DRIVER ZONE-4
Disclaimer: banyak mengandung spoiler dari Demon Slayer the Movie: Mugen Train
Tawan merapikan penampilannya sekali lagi, dia memakai kaos berwarna hitam yang dilapisi jaket denim berwarna gradasi antara putih dan biru tua dan dipadukan dengan jeans berwarna senada dengan kosnya.
Awalnya dia hanya iseng mengajak Joss untuk nonton bersama, karena setelah dilihat history chatan Joss dan dirinya di line hanya berupa permintaan diantar dan dijemput, selebihnya mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol secara langsung dan melalui instagram.
Tawan membuka jendela kamarnya yang menghadap ke arah pagar depan rumahnya dan menemukan mobil Joss sudah terparkir rapi disana. Ponselnya bergetar, pesan dari Joss masuk dan mengabarkannya bahwa lelaki itu sudah sampai di depan rumah.
Tawan menuruni tangga dengan terburu, mengabaikan panggilan mamanya yang bertanya kemana ia akan pergi. Kalau Tawan jawab sekarang pasti mamanya akan memberikannya 100 pertanyaan dan dia tidak akan sempat untuk mengejar film yang sudah mereka beli tiketnya melalui aplikasi online.
“Sorry lama..” Ucap Tawan dengan nafas tidak teratur saat sampai di depan lelaki yang disukainya.
“Kenapa buru-buru, gak akan gua tinggal juga?” Kekeh Joss.
“Yeee, manners nih. Malah diledekkin.” Omel Tawan.
Joss hanya tertawa kecil dan mengusap tengkuk Tawan dengan refleks. Tawan berjengit kaget karena tindakan Joss.
“Eh sorry sorry.. refleks.” Ucap Joss saat melihat respon Tawan yang terkejut.
“Gak apa-apa, gue cuma kaget but i kinda like it?” Ucap Tawan pelan.
Joss terkekeh dengan canggung dan mengajak Tawan untuk masuk ke dalam mobilnya, takut terkena macetnya jalanan di jam pulang kerja.
“Soooo, is this our first date?” Tanya Joss saat keheningan menyapa mereka selama 10 menit.
Tawan memutar badannya ke arah Joss dan menampilkan cengirannya pada lelaki itu, “Nope. This is our 6th date... Gue ngitung date sama lo sejak waktu itu nyari buku ke gramed...”
“Oh....” Joss kehilangan akal atas ucapan Tawan, lelaki itu benar-benar selalu blak-blakan atas perasaannya.
“But don't worry Joss, no need to rush. Let it flow aja. Gue suka dinamik kita saat ini kok. You being yourself and i am being myself. Kayak seru aja, i enjoy this one too.” Ucap Tawan penuh percaya diri.
Joss tertawa dengan keras mendengar ucapan lelaki itu, rasanya sangat aneh mendengar semuanya. Dadanya berdetak lebih cepat dari biasanya, dan Joss bukan orang bodoh yang tidak menyadari arti dari segala hal yang ia rasakan.
Entah sejak kapan, Tawan menjadi salah satu hal yang melengkapi hari-harinya.
“Lo beneran mau nonton Mugen Train? beberapa hari lalu lo bilang lo gak siap liat rengoku mati?” Tanya Joss memulai percakapan diantara keduanya.
“I changed my mind... Gue harus memberikan tribute ke one of my favorite character dan gue merasa gue harus melakukan ini sebagai upaya gue untuk melanjutkan hidup tanla rengoku di sisi gue..” Jelas Tawan dengan serius.
Joss sendiri sudah menahan Tawanya, padahal Joss ingat sekali saat itu Jumpol mengajak Tawan untuk menonton Mugen Train tapi Tawan menolaknya dengan keras dan marah pada Jumpol karena tidak memikirkan beban emosi yang dia terima saat mendengar Mugen Train.
“Oke-oke got it, jangan nangis di bahu gua ya nanti.” Balas Joss.
Tawan merasakan kekesalan saat mendengar Joss mengatakan hal tersebut, siapa juga yang akan menangis di bahu Joss? Tawan tidak akan menangis menonton Mugen Train. Tidak. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri.
“Gak usah kepedean, gak akan gue nangis ya.” Ucap Tawan penuh penekanan.
Joss hanya tertawa dan mengusal tengkuk Tawan untuk menenangkan lelaki itu, “Iya-iya percaya.”
Tawan hanya memutar bola matanya dan memutuskan menghidupkan radio untuk meramaikan suasana mobil, semakin lama mengenal Joss semakin membuatnya yakin bahwa selama ini perangai lelaki susah digapai hanyalah angan semata.
Kegilaan lelaki mungkin memang dibawah dia dan teman-temannya namun Joss itu sangat jahil dan menyebalkan, beberapa kali juga Joss sangat percaya diri akan tampang dan tubuhnya. Jika mengingatnya, Tawan akan tertawa terbahak-bahak karena begitu banyak hal memalukan yang Joss sudah lakukan bersamanya.
Joss juga ternyata sangat menyayangi keluarganya, Joss pernah menolak untuk bermain dengan teman-temannya karena dia ingin makan malam dengan keluarganya. Menurut Tawan itu hal yang manis karena jaman sekarang banyak anak seusia mereka yang lebih memilih bersama teman daripada dengan keluarganya.
Perjalanan mereka sampai pada tujuan, saat ini Tawan dan Joss sedang mengantri untuk membeli camilan dan mengambil merch Mugen Train yang disediakan. Tawan terlihat sangat gembira, dan Joss merasa bahagia atas itu.
“Udah siap menghadapi cobaan berat?” Tanya Joss dengan intonasi menyebalkan.
“I am ready.”
Baik Joss maupun Tawan tidak ada yang mengobrol selama film sedang diputar, Tawan sendiri sudah merasa bahwa dirinya ingin menangis sejak pertama kali Rengoku muncul di kereta. Rasanya dia belum siap kehilangan lelaki dengan senyum secerah matahari tersebut.
Joss melirik Tawan yang menonton dengan serius, rasanya Joss bisa meninggalkan film hanya untuk menonton seluruh ekspresi yang Tawan keluarkan saat menonton Mugen Train.
Film yang mereka tonton sampai diadegan Tanjiro dan lainnya tertidur karena pengaruh dari Enmu, Tawan sendiri sudah ingin berteriak kepada Tanjiro untuk bangun dari mimpinya dan menyelamatkan semua orang.
Joss yang melihat Tawan mengepalkan tangannya hanya terkekeh dan menggenggam tangan tersebut dengan refleks. Tawan melirik genggaman mereka dan membiarkannya, di depannya ada hal yang lebih penting daripada mengurusi genggaman tangan Joss yang bisa dia pinta lagi di hari-hari kemudian.
Film menuju akhir, Tawan sudah berlinang air mata. Kematian Rengoku membayangi pikirannya saat ini. Enmu sudah berhasil dikalahkan namun Akaza datang mengacaukan segalanya. Akaza adalah bagian dari Twelve Moon Demons dan merupakan major antagonist di film Mugen Train ini.
Tawan sendiri sudah merapalkan banyak doa untuk Rengoku, walaupun pada akhirnya dia sudah tahu bahwa Rengoku akan meninggal (karena dia membaca manganya) namun tetap saja Tawan memiliki sedikit harapan. Siapa tau lelaki favorite ya itu akan tetap hidup.
Pertarungan antara Akaza dan Rengoku semakin sengit, Tawan sudah menangis dengan keras, Rengoku terlihat mengenaskan dengan darah yang mengalir dari kepala dan juga tubuhnya. Bukan hanya Tawan namun satu studio sudah menangis dengan keras.
Joss tidak tahan melihat Tawan dan memutuskan untuk menarik lelaki itu mask ke dalam pelukkannya.
“Hey it's okay, it's just a movie.... Te, don't cry.” Bisik Joss penuh kelembutan.
Film tetap berjalan, air mata Tawan juga tidak berhenti. Suara Akaza maupun Rengoku terdengar diseluruh penjuru studio.
Akaza says that Kyojuro fighting with the intention of sacrificing his body is pointless, showing him that the injuries he'd inflicted on him had already completely healed and comparing this to the severe wounds that now covered Kyojuro. He explains that Kyojuro can't recover from this anymore as he is, but could regenerate himself in the blink of an eye if he was a Demon. Akaza says to an exhausted Kyojuro that humans will never be able to beat Demons.
Tanjiro tries to pick himself up to go and help Kyojuro, but is unable to generate any strength into his limbs because of the aftermath of the Hinokami Kagura, which he used to defeat Enmu. Kyojuro turns back to face Akaza, smiling and saying that he'll fulfil his duties before beginning to ready another attack. Impressed, Akaza compliments his fighting spirit and technique, and laughs as he says that Kyojuro really should've chosen to become a Demon, asking the Hashira to fight with him for all eternity.
“I will fulfill my duty! I won't allow anyone here to perish!”
Kyojuro remembers his mother. The two clash again, Flame Breathing: Ninth Form – Rengoku meeting Destructive Death: Annihilation Type, and the dust this time disperses to reveal that Akaza has stuck his arm through Kyojuro's solar plexus. Akaza screams that he's going to die, and asks Kyojuro one more time to tell the Upper Rank that he'll become a Demon, saying that he's one of the strong chosen ones.
Tawan menangis semakin keras saat mendengar suara orang-orang terkesiap. Tawan mengintip dari pelukan Joss dan melihat Akaza sudah melepaskan dirinya dan meninggalkan Rengoku dengan penuh luka.
Joss memeluk Tawan dan mengelus punggung lelaki itu dengan penuh kasih sayang, pertarungan antara Akaza dan Rengoku sudah selesai. Rengoku sedang mengucapkan kalimat terakhirnya kepada Tanjiro. Tawan sendiri sudah menyerah dan tidak akan melihat lanjutan filmnya, dia tidak akan melihat Rengoku menutup mata untuk terakhir kalinya. Tidak akan pernah mau.
Lampu studio menyala kembali tanda film sudah selesai, Tawan belum berhenti menangis. Joss memaklumi hal tersebut. Kalau tidak mengurus Tawan, Joss yakin dirinya akan menangis dengan keras juga karena memang sangat menyedihkan.
“Udahan nangisnya, udah selesai.” Ucap Joss pelan.
“Ya.” Jawab Tawan dengan suara serak.
Mereka berdua keluar dari studio dengan wajah Tawan yang bengkak dengan mata memerah karena terlalu banyak menangis.
“Mau langsung pulang atau makan dulu?” Tanya Joss.
“Makan dulu...”
Joss dan Tawan akhirnya menghabiskan waktu mereka untuk makan dan berkeliling setelah menonton Mugen Train. Joss sendiri tidak membicarakan film yang baru saja mereka tonton karena takut membuat Tawan kembali menangis..
Rasanya lucu sekali, kencan mereka saat ini dipenuhi dengan air mata karena sebuah film. Joss tidak akan pernah melupakan kencan mereka dan berniat untuk membawa topik ini nanti untuk meledek Tawan, karena meskipun Joss merasa kasihan, ia tetap merasa Tawan sangat menggemaskan dengan mata yang bengkak dan wajah yang wajah akibat terlalu banyak menangis.
Joss akui, kencannya dengan Tawan merupakan kencan terbaik yang pernah ia lakukan, dan Joss tidak sabar untuk menantikan kencan-kencan lainnya.
Karena Joss sudah mengakui bahwa saat ini dia jatuh cinta pada tetangganya, Tawan Vihokratana.