Josstay: Nikah Muda
I'm sorry
⚠️ It may break your heart
Pagi ini Tawan mengantarkan Joss ke bandara. Lelaki itu akan ada pekerjaan di Labuan Bajo sampai minggu dan baru kembali ke Jakarta senin nanti. Beruntungnya hari ini prakteknya di kampus mendapatkan giliran sesi kedua sehingga dia bisa mengantarkan suaminya ke bandara terlebih dahulu.
Bandara selalu menjadi tempat yang ramai namun juga sepi secara bersamaan. Perasaan suka dan duka bersatu di tempat ini, ada senyum bahagia ketika menyambut kedatangan dan ada juga senyum kesedihan karena melepas kepergian, dan Tawan tidak diantara keduanya. Dia tidak mengerti apa yang ia rasakan, sebagian dirinya sedih, namun sebagian lainnya merasa baik-baik saja.
“Mau beli camilan?” Sebuah suara menyadarkan Tawan dari lamunannya.
“Huh?” Tawan menjawab dengan linglung.
Joss, lelaki yang bertanya hanya terkekeh melihat wajah kebingungan suami kecilnya, “Ngantuk banget ya? Maaf ya semalem kakak malah bikin kamu gak tidur.”
Wajah Tawan sontak memerah dengan cepat, bayangan keduanya bergumul di tempat tidur semalam dengan cepat menguasai otaknya, “Apaan sih engga.”
“Tapi beneran gak sakit kan? Kamu maksa ikut padahal bisa istirahat aja di rumah.” Lanjut Joss dengan santai tanpa memikirkan reaksi dari Tawan yang semakin merasakan panas di wajahnya.
Tawan mendorong Joss dengan agak keras dan berjalan meninggalkan lelaki yang saat ini sedang terkekeh, “Mau kemana?” Teriak Joss.
“Mau beli Roti'O, kak J mau gak?” Balas Tawan dengan berteriak juga. Mereka seakan tidak sadar bahwa suara mereka berdua menarik perhatian beberapa orang.
Joss berlari menyusul Tawan setelah menaikkan maskernya, menutupi wajahnya dari pandangan orang lain, takut seseorang akan mengenalnya, dia tidak ingin diganggu untuk dimintai foto atau semacamnya.
Mereka berdua sampai di toko Roti'O yang harumnya membuat banyak orang tergiur untuk mampir, “Kak J mau pesen apa?” Tanya Tawan.
“iced americano please, buat rotinya terserah.”
Tawan mengangguk paham, “Mbak 1 iced americano large, 1 iced black tea large, 2 signature bun, 1 butter croissant, 1 beef pastry, 1 chicken pastry, sama 1 almond pastry ya.” Ucapnya dengan lancar.
Pelayan mengulang pesanan Tawan dan meminta Tawan untuk menunggu sebentar. Joss mendekati lelaki itu dan berbisik kecil, “Kamu laper?”
Tawan menampilkan cengirannya, “Tiga buat aku, tiga buat kak J rotinya. Kan sama-sama belum sarapan.” Tawan menampilkan pembelaannya, padahal dia hanya sangat ingin makan Roti'O, sudah lama sekali sejak terakhir dia makan roti yang biasanya dia dan teman-temannya temukan di stasiun.
“Buat Samantha, Jay, Bright, sama Jake?” Tanya Joss dengan menyebutkan dua managernya, temannya, dan Jake selaku manager bright.
Tawan meringis kecil melupakan ke keempat orang tersebut, Tawan kembali berbicara untuk menambahkan pesanan, “Mbak tolong tambah 4 signature bun, sama 4 butter croissant ya. Buat minumnya-” Tawan menoleh ke arah Joss.
Joss yang paham bahwa suaminya membutuhkan sedikit bantuan lantas melanjutkan, “Untuk minumnya 3 iced americano large, sama 1 iced caramel latte large juga.”
“Nanti dipisah ya mbak rotinya, dibuat 4 dan isinya masing-masing 1 sb dan 1 bc, terus yang sebelumnya juga dipisah jadi 2 ya isinya 1 sb, 1 bc, 1 beef pastry, yang satunya 1 sb, 1 bc, 1 chicken pastry.” Jelas Tawan dengan rinci.
Joss hanya mengusap rambut Tawan saat mendengar seberapa rincinya pesanan lelaki itu, “Good job.” Bisik Joss tanpa suara.
Tawan mengambil pesanan mereka yang sudah selesai dan memberikan debitnya sebelum sebuah tangan menahannya, “Pake punya kakak aja.” Ucap Joss.
Tawan mendelik kecil dan melepaskan genggaman tangan Joss, “Ini mbak.” Ucapnya dengan senyuman.
Joss menghela nafasnya pelan, “Ngeyel banget.” Bisiknya pada Tawan, sementara Tawan hanya mengabaikan lelaki itu.
Mereka kembali menunggu di ruang tunggu karena pesawat Joss akan take off kira-kira 30 menit lagi. Joss mengobrol dengan Bright perihal tema dari pemotretan mereka nanti sementara Tawan sibuk memakan rotinya sambil membalas chat temannya yang mengeluhkan betapa ketatnya peraturan praktek kali ini.
Pemberitahuan sudah terdengar, Joss bangkit dan mendekati Tawan yang sudah menyelesaikan makannya.
“Ditinggal dulu ya?” Pamit Joss dengan lembut. Matanya menatap mata Tawan yang selalu terlihat bersinar terang.
“Iya, hati-hati.” Ucap Tawan pelan.
Joss merentangkan tangannya dengan lebar, menarik Tawan masuk ke dalam pelukkan hangatnya. Tawan mendekap lelaki itu dengan erat, menghirup aroma maskulin tubuhnya, mencoba mengais seluruh kehangatan yang tidak bisa ia rasakan dalam beberapa hari belakangan.
“Jaga diri baik-baik, kalau ngerjain tugas atau nonton anime jangan sampe lupa waktu. Kalau kesepian di rumah minta jemput Nanon terus nginep di rumah. Makannya harus dijaga, gak boleh junk food terus, kalau mau pergi naik grab car aja dangan motor.” Bisik Joss dengan lembut. Lelaki itu mengusap rambut Tawan dengan penuh kasih sayang.
“Kalau ajak inep temen-temen boleh?” Tanya Tawan.
“Boleh, asal jangan mabok-mabokkan oke?”
Tawan hanya terkekeh kecil, “Mana ada mabok-mabokkan.” Protesnya.
“Ya siapa tau kan, janji dulu sini kelingkingnya.” Joss melepaskan pelukkan mereka dan menyodorkan kelingkingnya pada Tawan.
Tawan menyambut kelingking Joss dengan jari kelingkingnya, mereka tertawa pelan dan berpelukan sekali lagi.
“Kakak serius, jaga diri ya, little te.” Ucapnya sekali lagi.
Tawan mengangguk dan melepaskan pelukan Joss, mengingatkan lelaki itu tentang penerbangannya, Joss menatap Tawan dengan teduh, dia memegang belakang kepala Tawan dan mendekatkan kepala lelaki itu dengan bibirnya.
cup
Satu ciuman panjang diberikan Joss pada dahi Tawan, sementara Tawan memejamkan matanya, merasakan kebahagiaan yang mengalir deras di sel pembuluh darahnya tanpa bisa ia cegah.
“Take care yourself, i l-.” Tawan berhenti setelah menyadari kata yang hampir terucap dari bibirnya, i love you
“Apa? Kok berhenti? I l apa?” Tanya Joss keheranan.
“I like rebok, make sure kak J beli buat aku ya nanti. Beli yang banyak, sekalian beliin kopi manggarai juga buat ayah karena ayah suka banget. Oleh-oleh buat temen-temenku juga ya, mereka nerima apa aja kok” Tawan melanjutkan dengan cepat, memaksakan senyumannya dengan lebar. Jantungnya berdebar dengan keras, rasa takut dia akan mengucapkan kata itu membuatnya berkeringat.
Joss terkekeh kecil mendengar Tawan mengabsen oleh-oleh untuk keluarga dan temannya, “Iya nanti kamu chat lagi ya biar kakak gak lupa atau chat Samantha oke?” Ucap Joss pelan, lelaki itu melepaskan pelukan mereka, dia menyusul teman-temannya yang sudah menunggu, lambaian tangan diberikan pada Tawan yang juga masih memaksakan senyumannya.
Tawan berbalik dan berjalan menjauhi Joss yang masih sesekali melihatnya, air matanya tumpah tanpa ia bisa tahan, perasaan bahagia yang sempat ia rasakan dengan cepat berganti menjadi perasaan mencekik, mencekik seluruh sel-sel tubuhnya hingga rasanya sakit.
Tawan terisak keras, entah kenapa tiba-tiba keinginan untuk menangis membuncah dalam dadanya. Sesak. Ia kesulitan bernafas. Tawan merasa kehilangan seluruh kekuatan yang sudah ia bangun selama ini, runtuh bersamaan dengan langkah kakinya meninggalkan Joss dibelakangnya.
Bahunya bergetar, menandakkan seberapa keras tangisannya. Pandangan orang disekitarnya tidak ia hiraukan, ia berhenti dan menutup wajahnya yang sudah dipenuhi air mata.
Lelah.
Lelah sekali rasanya mencintai sendirian.
Berpura-pura untuk tidak mencintai bahkan lebih sulit lagi.
Hari ini Tawan kalah lagi oleh egonya sebagai manusia dalam mencintai. Hari ini Tawan kalah lagi oleh keinginannya untuk dicintai kembali. Hari ini Tawan kalah lagi, untuk sekian kalinya, ia kalah pada semesta.
Tawan ingin sekali dengan bebas mengucapkan kata I love you, ia ingin dengan bebas menunjukkan seluruh kasih sayang yang dimilikinya. Anggap ia tidak tahu diri, namun ia hanya ingin Joss untuk dirinya sendiri, ingin seluruh perhatian lelaki itu untukknya, ingin mendengar lelaki itu mengucapkan kata cinta untuknya.
Perasaan ini baru ia rasakan pertama kalinya, sebelumnya ia bahkan tidak tau bagaimana rasanya patah hati, ia tidak pernah mengalaminya, dan sekarang saat ia mengalaminya sendiri, Tawan bisa memaklumi alasan teman-temannya menangis dengan keras.
Perasaan ini sangat menganggu, lebih menyusahkan dari perasaan sakit ketika karakter anime yang ditontonnya mati ataupun saat anime yang ditontonnya memiliki akhir yang buruk.
Tawan merasakan air matanya semakin mengalir dengan deras, kali ini tangannya membantunya menghilangkan rasa sesak dengan memukul pelan dadanya. Bagaimana memberhentikan perasaan tercabik-cabik ini? Dia tidak tau kenapa rasanya sampai sesakit ini. Harusnya dia baik-baik saja, harusnya tersenyum dan menikmati harinya tanpa kehadiran lelaki itu selama beberapa hari belakangan.
Ponsel Tawan berdering, lelaki itu mencoba mengabaikannya namun ponselnya kembali berdering, Tawan mencoba memberhentikan tangisannya, dan mengangkat telfon tanpa melihat siapa sang penelfon.
“Halo?” Bisikknya disertai isakkan kecil.
“Why are you crying?” Bisik seseorang dipanggilan telfon.
Tawan mengenali suara orang itu, seseorang yang menjadi alasannya menangis saat ini. Tawan menjauhkan ponselnya untuk memastikannya, Kak J begitulah yang tertera.
Tawan berjongkok dengan ponsel yang masih berada digenggamannya, kakinya lemas, tidak bisa menopang berat tubuhnya sendiri, tangannya yang satu lagi menutup mulutnya agar isakkan tidak semakin terdengar.
“Little T, why are you crying? Did I hurt you?”
Tawan menggeleng, menjawab pertanyaan Joss dengan gerak tubuhnya karena ketidakmampuannya untuk menjawab panggilan lelaki itu, bahkan hanya mendengar suara lelami itu mengkhawatirkannya membuat perasaan Tawan semakin tercabik-cabik.
“Please talk to me, I can't leave if you're still crying.” Bisik Joss lagi.
“Kak J...” Lirih Tawan. Suaranya terdengar pecah disertai isakkan yang menyayat hati.
“Iya sayangnya kak J?” Suara Joss yang tercekat membuat Tawan semakin menangis.
“Kak J....” Bisik Tawan sekali lagi.
“Kak J.... I'm sorry.” Lanjut Tawan tanpa memberikan Joss kesempatan untuk berbicara.
“Untuk apa? kamu minta maaf untuk apa?”
“I can't keep my promise.” Bisik Tawan. Siapapun yang melihat lelaki itu berjongkok dengan ponsel ditangan dan juga air mata yang tidak berhenti mengalir dari mata indahnya akan mengira bahwa lelaki itu baru mendapatkan kabar duka, bahkan satpam pun tidak mendekati Tawan, mencoba memberikan Tawan ruang sebanyak-banyaknya.
“What promise?”
Tawan menangis semakin keras, suaranya semakin menyedihkan, membuat lelaki yang sedang berada di panggilan telfon ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Tawan.
“Kak J....”
“Kak J..”
“Iya sayang...” Suara Joss teredam oleh panggilan Tawan yang terus menerus tanpa henti.
“Kak J.”
“Kak J.”
“Kak J...”
“I'm sorry..”
“I'm sorry kak J...”
“I'm sorry for everything.” Tawan mengulang ucapannya terus menerus, tidak memberikan jeda sama sekali.
“Kak J. I'm sorry for falling in love with you more and more everytime. I'm sorry for loving you with all my heart and still searching for reasons to love you more and more. I'm sorry I can't keep my promise to not loving you. I'm sorry for loving you too much. I'm sorry for crying, I'm sorry. I'm sorry kak J. I try. I try to not loving you but it's hard. I can do anything but I can't pretend that I don't love you. Kak J, I'm sorry for falling in love with you.” Tawan menumpahkan semuanya dalam suara tercekat.
Suaranya terputus-putus oleh tangisannya, namun lelaki dipanggilan telfonnya masih mendengarnya dengan sangat jelas. Tawan menatap kosong ponselnya, semestanya runtuh. Ia menyesali seluruh keputusannya saat ini, keputusannya mengatakan semuanya.
Ia hanya ingat sebuah kutipan dari seseorang bahwa to release the pain, you only need to scream, shout, and cry dan semuanya Tawan lakukan saat ini dan ia menyesalinya.
“Kak J?” Panggil Tawan dengan lirih.
Joss bedeham disebrang telfon, “Pesawatnya mau take off. Aku berangkat dulu. Take care.”
*“Kak J. I'm sorry. I'm sorry. Tawan membalasnya dengan dengan ucapan permintaan maaf tanpa henti. Memaksa Joss untuk tidak meninggalkannya saat ini.
“Little T, don't love me.”
Suara Joss terdengar lirih sebelum ia mematikan sambungan telfon, bersamaan dengan Tawan yang jatuh terduduk karena kehilangan tenaga untuk menopang dirinya sendiri. Tawan terisak dengan keras, ponselnya ia jatuhkan, kedua tangannya menutup wajahnya dengan keras. Tidak perduli dimana ia berada saat ini, namun ia hanya ingin menangis dengan keras. Menangisi seluruh nasib buruknya dalam mencintai.
Hatinya mati rasa, terlalu sakit untuk merespon semua yang ia dengar saat ini.
⚠️⚠️ self blaming. kalau gak bisa baca dengan konten berisi self blaming tolong diskip aja ya. terima kasih.
Seharusnya, seharusnya Tawan menjadi lebih kuat lagi, menjadi lebih dewasa, tidak mengambil keputusan sepihak, seharusnya Tawan bisa mengendalikan perasaannya.
“You're stupid. Stupid. Stupid.” Isak pada diri sendiri. Lelaki itu memukulkan tangannya ke lantai, merasa kesal dengan dirinya sendiri.
“Bego. Lo bego banget little te, lo harusnya sadar diri bodoh. Kak J, deserve much better than me. You don't deserve him. Apa yang lo bisa sih?” Tawan berbisik kembali disertai isakan keras. Makian untuk diri sendiri tidak berhenti ia lontarkan, kepalanya terasa pusing, tubuhnya lemas, tidak bisa bangkit hanya untuk berpindah ke tempat yang lebih sepi.
Tawan mulai menyalahkan dirinya sendiri.
Tawan menyalahkan dirinya sendiri yang memilih untuk terus mengikuti alur permainan tadkir. Harusnya Tawan bisa menolak, tapi kenyataannya kesempatannya menolak sudah hilang sejak pertama kali ia melihat Joss di depan rumahnya, dan kini lelaki itu menyesal.
Menyesalkan diri kenapa Tawan tidak memperbaiki dirinya sendiri seblum bertemu Joss, menyesalkan bahwa ia tidak bisa seperti bunga, indah dan mungkin dapat membuat Joss juga mencintainya. Menyesalkan diri bahwa ia tidak bisa menjadi pribadi yang lebih baik, menyesalkan diri bahwa dirinya lah yang menjadi jodoh lelaki sesempurna Joss.
Tawan menyalahkan seluruh semesta yang memaksa takdirnya dan Joss untuk bersama dalam satu ikatan sakral, menyalahkan matanya yang sangat mengagumi rupa tanpa cela sang kekasih, menyalahkan hatinya yang terus mencintai Joss padahal ia tau bahwa dengan mencintai lelaki sesempurna Joss, ia hanya akan terluka.
dan Tawan berharap ia akan dapat mengulang waktu, maka ia akan menarik semua ucapan bodohnya pada sang kekasih hati, ia memilih mengatakan bahwa karakter kesukaannya mati, ataupun nilainya jelek, atau alasan menangis lainnya, sehingga ia tidak perlu ditinggalkan seperti ini. Tawan menyesal, menyesal atas dirinya sendiri.