Josstay: Bad Boys

“Well, it all began in the back of his car, I was just 16, but I fell so hard”


FLASHBACK PART 1


June 2019

Pukul 5.30 pagi.

Matahari belum sepenuhnya terbit dan lelaki yang memiliki tinggi 177 cm dengan banyak barang di tangannya dan pernak pernik di tubuhnya sudah berdiri di pinggir jalan untuk menunggu bus sekolah yang akan datang.

Hari ini adalah hari pertamanya sekolah yang menandakan dimulainya masa orientasi siswa. Tawan terus melirik jam ditangannya, memastikan dia tidak akan telat untuk hari pertamanya.

Jika boleh jujur, Tawan sangat malas untuk mengikuti masa orientasi siswa. Dia bertaruh nanti ada drama yang dibuat anak osis, dan satu dua bentakan juga akan terjadi di masa orientasi siswa nanti.

Tawan melihat bus sekolah datang dari kejauhan, bus berwarna kuning itu selalu menarik perhatiannya sejak pertama kali beroperasi. Dia sangat ingin menaikki bus tersebut saat dirinya masih di Junior High School namun saat itu dia selalu diantar jemput oleh supirnya.

Maka saat dia sudah menjadi siswa Senior High School Tawan melakukan perjanjian dengan orang tuanya untuk berangkat sekolah sendiri menggunakan bus sekolah yang disediakan oleh pemerintah.

Bus berwarna kuning itu berhenti tepat di hadapan Tawan, Tawan melirik sekitarnya dan menemukan beberapa siswa juga menunggu seperti dirinya. Tawan masuk ke dalam bus dan menyapa supirnya dengan ramah, dan memilih kursi paling belakang sebagai tempat duduk pertama dia naik bus sekolah ini.

Bus kembali berhenti, belum 10 menit berjalan dan sudah berhenti di halte pemberhentian selanjutnya. Saat ini banyak anak sekolah yang masuk ke dalam bus hingga bus hampir penuh. Tawan merasakan seseorang duduk disampingnya, namun lelaki itu tidak memiliki ketertarikan untuk melihat siapapun yang duduk bersamanya.

“Hai?” Sebuah suara terdengar dari seseorang yang duduk disampingnya.

Tawan menoleh untuk melihat seseorang yang menyapanya, dahinya berkerut kecil. Berpikir apakah orang ini mengenalnya sampai berani menyapa dirinya?

“Iya?” Tawan menjawab dengan hati-hati.

“Lu murid baru juga ya?” Tanya orang itu lagi.

Tawan mengangguk kecil menanggapi, “Kenapa? Apa lo satu sekolah sama gue?” Lanjutnya.

Seseorang yang bertubuh lebih besar darinya menggeleng kecil dan tersenyum, “Bukan. Gua di labschool, lo dari al azhar 1 kan?”

Dahi Tawan semakin berkerut, bagaimana orang ini tau sekolahnya?

“Iya, kenapa lo bisa tau?” Perubahan intonasi dan ekspresi Tawan nampaknya ditangkap dengan baik oleh lawan bicaranya.

“Oh sorry, gua gak nguntit kok. Itu di barang bawaan lu, namtagnya ada logo sekolah dan gak sengaja keliatan tadi. Makanya gua tau sekolah lu.” Lelaki itu menjelaskan dengan rinci agar tidak terjadi kesalah pahaman diantara mereka berdua.

“By the way, nama gua Joss. Joss Wayar Sangngern.” Lanjut lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Joss.

Kali ini Tawan menunjukkan wajah bersalahnya karena telah menaruh curiga dengan lelaki bertubuh lebih besar ini, “Maaf maaf, nama gue Tawan Orcanius Vihokratana. Panggil aja Te.”

“Orcanius? orca? the killer whale?” Joss bertanya dengan wajah takjubnya.

“Yup. the killer whale also known as orca. that's my name.” Tawan menegaskannya sekali lagi, pipinya sedikit memanas karena reaksi Joss yang terlihat sangat menyukai nama uniknya.

“I like your name, can I call you orca?” Tanya Joss tanpa basa basi. Lelaki itu mungki lupa dengan kenyataan bahwa dirinya dan Tawan baru saja kenal.

Tawan mematung, bingung harus menjawab apa. Orca adalah nama kecilnya, orang-orang yang memanggil dirinya orca hanyalah keluarganya. Tidak pernah ada yang menawarkan diri untuk memanggilnya Orca, mereka semua cenderung memanggil Tawan dan beberapa memanggilnya Te.

“Eh, apa gak boleh manggil Orca?” Joss menyadari mungkin ada yang salah dari ucapannya karena Tawan tidak juga menjawab maka dengan cepat ia meralatnya.

“Boleh. You can call me Orca.” Tawan menjawabnya setelah mempertimbangkan banyak hal. Lagipula, kesempatan bertemu kembali dengan Joss kecil kan?

Joss menampilkan senyumannya bersamaan dengan bus yang berhenti tepat di halte dekat dengan sekolah Tawan, “Oh.. Udah sampe al azhar ya?” Gumam Joss pelan.

Tawan yang mendengarnya hanya mengangguk, lalu Joss bangkit memberikannya jalan untuk keluar, Tawan melirik Joss sekilas dan berjalan turun tanpa berucap apapun.

Mata Joss mengikuti tubuh kecil lelaki yang baru saja berkenalan dengannya, mempertimbangkan hal yang akan dilakukannya. Joss berdecak pelan dan dengan cepat berlari kecil ke arah pintu, “Sampai ketemu besok, little orca.” Teriak Joss dari pintu bus yang belum tertutup.

Tawan yang sudah turun otomatis membalikkan tubuhnya dan melihat Joss, lelaki yang baru berkenalan dengannya berdiri di depan pintu bus berteriak ke arahnya dengan cengiran aneh yang terbit di wajahnya. Lelaki ini sudah gila? pikir Tawan.

Joss merasakan adrenalin membanjiri tubuhnya, dia merasakan seluruh tatapan siswa di dalam bus tertuju ke arahnya, namun dia tidak perduli. Dia hanya memperdulikan seseorang yang terkejut saat mendengar teriakkan dan tersenyum masam begitu tau dialah yang bertingkah saat ini.

Joss cukup puas, dia mempersilahkan petugas bus menutup pintu bus sementara dia kembali ke tempat duduknya. Lelaki bernama Orca itu sangat manis, Joss tertarik dengannya. Belum lagi sikapnya yang sedikit terlihat tidak perdulian membuat Joss merasa tertantang untung mengenalnya lebih jauh.

dan ya, besok Joss sudah pasti akan berangkat sepagi ini lagi untuk bertemu dengan Orcaniusnya.

***

Hari kedua masa orientasi siswa.

Tawan berdiri di halte dengan wajah mengantuknya, kali ini dia menggunakan masker untuk menutupi wajahnya. Semalaman suntuk dia mengerjakan tugas yang diberikan oleh OSIS sekolahnya.

Kegiatan MOS kemarin berjalan dengan cukup baik, ternyata tidak seberat yang dipikirkannya dan poin tambahannya dia tidak dijemur di lapangan, sekolahnya menyediakan tenda sehingga mereka tidak terbakar sinar matahari selama mendengarkan materi selama acara berlangsung.

Bus berhenti di hadapannya, Tawan tersenyum ke arah petugas bus dan memilih kursi di bagian tengah karena kursi di bagian belakang sudah ada yang menempati.

Tawan memilih menggunakan earphone selama perjalanan, hari ini moodnya tidak cukup baik untuk diajak berbicara dengan siapapun. Dia sangat mengantuk dan ingin sekali tertidur.

Bus kembali berhenti di halte selanjutnya, dan Tawan melihat lelaki yang kemarin duduk bersamanya masuk ke dalam bus dengan senyuman yang berkembang di wajahnya.

“Little Orca!” Panggil Joss sebelum mendudukkan diri di samping Tawan.

“Pagi little Orca.” Lanjutnya bersemangat.

“Pagi Joss.” Tawan menjawab seadanya.

“Kita ketemu lagi.” Ucap Joss berbasa-basi. Dia benar hanya berbasa basi karena sesungguhnya Joss sudah menunggu di halte sejak pukul 5 pagi dan dia sudah melewati 3 bus sekolah karena ketika dia mengintip dia tidak menemukan eksistensi Tawan di dalamnya.

Tawan tersenyum kecil di balik maskernya, “Ya ketemu lagi.”

Joss menatap Tawan disebelahnya dengan pandangan menyelidik, “You looks tired.” Celetuk Joss.

Mata Tawan membola karena terkejut, lagi dan lagi lelaki disampingnya bisa menebak keadaannya saat ini, “Hahaha not enough sleep karena ngerjain tugas semaleman.” Jujur Tawan.

“Oh..” Balas Joss cepat, “You can sleep now. Nanti kalau udah sampe halte deket al azhar gua bangunin.” Lanjutnya.

“Can I?” Tanya Tawan memastikan perkataan Joss.

“Sure. Sleep well.” Balas Joss.

Tawan menampilkan senyumannya yang mencapai mata ke pada Joss sebelum menyamankan dirinya untuk tidur sebentar. Dia akan berterima kasih nanti pada lelaki yang baru dikenalnya ini karena telah berbuat baik padanya.

Joss memperhatikan Tawan yang sudah masuk ke dalam alam mimpinya dengan senyuman kecil. Dia tidak mengerti dirinya sendiri, kenapa dia melakukan hal ini, padahal biasanya Joss akan bersikap bodo amat pada siapapun itu yang tidak dikenalnya, namun Tawan adalah pengecualian.

Joss memilih memainkan ponselnya sambil menunggu bus sekolah mencapai halte pemberhentian yang Tawan tuju. Dia membalas beberapa chat teman-temannya, dan memilih bermain game untuk membunuh waktu.

30 menit berlalu dan halte pemberhentian sekolah al azhar sudah dekat, Joss menyimpan ponselnya dan memilih untuk membangunkan Tawan dengan menepuk-nepuk lengannya pelan.

“Little Orca? Dikit lagi halte pemberhentian lu. Bangun.” Ucap Joss.

Tawan yang merasakan pergerakan ditubuhnya memutuskan untuk membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Joss yang cukup dekat dengannya.

Tawan mengusap wajahnya pelan karena terkejut, “Udah mau sampe ya?” Tanya Tawan dengan suara parau.

“Iya dikit lagi sampe.”

Tawan menggeliat kecil dan merapikan barangnya serta penampilannya yang sedikit berantakan, dia mencoba mengumpulkan nyawanya yang masih melayang.

“Udah sampe.” Ucap Joss saat bus berhenti ditempat tujuan Tawan.

Joss bangkit untuk memberikan jalan pada Tawan, Tawan sendiri sudah berdiri dan siap untuk turun sebelum dia mengingat hal yang harus dilakukannya.

“Joss, terima kasih ya.” Ucap Tawan dengan tulus dan sangat manis.

Joss yang tidak menduga akan mendapatkan ucapan setulus itu hanya mematung terkejut, lelaki itu melihat Tawan yang siap untuk turun dan Joss dengan sigap bangkit menahan pergelangan tangan Tawan.

“Besok..” Joss berbicara dengan gugup karena Tawan menatapnya dengan tatapan penasaran, “Besok kalau ketemu lagi. Gua minta nomor lu, boleh?” Joss memutuskan untuk mendekati Tawan karena lelaki itu menarik perhatiannya sejak pertama mereka bertemu.

Tawan menampilkan wajah terkejutnya sesaat dan kemudian lelaki itu tersenyum, “Boleh. See you, Joss.”

Joss melepaskan pegangannya pada pergelangan Tawan dan tersenyum dengan lebar. Joss melambaikan tangannya sekali lagi dan kembali duduk di kursinya dengan ekspresi bahagia yang tergambar jelas di wajahnya.

***

Hari terakhir masa orientasi siswa yang berarti hari terakhir Tawan berangkat sepagi ini. Semalam dia mengerjakan tugasnya namun hari ini dia cukup bersemangat, Tawan sendiri tidak yakin alasannya tapi memikirkan akan bertemu Joss membuatnya tersenyum-senyum sendiri.

Tadi ayahnya memaksanya untuk mengantar sekolah, namun Tawan menolaknya dengan keras. Pada akhirnya ayahnya membiarkannya berangkat sendiri dan disinilah Tawan, berdiri di halte menunggu bus yang akan membawanya ke sekolah.

Bus berwarna kuning yang tiga hari belakangan ia naikki berhenti tepat dihadapannya, Tawan mengucapkan selamat pagi dan tersenyum pada petugas bus. Tawan kembali duduk di kursi belakang karena kursi itu belum ada yang menempati.

Tawan duduk dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya, dia menatap jendela di sampingnya, memperhatikan motor-motor yang berusaha menyalip dan juga lalu lintas yang cukup ramai hari ini.

Hari ini Tawan tidak memakai pakaian putih biru seperti biasanya, dia memakai celana training dan kaos hitam yang dilapisi dengan jaket. Kalau dilihat dari jadwal, hari ini mereka hanya akan berjalan santai dan pertunjukkan ekstrakulikuler sekolah.

Tawan tidak begitu yakin tapi sepertinya dia tidak akan mengikuti ekstrakulikuler utama di sekolah seperti paskibra, pmr, ataupun pramuka, atau mungkin Tawan tidak akan mengikuti kegiatan apapun. Teman-temannya juga mengatakan hal yang sama, jika memang wajib mengikuti, maka mereka akan mengambil ekstrakulikuler yang tidak begitu banyak peraturan.

Bus kembali berhenti, Tawan bisa melihat keberadaan Joss Wayar yang berdiri di halte, senyumannya kembali mengembang.

Matanya mengikuti tubuh Joss yang masuk ke dalam bus, kedua mata mereka bersitatap dengan senyuman yang sama-sama terkembang di bibir satu sama lain.

Tawan terkekeh kecil, aneh sekali rasanya. Padahal mereka baru berkenalan dua hari belakangan namun rasanya seperti bertemu dengan teman lama.

Joss berjalan menuju bangku paling belakang yang ditempati lelaki kecil yang saat ini sedang menatapnya, “Little Orca, good morning.” Sapa Joss dengan lembut.

“Good morning, giant.” Balas Tawan dengan intonasi mengejek yang baru pertama kali didengar oleh Joss.

“Giant? You got new nickname for me huh?” Goda Joss pada Tawan yang sekarang terkekeh di balik masker yang menutupi wajahnya.

“Yup, can I call you giant?” Tanya Tawan.

Joss mendudukkan dirinya dengan nyaman di sebelah Tawan, “Give me the reason why you called me giant.”

Tawan memutar bola matanya berpura-pura jengkel namun tetap menjawab dengan kekehan pelan, “Because you looks like giant. You are so tall and big.” Jawab Tawan dengan jujur.

Joss sudah memprediksikan hal tersebut namun tetap saja rasanya berbeda jika Tawan yang mengatakannya, dia mengatakannya dengan intonasi biasa namun Joss mendengarnya seperti sebuah pujian, “Okay. Lu satu-satunya yang gua izinin panggil gua giant.” Pasrah Joss.

Tawan memekik kecil dan menepuk-nepuk pundak Joss dengan bersahabat, “Gue tersanjung.” Ucap Tawa disertai tawa keduanya.

Mereka menghabiskan waktu mengobrol seputar masa orientasi siswa yang sedang mereka jalani, ternyata MOS di sekolah Joss berlangsung selama 4 hari. Mereka juga saling bercerita asal sekolah mereka, dan fakta lain yang mengejutkannya adalah Joss bersekolah di Labschool sejak Sekolah Dasar.

Sementara Tawan merupakan pindahan dari Tangerang Selatan, dia dulu sekolah di SMP Dharma Karya UT, saat SMA mereka pindah rumah ke Widya Candra dan ayahnya mendaftarkannya di Al Azhar.

“Berarti lu belum pernah jalan-jalan keliling dong?” Respon Joss saat mendengar cerita Tawan.

“Belum. Baru 2 minggu pindah juga. Sibuk ngurus berkas sekolah dan ngurus barang-barang.”

“Nanti gua ajak jalan-jalan deh, anak kebayoran sejak lahir nih.” Pamer Joss.

Tawan sendiri hanya terkekeh dan bersiap untuk turun karena halte tujuannya sudah dekat, “Thank you, Joss.” Ucap Tawan dengan senyuman manisnya.

Joss mengerutkan dahinya tidak mengerti, “For what?”

Tawan mengendikkan bahunya, “Anything.” Lelaki kecil itu mengeluarkan pulpen dari saku jaketnya dan menarik pergelangan tangan Joss dengan cepat untuk menulis nomor telfonnya di telapak tangan lelaki itu.

Joss yang terkejut tidak bisa melakukan apapun selain membiarkan Tawan melakukan apapun dengan telapak tangannya.

Bus berhenti bersamaan dengan Tawan yang menyelesaikan tulisannya, Joss bangkit untuk membiarkan Tawan keluar sambil menatap tangannya yang kini berisi angka yang sudah dipastikan adalah nomor telfon Tawan.

“See you!” Ucap Tawan semangat dan berlari turun tanpa mendengar jawaban dari lelaki tinggi yang kini hanya berdiri dengan senyuman bodohnya.

“Waduh lucu banget.” Bisik Joss setelah memproses semua hal yang terjadi saat ini. Joss menatap telapak tangannya tanpa henti, kemudian mengambil ponselnya untuk menyimpan nomor tersebut dengan nama kontak Little Orca 🐳.

Sepertinya masa sekolahnya akan sedikit menyenangkan, dan Joss tidak sabar untuk bertemu Tawan di lain waktu.


Juli 2019

Sebulan berlalu sejak pertemuan pertama mereka di bus sekolah, sejak itulah pertemanan “aneh” mereka terjalin dengan erat.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore yang berarti sudah waktunya untuk pulang sekolah, Tawan merapikan bukunya dan pamit kepada teman-temannya. Jika bertanya mengenai perkembangan pertemanannya dengan Joss, maka Tawan akan menjawab mereka sudah di tahap pergi dan pulang sekolah bersama.

Mereka menggunakan bus sekolah tentu saja. Satu bulan belakangan mereka selalu bertemu di bus sekolah dan berangkat bersama, sedangkan untuk pulang, Joss akan nebeng dengan temannya untuk ke sekolah Tawan (hanya perlu 9 menit jika menggunakan kendaraan bermotor dan sekitar 20 menit jika berjalan kaki) lalu mereka pulang bersama dari halte Al-Azhar.

Sebuah motor vario yang sudah dihafal di luar kepala berhenti tepat di depan Tawan yang menunggu di gerbang sekolah, Tawan melambaikan tangannya dengan semangat.

“Joss, Luke!” Sapa Tawan pada dua lelaki yang saat ini tersenyum ke arahnya.

“Hai Te.” Sapa Luke pada Tawan, mereka saling kenal karena selama ini Luke mengantarkan Joss ke sekolahnya, kadang juga teman Joss yang bernama Nammon, Earth, dan Metawin juga ikut mengantarkan Joss.

Tawan melihat Joss yang berbisik kecil pada Luke sebelum lelaki itu meninggalkan mereka berdua dengan tawa yang keluar dari bibirnya, “Kenapa?” Tanya Tawan penasaran.

“Cuma inside jokes aja kok, udah siap buat pulang?” Ucap Joss dengan semangat.

Tawan hanya tertawa pelan, tangannya memasang masker untuk menutupi wajahnya dan tidak lupa dia juga memberikan Joss satu.

“Lama-lama kebiasaan pake masker dan gua bakal nyetok juga nantinya.” Keluh Joss namun lelaki itu tetap memakainya.

“Hahaha gak apa tau giant, menghindari polusi udara sama debu, apalagi kita pulangnya naik bus sekolah yang butuh jalan kaki dan nunggu di halte pinggir jalan.” Jawab Tawan dengan santai. Mereka berdua berjalan ke arah halte yang jaraknya kurang lebih 300 meter dari gerbang sekolahnya.

“OH IYA!!” Joss berseru dengan keras, mengagetkan Tawan yang berjalan disampingnya.

“Apaan sih anjir?” Protes Tawan saat merasakan jantungnya berdetak kencang akibat teriakan Joss.

“Mulai bulan besok kayaknya kita udah bisa lulus dari bus sekolah, gua bakal dibeliin motor hahaha.” Joss memberi tahu Tawan dengan penuh semangat. Matanya bersinar dengan terang, menunjukkan betapa bahagianya Joss saat ini yang mana membuat perasaan Tawan menghangat.

“Serius?!!!” Tanya Tawan memastikan.

“IYA!!!”

Tawan mengulurkan tangannya pada Joss yang disambut lelaki itu dengan suka cita, mereka melompat kecil karena rasa bahagia yang melingkupi.

“Gilaaa keren banget giant, lo minta beli motor apa emangnya?” Tawan bertanya dengan antusias.

“Kawasaki 2019 ninja 250” Ucap Joss tak kalah antusiasnya.

Tawan mengerjapkan matanya terkejut, tangannya refleks memukul pundak Joss yang berada di hadapannya, “DAMN!! THAT'S COOL MAN.” Teriaknya heboh.

“I KNOW YAKAN HAHAHA” Joss ikut heboh bersama Tawan karena lelaki itu berteriak begitu antusiasnya.

“Pastiin jok belakang lo gue duluan yang naik okay?”

Joss mengusap kepala Tawan dengan pelan, “Iya sohib beda sekolah gua duluan yang naik entar.”

Tawan terkekeh kecil dan menarik Joss untuk berlari saat melihat bus berwarna kuning hampir sampai di halte pemberhentian.

“PAK TUNGGU.” Tawan dan Joss berteriak bersamaan saat melihat bus tersebut berhenti sementara mereka masih perlu berlari beberapa puluh meter lagi.

Mereka berdua sampai sesaat sebelum pintu bus ditutup, Tawan dan Joss tertawa bersamaan atas tindakan aneh mereka berdua, “Kebanyakan ngobrol.” Bisik Tawan dengan nafas yang terengah.

“Can't help it haha.” Joss menaggapinya dengan terengah juga.

Baik Joss maupun Tawan menetralkan kedua nafasnya sambil tertawa satu sama lain ketika kedua mata mereka bersitatap, bagi mereka hal kecil saja sudah dapat membuat mereka berdua tertawa dengan keras entah karena memang lucu atau karena perasaan menggelitik yang mereka rasakan saat keduanya bersama.

Mereka berdua menyadarinya namun memilih untuk mengabaikannya, bukan karena tidak mempercayai apa yang mereka rasakan namun lebih ke arah mereka harus memastikannya lebih lanjut karena pertemanan merekalah yang menjadi taruhannya jika mereka salah mengartikan perasaan yang dimiliki, karena hal itu mereka memilih untuk menjalani segalanya dengan perlahan.


August 2019

Tawan sudah siap berangkat sekolah, dengan jaket kulit yang melapisi tubuhnya dan juga sepatu converse yang menjadi andalannya ke sekolah. Jaket kulit ini dia gunakan karena hari ini Joss untuk pertama kalinya menjemputnya dengan motor barunya setelah motor tersebut datang seminggu yang lalu.

Jaket kulit yang Tawan gunakan saat ini samaan dengan yang Joss miliki, hal itu dikarenakan dia menghadiahkannya pada Joss sebagai ucapan selamat atas motor barunya, dan mereka sepakat untuk menggunakannya bersamaan hari ini.

Pintu kamarnya diketuk dengan perlahan dan suara mbak sari, pengurus rumahnya terdengar dengan jelas, “Mas Orca, temannya sudah datang di depan.”

“Iya mbak tunggu sebentar.” Tawan mengambil tasnya dengan terburu dan tidak lupa ia menyemprotkan banyak parfume ditubuhnya. Tawan juga mengambil dua buah masker di kotak yang selalu tersedia di kamarnya untuk mereka berdua gunakan.

Tawan berlari kecil di tangga rumahnya diiringi dengan suara ibunya yang memintanya untuk berhati-hati, Tawan mendatangi ibu dan ayahnya yang sedang sarapan dan menyalami keduanya dengan cepat.

“Orca berangkat dulu ya, dadah” Teriak Tawan.

“Hati-hati!”

Ucapan ibunya ia hiraukan, Tawan mengambil helm miliknya yang sudah disiapkan oleh pak satpam dan tidak lupa berterima kasih dengan senyuman sehangat matahari.

Matanya menatap lelaki tinggi yang duduk di atas motor merahnya yang mengkilap, tak lupa helm yang dia letakkan di tank, sementara orang yang menaiki motor tersenyum dengan lebar, nyaris seperti orang bodoh.

“Good morning, little Orca.” Sapa Joss dengan antusias.

“Wow...” Tawan mengagumi motor Joss yang terlihat sangat menakjubkan. Joss yang melihat ekspresi Tawan tertawa dengan keras seakan menyatakan, I KNOW RIGHT?

“Let's go! Masih jam 6, nyari sarapan dulu ya?” Ajak Joss dengan semangat.

Mereka berdua memang memilih untuk berangkat lebih pagi karena ingin menikmati udara pagi hari. Sekolah mereka berdua masuk pukul 7.30 jadi mereka saat ini memiliki waktu 90 menit untuk berjalan-jalan dan sarapan.

“Mau bubur yang paling enak di Kebayoran Baru!!!” Ucap Tawan dengan semangat.

Joss terkekeh kecil, “Ayo makan bubur ayam di depan Interstudi.”

Tawan mengerutkan dahinya menyadari satu hal, “Eh Interstudi yang deket labschool kan? Kalau itu lo bisa langsung ke sekolah, kalau balik lagi ke al azhar jauh.”

Joss menepuk helmnya dengan santai, “Gak apa. Spesial hari pertama naik tiger.”

Tawan tertawa mendengar nama yang diberikan Joss untuk motor kerennya, lelaki itu seperti biasa menyerahkan maskernya pada Joss yang langsung dipakenya tanpa banyak protes. Tawan memasang helmnya dan naik ke motor Joss dengan berpegangan pada pundak lelaki itu.

Mereka berdua berteriak dengan semangat saat motor mulai melaju dengan kencang di jalanan perumahan, “Nanti lewat belakang aja ya takut ada polisi kan gua belum punya sim.” Suara Joss teredam helm yang menutupi wajahnya namun Tawan cukup mendengarnya walaupun samar.

Mereka berkendara dengan cukup santai, sesekali mengobrol untuk mengisi waktu. Tawan dengan semangat memperhatikan jalan tikus yang dilewati Joss, sedikit takjub bahwa lelaki itu benar mengetahui seluk beluk daerah Kebayoran Baru karena telah tinggal disini selama belasan tahun, beda sekali dengan dirinya yang bahkan tidak tahu mereka saat ini sedang dimana, apakah sudah dekat dengan tempat tujuan atau semacamnya.

Selama 2 bulan disini, Tawan hanya pernah berkeliling dengan busway dan bus sekolah. Itu juga saat berkeliling dengan bus sekolah dirinya dan Joss memilih membolos untuk mengikuti seluruh rute bus sekolah hingga rute terakhir dan turun dengan tawa yang membahana karena diomeli oleh pak supir.

“Here we are.” Ucap Joss setelah ia mematikan motornya di samping gerobak bubur yang menjadi tujuan mereka.

Tawan turun dengan senyuman kecilnya dan melihat betapa ramainya tukang bubur saat ini, pasti rasanya enak sekali makanya sampai mengantri.

“Buburnya lengkap?” Tanya Joss.

“Lengkap.”

Joss berjalan mendahului Tawan menuju gerobak, “Pak Agus, buburnya dua ya. Lengkap dua-duanya. Makan disini pak.” Pesan Joss.

Sang penjual hanya mengacungkan jempolnya tanda ia mendengar pesanan Joss secara jelas.

“Diaduk atau gak diaduk? for science.” Tanya Joss tiba-tiba.

Tawan memincingkan matanya saat melihat wajah serius Joss yang menurutnya sangat lucu, “Bubur diaduk adalah keajaiban dunia nomor 8.” Jawab Tawan dengan percaya diri.

Joss mengerang pelan, “Fuck. We can't be friends. How did you eat that?” Joss bersumpah baru kali ini dirinya dan Tawan tidak dalam visi misi yang sama. Terlebihnya dalam hal bubur, makanan yang pasti akan mereka selalu makan untuk sarapan bersama.

Tawan tertawa pelan, “That should be my line. How did you EAT THAT, giant? Gak di aduk artinya bumbunya gak nyatu, bakalan ada bagian dimana buburnya gak punya rasa kecap sama bumbu kuning. Penistaan terhadap bubur.” Ucap Tawan menggebu-gebu.

“Hey!” Protes Joss, “Gak gitu konsepnya. Estetika dan rasa menyatu jadi satu yang bikin buburnya punya rasa lebih dari pada yang diaduk.” Lanjutnya sungguh-sungguh.

Mereka berdua bersitatap kemudian tertawa bersama menyadari kekonyolan masing-masing, “Besok-besok sarapannya nasi uduk aja oke?” Ucap Joss.

Tawan hanya mengangguk dan mulai memakan buburnya yang sudah diantarkan oleh penjualnya, mereka berdua sepakat tidak mengintip bubur masing-masing agar tidak terjadi keributan lebih lanjut.

“Buburnya enak.” Celetuk Tawan.

Joss sendiri hanya terkekeh tanpa membalas celetukkan Tawan, terlalu sibuk menghabiskan bubur yang rasanya sangat menakjubkan ini. Sejujurnya dia sudah lama sekali tidak makan disini, karena tempat ini adalah tempat kenangannya bersama mantan kekasihnya dulu, dan hari ini Joss memberanikan diri untuk datang lagi, dengan orang yang berbeda dengan tujuan yang sama, yaitu ingin memberikan kesan yang baik pada seseorang yang dibawanya.

dan orang itu adalah Tawan, lelaki yang akhir-akhir ini mengisi hari-hari sekolahnya.


September 2019

Ujian Tengah Semester tinggal menghitung hari, baik Joss dan Tawan sepakat untuk belajar bersama di rumah Joss.

Rumah mereka dekat. Satu fakta yang baru diketahui oleh Tawan, pantas saja selama Joss tidak keberatan menjemputnya, dan ternyata selama dua bulan belakangan ini Joss sedang tinggal di rumah kakak tertuanya yang sudah menikah karena orang tuanya sedang memiliki proyek pekerjaan di luar kota, makanya Joss berangkat dari halte yang berbeda dengan Tawan, dan baru seminggu ini ia kembali tinggal di rumahnya karena orang tuanya sudah kembali.

Tawan memandang rumah Joss dengan kebingungan, rumahnya terlihat sepi padahal Joss bilang dia sudah di rumah. Tawan memilih mendekati pos satpam untuk bertanya, “Permisi pak, Jossnya ada?”

“Tuan Orca ya? langsung masuk aja tuan. Tuan Joss sudah menunggu di dalam.” Ujar pak satpam dengan ramah.

Tawan hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah Joss dengan canggung, Tawan berniat menelfon Joss untuk menjemputnya namun lelaki itu lebih dulu keluar dari rumahnya dengan cengiran konyol di wajahnya.

“Little Orca! Welcome to my house.” Joss berucap dengan postur tubuh agak membungkuk dan tangan yang ia letakkan di perut dan belakang tubuhnya, persis seperti butler kerajaan.

“Gak jelas.” Tawan menyikut perut Joss yang dibalas lelaki itu dengan erangan dramatisnya.

“Galak banget pagi-pagi?” Protes Joss, lengannya merangkul Tawan dengan erat. Mereka berdua masuk dengan tubuh yang saling berdempetan.

“Kemana orang tua lo?” Tanya Tawan saat dia tidak melihat keberadaan orang lain di rumah Joss.

“Ke rumah kakak gua, ayo langsung aja ke kamar ya.” Jawab Joss dengan senang, tangannya mengarahkan Tawan menuju tangga ke arah kamarnya yang berada di lantai dua.

“oh iya.” Joss berhenti sesaat sebelum mereka menaikki tangga, “Bi nanti bawa minum sama camilan ke kamar ya. Ada temen.” Joss berteriak dengan keras untuk memanggil asisten rumah tangganya.

Tawan yang mendengarnya sontak memukul pelan Joss, selain kupingnya terasa sakit, tindakan yang dilakukan Joss juga tidak sopan, “Gak boleh gitu. Gak sopan. Samperin terus minta tolong yang bener.” Tawan mendorong Joss untuk mendatangi asisten rumah tangganya dengan sopan.

Joss menghembuskan nafasnya dengan lelah dan menuruti permintaan Tawan, lelaki bertubuh besar itu berjalan ke arah dapur dan meminta tolong dengan sopan seperti yang diperintahkan Tawan. Tawan tersenyum kecil melihat ekspresi merajuk lelaki itu.

“Giant, good boy.” Bisik Tawan pelan. Tangannya mengelus rambut Joss dan menarik lelaki itu untuk naik ke lantai atas, seakan dialah pemilik rumah ini.

Ekspresi Joss berganti menjadi ekspresi senang setelah mendapat elusan di rambutnya, dia kembali merangkul Tawan dan berbincang kecil mengenai mata pelajaran yang akan diujikan nanti.

Tawan sampai di kamar yang sangat luas, kamar bernuansa hitam putih, di dalamnya ada kasur berukuran king size, sofa, karpet berbulu dan juga TV berukuran 43 inch serta playstation dan game lainnya, jangan lupakan VR dan xbox yang terlihat sangat indah dimatanya.

Di bagian lainnya ada rak berisi komik, meja belajar, dan juga walk-in-closet milik lelaki itu. Tawan hanya menggelengkan kepalanya, karena kamar Joss benar-benar lengkap. Jika dilihat dari track record sekolahnya yang selalu bersekolah di labschool, maka harusnya Tawan tidak terkejut.

“Mau main game dulu?” Tawar Joss dengan nada jahil karena menyadari pandangan Tawan terpaku pada game yang dimilikinya.

“Gila? enggak lah. Belajar. Senin gue matematika.” Tolak Tawan dengan cepat.

Joss hanya tertawa kecil dan menarik Tawan untuk duduk di sofa yang disediakan di kamarnya, biasanya dia menyingkirkan sofa dan bermain bersama teman-temannya dengan karpet berbulu sebagai alas. Sepertinya dia akan duduk di sofa kali ini.

“Duduk sini paduka.” Ucap Joss dengan senyuman yang dipaksakan. Tawan mengayunkan kakinya menendang Joss dengan main-main, merasa kesal dengan sikap aneh lelaki itu yang entah terlihat sangat senang mungkin?

“Den, ini camilannya.” Pintu Joss diketuk dari luar, Joss berlari kecil untuk membukanya dan menerima nampan berisi makanan dan minuman.

“Nanti anterin makanan setiap satu jam sekali ya bi.” Pinta Joss dengan sopan, lelaki itu menutup pintu kamarnya dan kembali ke arah Tawan yang sudah mulai membuka bukunya.

Joss meletakkan makanan itu di meja tv dan mengambil bukunya sendiri, jika hari senin Tawan mendapatkan matematika, maka Joss mendapatkan bahasa jerman sebagai mata pelajaran yang pertama diujikan di ujian tengah semesternya kali ini.

“Lu ngerti bahasa Jerman gak?” Tanya Joss tiba-tiba.

Tawan menoleh ke arah Joss dengan wajah polosnya dan menjawab, “Engga. Emang lo ngerti?”

Joss menggelengkan kepalanya, “Sama. Engga ngerti juga.”

Mereka berdua saling bertatapan lalu tertawa bersama seperti orang gila, lalu apa gunanya belajar bersama jika Tawan ternyata tidak mengerti bahasa Jerman, padahal niatnya Joss ingin meminta untuk diajarkan mata pelajaran ini.

“Goblok, terus apa gunanya belajar bersama.” Ucap Joss disela Tawanya.

Tawan mencoba menghentikan tawanya, “Mana gue tau kalau lo ternyata hari pertama bahasa Jerman. Ya gue gaada mata pelajaran bahasa Jerman anjir.”

“Lo dapet kisi-kisi gak?” Tawan bertanya dengan wajah yang memerah karena terlalu banyak tertawa.

Joss melihat ponselnya untuk mengecek apakah mata pelajaran ini memiliki kisi-kisi, “Dapet nih.” Seru Joss saat melihat salah satu temannya mengirimkan kisi-kisi di grup kelas.

“Yaudah sini belajar bahasa Jerman dulu.” Tawan menutup kembali buku matematikanya dan beralih mengambil buku Joss untuk membantu lelaki itu memahami materi yang akan diujikan.

Joss mendekat ke arah Tawan dan memberikan petunjuk bagian-bagian mana saja yang harus di baca dan di pelajari berdasarkan kisi-kisi yang ada. Pada akhirnya mereka berdua mempelajari bahasa Jerman bersama dengan bantuan google translate. Terkadang mereka tertawa atas translate-an kalimat yang aneh, dan terkadang mereka ingin merobek buku karena jujur saja, mata pelajaran ini sangat sulit.

“Coba sekarang jawab yang Essen und Trinken (Lieblingsessen / lieblingsgetränk)” Tawan menunjuk sebuah soal dan meminta Joss untuk menjawabnya tanpa menggunakan google translate.

Frau Schmitt : Wass isst du gern? Louisa : .................................

A. Ich heiβe Louisa B. Ich bin 13 Jahre alt. C. Ich trinke gern Saft D. Ich esse gern Schokolade E. Ich spiele gern.

Joss menatap soalnya dengan serius, dahinya berkerut tanda bahwa ia berpikir dengan sangat keras, dengan ragu-ragu Joss menunjuk D sebagai jawaban. Matanya melirik Tawan sekilas, dan sekali lagi dengan lebih percaya diri dia menunjuk pilihan D.

“Kenapa jawabannya D?” Tanya Tawan dengan kritis, dia tidak ingin Joss hanya sekedar menjawab asal. Ia ingin lelaki itu mengerti dengan materi yang mereka pelajari.

“Tadi lu nyebutin Essen und Trinken (Lieblingsessen / lieblingsgetränk), kalau dari yang kita pelajarin itu artinya favorite food and drink kan. Dari soalnya itu artinya what do you like to eat? Kalau gitu jawabannya yang D. karena Schokolade itu chocolate.” Jelas Joss dengan rinci.

Tawan menampilkan senyumannya dan menepuk bahu Joss dengan bangga, “Keren anjir. Coba jawab sisanya. Nanti gue koreksi liat kunci jawaban.” Tawan menunjukkan kunci jawaban yang ia temukan di google, dia mencari dengan teliti dan menemukan soal yang sama dengan soal di buku Joss.

Joss mengerang keras karena tidak menemukan hal tersebut, sejak dia belajar bahasa Jerman, dia selalu menyontek dengan teman sekelasnya. Tidak pernah terpikirkan untuk mencari kunci jawaban seperti yang Tawan lakukan saat ini.

“Kalau gua tau, pas tugas kemarin-kemarin mending gua liat kunci jawaban.” Protesnya.

Tawan tertawa dengan keras, “Ya janganlah. Masa liat kunci jawaban terus, nanti gak bisa-bisa.” Ucapnya dengan semangat.

Tawan kembali memaksa Joss untuk mengerjakan soal, sementara dirinya sudah mulai membuka buku matematika untuk mempelajari bahan ujiannya dengan mencicil. Sesekali dia melirik Joss untuk memastikan lelaki itu tidak melihat google atau menggunakan google translate, padahal sudah disediakan kamus bahasa Jerman namun katanya terlalu malas untuk membukanya.

Mereka menghabiskan waktu belajar bersama hingga matahari terbenam. Tawan berhasil menguasai materi yang akan diujikan meskipun dia tadi sempat menelfon Namtan untuk bertanya namun dia bisa melanjutkan mengerjakan soal-soal latihan sendiri. Sedangkan Joss sudah mengganti pelajaran menjadi Pendidikan Agama Islam.

Jarum jam menunjukkan angka 8, dan Tawan sudah mendapatkan panggilan dari orang rumahnya untuk segera pulang karena hari sudah larut. Tawan merapikan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang. Joss mengambil jaket dan kunci motornya, bersiap mengantarkan Tawan untuk pulang.

“Udah semua?” Tanya Joss.

“Udah.” Jawab Tawan asal.

Joss kembali mengambil salah satu jaket bersihnya dan menyerahkannya pada Tawan, “Nih pake. Dingin. Nanti mampir beli martabak dulu ya buat orang tua lu.”

Tawan mengerutkan dahinya kebingungan, “Ngapain? Gak usah lah.” Tolaknya langsung.

“Gak apa little Orca, kan lu udah disini seharian.” Paksa Joss dengan wajah memelas.

Tawan memutar bola matanya dan menyetujuinya tanpa banyak berpikir ulang, tidak akan selesai jika dia menolak terus. Joss memiliki 1001 cara untuk siapapun mengiyakan permintaannya.

Mereka berkendara dalam hening, Tawan memeluk pinggang Joss dengan nyaman. Hal tersebut bukan tanpa alasan, karena tiba-tiba Joss sudah menarik tangan Tawan untuk melingkari pinggangnya dan Tawan terlalu lelah untuk berdebat. Tawan hanya ingin pulang dan tidur di kasur kesayangannya.

Seperti yang Joss katakan bahwa lelaki itu mampir untuk membeli martabak, mereka berdua tidak turun dari Motor, Joss sengaja berhenti di pinggir jalan agak tidak ribet parkir motor, hanya cukup memberikan sen bahwa dia akan berhenti sebentar.

“Makasih ya bang.” Ucap Joss dengan ramah. Lelaki itu menggantung plastik berisi martabak di stang motornya dan kembali menjalankan motornya ke rumah Tawan.

Perjalanan mereka hanya sebentar karena memang rumah mereka berdekatan, Joss menyerahkan martabaknya pada Tawan yang terlihat sudah lelah dan mengantuk.

“Lucu banget.” Gumam Joss, tangannya dengan refleks mengacak rambut Tawan yang disambut erangan oleh lelaki itu.

“Pulang dulu ya?” Pamit Joss.

“Hati-hati... Jaketnya gimana?”

“Simpen aja buat besok-besok. Istirahat yang cukup, little Orca.” Ucap Joss dengan lembut.

“Iya. Semangat ujiannya, Giant.” Tawan melambaikan tangannya pada Joss dengan senyuman yang terbit di wajah tampannya.

“You too little Orca. Good night.” Joss tersenyum sekali lagi dan melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Tawan.

Tawan menatap lelaki yang baru saja mengantarkannya pulang dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya, tangannya terangkat untuk memegang rambut yang baru saja diacak oleh Joss.

Lelaki itu mengerang kecil, “Dasar badebah sialan.” Ucapan yang tidak sesuai dengan reaksi tubuhnya yang malah menunjukkan sebaliknya, jantungnya berdegup dengan kencang dan ribuan kupu-kupu yang menari di perutnya. Tawan mengasihani dirinya sendiri yang malah jatuh ke kubangan cinta pada sahabat sendiri.

Namun harus Tawan akui, hidupnya lebih menyenangkan ketika lelaki itu mulai datang dan mengacaukan semua rencana-nya untuk menjadi siswa ambisius, lihatlah dia sekarang, berdiri di depan rumah dan mengumpat betapa badebahnya Joss karena berhasil membuatnya jatuh cinta.

Tawan harap keputusannya untuk jatuh cinta pada lelaki tinggi itu adalah hal yang benar, karena jika mereka pada akhirnya tidak bersama, Tawan tidak yakin dia dapat berteman lagi dengan Joss dengan perasaan yang dimiliknya saat ini.

Karena itu akan menyusahkan, dan Tawan akan memilih untuk menjauh jika memang hal itu terjadi, nanti.


note: estimasi keberangkatan dan waktu lainnya aku cari tau lewat google maps jadi kalau ada kekeliruan atau gak sesuai dengan aslinya tolong dimaklumi soalnya aku gak pernah main ke sana :D