan bosan, mencoba mencari tahu dimana letak keseruan dari kartun berjalan ini.

“Dek itu apasih kok ngomongnya salmon, caviar, roe? Udah kayak mau buat sushi.” Protes Joss saat melihat salah satu tokoh berbicara dengan aneh.

Tawan hanya mendengus kecil dan mengabaikan Joss, dia memberikan fokus penuhnya pada salah satu karakter favoritenya Inumaki Toge.

“Yaelah Mahitot.” Erang Tawan saat melihat major antagonist muncul.

“Mahitot? Apatuh?” Tanya Joss lagi, yang sudah pasti diabaikan oleh suami kecilnya.

“Loh itu dia bisa ngomong?” Kaget Joss setelah melihat karakter Inumaki mengucapkan kata Run Away.

Tawan tertawa dengan keras saat melihat Joss menegakkan tubuhnya, “Ya bisa lah. Masa gak bisa? Adalah alasannya kenapa dia ngomongnya salmon tuna dan sebagainya. Aku males jelasinnya jadi kak J biarin aku nonton dengan tenang oke?”

Joss kembali bersandar di bahu Tawan dengan tangan yang memeluk posesif pinggang lelaki itu. Dia kira anime yang Tawan tonton bergenre romance, ternyata ada adegan berantemnya juga dan Joss merasa bahwa anime ini cukup seru.

“Idih itu siapa nutup matanya begitu? Nanti kesandung tau rasa. Mana rambutnya jebrik begitu.” Ucap Joss merasa aneh saat melihat karakter Gojo Satoru.

Tawan sebisa mungkin menahan tawanya saat mendengar komentar dari suaminya, walaupun Joss mengatai suami barunya di dunia gepeng, Gojo Satoru, namun Tawan memakluminya.

Tuna mayo

dan tawa Joss pecah saat mendengar Inumaki berbicara hal aneh lagi, lelaki itu memegang perutnya karena tawanya tidak berhenti.

“Kok itu yang rambutnya jebrik item ngerti sih maksudnya?” Tanya Joss disela tawanya. Tawan sendiri hanya mendengus dan memukul Joss karena menganggu konsentrasinya.

“Kok abis?!” Protes Joss saat episodenya berakhir begitu saja bahkan sebelum pertarungan di mulai.

“Ya sabar ini aku mau ganti ke episode selanjutnya kak J.” Balas Tawan.

“Anjir keren banget.” Puji Joss saat melihat adegan bertarung mereka.

“Eh itu kenapa si tuna mayo kok berdarah.”

“Dek, tuna mayo gak bakal mati kan dek?”

Joss bertanya terus menerus, wajahnya menampilkan ketegangan melihat salah satu karakter yang menarik perhatiannya tumbang.

“Engga he reached his limit aja kak J. Bukan mati kok” Jelas Tawan menenangkan Joss.

Joss bernafas lega dan melanjutkan acara menonton mereka. Tawan mengelus tangan Joss selama menonton, menenangkan lelaki itu saat dirasanya pertarungan yang terjadi begitu keren dan terlihat mustahil ada di dunia nyata.

Setelah menyelesaikan dua episode, Joss akhirnya tertidur kembali. Joss terlihat menggemaskan karena dahinya berkerut dengan lucu, mungkin saja adegan yang ditontonnya masuk ke dalam mimpi lelaki itu.

Tawan bersyukur hari ini dia melewati harinya dengan sangat baik. Setelah meyakinkan diri beberapa hari belakangan, Tawan mulai bisa mengendalikan perasaannya sedikit demi sedikit. Tawan juga sudah bisa bersikap biasa saja sejak kejadian itu.

Tawan meminta Joss untuk berbaring dengan benar yang dibalas Joss dengan gumaman dan posisi yang berpindah, Tawan mematikan televisi mereka dan ikut berbaring di sebelah Joss. Memeluk lelaki itu di dadanya. Merasakan kehadiran sang pujaan hati saat ini.

Seberapa banyak lagi kata yang harus Tawan ucapkan untuk menggambarkan betapa ia mengagumi lelaki yang berada dipelukannya ini, Joss terlalu sempurnya. Lelaki itu telihat seperti sebuah berlian bahkan saat dia tertidur.

Tawan dapat dengan mudah merelakan waktunya hanya untuk menonton Joss tertidur, kebiasaan lelaki itu yang tidur dengan tenang dan sesekali berucap sepatah kata membuatnya terlihat sangat menggemaskan dan Tawan sangat ingin menggigit hidung lelaki itu jika ia diizinkan.

Bahagia.

Satu kata yang menggambarkan keadaan Tawan saat ini. Menghabiskan waktu bersama Joss, bahkan menonton anime favoritenya bersama lelaki itu, sesuatu yang dia tidak pernah bayangkan dalam hidupnya namun terjadi begitu saja. Tawan akan mengingat hari ini menjadi salah satu hari paling membahagiakan dalam hidupnya.

Perasaan bahagia itu meluap dengan bebas di aliran darahnya, membuat jantungnya berdegub menyenangkan. Tawan berusaha menyingkirkan hal-hal yang membuatnya sedih, untuk hari ini biarkan Tawan menikmati kebahagiaannya.

Karena Tawan tidak bisa memprediksi masa depan, bisa saja besok semuanya akan kembali seperti sebelumnya. Dingin dan juga asing. Jadi untuk saat ini, biarkan Tawan memeluk tubuh hangat Joss sebanyak yang ia bisa.

dan untuk saat ini biarkan dia mengakui bahwa dia mencintai pujaan hatinya, Joss Wayar. Dia berjanji besok ia kembali memainkan perannya menjadi Tawan yang tidak mencintai lelaki bernama Joss Wayar.

The Reality


Tawan memasuki mobil yang sudah menunggunya selama 5 menit, di dalam mobil ada teman-temannya yang menyapanya dengan senyuman lebar dan suara yang berisik.

“Good morning juga guys.” Jawab Tawan seadanya.

Tawan memakai seatbelt dan menerima uluran starbucks dari Namtan, “Keren tau aja gue lagi mau kopi.” Ledek Tawan.

“Lo tadi ngechat gue ya minta beliin starbucks dulu. Nyusahin.” Omel Namtan pada Tawan.

Tawan sendiri hanya terkekeh dan menyesap caramel macchiatonya, matanya menatap jalanan Jakarta yang selalu macet saat pagi hari. Harusnya mereka khawatir karena pasti akan telat saat masuk kelas, namun penanggung jawab mata kuliah pagi ini mengabarkan kalau dosen mereka akan telat 30 menit dari jadwal yang telah ditentukan.

“Kenapa muka lo pahit banget?” Kali ini Gun yang bertanya karena melihat wajah Tawan yang tidak seceria biasanya.

“Masih mikirin mimpi lo?” Tanya Arm saat Tawan tidak juga memberikan jawaban.

Tawan hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Lelaki itu belum membuka suaranya sejak Gun bertanya.

Namtan menghela nafasnya lelah, “Lo gak mau ke professional gitu? Kalau emang menurut lo udah mengganggu coba deh.” Saran perempuan itu.

“Terus keluhan gue apa? Gue bilang kalau gue selama 3 bulan mimpiin cowok cakep terus gue pacaran sama dia di mimpi itu?” Tanya Tawan dengan sarkas.

“Ya coba aja gapapa, siapa tau mereka ada jawabannya? Dunia itu penuh misteri Te. Ada hal yang bisa dijelasin pake science dan ada hal yang memang terjadi gitu aja tanpa penjelasan yang jelas.” Kali ini Arm yang menjawab.

“Gue bukan risih sama mimpi gue, udah 3 bulan gue mimpi udah mulai terbiasa walaupun masih kaget-kaget dikit.” Ucap Tawan pelan.

“Terus?” Tanya Gun.

“Gue takut..” Bisik Tawan pelan.

“What if I fell in love with him?” Lanjut Tawan dengan suara pelan.

Arm memberhentikan mobilnya dengan tiba-tiba, untung saja mereka terjebak macet. Kalau tidak Arm yakin mobil dibelakangnya akan menabraknya dengan cukup keras.

“Gila lu?” Tanya Arm dengan wajah terkejutnya.

Namtan memijit dahinya yang tiba-tiba terasa berdenyut, begitupun Gun yang menatap Tawan tanpa berbicara sepatah katapun, terlalu terkejut akan entah itu disebut pertanyaan ataupun pernyataan Tawan.

“Kok lo bisa mikir gitu....” Tanya Namtan hati-hati.

Tawan melemaskan bahunya, dia bersender pada pintu dengan tenaga yang tersisa sangat sedikit.

“I don't know? I'm just afraid. Mimpi gue selalu ngasih hal-hal baik tentang cowok itu, disitu gue ngeliat bahwa diri gue bahagia banget, gue disayang banget. Bahkan kayaknya si cowok itu bisa ngasih segalanya buat gue, bahkan tangan dia masih kerasa hangatnya sampe sekarang.” Cerita Tawan pada teman-temannya.

“Kalau boleh jujur, sebenernya gue merasa iri sama Tawan yang ada di mimpi gue karena dia bisa ketemu cowok kayak Joss. Dia punya Joss disisinya, dia punya Joss yang jadi tempat bersandar, dia punya Joss buat berkeluh kesah.” Lanjut Tawan.

Teman-temannya lebih dari mengerti apa yang Tawan rasakan, lelaki itu kehilangan sosok ayah dalam keluarganya sejak kecil. Ibunya tulang punggung keluarga, Tawan tidak pernah kekurangan materi atau apapun namun Tawan kekurangan kasih sayang dari figur seorang ayah.

“Beneran sosok Joss gaada di dunia ini? Lo udah nyari kan?” Tanya Gun dengan intonasi suara yang lebih halus.

“Gak ada, gue udah cari ditwitter tapi gak ketemu. Apa dia namanya bukan Joss ya?” Gumam Tawan.

Namtan membasahi bibirnya sekilas dan bertanya pada Tawan, “Apa yang bikin lo ngerasa kalau lo bisa jatuh cinta sama sosok Joss ini?”

Tawan berbalik dan menatap Namtan dengan mata indahnya, “He had those kind of eyes that shone with the light of everything will be alright.”

Namtan lagi-lagi mengela nafasnya dengan pasrah, temannya ini benar-benar hampir jatuh cinta pada sosok imajinasi yang diciptakan oleh alam bawah sadarnya sendiri.

“Oke-oke, but please Tawan. Can you stop that feeling? sebelum lo semakin jatuh. He's not real. He's just your imagination. I don't want you to get hurt with your expectations okay?” Ucap Namtan tegas namun hati-hati.

“Inget Tawan, Joss gak nyata. Lo boleh bahagia punya dia, tapi selalu inget kalau Joss hanya bagian dari bunga tidur lo. Jangan jatuh cinta.” Namtan menegaskan ucapannya sekali lagi agar Tawan paham dan mulai merefleksi tindakannya.

“We are all here for you, if you're sad, you have us. You can share your thoughts with us.” Sambung Gun pada Tawan saat melihat temannya yang menunjukkan wajah sedih.

Tawan kembali duduk dengan tegap dan menatap jalanan di depannya, Tawan menggigit bibirnya pelan memikirkan ucapan Namtan. Namtan selalu benar, perempuan itu selalu tau apa yang terbaik untuknya. Tawan berkali-kali diselamatkan oleh Namtan dari jahatnya ekspetasi yang dibuat dirinya sendiri.

Tawan menoleh ke arah Namtan dengan senyum kecil yang terbit diwajah lucunya, “I'll try. Thank you, Namtan.”

The Boy and The Dreams

note: ✧bold: naration in dreamsbold italic: conversation in dreams

Tawan menatap sekelilingnya dengan pandangan berbinar, dia sangat hafal tempat ini. Tempat ini sudah sering didatanginya selama 3 bulan belakangan. Tawan berjalan dengan lambat, jari-jarinya meremas satu sama lain untuk menyamarkan debaran jantung yang semakin kuat disetiap langkah kakinya.

Tawan membuka satu pintu yang sangat familiar untuknya, tangannya terasa gemetar namun dia tetap membuka pintu tersebut dengan sebuah tarikan nafas,

“Joss?” Panggil Tawan dengan pelan pada lelaki yang duduk di dekat jendela dengan secangkir kopi yang terlihat masih panas dengan asap yang mengepul di atasnya.

“Te?” Jawab Joss memberikan senyuman lembutnya pada lelaki yang hanya menimbulkan kepalanya di pintu kamarnya.

“Hehehe lagi sibuk gak?” Tanya Tawan pada lelaki itu.

“Engga. Kenapa emangnya?”

Tawan hanya menggelengkan kepalanya dan masuk ke kamar itu dengan langkah pelan. Tawan kembali memperhatikan kamar yang seringkali dia datang hanya untuk bertemu dengan lelaki bernama Joss ini.

Joss menepuk pahanya memberi isyarat untuk Tawan duduk diatasnya, wajah Tawan yang sebelumnya terlihat pucat mulai menampilkan warnanya. Tawan terkekeh pelan namun tetap mendatangi Joss dan duduk di atas paha lelaki itu.

“Kangen.” Bisik Joss diperpotongan leher Tawan sambil menghirup wangi bayi yang menguar dari tubuh lelaki yang menemaninya hampir setiap hari ini.

Tawan mendengus pelan, “Kan setiap hari ketemu.” Protesnya saat merasakan Joss memeluknya terlalu erat.

“I don't know, I feel like you will disappear whenever I close my eyes.” Bisik Joss lagi.

Tawan hanya terkekeh menampilkan giginya yang rapi dengan senyuman manis yang membuat parasnya terlihat semakin sempurna, “Ngaco. Sekarang kita mau ngapain? Gak mungkin di kamar aja kan? Dari kemarin kita udah di kamar doang. Bosen.”

Joss hanya tertawa melihat ekspresi Tawan yang memperlihatkan kebosanan yang jelas, sebenarnya dia akan mengajak Tawan mengunjungi seaworld hari ini. Tawan sangat menyukai binatang, Joss akan mengajak lelaki itu bertemu dengan salah satu hal yang membuatnya bahagia.

“Mau ke seaworld gak?” Tawar Joss.

Tawan dengan cepat menatap Joss dengan binaran bahagia yang terpancar jelas di matanya, “Mau!! Mau!!” Balasnya dengan semangat.

Joss tertawa semakin keras melihat Tawan sangat antusias, tangannya mengelus pelan rambut Tawan menyalurkan seluruh perasaan yang dimilikinya.

“Ayo kita ke seaworld.” Ucap Joss.

Tawan tersenyum lebar dan berdiri dengan tangan yang diulurkan untuk membantu Joss berdiri dari duduknya.

“Oh iyaaa, Joss. Aku mau tanya.” Ucap Tawan dengan mata berbinarnya.

“Apa?” Sahut Joss seadanya.

“Kemarin tuh setelah kita buat soft cookies dan nonton netflix bareng, kita ngapain aja ya? Aku kok lupa.” Tanya Tawan dengan wajah yang menampilkan kebingungan.

Senyum Joss menghilang perlahan dari wajah tampannya, lelaki itu menatap Tawan dengan pandangan yang sukar diartikan. Joss mengusap rambut Tawan dan menjawab pertanyaan lelaki itu,

“Te, kamu lupa?” Tanya Joss dengan suara pelan.

Lelaki yang dipanggil Te itu memiringkan kepalanya dan menggeleng tidak mengerti, “Iya aku kok gak inget kita ngapain. Coba kasih tau aku, siapa tau kamu inget.” Ucapnya dengan semangat.

Joss menipiskan bibirnya, “Te, kita kemarin kita nonton netflix sampe ketiduran, kita nonton 2 film horror judulnya Sabrina, Kafir, dan 2 episode dari Emily in Paris.” Jelas Joss pada Tawan.

Tawan hanya mengangguk pelan, mencoba mengingat kegiatan yang dilakukkannya kemarin bersama lelaki ini. Namun ingatan itu berhenti pada bagian mereka mulai menonton netflix bersama, Tawan berusaha tidak memperdulikkannya. Mungkin dia hanya kelelahan sampai tidak bisa mengingat tentang ingatannya kemarin.

“Yaudah, ayo?” Tawan kembali mengulurkan tangannya pada Joss yang masih berdiri dalam diam.

Joss menampilkan senyuman kecilnya, menyambut uluran tangan Tawan dengan hangat. Joss menggenggam tangan Tawan dengan erat dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya, cuaca yang mulai dingin karena sudah memasuki musim penghujan.

“Nanti aku mau foto sama lumba-lumba, mau cari ikan hiu, terus ikan nemo, ikan dori juga.” Celoteh Tawa pada Joss selama perjalanan.

Joss menyetir mobil dengan satu tangan, karena dia harus menggenggam tangan Tawan dengan erat. Seolah takut lelaki kecil itu menghilang dari sisinya jika genggaman tangan mereka dilepaskan.

“Terus abis liat ikan, mau makan apa?” Tanya Joss saat Tawan sudah selesai menceritakan kegiatan yang akan dilakukannya di seaworld.

“Makan seafood yuk di angkringan gitu.” Ajak Tawan dengan semangat. Tangannya meremas tangan Joss dengan antusias.

Joss tertawa kecil, “Lah tega banget. Abis liat ikan di seaworld terus mau makan ikan dan lainnya?”

“Itu udah beda konteks, jangan bikin aku jadi keliatan jahat deh.” Gerutu Tawan dengan bibir yang mencebik lucu.

Joss semakin tertawa dengan keras, tangannya dengan refleks mengusak rambut Tawan dengan gemas. Membiarkan lelaki itu semakin mencebikkan bibirnya karena rambutnya yang berantakan.

Tangan Joss yang semula menggenggam tangan Tawan kini sudah sepenuhnya memegang setir mobil. Tawan mengubah posisi duduknya dan menatap Joss dengan pandangan sedihnya.

Joss yang merasa terganggu akan tatapan mata Tawan berdehem pelan dan bertanya, “Kenapa?”

“Tangan?” Tanya Tawan dengan suara manjanya.

“Hahahaha” Joss memegangi perutnya yang terasa sakit karena terlalu banyak tertawa, lelaki itu melirik Tawan yang masih menampilkan wajah sedihnya.

Joss meletakkan tangannya di kepala belakang Tawan dan mendorong pelan kepala lelaki itu ke arahnya.

Cup

Joss memberikan kecupan singkatnya pada dahi Tawan dengan senyuman yang tak pernah luput dari wajah tanpa cela itu.

“Tangannya nanti lagi ya? Liat, beberapa puluh meter lagi nanti masuk ke jalur cepat. Nanti ribet kalau cuma satu tangan.” Jelas Joss pada Tawan sambil menunjuk jalanan yang menampilkan rambu bertuliskan jalur cepat khusus kendaraan beroda empat.

Tawan merasakan wajahnya memanas, terutama disekitaran pipi dan telinganya. Tawan memilih mengabaikan ucapan terakhir lelaki yang berada disampingnya dan memperhatikan jalanan kota Jakarta yang cukup ramai siang ini.

“Ngantuk gak? Tidur dulu, nanti aku bangunin. Masih jauh ini jalannya.” Tawar Joss saat melihat Tawan menguap sekaligus mengalihkan fokus Tawan pada kecupan yang baru saja diterimanya.

Tawan yang memang merasa mengantuk memilih memundurkan kursi yang didudukinya dan mengambil boneka macan yang memang tersimpan dengan rapih di mobil Joss.

“Nanti bangunin ya.” Pinta Tawan dengan suara pelan.

“Sleep well, Te.” Bisik Joss pelan.

Joss kembali fokus pada jalanan dan menghidupkan radio di mobilnya untuk menemaninya berkendara. Sesekali Joss akan melirik Tawan yang sudah tertidur pulas dengan boneka macan yang dipeluknya dengan erat.

Boneka itu Joss berikan pada Tawan karena Tawan berhasil mengalahkannya saat bermain bulu tangkis bersama.

30 menit berlalu, Joss sudah sampai pada destinasi wisata yang menjadi tujuannya dan Tawan hari ini.

Joss memarkirkan mobilnya, tangannya membuka seatbelt yang sejak tadi membungkus tubuhnya. Joss melirik Tawan yang masih pulas dalam tidurnya.

Joss bangkit dan mencoba membuka seatbelt yang berada di tubuh lelaki itu agar lebih leluasa. Tangannya mengelus pipi Tawan yang sekarang mulai menirus.

“Te?” Panggil Joss dengan lembut. Tangannya tidak berhenti bermain di wajah rupawan Tawan. Terkadang Joss mencubit pipi Tawan, menekan hidung lelaki itu, dan memainkan bulu mata lelaki itu yang membuat Tawan merasa terusik.

“Te ayo bangun, udah sampe nih di seaworld. Jadi mau liat lumba-lumba kan?” Kali ini Joss memanggil Tawan dengan suara yang cukup keras, namun ternyata masih belum ampuh untuk membangunkan lelaki itu.

Joss tidak habis akal, lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Tawan dan tersenyum kecil, “Kalau gak bangun juga nanti aku cium.” Ucap Joss pada Tawan yang masih memejamkan matanya.

Warning!🔞 kinda nsfw

Kedua tangan Joss menangkup wajah Tawan dengan lembut, matanya menatap Tawan dengan penuh pemujaan. Joss tersenyum kecil sebelum mendaratkan bibirnya pada bibir Tawan.

Mencium lelaki itu dengan lembut dan penuh perasaan, Tawan yang merasa tidurnya terusik membuka matanya dan terkejut saat melihat wajah Joss yang sangat dekat dengannya.

Tawan dengan refleks mencengkram bahu Joss saat lelaki itu mulai melumat bibirnya, Tawan hanya bisa mengikuti alur ciuman Joss dengan jantung yang berdetak dengan sangat keras.

Tawan menepuk bahu Joss dengan cukup keras saat merasa pasokan oksigen di paru-parunya menipis, Joss yang mengerti melumat bibir Tawan sekali lagi dan melepas ciuman mereka dengan nafas terengah.

Joss menampilkan cengiran jahilnya dan mengerling nakal pada Tawan, “Akhirnya bangun juga.”

Tawan dengan wajah yang memerah mencubit lengan Joss sampai lelaki itu mengerang kesakitan, “Males banget, ngambil kesempatan pas aku lagi tidur?”

Joss hanya tertawa kecil, dan mendekatkan wajahnya pada Tawan, “Your lips taste like strawberry. Can I kiss you again?” Bisik Joss dengan intonasi mengejeknya.

Tawan hanya bisa membulatkan bibirnya terkejut mendengar bisikan Joss, Tawan dengan semakin rusuh berusaha memberikan cubitan pada Joss sementara lelaki itu menghindar dengan suara tawa yang menggelegar memenuhi mobil.

“Oke oke nyerah nyerah.” Pasrah Joss, tangannya dia posisikan ke atas sebagai tanda bahwa dirinya kalah.

Tawan menampilkan cengirannya dan bersiap memberikan sentilannya pada dahi Joss.

“Loh kok jadi sentilan?” Protes Joss saat menyadari bahwa Tawan tidak berposisi seperti orang yang ingin mencubit.

“Suka-suka dong wleee.” Ledek Tawan tengil. Tawan menarik wajah Joss mendekat ke arahnya, sementara Joss melebarkan senyumannya saat wajahnya hanya berjarak 5 cm dari wajah Tawan.

Tawan memposisikan kedua jarinya di depan dahi Joss, namun sebelum sempat dirinya memberikan sentilan pada dahi sang lelaki yang lebih besar, Joss terlebih dahulu memajukan wajahnya dan mengecup bibir Tawan sekali lagi dengan senyuman lebar yang menghiasi wajah tampannya.

“I love you...” Bisik Joss persis di depan bibir Tawan yang baru saja dikecupnya.

“I love you Te, please don't leave-”


“ABANG BANGUNNNN!!!” Tawan membuka matanya dengan terkejut mendengar suara gedoran pintu disertai suara seseorang memanggil namanya.

“Abang!!!! Hari ini abang kuliah, abang kata bunda di suruh bangun, mandi terus sarapan.” Suara itu berteriak lagi lebih keras untuk membangunkan Tawan.

Tawan melirik jam di nakasnya, jarum jam menunjukkan angka 7 pagi. Tawan dengan terburu duduk dan mengambil gelas berisi air putih yang selalu disiapkannya sebelum tidur dan meminumnya dengan rakus, seakan-akan Tawan dehidrasi akibat terlalu banyak beraktivitas.

“Mimpi itu lagi? Joss?” Bisik Tawan pada dirinya sendiri.

“ABANG?????” Teriak sebuah suara lagi.

“Berisik Nanon, gue udah bangun.” Teriak Tawan dengan suara khas bangun tidurnya.

“Oke, jangan tidur lagi abang nanti diomelin bunda.” Suara itu perlahan menghilang meninggalkan Tawan dikamarnya seorang diri dengan keheningan yang menyiksa.

Tawan mengusap wajahnya dengan lelah, selama 3 bulan belakangan ini dia selalu bermimpi tentang lelaki yang bernama Joss

Tawan tidak mengenal lelaki itu, demi Tuhan bahkan dia tidak memiliki teman bernama Joss atau apalah itu. Tawan menatap gelas yang dipegangnya dengan pikiran yang berkelana mengingat detail mimpi yang selalu dimilikinya setiap malam.

Mimpi itu rasanya sangat nyata, seperti sebuah cerita yang bersambung. Setiap hari Tawan akan memiliki mimpi yang berbeda namun dengan orang yang sama, seseorang dengan rambut berwarna hitam dengan wajah rupawan yang memperkenalkan dirinya sebagai Joss, tiga bulan yang lalu, saat Tawan memiliki mimpi aneh ini pertama kali.

Tawan sudah mencoba mengabaikannya, menganggap mimpi tersebut hanyalah bunga tidur. Namun Tawan juga tidak habis pikir, apa arti dari mimpi tersebut? Mengapa dirinya dan Joss terlihat seperti sepasang kekasih?

Tawan ingat sekali saat itu, saat pertama kali dia bertemu Joss di mimpi, Tawan sedang duduk di sebuah cafe bergaya retro dan seorang lelaki dengan senyuman mendatanginya dan memeluknya dengan erat. Tawan sempat kebingungan, namun lelaki itu memperkenalkan diri sebagai teman dekat yang dijumpainya melalui aplikasi bernama twitter.

Saat terbangun dari tidurnya dengan mimpi aneh itu, Tawan langsung membuka aplikasi dengan logo berwarna biru dan mencari akun twitter yang memiliki keterkaitan dengan nama Joss, namun nihil. Tawan tidak menemukannya.

Seharian itu Tawan kebingungan karena biasanya jika dia bermimpi tentang seseorang yang tidak dikenalnya, saat ia terbangun dari tidur, Tawan akan langsung melupakan wajah orang itu. Namun Joss berbeda, bukannya lupa, Tawan malah sampai mengingat suara Joss yang berat dan pancaran matanya yang menunjukkan kesan jenaka dan nakal.

Saat pencariannya pada lelaki yang muncul di dalam mimpinya berakhir karena tidak menemukan apapun tentang lelaki itu, Tawan berusaha melupakan mimpi yang dia alami. Lelaki itu berpikir positif bahwa dia hanya sedang kelelahan makanya mimpi yang dimilikinya sedikit aneh.

Lalu mimpi yang sama kembali datang 2 hari kemudian, Tawan merasa semakin gelisah. Karena di mimpi tersebut pertama kalinya Tawan merasakan kisah asmara, lebih parahnya dengan lelaki yang tidak dikenalnya di dalam sebuah mimpi yang seharusnya hanya menjadi bunga tidur.

Tawan mencari arti mimpi yang dialaminya, namun semua artikel yang dibacanya mengatakan bahwa mimpi yang dialaminya bisa terjadi mungkin karena ada persoalan yang belum selesai diantara kedua orang itu, namun Tawan membantahnya dengan cepat karena dia belum pernah sekalipun bertemu Joss.

Selama seminggu Tawan berusaha mencari tau apa yang terjadi dengan dirinya, namun Tawan menyerah karena tidak ada hal yang tepat untuk menjelaskan alasannya bermimpi tentang Joss. Akhirnya Tawan menerima mimpinya yang terus menerus terjadi hingga sekarang sudah terjadi selama 3 bulan.

Meskipun sudah mulai menerimanya, Tawan tetap sering kali terkejut karena dia merasa perbedaan yang sangat besar antara kepribadiannya disini dan di dunia mimpi. Selain itu, seluruh afeksi yang berikan Joss kepadanya juga membuatnya takut.

Tawan takut akan jatuh cinta pada lelaki itu, karena setiap kali Tawan mengulang kembali mimpinya. Tawan merasakan hatinya menghangat dan detakkan jantung yang dirasakannya di mimpi, mulai dirasakannya secara nyata.

Tawan memijat pangkal hidungnya dengan lelah, “Joss.” Gumam Tawan dengan suara yang serat akan rasa frustasi. Tawan sangat takut dengan pikiran bahwa dia bisa saja jatuh cinta pada sosok imajinasi yang diciptakan oleh alam bawah sadarnya sendiri.

Small talk


Tawan masuk ke kamar setelah jarum jam menunjukkan angka 11. Setelah Nanon pulang dan membawa banyak makanan, dirinya dan Nanon menghabiskan waktu di kamar lelaki itu dan menonton anime bersama dan berakhir Nanon tertidur terlebih dahulu.

Joss sendiri mengobrol dengan ayah mertuanya sambil melihat-lihat album foto Tawan saat masih kecil, lalu lelaki itu memeriksa pekerjaannya untuk seminggu ke depan.

“Kak... Udah tidur?” Tawan berucap dengan nada pelan karena tubuh Joss yang membelakangi pintu kamarnya.

Joss membalikkan tubuhnya ke arah Tawan dan tersenyum kecil sambil menepuk tempat disebelahnya yang kosong.

“Belum dek, sini tidur. Udah sikat gigi belum? kalau belum, sikat gigi dulu gih.”

“Udah tadi aku gak makan apa-apa lagi kok setelah makan eatlah...” Jelas Tawan menunjukkan gigi rapihnya.

Joss hanya tertawa singkat dan merentangkan tangannya karena Tawan terlihat ingin melompat ke arahnya untuk sebuah pelukan.

“Pelan dek- aw” Ringis Joss setelah Tawan benar-benar melemparkan tubuhnya ke arah Joss. Tawan sendiri hanya tertawa dan memeluk Joss semakin erat.

Joss mengusap punggung Tawan dan mengecup pucuk kepala lelaki kecil itu beberapa kali. Pikirannya berkelana atas keputusannya menerima semua tawaran model. Rasanya salah namun dia sudah mengambil jalannya.

“Kak J.....” Panggil Tawan pelan.

“Hm... Kenapa?”

“Kak J, aku seneng banget. Serius ini tmi tapi dua hari kemarin sama kak J rasanya bikin aku seneng. Stress aku rasanya ilang semua!!” Tawan memulai ceritanya dengan semangat.

Joss sendiri merasakan jantungnya jatuh ke perut mendengar penuturan penuh semangat lelaki yang berada didekapannya.

“Kenapa?” Joss bertanya yang dihadiahi kerutan dahi tidak mengerti dari Tawan.

“Kenapa keliatannya seneng banget? Kan cuma diajak ke pantai....” Lanjut Joss.

Tawan melepas pelukan mereka dan mendongkakkan kepalanya untuk melihat wajah sempurna Joss, meskipun Tawan melihatnya dari bawah namun garis-garis wajah Joss masih terlihat menawan.

“Loh? Masa gak seneng. Kan liburan, aku seneng liburan sama orang yang aku sayang tau kak. Emang kak J engga seneng?” Tanya Tawan dengan polos.

“Seneng kok...” Bisik Joss pelan.

“Glad to hear that, kirain aku seneng sendirian terus kak J-nya gak seneng. Gak adil kalau gitu hehe” Jelas Tawan.

Joss terdiam, menimbang pertanyaan yang sudah ditahannya sejak pagi tadi. Jika dia bertanya sekarang, apa akan merusak suasana yang tercipta?

Namun jika Joss tidak menanyakannya, dia akan terus membentuk sebuah dinding tak kasat mata dan Joss yakin Tawan akan menyadarinya.

“Dek....” Panggil Joss lagi.

“Apa kak?”

“Kemarin pas kita baru selesai sex, apa kamu inget yang kata yang kamu ucapin ke aku?” Gamble for future, itulah Joss yang pikirkan saat ini.

“Hah?” Tanya Tawan dengan intonasi kebingungan yang jelas.

“Don't you remember?”

“Bentar, emang aku bilang apa ke kakak? Apa aku ngomong jelek ya? Atau aku ngatain kakak? Atau apa...” Ucap Tawan dengan sedikit panik.

Joss mengusap punggung Tawan untuk menenangkan lelaki itu, “No... none of them. Kamu jadi gak inget?”

Tawan menggeleng dengan pasti, “Engga... Aku pasti ngomong jorok ya? Kakak pasti kaget sama tingkah aku....”

“Hm... iya jorok banget sampe aku kaget. Tapi gak apa apa kalau kamu gak sadar berarti omongan kamu gak serius kan?” Sahut Joss pelan.

Tawan melepaskan pelukan mereka dan terduduk disamping dengan wajah cemberutnya, “Iya gak serius kak, paling aku ngelantur karena ngantuk dan capek. Maafin kak? Ucapan aku gak terlalu parah kan? Aku gak katain kakak nama binatang kan?”

“Engga sayang. Cuma ucapan biasa aja. Aku gak tanggepin serius juga.” Bisik Joss pelan.

“Baguslah kalau gitu....”

Joss menarik Tawan untuk kembali tidur dalam rengkuhannya, dadanya terasa lega. Tawan tidak mengingatnya, maka Joss akan berpura-pura untuk tidak mengetahui apapun.

“Minggu besok, aku jadwalnya penuh pemotretan, nanti aku pulangnya malem. Kamu mau tidur di sini dulu selama seminggu?” Joss kembali memulai percakapan mereka.

“Huh?”

“Iya maaf aku padetin jadwal diminggu besok dan gak bilang kamu, tapi biar ada weekend banyak aja minggu depannya...” Ucap Joss penuh kebohongan, padahal dia mengambil jadwal untuk menghindari lelaki itu.

“Gak apa-apa kak aku di rumah aja, nanti kalau kesepian atau takut. Aku boleh ajak temen-temenku nunggu sampe kakak pulang kan?” Tanya Tawan.

“Boleh.” Balas Joss.

Tawan menyusupkan kepalanya ke dada Joss dan mulai memejamkan matanya, pelukan Joss masih terasa hangat. Tawan merasakan kecupan kecil yang tidak berhenti dilayangkan lelaki itu pada kepalanya. Rasanya sangat menenangkan.

Tawan sangat mencintai Joss Wayar sampai rasanya dia bisa melakukan apapun agar lelaki itu tetap disisinya, meskipun harus berbohong untuk tetap baik-baik saja meskipun pada realitanya, dia sedang tidak baik-baik saja, dan mungkin tidak akan pernah baik-baik saja dengan fakta yang diketahuinya saat ini.

“Kak, I love you. I really do.” bisik Tawan tanpa suara. Berharap suatu saat nanti dia bisa mengucapkannya dengan lantang tanpa harus takut Joss akan menjauhinya.