isawitbefore

a parallel universe of josstay

Something in the rain

Tawan melambaikan tangannya pada teman-temannya yang memilih untuk pulang duluan karena kelelahan.

Tawan akui bahwa hari ini memang sangat melelahkan, dimulai dari mata kuliah yang jamnya berantakan sampai kuis dadakan yang membuat kepalanya pusing.

Tawan rasanya ingin langsung pulang dan tiduran di kamarnya hingga besok pagi, tapi dia harus mereview beberapa materi untuk besok karena dosen yang mengajar cukup killer dan suka bertanya tentang materi yang akan dipelajari hari itu.

Tawan sudah mengirimkan pesan yang mengabarkan pada suaminya bahwa kelasnya sudah selesai, namun sampai sekarang pesan tersebut belum dibaca, mungkin saja sedang berada di jalan makanya tidak sempat melihat ponsel.

“Nak Tawan? Masih belum di jemput?” Sebuah suara mengagetkan Tawan, ternyata satpam fakultasnya yang tadi menerima makanan dari Joss yang mengajaknya berbicara.

“Belum pak Kamil hehe.” Jawab Tawan seadanya.

“Mending nunggu di dalem aja, liat udah mau ujan tuh.” Ajak pak Kamil.

Tawan memperhatikan langit yang memang berubah menggelap. Tawan merasa cemas, bagaimana kalau Joss kehujanan? Apalagi lelaki itu tidak terlihat suka membawa jas hujan di motornya. Tawan juga lupa membawa jaket karena tadi mereka agak terburu-buru karena takut terjebak macet.

“Iya pak kalau ada yang nyari bilang saya di ruang sekre ya pak.” Pinta Tawan.

Tawan berlalu masuk kembali ke gedung kuliahnya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, beberapa kali Tawan tersenyum membalas sapaan orang-orang yang dikenalnya.

“Loh Tay, gak jadi pulang?” Kali ini teman sekelasnya yang bernama Namtan yang bertanya padanya.

“Belum di jemput, kalau lo kenapa belum pulang?” Tanya Tawan balik.

“Nungguin Singto nih dia masih ada praktek tambahan, gue mau nabeng dia hehe.” Jawab Namtan dengan senyumannya.

Tawan hanya mengangguk dan duduk disebelah Namtan dan memejamkan matanya, memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya sambil menunggu Joss.

“Eh iya Tay gimana kehidupan lo? Berubahnya jauh banget gak?” Tanya Namtan penasaran, “Gila pas kemarin gue dateng ke pernikahan lo gue speechless banget karena konsepnya keren banget.” Cerita Namtan.

Tawan sendiri hanya mengulum senyumnya saat ada seseorang yang memuji konsep pernikahannya, “Hehehe ada perubahannya, kalau bangun tidur ada orang disamping, terus bikin sarapan, makan malem buat berdua wkwk apalagi ya, lebih kayak ada tempat buat berkeluh kesah kali ya? Karena kan lebih tua dia jadi kalau cerita lebih enak aja gitu.”

“Ah gilaaa jadi mau nikah jugaaa, tapi kaget sih asli gue pas lo nikah duluan, soalnya anak angkatan kan tau lo gak tertarik apapun selain belajar sama anime wkwk” Ucap Namtan lagi.

Tawan hanya terkekeh kecil, benar semua orang tau betapa dirinya sangat suka dengan anime. Bahkan banyak yang mendekatinya melalui perantara anime, “Iya sama gua juga masih suka gak nyangka. Tapi ada yang dateng ngelamar yaudah gimanaa.” Jawab Tawan.

Memang berita Tawan dijodohkan tidak banyak yang tau, mereka yang bukan teman dekatnya hanya tau sebatas Tawan dilamar oleh anak kolega ayahnya.

“Eh Tay, gue duluan yaaa Singto udah selesai tuh. Lo gak apa-apa ditinggal sendiri?” Tanya Namtan saat melihat Singto berdiri di depan ruang sekre.

Tawan memberikan ibu jarinya dan melambaikan tangannya saat Namtan pergi meninggalkannya. Tawan melihat ponselnya lagi, sudah 15 menit dia menunggu Joss dan batang hidung lelaki itu belum terlihat juga.

Tawan meletakkan tasnya diatas meja sebagai bantal dan mulai memejamkan matanya untuk beristirahat. Mungkin 10 menit lagi Joss akan datang.

Tawan sayup-sayup mendengar suara orang yang berlalu lalang, Tawan sendiri sudah tidak menghitung berapa lama ia tertidur, matanya terlalu berat untuk ia buka.

Pintu ruang sekre di buka, Tawan tidak memperdulikan siapa yang masuk, dia hanya ingin beristirahat dengan tenang. Tawan membalikkan tubuhnya ke arah dinding dan kembali tertidur.

Sebuah tangan memasangkan jaket pada tubuh kecil Tawan, “Dek?” Sebuah suara yang dikenal Tawan menyapa indera pendengarannya, itu suara suaminya.

“Hm?” Tawan hanya menjawab sekenanya karena matanya masih sangat berat.

Joss hanya tersenyum kecil, merasa sedikit bersalah karena terlambat 40 menit menjemput Tawan. Sekarang sudah hampir pukul 5 sore dan di luar hujan deras. Beruntungnya Joss sampai tepat waktu.

Tadi saat bermain ps dengan teman-temannya, Joss tertidur karena lelah menunggu giliran bermain ps, belum lagi memang Joss sudah lama tidak tidur siang. Saat dia bangun betapa terkejutnya saat jarum jam menunjukkan angka 4:25 dimana sudah lewat 25 menit dari jam pulang kuliah Tawan.

Saat ingin memarahi temannya karena tidak membangunkannya, Joss juga melihat teman-temannya tertidur dengan nyenyak. Tanpa berpamitan, Joss langsung pergi menjemput Tawan.

Joss melipat tangannya di atas meja dan menatap Tawan yang tidur membelakanginya, saat diberitahu oleh pak satpam bahwa Tawan tertidur rasanya Joss sedikit lega, dia tidak membayangkan Tawan menunggunya di depan gedung berdiri selama 40 menit. Ternyata lelaki itu tertidur dengan pulas.

“Mau pulang sekarang apa nunggu hujan reda?” Tanya Joss pada Tawan yang masih memejamkan matanya.

“Kak J kan gak punya jas hujan.” Jawab Tawan tidak jelas karena masih menumpukan wajahnya pada lengannya.

“Punya, tadi aku beli di Indomaret karena tau bakal ujan, tapi kayaknya dari lutut kebawah bakal basah.” Jelas Joss.

“Kasian kamu capek, mending tidur di rumah yuk kalau disini nanti badannya makin sakit.” Lanjut Joss lagi.

“Yaudah oke....” Gumam Tawan.

Tawan mencoba membuka matanya, tangannya mengusap wajahnya untuk menyadarkannya dari rasa kantuk yang masih menderanya.

Joss terkekeh kecil dan membantu Tawan untuk berdiri, Joss mengambil jaketnya dan memasangkan jaket tersebut pada tubuh kecil Tawan.

“Angkat dulu tangan kanannya..” Pinta Joss

Tawan mengangkat tangan kanannya untuk memudahkan Joss memakaikan jaket pada tubuhnya, Tawan tidak bisa memikirkan hal lain selain tidur. Matanya sama sekali tidak bisa diajak bekerja sama.

Setelah jaketnya terpasang dengan rapi di tubuh Tawan, Joss kembali memakaikan Tawan tas lelaki itu. Tawan hanya bisa menerimanya tanpa banyak protes.

“Ayo tadi jas ujan sama helmnya aku titip di pak satpam. Kamu bisa jalan kan?” Ajak Joss.

“Hm bisa kak J.” Gumam Tawan.

Joss mengaitkan tangan Tawan pada tangannya sebagai tumpuan berjalan, pasti Tawan sangat kelelahan.

“Kamu mau mampir drive thru makanan gak? Atau mampir ke starbucks dulu? Tadi kamu minta starbucks kan.” Tanya Joss.

Tawan menggeleng kecil, “Nanti malem aja kak sekarang aku mau tidur banget.” Bisik Tawan dengan suara lemasnya.

Joss terkekeh kecil dan mengusak kepala Tawan dengan penuh sayang. Joss tersenyum pada pak satpam yang sudah membantunya dua kali hari ini. Tangannya dengan cekatan membuka jas hujan yang dibelinya dan memasangkannya pada tubuh Tawan dengan telaten.

Joss mengencangkan ikatan pada kupluk jas hujan Tawan agar kepala lelakk itu terlindungi dari hujan, “Ayo pake helmnya sendiri ya? Aku mau pake jas hujan dulu.” Pinta Joss.

Tawan mengangguk dan memasang helm bogo miliknya sambil menunggu Joss yang sedang memakai jas hujannya. Tawan melihat sekeliling, benar hujan turun dengan derasnya. Saat di sekre tadi suara hujannya tidak terlalu terdengar, kampus juga sudah tidak terlalu ramai hanya tinggal beberapa orang yang menunggu jemputan.

Joss menuntun Tawan pada motornya dengan perlahan karena jalanan yang licin. Joss membantu Tawan untuk naik ke atas motornya terlebih dahulu, baru dirinya naik belakangan.

“Kalau mau tidur gapapa, tapi pegangan yang erat ya dek? Takut jatoh. Kayaknya macet juga.” Ucap Joss dengan keras agar terdengar oleh Tawan.

“Iya kak.” Balas Tawan seadanya.

Tawan mengalungkan tangannya di perut Joss dan menyandarkan tubuhnya pada tubuh kekat lelaki itu, Tawan memejamkan matanya merasakan punggung hangat Joss, rasanya sangat nyaman. Jika perjalanan pulang kerumah mereka terjebak macet, Tawan rasa dia akan baik-baik saja karena saat ini punggung Joss menjadi tempat ternyamannya untuk tidur.

“Dek maaf ya telat jemputnya? Tadi kakak ketiduran, sekarang ayo pulang. Kamu boleh tidur. Ngantuk kan?” Ucap Joss sekali lagi.

Tawan hanya memberikan anggukan kecil sebagai jawabannya.

“Sleep well sayangnya kakak.” Ucap Joss sebelum menjalankan motornya.

Tawan yang sudah memejamkan matanya tidak terlalu mendengar ucapan Joss, lelaki itu hanya merasakan tangannya yang memeluk Joss dilingkupi oleh tangan lainnya, Tawan tersenyum kecil, rasanya sangat nyaman dan hangat.

Joss sendiri mengeratkan pegangan tangannya pada tangan tawan yang memeluk perutnya, sesekali melirik spion untuk memastikan Tawan merasa nyaman dan tidak terusik tidurnya meskipun dibawah derasnya hujan.

Joss tersenyum kecil dibalik helm yang dipakainya, sepertinya Joss tau alasan hujan turun sore ini, karena matahari yang biasa menyinari bumi sedang tertidur dibelakangnya.

“Dih alay banget dah gua.” Gumam Joss pada dirinya sendiri lalu terkekeh karena pikiran anehnya. Entah kenapa saat dekat Tawan perasaan nyaman selalu melingkupinya. Joss menyukai itu, seperti yang dia katakan bahwa Tawan terasa seperti rumah.

Joss seperti dihantam oleh sebuah hal, pertanyaan Bright dan Luke tentang perasaannya. Joss mungkin saja punya jawaban yang menggambarkan rasa aneh yang menyelimutinya dua hari ini.

“I didn't fall for him. It wasn't a falling feeling. It was more of a wandering into a quiet room and knowing I was home.” Gumam Joss dengan senyuman kecil di wajah tampannya.

Nothing happened

Joss menekan bel apartment Luke yang menjadi tujuannya menghabiskan waktu saat ini. Sebenarnya bisa saja dia pergi ke kantor untuk bekerja tapi ayahnya melarangnya pergi bekerja karena beliau memberikan Joss cuti selama seminggu.

Pintu terbuka menampilkan Luke yang masih terlihat berantakan dengan kaos dan boksernya.

“Jelek amat lu.” Ucap Joss memperhatikan temannya itu.

“Brengsek. Masuk gak?” Umpat Luke.

Joss masuk dan langsung menuju dapur untuk mengambil cemilan yang dimiliki temannya itu.

“Ngapain sih anjir lu ke tempat gua. Abis dah makanan gua.” Protes Luke.

Joss mengabaikan Luke dan membawa banyak cemilan Luke ke ruang tamu dan mendudukkan dirinya disana dengan nyaman.

“Kenapa muka lu suntuk banget? Sumpah Joss masih pagi jangan bikin gua pusing.” Keluh Luke, lelaki itu duduk di samping Joss dan memejamkan matanya dengan malas.

“Masa tadi gua cium kening Tawan di publik.” Cerita Joss.

Luke yang terkejut langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Joss dengan pandangan penasaran.

“Cium kening?” Tanya Luke memastikan.

“Iya. Aneh banget gak sih?” Tanya Joss.

Luke menggigit pipi bagian dalamnya, menahan tawa yang sebentar lagi keluar dari bibirnya. Kenapa lelaki ini baru sadar bahwa dirinya aneh? Padahal sejak sebelum menikah dia juga sudah berperilaku aneh, seperti orang yang jatuh cinta.

“Aneh gimana maksud lu?” Tanya Luke setelah berhasil menahan tawanya.

“Ya aneh?” Jawab Joss.

Luke melempar bantal ke wajah Joss dengan rasa kesal yang mulai terlihat, “Maksud gua deskripsiin rasanya goblok.”

“Maksudnya gua bingung aja kenapa gua harus cium kening dia? Gua kayak ngelakuin hal tanpa pikir panjang gitu dah Luke. Kemarin juga masa gua kekanakan banget pake ledekkin dia gitu masih pagi. Apa ini syndrome pagi gua ya jadi sedikit aneh.” Jelas Joss dengan mata yang menerawang mengingat perilaku anehnya sejak kemarin.

“Lu udah berapa kali jatuh cinta dah Joss.” Tanya Luke tiba-tiba.

Joss sedikit terkejut atas pertanyaan Luke yang tiba-tiba, “Gak tau. Berapa kali dah Luke?” Tanya Joss balik.

Luke berpikir, semenjak berteman dengan Joss. Lelaki itu hanya punya pacar dua kali namun dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu Joss hanya dekat dengan banyak orang tanpa status yang jelas.

“Waktu sama Saint, rasanya sama gak kayak pas sama Tawan?” Tanya Luke hati-hati.

Joss menoleh ke arah Luke dengan wajah masamnya, Luke yang ditatap seperti itu hanya menampilkan cengirannya.

“Sorry sorry gak pake warning dulu bawa-bawa mantan. Tapi on serious note gua nanya, rasanya sama gak kayak pas dulu?” Tanya Luke lagi.

“Dulu gua kayak gimana kalau jatuh cinta. Gua sendiri lupa.” Balas Joss datar.

Luke meringis mendengar intonasi jawaban Joss, harusnya dia memang tidak mengungkit masa lalu suram lelaki itu. Kalau seperti ini Luke butuh Bright dan Mild untuk menangani Joss.

“Bocah pada tau gak lu kesini? Kalau pada free suruh kesini aja main ps bareng.” Ucap Luke mengalihkan obrolan mereka.

Joss hanya mengendikkan bahunya dan mengambil snack terdekat darinya dan mulai memakannya tanpa banyak bicara lagi.

Luke mengambil ponsel dan mengirimkan pesan pada temannya untuk datang ke apartmentnya, Luke juga mengirimkan pesan pribadi pada Mild bahwa dirinya tidak sengaja membawa mantan kekasih Joss pada obrolan mereka.

“Lu disini sampe sore kan? Nungguin Tawan pulang kuliah?” Tanya Luke memecah keheningan yang terjadi.

“Nanti siang mau ke kampusnya lagi, gua janji makan siang bareng. Nanti ikut aja.” Balas Joss tanpa menoleh ke arah Luke.

Luke menggaruk lehernya dengan canggung, “Yaudah gua mandi dulu. Kalau ada yang dateng paling bocah-bocah, tadi udah gua pada suruh kesini.”

“Oke.”

Luke memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, matanya melirik Joss yang masih memasang wajah datarnya. Obrolan tentang masa lalu Joss memang selalu menjadi topik sensitif bagi lelaki itu.

Jika dilihat dari reaksi yang diberikan oleh Joss, Luke yakin kalau lelaki itu belum menceritakan apapun tengang kisah percintaannya pada Tawan, dan mungkin tidak akan pernah menceritakannya.

Joss bukanlah orang yang suka membicarakan masa lalu, lelaki itu juga tertutup. Jika disuruh bercerita, Joss biasanya hanya akan menceritakan seputar pekerjaannya, hobi, ataupun teman-temannya pada pasangannya.

Tidak lama setelah Luke masuk ke dalam kamar suara bel apartment berbunyi, Joss dengan malas bangkit untuk membuka pintu.

Dilihatnya Bright dan Kayavine datang bersamaan. Mereka menampilkan paper bag berlogo starbucks.

“Buset pagi-pagi muka lu suntuk aja, gak ada ciri-ciri muka abis nikah dah.” Komentar Kayavine saat melihat Joss yang membuka pintu dengan wajah datar.

Joss hanya mendengus dan mempersilahkan kedua temannya untuk masuk, “Cepet banget lu pada udah pada punya firasat gua bakal ke tempat Luke apa gimana.” Ucap Joss.

“Gua tadi mau ke agensi mau ngecek jadwal terus pas disuruh Luke kesini yaudah gua puter balik. Jadwalnya dikirim via email aja gua bilang ke manager gua gitu.” Cerita Bright.

Joss menaikkan alisnya sebagai tanda bahwa dirinya bertanya pada Kayavine.

“Apartment gua sama Luke deket anjir lagipula gua kan emang morning person jadi cepet lah.” Ucap Kayavine.

“Lo sendiri ngapain?” Tanya Bright basa basi.

“Cuti gua sekalian nungguin Tawan balik kuliah nanti.” Jawab Joss.

“Kenapa gak ngambil job aja?” Tanya Kayavine.

“Dikosongin juga sama bokap gua, lagi kalau gua ambil sekarang job gua ke luar kota, kasian amat anak orang gua tinggal.” Jelas Joss.

Bright dan Kayavine mengangguk mengerti, mereka memutuskan untuk menghidupkan televisi sambil memakan cemilan untuk membunuh waktu.

Bright menyadari bahwa mood temannya itu sedang tidak terlalu bagus jadi dirinya memilih untuk melakukan hal lain, menghindari suasana semakin suram.

Setelah 10 menit berlalu, Luke akhirnya menampakkan diri dengan rambut yang masih basah dan handuk yang tersampir di bahunya.

“Asik udah pada dateng, giliran main ps aja lu pada gercep banget.” Sindir Luke pada kedua temannya yang masih asik makan.

“Oh iya dong.” Balas Kayavine memeletkan lidahnya Luke.

Luke hanya terkekeh dan mengambil minuman bersoda untuk kedua temannya itu, “Bright rapi amat lu kayak mau ke lokasi.” Ucap Luke melemparkan kaleng cola pada Bright dan Kayavine.

“Iya tadi mau ke agensi gua.” Jelas Bright lagi.

Luke hanya mengangguk dan duduk di sofa yang tepat disamping Joss. Luke melirik Joss yang fokus menonton film yang sedang diputar.

Bright bertanya pada Luke melalui tatapan matanya, Luke hanya menyengir dan mengirimkan pesan kepada Bright terkait pembicaraannya dan Joss beberapa saat yang lalu.

Bright menghela nafasnya perlahan dan memijat batang hidungnya dengan lelah, “Jadi Joss, lo mau tau gimana dulu lo pas pacaran sama Saint?” Tanya Bright tanpa basa basi.

Luke menipiskan bibirnya dan mengumpat dalam hati atas ucapan Bright yang tanpa basa-basi, bukan hanya Luke namun Kayavine juga menghentikan kegiatannya memakan cemilan dan menatap Bright dengan pandangan horrornya.

Joss langsung menatap Bright tepat dimata, bertanya pada lelaki itu maksud dari pertanyaannya karena pembicaraan terkait masa lalu sudah Joss anggap berhenti sejak Luke masuk ke dalam kamarnya.

“Maksud lu apa?” Tanya Joss datar.

“Kenapa muka lo suntuk?” Tanya Bright balik.

“Mikirin mantan lo itu apa gimana?” Tanya Bright tanpa memberikan Joss waktu untuk menjawab.

“Gua gak mikirin dia, dan pembicaraan tentang masa lalu kayaknya harus berhenti sampe disini. Gua kesini buat main bareng kalian, bukan buat ngomongin masa lalu.” Jawab Joss sedikit emosi.

“Gimana waktu lo pacaran sama Saint? Lo menyedihkan. Lakuin apapun buat dia tanpa dapet balasan apa-apa. Kalau mau definisiin jatuh cinta, jangan definisiin waktu bareng Saint karena saat itu lo jatuh cinta sendirian, Joss Wayar.” Ucap Bright mengingatkan.

“Anjing.” Umpat Joss menatap Bright dengan pandangan marahnya.

“Gua tadi cuma nanya alasan gua ngerasa aneh ke Tawan dua hari ini. Terus temen lu ini tiba-tiba bawa-bawa Saint out of nowhere. Gua bahkan cuma bales satu kalimat, “Gimana gua dulu pas jatuh cinta karena gua lupa.”. Jelas Joss dengan kalimat penuh tekanan.

“Terus lu dateng tiba-tiba bawa Saint lagi, gua bahkan belum ngomong apa-apa anjing.” Teriak Joss pada Bright.

Bright memejamkan matanya dan memijat batang hidungnya, kepalanya bertambah pusing.

“Oke gua minta maaf.” Ucap Bright mengalah.

“Tapi serius, muka lo suntuk kenapa?” Tanya Bright lagi, kali ini dengan intonasi yang cukup bersahabat.

“Ya menurut lu kenapa?” Tanya Joss balik.

“Gara-gara Saint?” Kali ini Kayavine memutuskan untuk berbicara.

Joss menghela nafasnya, lekaki itu menepuk-nepuk lehernya dengan lelah, “Buat apa gua suntukkin dia anjing. Gua lagi mikir alasan gua aneh dua hari ini goblok.” Geram Joss pada teman-temannya.

Bright menipiskan bibirnya dan menatap Luke dengan tatapan kekesalan sementara Luke hanya menampilkan cengiran bersalahnya.

“Gua kira lu marah anjir Joss sama gua karena bawa-bawa Saint.” Ucap Luke pada Joss.

“Sekali lagi lu bawa nama dia, gua beneran marah.” Peringat Joss.

Luke mengangkat tangannya tanda menyerah, “Oke jadi lu kesini mau konsultasi gitu maksudnya?”

“Deskripsiin rasa aneh lu.” Perintah Bright.

“Ya aneh gimana sih anjing, apa yang mau di deskripsiin.” Jawab Joss dengan lelah.

“Ada kupu-kupu gak?” Kali ini Kayavine yang bertanya.

Joss mengerutkan dahinya dan bertanya, “Kupu-kupu di perut kayak kalau lagi jatuh cinta?”

“Iya” Jawab Kayavine, Bright, dan Luke serempak.

“Gak ada lah, gua cuma ngerasa aneh aja. Kemarin gua bertingkah kayak anak kecil, tadi juga gua cium kening dia gitu tanpa di rencanain. Apa gua kebawa umurnya Tawan?” Tanya Joss.

“Gua ngerasa lucu aja gitu sama si Tawan, terus nyaman aja kalau dideket itu anak. Rasanya apa ya, kayak pulang ke rumah?” Lanjut Joss.

“Tapi serius lo gak ngerasa ada kupu-kupu atau perasaan deg-degkan gitu?” Tanya Bright memastikan.

“Kaga anjing, udah gua bilang beberapa kali.” Ucap Joss dengan lelah.

Luke menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia juga jadi merasa bingung. Apa benar Joss hanya menganggap Tawan sebagai adiknya? Tapi masa iya?

Sejak sebelum pernikahan Joss bertingkah seperti seseorang yang benar-benar sedang jatuh cinta. Saat itu Joss seringkali melakukan video call dengan Tawan sebelum tidur, Joss juga sering mengirimkan pesan pesan manis pada lelaki kecil itu dan jangan lupakan berbagai makanan yang dia belikan pada Tawan.

“Lu jangan bikin kita bingung juga dong...” Ucap Luke frustasi.

Joss hanya terkekeh dengan pelan, “Kan gua bilang. Lu pada kaga percaya pas gua bilang gua liat Tawan as adek doang.”

“Tapi yang di akun private lo? Yang lo bilang I love you” Tanya Kayavine.

“Ya itu gua jawab ucapan Tawan lah, kan dia bilang dia sayang gua. Gua juga bilang gua sayang dia. Siapa sih yang gak sayang anak lucu kayak gitu?” Jelas Joss.

“Lo kaya salting disitu.” Sangkal Bright.

“Bukan salting sih Bright, lebih kayak kaget aja. Soalnya Tawan gak cukup vokal kalau lagi berdua sama gua soal perasaan. Dia emang banyak ngomong tapi ya isinya kegiatan sama hal yang dia suka aja gitu. Makanya gua kaget pas dia bilang sayang itu. Wajar sih bilang sayang ke suami.” Jelas Joss lagi.

Bright hanya menampilkan senyuman samarnya, memang ada beberapa orang yang jatuh cinta tanpa merasakan tanda-tanda seperti kupu-kupu berterbangan di perut atau jantung yang berdetak berlebihan, pada kasus seperti itu biasanya orang itu sudah mendefinisikan hubungannya dengan orang lain secara kuat.

Dan Joss sudah mendefinisikan bahwa dirinya menganggap Tawan sebagai adik maka perasaan yang sedang tumbuh di dirinya terasa biasa saja, beberapa kali Joss akan merasakan aneh namun hal itu akan dilupakannya dalam beberapa hari.

“Berarti lo udah dapet jawabannya kan?” Tanya Bright.

“Apa?”

Bright menghembuskan nafasnya lelah, “Itu lo bertingkah aneh karena nyamain umur Tawan. Untuk urusan cium dia, mungkin lo ngikutin film atau apapun itu. Biasanya pasangan menikah gitu kan di film.” Bright memberikan kesimpulannya pada Joss.

Luke membulatkan matanya terkejut, kok Bright bukan menuntun Joss pada jalan yang benar?

“Maksud lo?” Ucap Luke tanpa suara pada Bright.

“Oh iya bener juga. Yaudah ayo main ps lah.” Ajak Joss pada teman-temannya.

Sementara itu Bright hanya mengendikkan bahunya pada Luke dan tertawa kecil, Kayavine sendiri sudah memisahkan dirinya dari ketiga temannya yang sedang ribut memikirkan permasalahan cinta. Sejak awal Kayavine sudah tau bahwa Joss memang bukan tipe orang yang jatuh cinta dengan cepat.

Joss selalu memerlukan waktu untuk jatuh cinta karena sekali lelaki itu jatuh cinta, dia akan memberikan segalanya untuk lelaki itu. Seperti yang dia lakukan pada saat bersama Saint dahulu.

Untuk itu daripada memaksa Joss untuk mengakui perasaan yang belum ada, lebih baik membantu Joss untuk membuka hatinya pada Tawan, karena Kayavine berani bertaruh bahwa lelaki kecil itu sudah jatuh cinta sedalamnya pada temannya, Joss Wayar.

Euphoria

Tawan membuka matanya dengan perlahan, merasa terusik dengan beban berat yang berada di perutnya saat ini. Matanya mengintip sedikit, ternyata tangan suaminya lah yang ditumpukan pada perutnya dan memeluknya dengan erat.

Tawan berusaha bergerak sedikit mungkin untuk mengambil ponsel di nakas tanpa membangunkan suaminya. Matanya menyipit saat brightness ponsel terasa terlalu terang untuknya.

“Jam 7?” Gumam Tawan saat melihat angka yang tertera di ponselnya.

Mata Tawan langsung terbuka dengan sepenuhnya, jam 7? Hari ini adalah hari senin, dirinya masuk kuliah jam 8 pagi. Hanya tersisa satu jam sebelum kuliahnya di mulai.

Tawan dengan perlahan menyingkirkan tangan Joss yang masih memeluknya dengan erat.

“Kakkkk.” Panggil Tawan.

“Kakkkk udah jam 7.” Panggil Tawan lagi, kali ini lelaki itu menepuk-nepuk pipi Joss dengan lembut.

Joss menggeliatkan tubuhnya tanpa membuka matanya sedikitpun, “Jam berapa?” Tanya Joss dengan suara khas bangun tidurnya.

“Udah jam 7 kak, kerja kan hari ini?” Tanya Tawan.

“Cuti nikah aku seminggu.” Jawab Joss dengan mata yang masih terpejam.

Tawan hanya mengangguk kan kepalanya dan beranjak dari tempat tidur untuk bersiap-siap pergi kuliah. Dia tidak bisa seperti Joss yang mengambil cuti setelah menikah, apalagi bulan-bulan menuju akhir semester seperti ini pasti jadwalnya sangat padat.

“Kamu kuliah?” Tanya Joss

“Iya kak kuliah kayak biasa, kan gak bisa cuti.” Kekeh Tawan.

“Yaudah rapi-rapi gih nanti aku anterin sama jemput ya.” Perintah Joss, lelaki itu kembali menarik selimutnya dan memejamkan matanya untuk tertidur sebentar lagi.

Tawan hanya tersenyum melihat kelakukan suaminya itu, Tawan memutuskan untuk membersihkan tubuhnya lalu memasak sarapan untuk Joss.

Tawan keluar kamar mandi dengan seragam perawat yañg telah rapi terpasang ditubuh kecilnya.

“Kamu pake seragam hari ini?” Tanya Joss memperhatikan Tawan dari atas hingga bawah.

“Iyalah aku kan poltekkes, pake seragam lah kak.” Jawab Tawan dengan senyumannya.

“Mandi gih kak, aku buat sarapan dulu. Sandwitch gapapa kan ya?” Sambung Tawan.

“Gak apa-apa, kopi ya dek sekalian.” Pinta Joss.

Tawan memberikan ibu jarinya dan berlalu ke dapur untuk mempersiapkan sarapan mereka. Joss sendiri memperhatikan Tawan dengan ringisan kecil yang berusaha ditahannya saat melihat lelaki itu keluar kamar dengan seragam perawat.

“Bangsat morning wood.” Ucap Joss memperhatikan bagian bawahnya yang sengaja ia tutupi dengan selimut untuk menyembunyikan kejantanannya yang ereksi.


Joss memberhentikan motornya tepat di depan gedung tempat Tawan berkuliah. Lelaki itu membuka helmnya dan menoleh ke arah Tawan yang juga sedang membuka helmnya dengan perlahan agar rambutnya tidak terlalu berantakan.

“Gak telat kan?” Tanya Joss dengan menerima uluran helm yang diberikan Tawan.

“Enggak kak, masih 10 menit lagi kok kelasnya.” Sahut Tawan dengan senyuman kecil yang terpasang di wajah tampannya.

“Nanti pulang jam berapa?”

“Jam 4-an kak, nanti aku chat ya kalau udah pulang. Kakak mau di rumah hari ini?”

“Gak, ini mau main ps di apartment Luke. Nanti siang mau makan bareng gak?” Tawar Joss.

“Makan bareng?” Tanya Tawan dengan bingung. Bagaimana cara makan siang bareng?

“Iya di kantin fakultas kamu dek, nanti aku samper kesini.”

Tawan membulatkan bibirnya dan mengangguk dengan semangat, “Kalau gak ngerepotin kakak, boleh makan bareng. Nanti aku yang traktir.” Jawab Tawan dengan malu.

Joss terkekeh kecil dan mengusap rambut Tawan dengan lembut, “Oke kamu yang traktir ya dek.”

Tawan menganggukkan kepalanya dengan semangat disertai cengiran yang selalu terpasang di wajahnya.

“Yaudah aku masuk dulu ya kak?” Pamit Tawan.

“Iya.”

Tawan melambaikan tangannya pada Joss.

“Tawannnn.” Panggil Joss sebelum Tawan masuk ke dalam gedung fakultasnya.

Joss menstandarkan motornya dan meletakkan dua helmnya di atas jok motornya.

Joss berlari kecil ke arah Tawan, sementara Tawan hanya memperhatikan Joss dengan wajah kebingungan yang jelas.

“Kenapa kak-?”

Cup

Belum sempat Tawan menyelesaikan ucapannya, dia menerima kecupan singkat di dahinya dari lelaki yang berstatus sebagai suami sahnya.

Tawan menampilkan wajah terkejutnya, tidak menyangka akan mendapatkan kecupan di tengah ramainya mahasiswa berlalu lalang di kampusnya.

“Belajar yang rajin ya dek.” Bisik Joss dengan lembut. Lelaki itu mengusak rambut Tawan sekali dan kembali ke motornya dengan cepat.

Tawan yang masih memproses kejadian yang terjadi itu hanya bisa melambaikan tangannya melihat kepergian motor Joss.

Perutnya merasakan euphoria yang sama seperti sebelumnya, kupu-kupu berterbangkan dengan ricuh. Tawan menutup wajahnya yang memerah.

“Kenapa sih dia tuh suka tiba-tiba kayak gitu. Dia gatau apa rasanya gua mau mati kalau dia lagi bertingkah manis tiba-tiba. Dasar aneh.” Gumam Tawan frustasi.

Tawan masuk ke dalam gedung dalam perasaan campur aduk, masih pagi namun rasanya hatinya sudah lelah menerima fakta bahwa dia akan menghabiskan seluruh hidupnya dengan godaan besar bernama Joss Wayar.

Coffee and Breakfast

Tawan membuka matanya saat sinar matahari masuk melalui celah gorden yang tersingkap sedikit. Tubuhnya masih terasa pegal akibat pesta pernikahannya kemarin, dirinya bahkan baru bisa memejamkan mata saat jarum jam menunjukkan angka 1 pagi.

Setelah acara selesai, keluarganya dan keluarga Joss memutuskan berkumpul dan merayakan pernikahan mereka untuk kedua kalinya dengan minum-minum bersama di rumah Joss.

Tawan dan Joss semalam memutuskan untuk pulang duluan ke apartment mereka karena Tawan sudah tidak memiliki tenaga yang tersisa. Orang tua mereka menyarankan untuk menginap namun Joss memilih untuk langsung pulang apartment saja.

Tawan melirik sisi sebelah kirinya yang sudah kosong. Seperti tidak ada presensi suaminya, padahal Tawan yakin semalam Joss tidur di kamar bersamanya.

Pada awalnya mereka sedikit canggung, bahkan Joss menawarkan untuk dirinya tidur di ruang tamu jika Tawan merasa tidak nyaman. Tentu saja Tawan menolaknya, bagaimanapun Joss adalah suaminya. Mereka sudah menjadi sepasang suami-suami, rasanya kurang etis jika dirinya tidur sendirian di kamar sementara lelaki itu tidur di luar.

Suara pintu terbuka menyadarkan Tawan dari kegiatan yang dilakukannya, yaitu berpikir.

“Udah bangun?” Tanya Joss saat melihat Tawan yang masih dalam posisi berbaring dengan ponsel diatas tubuhnya.

“Udah kak. Jam berapa sekarang?” Tanya Tawan merubah posisinya menjadi duduk bersandar.

“Jam 9.” Joss menjawab pertanyaan Tawan sambil membuka gorden kamar mereka yang langsung memperlihatkan kota Jakarta.

Tawan menyipitkan matanya saat merasakan sinar matahari yang langsung masuk ke kamar mereka.

Tawan sangat menyukai pilihan apartment Joss. Apartment ini berada ditengah kota dengan pemandangan yang cukup bagus, yaitu pemandangan kota Jakarta.

Apartment mereka memiliki 3 kamar, dengan 1 kamar utama yang mereka gunakan saat ini dan 2 kamar sisanya sepakat mereka gunakan untuk ruang kerja Joss dan ruang koleksi Tawan.

“Badannya udah enakan?” Joss duduk dipinggir tempat tidur dan memberikan gelas berisi air putih untuk Tawan minum.

Tawan menerima gelas tersebut dan meminumnya dengan tenang, mengabaikan degupan jantungnya yang semakin hari semakin keras. Seakan tidak ada waktu istirahatnya, Tawan semakin takut bahwa lelaki yang menjadi suaminya akan mendengar detakan jantungnya.

“Lumayan kak, semalem aku pake koyo juga.” Tawan memperlihatkan pundak dan lehernya yang ia tempelkan koyo untuk menghilangkan rasa pegal di tubuhnya.

“Mau mandi dulu apa mau sarapan dulu?” Tanya Joss lagi.

“Mau sarapan dulu, aku laper banget.” Tawan menjawab tanpa banyak berpikir.

Joss terkekeh kecil dan mengusak rambut lelaki yamg lebih kecil dengan gemas, “Yaudah cuci muka sama sikat gigi dulu oke? Tadi aku pagi-pagi mommy dateng bawain makanan.”

“Mommy dateng? Jam berapa kak?” Tanya Tawan terkejut.

“Pagi tadi jam 7an deh, dia mau CFD-an terus mampir kesini bawain sarapan sama belanjaan buat isi kulkas.” Jelas Joss.

Tawan menutup wajahnya dan mengerang dengan frustasi, “Malu aku. Mommy pagi-pagi udah produktif sementara aku tadi masih tidur.”

Joss kembali terkekeh dengan manis, “Ya gapapa kali. Mommy juga pasti ngerti kalau kamu capek.” Ucap Joss menenangkan.

“Udah cepet cuci muka, sikat gigi terus sarapan. Hari ini jadi rapihin apartment kan? Apa mau ditunda dulu?” Lanjut Joss.

Tawan menggeleng dengan tidak setuju, “Tetep mau beresin hari ini. Kasian pacar-pacar aku di dalam kardus pasti kesempitan.” Ucap Tawan pelan.

Joss hanya menggelengkan kepalanya dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari wajah tampannya, tangannya menarik pelan Tawan untuk bangkit dari tempat tidur.

“Cuci muka dan sikat gigi. Cuci muka dan sikat gigi.” Gumam Joss mendorong Tawan masuk ke kamar mandi yang berada di dalam kamar kamar mereka.

Tawan hanya tertawa geli melihat kelakuan Joss yang cukup aneh, “Apasih kakk.” Protes Tawan dengan tawa yang masih terdengar disela protesannya.

Joss hanya menyengir kecil dan menutup pintu kamar mandi dengan lambaian tangannya. Lelaki itu terkekeh melihat wajah Tawan yang sedikit kebingungaan akan tingkahnya. Joss juga tidak mengerti, dia hanya mengikuti perintah otaknya untuk melakukan hal semacam itu.

“Aneh banget gua.” Gumam Joss pada dirinya sendiri.


Tawan keluar dari kamar dengan wajah yang basah, menunjukkan bahwa lelaki itu baru saja membasuh wajahnya. Tawan melihat Joss sudah duduk di meja makan dengan segelas kopi hitam yang terlihat masih panas dan segelas susu yang sudah dipastikan untuk dirinya.

Tawan memutuskan untuk duduk dihadapan Joss dengan senyuman lebarnya, “Wah nasi goreng.” Gumam Tawan dengan mata yang tidak lepas dari makanan yang tersedia.

Tawan berinisiatif untuk mengambilkan makanan untuk Joss, “Kak nasinya mau banyak atau dikit? Terus mau lauk apa aja?” Tanya Tawan.

“Nasinya jangan terlalu banyak, buat lauknya pake telur sama ayam aja.”

Tawan mengangguk dan mengambilkan lauk pauk sesuai dengan yang Joss inginkan. Tawan beberapa kali melirik Joss yang sibuk dengan ponselnya.

“Ini kak.” Ucap Tawan meletakkan piring berisi nasi goreng di hadapan Joss.

“Thank you.” Gumam Joss pelan.

Tawan mengangguk kecil dan mulai mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Tawan mengambil nasi dan lauk yang cukup banyak, kebetulan ibu mertuanya memberikan mereka berbagai macam lauk pauk. Ada telur goreng, sosis goreng, nugget goreng, ayam goreng, dan juga salad sayur.

“Ayo doa dulu.” Ajak Joss yang dibalas Tawan dengan anggukan setuju.

Joss memejamkan matanya untuk berdoa, “Terimakasih Bapa, sudah memberi kesempatan untuk menikmati hidangan yang enak ini. Sekarang kami akan menyantap makanan dan minuman ini. Berkatilah semoga makanan ini bisa berguna bagi kesehatan kami. Amin.”

“Amin.” Gumam Tawan.

Tawan dan Joss memakan sarapan mereka tanpa ada percakapan yang terjadi. Joss sendiri memang jarang berbicara jika sedang makan kecuali ayahnya mengajaknya berbicara terlebih dahulu, namun biasanya itu hanya tentang bisnis.

Sementara Tawan kebalikannya, Tawan sering sekali mengobrol saat makan dengan Nanon. Durasi makannya juga menjadi lebih lama karena lebih banyak mengobrol daripada makannya. Tawan sangat ingin mengajak Joss berbicara saat ini.

“Kenapa?” Tanya Joss saat menyadari Tawan yang terlihat gelisah.

“Hehehe kak J, aku biasanya ngobrol sambil makan. Rasanya aneh ana kalau diem gini.” Jujur Tawan dengan pipi yang memerah karena malu.

Joss terkekeh kecil, “Oke. Mau ngobrol apa?” Ucap Joss mengikuti kemauan Tawan.

Tawan mengerutkan dahinya, “Sekarang aku bingung mau ngobrol apa.” Keluh Tawan.

Joss mendengus kecil, “Gimana sih.” Ledek Joss.

Tawan hanya mencibir pelan dan melanjutkan makannya dalam diam.

“Oh iya, kamu mau pake asisten rumah tangga gak?” Tanya Joss tiba-tiba.

Tawan yang sedikit terkejut meraih susunya dan meminumnya dengan rakus.

“Kak J, kaget banget tiba-tiba nanya.” Omel Tawan.

Joss hanya menjulurkan lidahnya dan melanjutkan makannya sambil menunggu jawaban Tawan.

“Kayaknya aku belum mau pake asisten rumah tangga deh kak. Lagian ini bukan rumah yang gede gitu. Kalau beresin ini mah aku masih sanggup.” Jelas Tawan.

“Gimana kalau bagi tugas?” Ucap Joss menawarkan pilihan untuk Tawan.

“Bagi tugas gimana kak?” Tanya Tawan tidak mengerti.

“Ya misalnya kamu masak, tapi kalau masak gak gantian soalnya aku gabisa masak. Terus nanti aku yang cuci piring. Terus setiap hari apa kamu yang bersihin rumah, nanti gantian aku yang bersihin. Kalau cuci baju gak usah, di laundry aja nanti.” Jelas Joss.

“Boleh sih kak. Aku setuju. Point masak juga aku setuju, walaupun aku gak bisa-bisa amat sih. Bisa makanan simple aja.” Balas Tawan dengan malu.

“Yaudah nanti jadwalnya aku sesuaiin ya sama kuliah kamu. Aku nanti pilih jadwal kamu rapiin pas kamu masuk agak siang aja.” Joss kembali berucap.

“Oh iya kak request jumat aku bisa dikosongin gak, soalnya jumat aku biasanya praktek sampai sore banget.” Pinta Tawan.

“Boleh.” Jawab Joss tanpa pikir panjang.

Tawan dan Joss kembali melanjutkan acara makan mereka setelah keputusan tentang kegiatan di rumah mencapai tahap persetujuan akhir.

“Tuhan, terima kasih atas makanan yang telah kami makan. Kami juga berterima kasih atas cinta diantara kami, dan kami memujiMu yang selalu ada diantara kami. Amin.” Ucap Joss setelah mereka berdua menyelesaikan sarapan mereka.

Tawan merapikan piring mereka berdua dan membawanya ke dapur untuk di cuci. Sementara Joss masih setia berada di meja makan dengan ponsel yang berada ditelinganya.

Saat selesai doa tadi Joss langsung menerima panggilan telfon dari managernya terkait jadwal pemotretannya untuk minggu besok.

Tawan berinisiatif mencuci piring sendiri tanpa bantuan Joss, karena tadi pagi Joss sudah menyiapkan sarapan untuknya. Tawan menggulung lengan panjangnya dan mulai mencuci piring.

Namun memang bukan Tawan jika dia hanya berdiam dan fokus mencuci piring, Tawan menepuk-nepuk kakinya ke lantai bersiap untuk melakukan konser sambil mencuci piring.

“Pertama kali aku temukan, dalam setiap kata yang kau ucap. Bila malam tlah datang, terkadang ingin kutulis semua. Perasaan.” Tawan bernyanyi salah satu lagu favoritenya.

“Kata orang rindu itu indah, namun bagiku ini menyiksa. Sejenak kufikirkan, untuk ku benci saja... Dirimu... Namun sulit ku membenci.” Gesture tubuhnya menunjukkan bahwa lelaki itu sangat mendalami lagu yang dinyanyikannya.

Tawan bahkan tidak menyadari bahwa Joss telah selesai menerima telfon dan berdiri di dapur memperhatikannya yang sedang bernyanyi dengan tangan yang dilipat di dada dan senyuman yang terbit di wajah tampannya.

“Pejamkan mata bila... Ku ingin bernafas lega, dalam anganku. Aku berada, di satu persimpangan jalan yang sulit kupilih.” Sambung Joss tiba-tiba mengangetkan Tawan sampai piring yang dipegangnya hampir tergelincir jatuh.

“Kak J?!!!” Omel Tawan. “Ini piringnya hampir jatuh tau.”

“Hahahahaha.” Joss tertawa dengan suara yang cukup keras. Lelaki itu mendekati Tawan dan memutuskan membantu untuk mengeringkan piring yang sudah dicucinya.

“Serius banget sih nyuci piring sambil nyanyi lagu galau. Lagi kok kamu bisa tau lagu lama dek, lagu Melly Goeslaw lagi.” Tanya Joss kebingungan.

“Ya masa gak tau...” Respon Tawan seadanya.

“Tapi jarang aja dek, se umuran kamu biasanya tau lagu lawas tuh lagu band terkenal kayak Sheila on 7 atau Peterpan. Ini Melly Goeslaw loh. Kayaknya lagu ini juga rilis pas kamu belum lahir gak sih? Tahun 2002.” Jelas Joss.

Tawan menatap Joss dengan mata yang menyipit, tangannya mencubit lengan Joss dengan cukup keras.

“Aduh? Kok aku dicubit?” Tanya Joss meledek Tawan dengan suara yang dibuat-buat kesakitan.

“Bukan tahun 2002 tau, aku lahir tahun 2001. Berarti aku lahir duluan daripada lagunya.” Gerutu Tawan dengan bibir yang dimajukan.

“Lagi kak J, stop ngomong seakan-akan kak J tuh lahiran tahun 1990!! Kakak cuma beda 3 tahun sama aku tau.” Protes Tawan berlanjut.

Joss semakin tertawa dengan bahu yang bergetar, benar juga sebenarnya. Dia dan Tawan hanya berbeda 3 tahun tapi rasanya setiap dia berada di dekat Tawan dia selalu merasa perbedaan usia diantara mereka berdua sangat jauh, seakan-akan Tawan masih sangat kecil.

“Ya tetep aja kayaknya gak banyak yang nyanyiin Melly Goeslaw deh sekarang-sekarang ini.” Ucap Joss setelah tawanya mereda.

“Gak tau sih, lagu ini tuh aku tau karena aku sama temen-temenku suka banget nonton film lama gitu kayak AADC, kita udah rewatch berkali-kali makanya sampai hafal sama soundtrack lagunya.” Jelas Tawan sedikit kesal.

“Haha aku kira kamu beneran cuma dengerin lagu jepang gitu loh dek, makanya sedikit kaget tadi.” Kekeh Joss.

Tawan menggeleng kecil dan memberikan piring terakhirnya kepada Joss untuk dikeringkan lelaki itu.

“Walaupun aku emang suka anime dari dulu, aku juga ngelewatin masa alay. Aku pas SMP itu di sekolah negeri tau, aku masih ikut-ikutan kalau post status di facebook galau pake lirik lagu atau galau pake quotes yang ada gambar kartun kardus kotak itu. Jadi aku masih tau banyak lah lagu-lagu galau lama Indonesia.” Curhat Tawan.

“Mungkin kalau Nanon udah gak tau, soalnya dia dari SD sampai SMA itu di swasta, terus dia emang bergaulnya sama yang sama-sama suka anime. Kalau kakak tanya dia lagu Chrisye pasti dia gak tau. Kalau aku masih tau.”

“Ternyata aku masih belum banyak tau tentang kamu ya dek.” Gumam Joss sebagai respon atas cerita Tawan.

Tawan hanya menampilkan cengiran lebarnya. Memang masih banyak hal yang belum diketahui Joss akan dirinya, begitupun sebaliknya.

“Tapi gak apa-apa, nanti aku pelajarin lagi pelan-pelan. Waktu kita masih lama kan? Seumur hidup itu lama loh dek. Nanti aku juga tau semua hal tentang kamu sepenuhnya.” Kekeh Joss menampilkan senyuman kecilnya.

Joss mengusap pucuk kepala Tawan, “Ayo sekarang beresin barang.” Ajak Joss.

Joss berjalan keluar dari dapur terlebih dulu, meninggalkan Tawan yang mematung atas perkataan Joss yang memang selalu bisa membuatnya terkejut.

Tawan merutuki kebiasaan lelaki itu, selalu berbicara seenaknya seakan-akan ucapan sederhananya tidak memberikan efek untuk jantungnya.

Tawan juga bertanya-tanya, bagaimana bisa orang yang jatuh cinta tidak masuk rumah sakit atas denyut jantung yang berlebihan? Karena saat ini rasanya Tawan ingin sekali pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan jantungnya yang selalu bekerja keras akhir-akhir ini.


Tawan masuk ke dalam kamar yang akan dijadikan ruangan koleksinya. Di dalam kamat itu sudah banyak box yang berisi koleksi Tawan selama bertahun-tahun.

“Ini lemarinya kurang gak ya? Kalau kurang kayaknya kita harus ke informa lagi dek.” Ucap Joss menunjuk 3 lemari berwarna putih yang sudah dibelinya 2 minggu sebelum pernikahan.

Tawan melirik boxnya yang berjumlah 10 dengan ukuran yang besar, “Hehehe kayaknya kurang deh kak.” Ringis Tawan merasa tidak enak.

“Oke nanti beli lagi, sekarang susun yang ada aja deh yuk.” Ajak Joss.

Tawan mengangguk dan mengarahkan Joss untuk membuka box yang berlabelkan Attack on Titan. Koleksi Attack on Titan milik Tawan adalah koleksi terbanyak karena Tawan sangat menyukai anime tersebut.

Joss mulai membuka box yang ternyata berisi koleksi manga dan boneka-boneka Tawan.

“Ini mau disusun dimana?” Tanya Joss.

“Ini disusunnya di rak keempat aja kak J. Komiknya dulu, nanti figure sama bonekanya itu didepan komiknya. Terus kak J, nanti boleh minta beli lemari kaca gak ya? Buat simpen figure kesukaan aku. Gak usah yang gede, kecil aja. Gak banyak kok.” Pinta Tawan.

Joss hanya mengangguk mengiyakan tanpa banyak protes. Joss mulai menyusun komik tersebut sesuai dengan volume yang tentu saja diarahkan oleh Tawan.

Joss sudah selesai menyusun komik anime entah apa namanya ini lalu dia melihat Tawan memberinya figure karakter dengan wajah yang sama, Joss melirik yang lainnya dan kebanyakan adalah wajah karakter ini.

“Ini karakter kesukaan kamu dek?” Tanya Joss mulai menyusun figure itu dengan hati-hati.

“Iya kak ini yang namanya Levi Ackerman dari anime Attack on Titan.” Jelas Tawan membantu menyusun figure karakter lainnya.

“Takut rusak, aku nyusun komik aja dek gimana?” Tanya Joss.

“Boleh kak, itu yang box labelnya haikyuu dibuka aja. Terus disusun di rak yang disitu kak.” Tawan menunjuk rak nomor 4 di lemari kedua. Joss mengangguk mengerti dan mulai kembali menyusun komik dengan telaten.

Tawan sendiri tersenyum kecil melihat Joss yang membantunya tanpa banyak protes, apalagi koleksi Tawan benar-benar sangat banyak karena dia sangat rajin membeli merch keluaran terbaru.

“Kamu kalau beli merch gini langsung boleh atau ada syarat tertentu?” Tanya Joss.

“Boleh sih biasanya kak, tapi kadang bunda ngasih tantangan buat Nanon sama aku. Kalau nilainya bagus boleh beli merch tanpa batas harga yang ditentuin gitu. Kalau biasanya itu dikasih batas sama bunda perbulan maksimalnya berapa bolehnya.” Jelas Tawan.

“Aku juga kumpulin uang jajan sendiri gitu buat beli, kadang dikasih uang sama kakek nenek buat beli ginian gitu deh bermacam-macam sumber keuangannya.” Kekeh Tawan.

“Kakak baru pertama kali sih ini ketemu yang bener-bener suka koleksi kayak kamu. Temen kakak banyakan koleksi jam tangan, mobil, atau motor dek. Makanya masih suka takjub liat kamu.”

“Flexing apa gimana ini kak? Kalau dibandingin sama jam rolex kakak ini koleksi aku gak ada apa-apanya kayaknya.” Keluh Tawan.

“Hahaha iya bener juga” Kekeh Joss, “Kalau mau beli ginian langsung kasih invoice aja ya dek. Nanti kakak kasih CC buat kamu abis rapihin semua.”

Tawan menggeleng dengan cepat, “Jangan kak. Jangan kasih CC ke aku. Nanti aku malah gak tau diri. Kak J aja yang kontrol jajan aku, aku gak masalah. Mau hemat juga.”

“Emang kamu siap buat hemat?” Ledek Joss saat melihat wajah Tawan yang terlihat tidak semangat mengucapkan kalimat terakhirnya.

“Harus hemat tau kak.” Tegas Tawan.

Joss tersenyum kecil dan mengelus pipi Tawan dengan lembut, “Gak hemat gak apa-apa kok beneran deh. Aku dapet gaji banyak, hasil dari jadi model juga dapetnya banyak. Aku lagi mikirin nerima tawaran main series. Jadi jajan aja yang banyak, uangnya buat kamu juga dek.”

Tawan merasakan pipinya memanas, lelaki kecil itu meletakkan figure terakhirnya lalu menarik wajah Joss untuk menunduk sementara kakinya ia jinjitkan.

Cup

Tawan memberikan kecupan kecil di pipi lelaki yang lebih tua dengan cepat, “Jangan nyesel ya kak. Aku jajannya beneran banyak. Makasih juga.” Ucap Tawan dengan cepat.

Tawan pergi dari hadapan Joss untuk mengambil barang-barang lainnya. Sementara Joss hanya mematung sambil memegang pipi sebelah kanannya yang baru saja dikecup.

Kalau hadiahnya kecupan gini, Joss tidak masalah mengeluarkan uang sebanyak apapun untuk Tawan, atau dia harus membuat syarat? Satu kecupan untuk satu merch yang dibeli? Joss akan memikirkannya lagi.

Joss dengan cepat menyusun komik yang dipegangnya, “Dek abis haikyuu apalagi?”

“Abis Haikyuu Tokyo Ghoul dulu kak dirak yang sama kayak AOT di nomor dua” Tawan memberikan arahan tanpa melihat Joss.

Joss berjongkok dan membuka box yang tidak ada label namanya, dahi Joss berkerut kecil dan membuka box itu tanpa bertanya.

“Dek?” Panggil Joss tidak yakin.

“Iya kak?”

“Ini punya kamu?” Tanya Joss memperlihatkan box berisi merch karakter anime perempuan berambut hijau tosca dengan pakaian minim.

Tawan kembali merasajan pipinya memanas, “Hehehe iya kak.”

“Itu Hatsune Miku...” Tawan mengelus tengkuknya dengan canggung, “Nanti aja disusunnya belakangan. Gak banyak Hatsune Miku nanti di lemari kaca aja kak.”

Joss mengangguk dan beralih ke box dengan label Haikyuu lainnya. Saat melihat isinya, Joss mendesah pelan. Isinya adalah boneka boneka berbagai macam warna.

“Dek boneka disusun dimana? Kayaknya gak cukup kalau disusun lemari. Liat boneka kamu banyak banget.” Ucap Joss memberi tahu.

“Oh kalau boneka aku taruh dikeranjang basket yang gede itu kak. Keranjangnya belum dianter sama bunda nanti paling dikirim kesini.” Jelas Tawan.

Joss mengusap wajahnya dan terkekeh kecil, bahkan bonekanya sudah tidak bisa dipajang lagi saking banyaknya, “Oke-oke.” Sahut Joss.

“Oh iya kak nanti disudut sebelah sana ditaro meja laptop gitu-gitu ya kak. Gak usah beli kalau ini, ayah sama bunda hadiahin aku meja panjang buat nonton anime sekalian belajar gitu jadi nanti di sisi kiri isinya laptop dan lainnya terus sisanya koleksi aku.” Jelas Tawan lagi.

“Oke kamu nanti atur ya, kakak bantuin beresinnya. Nanti kamu bantuin rapiin ruang kerja kakak juga oke?” Ucap Joss. Tawan memberikan ibu jarinya tanda setuju.

Mereka merapikan kamar koleksi Tawan dengan berbincang kecil perihal hidup yang dijalani keduanya. Tawan baru tau bahwa Joss sudah menjadi model sejak SMA, namun dulu hanya model untuk tabloid remaja. Saat ini Joss bahkan menjadi brand ambassador dari beberapa produk.

Sementara Joss juga baru tau bahwa Nanon adiknya Tawan bercita-cita sebagai translator manga dan akan mengambil jurusan kuliah sastra Jepang nantinya. Nanon menganggap semuanya dengan serius sementara Tawan hanya menganggapnya sebagai hobi.

Pekerjaan mereka selesai ketika jarum jam menunjukkan angka 12. Tawan dan Joss beristirahat sebentar sebelum melanjutkan merapikan ruangan kerjanya yang tidak kalah susah karena banyak buku-buku dan koleksi jam yang dimilikinya.

Perjalanan mereka berdua hari ini masih panjang.

Pairing: Josstay + Nanon Tags: angst, broke-up, single-dad.


Somewhere along the lines, we stopped seeing eye to eye.


Dua orang lelaki dengan perbedaan usia yang cukup jauh duduk berdua di depan perapian ditengah dinginnya malam. Mereka masing-masing memegang segelas teh dan coklat hangat dan saling tertawa bersama.

“Pah, papa inget gak gimana cinta pertama papa?” Tanya anak yang lebih muda tiba-tiba.

Sang pria berusia dewasa itu hanya tersenyum kecil, dia mengelus pelan surai anak lelaki yang duduk bersamanya ini.

“Inget.” Balas Sang lelaki yang lebih tua itu.

“Wahhh, ayo ceritain ke Nanon!!” Jawab anak yang diketahui bernama Nanon.

“Ceritain gimana Non?” Tanya lelaki itu lagi.

Nanon yang ditanya terdiam sebentar, tangannya diletakkan di dagu sebagai tanda bahwa anak itu sedang berpikir keras.

“Gak tau pa, emang biasanya kalo cerita itu gimana?” Tanya Nanon lagi.

Lelaki yang mendengar jawaban anaknya itu hanya tertawa kecil dan kembali mengusak surai lembut anak itu.

“Dari awal ketemu kali ya papa ceritain? Lagi kamu kenapa tiba-tiba kepikiran buat minta cerita Non?” Tanya lelaki yang lebih tua.

“Kemarin, bu guru Nanon cerita tentang masa mudanya pa. Katanya TMI TMI gitu, terus Nanon kepikiran jadi tanya ke papa deh.” Jawab Nanon disertai cengiran lebarnya.

Lelaki dewasa itu hanya terkekeh kecil, netranya menatap perapian didepannya dengan lembut sambil mecoba mengingat memori-memori masa kuliahnya.

“Papa ketemu sama dia karena organisasi kayaknya? Dulu papa cukup aktif di organisasi, dan dia bahkan lebih aktif lagi. Kerjaannya kuliah-rapat-rapat-kuliah-nongkrong.” Jelas lelaki itu dengan senyuman kecilnya. Nanon semakin semangat mendengar cerita papa yang tedengar mengasikkan.

“Jatuh cinta karena terbiasa, banyak orang yang bilang gitu ke papa dan papa bener ngerasain hal itu. Dimulai dari satu proker, terus saat itu papa sama dia sama sama di bagian perlengkapan pas acara ospek kampus, kesana kesini bareng tanpa sadar papa jadi jatuh cinta sama dia, dan ternyata dia ngerasain hal yang sama.” Lanjut sang lelaki.

“Papa sama dia pacaran, lama. Lama banget sampe orang-orang yakin kalo kita ini jodoh. Papa juga yakin kalo dia rumah terakhir papa. Pacaran kita simpel, gak harus sering ketemu cukup sekali ketemu tapi berkualitas, dia lebih suka telfon papa terus ngobrol gak jelas bahkan kadang sampe jam 3 pagi juga dia masih banyak ngomong.” Lanjutnya.

Lelaki itu melihat sebentar sang anak yang masih menampilkan wajah penasarannya, dia tersenyum kecil dan kembali melanjutkan dongengnya.

“Kalo lagi ketemu, ponsel dia yang pegang. Hari tanpa ponsel, katanya. Papa kalo inget suka geli sendiri, kita suka banget keliling kota tapi karena kita cukup bodoh urusan jalan sementara ponsel gak boleh dimainin, kita sering nyasar bahkan sampe pernah mobil masuk sawah karena salah ambil jalan.” Kekeh lekaki itu, Nanon juga tertawa dengan keras mendengar kekonyolan masa muda papa-nya.

“Dia juga manja, suka lupa makan karena sibuk sama tugas kuliah ditambah organisasi. Papa suka buatin dia makanan, ya kamu taulah gimana kemampuan masak papa. Tapi dia tetep makan meskipun nasi gorengnya suka asin banget, atau omeletnya sedikit gosong, atau bahkan roti panggangnya beneran gosong. Dia tetep makan sampe abis, entah dia bodoh atau emang laper papa gak bisa bedain.” Lanjutnya.

“Dia yang buat papa lebih paham sama kalimat kecil kaya terima kasih, maaf, terus betapa pentingnya memuji kerja keras seseorang. Semuanya papa dapet dari dia, karena dia yang paling paham gimana rasanya gak dapet kalimat itu. Makanya setiap papa ngelakuin hal-hal dia selalu bilang you did well, thank you dan berkat hal itu papa bisa sampe disini.”

Lelaki dewasa itu tersenyum sendu, semua hal yang dirinya lakukan berputar tak henti dalam ingatannya. Suka duka semuanya bercampur jadi satu.

“Papa sama dia pacaran sekitar 7 tahun? Cukup lama kan Non?” Tanya sang itu lelaki lagi.

Nanon mengangguk mengiyakan, 7 tahun itu sama seperti saat dirinya menghabiskan waktu disekolah dasar terus ditambah 1 tahun saat dirinya di sekolah menengah pertama.

“Kita berdua yakin banget kalo kita ini jodoh. Kita udah punya rencana gimana nanti kita bakal dekor kamar berdua, dekor ruang tamu, dekor rumah deh pokoknya. Karena papa tau kita punya banyak kesamaan dalam banyak hal. Kita juga niat buat adopsi anak bareng.” Lanjut lelaki itu.

“Dia suka banget anak kecil, kamu tau adiknya om win kan? Mick Metas?” Dibalas Nanon dengan anggukkan kecil, “Dia suka manjain Mick bahkan Mick nomor satu dibandingkan papa.” Lanjutnya lagi.

“Papa suka cemburu kalo dia lagi manjain orang lain selain papa, lucu ya? Padahal dia manjain karena gemes tapi papa tetep aja cemburu. Papa juga gemes kan Non?” Tanya lelaki itu.

Nanon semakin tertawa keras mendengar kenarsisan papanya ini, kenapa sih papanya gak pernah mau ngalah? Padahal kak Mick itu lebih muda daripada papa, eh tapi sama Nanon juga kadang gak mau kalah sih. Katanya gantengan papa, udah jelas-jelas Nanon paling ganteng.

“Kok ketawa sih Non? Papa juga gemeskan?” Tanya lelaki itu sekali lagi untuk memastikan.

“Iyaa papaaaku sayang” Jawab Nanon dengan tawa yang tak kunjung berhenti.

“Hehehehe” Cengiran lelaki itu tak berhenti saat melihat anaknya masih tertawa terbahak-bahak. Dia kembali mengusak rambut sang anak dengan lembut, beneran dia sayang banget sama Nanon sampe sesak rasanya.

“Ayo pah lanjutin.” Ajak Nanon setelah tawanya mereda.

“Makanan favorite kita berdua gak lain gak bukan itu KFC. Papa sama dia sama-sama anak rantau, jadi harus bisa irit, makannya KFC paket paling murah. Apalagi dulu kita aktif organisasi, kalo ada acara kan ada danusan gitu Non, kita bantu beli dagangan sendiri biar cepet abis.” Tawa sang lelaki mengingat betapa dulu mereka sering menghabiskan uang untuk membeli risoles atau donat danusan.

“Kita juga gak bisa makan pedes, tapi karena waktu itu lagi terkenal banget richeese akhirnya kita nyoba bareng setelah ngumpulin uang dan patungan bareng. Kita nyoba level 2 dan itu bikin kita berdua diare!! Papa sama dia gak masuk kuliah 2 hari harena diare yang gak selesai selesai” Lanjutnya diiringi tawa.

“Kita juga sering turun aksi bareng loh Non, biasanya kalo ada aksi aksi dia suka ngajak papa, katanya gini; Mau turun aksi gak? Tapi jangan jauh-jauh, soalnya kalo kamu jauh terus hilang. Aku bingung mau cari kemana yang kaya kamu, cuma satu di dunia soalnya.”

“Papa langsung ketawa pas denger dia ngomong kayak Dilan gitu, kamu tau Dilan kan Non? Karakter novel lama yang pernah kamu baca di rak buku itu.” Tanya sang lelaki degan senyuman kecil.

Nanon berpikir sebentar untuk mengingat karakter Dilan yang dibicarakan papanya, dan bayangan Dilan sang lelaki penuh romansa dan ide yang unik menyerbu ingatan anak lelaki itu.

“Inget pah!! Dia adalah Dilanku tahun 1990 itu kan?” Tanya Nanon memastikan.

“Betul! Pinter banget anak papa.” jawab sang lelaki dengan cengiran khasnya. Dia mengusak pelan rambut sang anak, bangga dengan anaknya yang suka membaca novel-novel lama yang tersimpan rapi di rak bukunya.

“Terus apalagi pah? Ayo ayo cerita lagi Nanon mau denger!!” Seru Nanon semakin semangat.

Lelaki itu terkekeh kecil melihat semangat sang anak, “Udah malam Non, tidur dulu yuk.” Ajak Lelaki itu saat melihat jarum jam sudah menunjukkan angka 9 malam.

“Yah papa gak seru!! Besok kan aku libur, gapapa ya pah sekali plis plis besok aku tidurnya bakal jam 8 malam deh!” Melas Nanon, dia sangat penasaran. Harus diselesaikan hari ini juga cerita-ceritaan ini.

“Oke-oke, tapi janji ya?” Tanya lelaki itu memastikan, Nanon memberikan ibu jarinya tanda dia akan menepati janjinya.

“Dia suka ngeluh ke papa, kenapa dia ngambil teknik arsitektur. Dia suka keteteran sendiri kalo ada tugas, seru sih tapi capek juga katanya. Papa kadang cuma ketawa kalo dia lagi ngeluh, gemes soalnya. Papa kan jadi gak tega kalo mau ngeluh juga kedia, jadi papa kadang sukanya dengerin dia aja. Keluhan papa biar papa simpen sendiri.” Kenang sang lelaki.

“Dia juga kadang sok nanya ke papa, tugasnya papa gimana susah apa engga. Katanya mah dia mau bantuin papa, saat papa kasih liat tugas papa yang tentang neurologi dan teman-temannya dia langsung pucet pasi. Terus dia bakal nyengir lebar sambil bilang, “yaudah kamu kerjain tugas kamu sendiri aja, semangat ya...” Papa langsung ketawa kalo liat dia yang udah pucet gitu.” Jelasnya panjang lebar.

Nanon tertawa lagi, kenapa masa muda papahnya sangat mengasikkan? Nanon jadi ingin masuk teknik saat mendengar cerita sang papa tentang cinta pertamanya, tapi dia juga ingin menjadi dokter seperti papa. Mungkin Nanon akan berkonsultasi dulu nanti sama guru lesnya.

“Terus Non, dia suaranya bagus deh. Tapi suka sombong, kalo dia lagi sok kegantengan alias nyanyi sembarang tempat papa suka sebel. Banyak orang yang perhatiin dia, papa cemburu dan dia malah seneng pas papa cemburu.” Adu lelaki itu disertai cibiran kecil.

“Dia juga suka manggung di cafe gitu bareng band bikinannya buat ngisi waktu luang, biasanya dia manggung itu malam minggu. Papa suka diajak sama dia, katanya sekalian malming-an, padahal kalo malming di cafe ditempat dia manggung itu gratis- kalo kata dia mumpung gratis jadi harus dimaksimalkan penggunaannya.” Kekeh lelaki itu.

“Papa hafal kalo dia lagi stress pasti nyanyiin lagu back to you punya Louis Tomlinson pas bagian lirik, you stress me out, you kill me, you drag me down you mess me up dia biasanya nyanyi didepan laptop atau tugasnya sambil teriak.” Sambungnya masih terkekeh kecil mengingat kelakuan cinta pertamanya yang ternyata jika diingat sangat aneh.

“Kalo dia lagi manja sama papa, dia suka nyanyiin lagu One Direction yang Night Changes. Gak tau motivasinya apa, kata dia papa itu kayak rumahnya. Kalo dia capek, butuh support, atau apapun itu dia paling suka balik ke papa karena katanya bebannya berkurang kalo abis peluk papa.” Lanjutnya.

Nanon mengangguk membenarkan, “Iya tau pah! Aku juga ngerasa gitu, abis peluk papa, aku rasanya lebih nyaman. Ternyata pelukan papa seajaib itu dari dulu!” Curhat Nanon dengan riang.

Lelaki yang lebih tua hanya terkekeh senang mendengar curhat colongan anaknya, dia memang suka memeluk Nanon kalo anak itu pulang sekolah. Selain menyalurkan kasih sayang, dia juga berharap pelukannya bisa menjadi tempat ternyaman untuk Nanon saat anak itu butuh tempat untuk berkeluh kesah.

“Emang pelukkan papa senyaman itu?”Tanya lelaki itu penasaran.

Nanon mengangguk dengan semangat, “Banget pah!! Kayak lagi selimutan pas lagi kedinginan. Udah hangat terus papa selalu ngelakuin itu sepenuh hati, jadi kasih sayang papa tersalurkan lewat pelukkan.” Jelas Nanon, netranya menatap sang papa dengan penuh pemujaan. Nanon sangat menyayangi papa-nya ini, baginya papa adalah lelaki terhebat yang pernah ia temui.

“Papa sayang banget Nanon.” Celetuk lelaki itu dengan senyuman kecilnya.

“Hmmm, Nanon juga sayang papa. Banget. Jadi lanjutin ya ceritanyaa? Hehehe” Balas Nanon dengan cengiran.

Lelaki itu mendengus kecil saat anaknya masih sangat penasaran dengan kisahnya, sebenernya tidak ada masalah sih tapi ya gimana, dia juga sedikit malu buat membeberkan masa lalunya.

“Papa sama dia juga suka simpen foto berbentuk polaroid loh, katanya biar kenangannya ada terus. Kalo lupa bisa liat ulang sambil nginget masa yang udah lewat. Dia juga bilang, kalo misalkan salah satu dari kita hilang-” Lelaki itu berhenti dan menghela nafasnya dengan kasar.

“Kalo salah satu dari kita hilang dari sisi, seenggaknya masih ada foto yang mengingatkan kalo kita pernah ada- dalam satu sudut pandang kebahagiaan yang sama.” Lanjutnya dengan senyuman kecil.

“Papa masih ada fotonya?” Tanya Nanon pelan. Dia penasaran siapakah cinta pertama papa-nya? Sepertinya dia orang yang hebat, karena saat papanya menceritakan orang itu intonasi suara papa dan pandangan papa masih selembut seperti saat papa berbicara padanya.

Lelaki itu hanya tersenyum dan mengangguk kecil,

“Mau dilanjut gak ceritanya? Apa Nanon udah mau bobo?” Tanyanya.

“Engga ngantuk, masih mau cerita. Fotonya nanti kasih tau ya pah?” Pinta Nanon memelas yang dibalas dengan anggukan pasrah lelaki yang dipanggilnya papa itu.

“Terus gimana lagi pa lanjutannya?” Lanjut Nanon.

Lelaki itu tekekeh kecil dan mulai melanjutkan kembali dongeng untuk anak kesayangannya.

“Bertahun-tahun papa lewatin bareng dia, gak pernah absen. Sampe akhirnya tahun ke 4 dia ngelamar papa. Katanya, dia dapet kerjaan di luar kota. Jadi papa harus jadi pasangannya dulu biar bisa ikut. Padahal tanpa harus jadi pasangan sah papa juga bisa ikut dengan alasan pekerjaan, tapi dia maunya jadi pasangan sah.” Jelas sang lelaki.

“Tapi saat itu papah gak terima dia, karena jujur aja Non, papa belum gapai semua impian papa. Papa minta dia buat nunggu dan dia bilang dia setuju.” Jelas Lelaki itu.

“Awal hubungan jarak jauh kita semuanya masih baik-baik aja. Komunikasi juga masih lancar. Dia juga 2 bulan sekali pulang ke Jakarta buat ketemu papa, dan sesekali papa samperin dia ke tempatnya sekarang. Saat itu papa bahagia banget.”

“2 tahun jalanin hubungan gak ada hal yang berubah sih, yang berubah paling kita sama-sama lebih paham lagi satu sama lain. Papa bisa selesaiin spesialis papa, walaupun dia sibuk papa juga sibuk tapi masih ada sedikit celah buat ngabisin waktu bareng. Boleh dibilang, saat itu papa menjalani hidup terbaik papa.” Jelasnya lagi.

Nanon terdiam mencerna informasi yang baru didapatkannya, dia mengerutkan dahinya dan berpikir lebih keras.

“Papa.” Panggil Nanon ragu, lelaki yang dipanggil papa hanya menaikkan alisnya tanda dia mendengarkan perkataan sang anak.

“Cinta pertama papa itu, bisa nanon panggil daddy gak?” Tanya Nanon hati-hati.

Lelaki itu tersenyum kecil.

Lelaki itu sudah menebak pertanyaan yang ditanyakan sang anak, dia mengusap lembut pipi sang anak.

“Daddy? Ya-” Lelaki itu menghela nafasnya dengan pelan.

“Seharusnya dia jadi Daddy Nanon, tapi sayangnya- dia hilang sebelum sempet jadi daddy untuk Nanon.” Jelas lelaki itu dengan senyuman kecilnya.

“Maksudnya?” Tanya Nanon tidak mengerti.

“Dia harusnya jadi daddy untuk Nanon. Tapi Non, sebelum sempet kamu jadi anak dia secara tertulis. Dia udah hilang duluan. Dia hilang dari sisi papa, hilang yang benar-benar hilang.” Jelas sang lelaki dengan senyum sendunya.

“Maksudnya? Aku gak paham, kalo hilang berarti nanti papi balik dong pa? Kan daddy gak ninggalin papa? Dia cuma hilang kan?” Tanya Nanon.

Lelaki itu tersenyum sendu, netranya sirat akan permohonan maaf pada sang anak.

“Gak, dalam pengertian papa, hilang dan meninggalkan itu berbeda. Kalo meninggalkan, ada kemungkinan dia bakal balik entah untuk mengambil sesuatu yang tertinggal ataupun kembali untuk meneruskan hal yang ditinggalkan. Beda sama hilang, sesuatu yang hilang sampai kapapun tidak akan pernah kembali. Karena, hilangnya dia benar-benar menghilang. Baik raganya maupun hatinya.” Jelasnya panjang.

“Dan sedihnya, dia hilang. Papa masih suka bertanya-tanya, apa yang salah sampai dia hilang? Kesalahan ada di papa atau memang sudah waktunya untuk berakhir? Papa butuh untuk mengembalikan hidup papa saat itu, dan itulah alasan papa adopsi Nanon. Selain karena sebagai alasan papa untuk hidup, papa juga mau tepatin janji yang gak akan pernah dia tepati, yaitu mengadopsi anak.” Sambungnya lagi.

“Kenapa dia hilang pah?” Tanya Nanon dengan wajah sedihnya.

“Karena sudah waktunya untuk hilang. Nanon, papa cuma mau ingetin kamu. Jangan berharap pada manusia, karena manusia pasti berubah seiring berjalannya waktu. Tak perduli selama apapun kamu kenal sama seseorang, nanti ada saatnya dia bakal ninggalin kamu.” Jawab lelaki itu.

“Satu hal yang papa sesali saat itu, harusnya saat dia mengajak papa ikut pindah ke tempat baru lagi, papa ikut. Tapi papa nolak, karena saat itu papa baru memulai karir sebagai dokter. Papa—” lelaki itu menghela nafasnya kembali.

“Papa gak pernah menyangka bahwa dia akan menemukan kenyamanan, dan menghapuskan eksistensinya dari hubungan yang dibangunnya bersama papa. Bahwa perasaan yang udah jaga selama 7 tahun harus hilang dalam sekejap.”

“Papa merasa semua terjadi karena kesalahan papa. Tahun ketiga saat jarak terbentang antara papa dan dia, dia sudah pernah mengatakan pada papa bahwa hubungan papa dan dia sudah tidak seperti dulu lagi, rasanya ada yang berbeda, saat itu papa hanya bilang untuk kita sendiri dulu sampai rasanya kembali seperti semula.” Lanjutnya.

“Tapi Nanon, ternyata saat itu papa salah mengambil langkah. Saat itu harusnya papa langsung mendatanginya dan membawanya kembali ke papa, perasaan bosan wajar saat menjalani sebuah hubungan apalagi hubungan yang sudah lama dan hubungan jarak jauh.” Lirihnya sendu.

“Harusnya saat itu papa memperbaiki hubungan, bukannya malah melepaskan dia karena kesibukan papa. Papa percaya saat itu dia bakal balik ke papa lagi karena gimanapun sesibuk apapun papa, papa akan kembali ke dia. Papa akan selalu mencari dia sebagai sebuah rumah dan papa berharap dia akan selalu melakukan hal yang sama.”

“Namun waktu dan jarak memang tidak mengenal belas kasihan. Perasaan yang sudah dibangun selama 7 tahun harus hilang secara paksa. Hilang yang benar-benar hilang. Saat papa bertemu dengan dia, tidak ada lagi senyuman hangatnya. Tidak ada lagi tatapan penuh kasih sayangnya. Hanya ada dirinya sendiri, seakan tidak pernah ada papa dihidupnya.”

“Dan saat papa tau bahwa sekuat apapun papa mencoba membuat perasaan itu kembali, perasaan itu tidak akan pernah kembali. Perasaan itu sudah hilang sepenuhnya. Papa merasa bahwa hari itu adalah hari paling menyedihkan dalam hidup papa. Di hari itu, papa kehilangan seseorang yang papa sayangi, kehilangan senyumnya, kehilangan tawanya, dan kehilangan peluknya.”

“Dihari itu juga, papa kehilangan sesosok yang seharusnya kamu bisa panggil daddy saat ini. I'm sorry, son.” Bisik lelaki itu dengan pelan.

Nanon mengerjapkan matanya, menahan air mata yang siap untuk turun kapanpun itu. Matanya menatap sang papa yang menampilkan wajah sedihnya, wajah yang sangat asing untuk Nanon karena Nanon tidak pernah melihat wajah itu.

“Papa....” Panggil Nanon.

“Papa, papa paling keren. Papa paling hebat. Papa buat apa minta maaf, bukan salah papa. Yang salah waktu dan jarak kan pah?” Hibur Nanon.

Lelaki yang dipanggil papa itu memalingkan wajahnya, menahan air mata yang berlomba-lomba untuk turun.

“Nanon gak butuh seorang daddy lain, cukup papa jadi orang tua Nanon, Nanon udah seneng banget. Papa yang terbaik, Nanon gak butuh siapapun itu selain papa.” Nanon memeluk sang papa dengan erat. Menyalurkan semua kasih sayangnya.

“Hm iyaa, papa tau papa paling keren.” Bisik lelaki itu.

“Papa yang keren buat anak yang keren.” Ucap Nanon dengan semangat.

“Anak siapa yang keren?” Tanya lelaki itu.

“Anaknya Tawan Vihokratana yaitu Nanon Vihokratana.” Teriak Nanon dengan heboh.

Lelaki itu tersenyum kecil dan memeluk anaknya dengan erat, ya benar Nanon Vihokratana adalah anak Tawan Vihokratana yang paling hebat. Tawan tidak akan meminta hal lainnya selain kebahagiaan dirinya dan Nanon.

“Papa, boleh Nanon tau siapa nama cinta pertama papa itu?” Bisik Nanon hati-hati.

Tawan tersenyum kecil dan mengusak rambut anaknya dengan lembut, “Namanya Joss Wayar Sangngern.” Bisik Tawan.

“Papa you're so cool and also uncle Joss. Aku mau punya masa muda kayak papa sama uncle Joss. Gapapa kan papa?” Tanya Nanon.

Tawan mengangguk, “Ya gapapa dong. Harus kayak dia ya Nanon, orangnya super baik dan pekerja keras. Kalau suatu saat kamu ketemu dia, kamu harus liat sisi baiknya dia okay?”

“Okay paaah.”

“Siap deh. Now, let's sleep!!!” Ajak Tawan dengan semangat. Nanon menyetujuinya dan menarik Tawan untuk tidur bersamanya, Tawan terkekeh melihat antusiasme anaknya itu.

Tawan menoleh ke arah pigura yang terpasang di atas perapian yang menampilkan foto dua bayangan anak lelaki dengan background matahari tenggelam di pantai. Tawan tersenyum kecil, kenangan tentang lelaki itu masih tersimpan rapi di memori otaknya, begitu juga di hati kecilnya.

Beberapa kisah wujudnya pulang saat “rasa-nya” masih ada. Ada juga yang wujudnya hadir, tapi “rasa-nya” dimatikan perlahan.

Before the Beginning of Everything

Tawan menatap cermin dihadapannya yang menunjukkan dirinya sendiri yang sedang didandani. Matanya menatap lelaki yang dalam beberapa jam lagi menjadi suaminya dengan senyuman yang ditahan.

“Kak J..” Panggil Tawan.

“Kenapa?” Jawab Joss. Joss juga sedang didandani, matanya yang awalnya terpejam terbuka sedikit untuk melihat Tawan.

“Deg degkan gak kak?” Tanya Tawan.

Joss tersenyum kecil, “Biasa aja, kamu emangnya deg-degkan?” Tanya Joss balik.

Tawan merenggut kecil, “Iyalah deg-degkan tau kak J, nanti kalau aku kesandung gimana? Kalau senyum aku gak bagus gimana?” Celoteh Tawan dengan ribut.

Joss hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan tidak masuk akal calon suaminya, Joss memilih diam dan membiarkan Tawan berceloteh sendirian. Nanon sudah pernah mengatakan padanya jika Tawan sedang gugup, lelaki itu akan berbicara dari A sampai Z secara terus menerus tanpa henti.

“EH Levi belum dateng?” Tanya Tawan tiba-tiba.

“Levi?” Sahut Joss kebingungan, seingatnya dia tidak mengenal teman Tawan yang bernama Levi.

“Iya Levi, anime kesukaan aku kak. Inget gak? yang ada di kamar aku mukanya.” Jelas Tawan.

“Dia hidup? Bisa dateng?” Tanya Joss makin kebingungan.

Tawan mengangguk kecil, “Iya dateng, nanti Nanon yang bawa katanya.”

Joss semakin tidak mengerti, sejak kapan karakter anime itu hidup? Apalagi datang ke pernikahan salah satu penggemarnya.

“Te menantu mommyyyy.”

Belum sempat Joss membalas ucapan Tawan, pintu ruang rias mereka dibuka dengan keras oleh Ibu kandung Joss.

“Mom, bisa lebih pelan gak?” Protes Joss.

Siri hanya terkekeh kecil dan mendatangi Tawan dengan senyum lebarnya, 'TE. Kamu manis banget?” Puji Siri pada Tawan yang sudah selesai dirias.

“Terima kasih mommy...” Bisik Tawan dengan malu.

Siri datang denga pegawai butiknya yang membawa tuxedo yang akan dikenakan Joss dan Tawan pada pernikahan mereka hari ini. Siri mengambil Tuxedo hitam milik Tawan dan menarik lelaki manis itu menuju kamar ganti untuk membantu Tawan mengganti pakaiannya.

“Gimana anak mommy deg-degkan gak?” Tanya Siri pada Tawan yang terlihat gugup.

“Banget mom...” Bisik Tawan.

“Gak papa kok, gugup mah wajar namanya mau nikah kan sekali seumur hidup. Dulu mommy malah hampir kabur karena terlalu gugup tapi ditahan sama daddy. Kalau gak ditahan mungkin mommy udah kabur ke mana tau deh.” Cerita Siri pada Tawan.

“Aku gak mau kabur sih tapi rasanya mau nonton anime biar gak gugup.” Jujur Tawan.

“Mau mommy bilangin Nanon buat bawain kamu laptop?” Tawar Siri.

Tawan menggeleng kecil, “Nanti aku diomelin bunda.” Rengut Tawan.

Siri tertawa kecil dan merapikan jas Tawan dengan bangga, “Ganteng banget calon menantu mommy. Ayo keluar gantian Joss yang ganti baju.” Ajak Siri.

Tawan keluar diikuti dengan Siri dibelakangnya, ruangan yang semula hanya berisi Joss dan pegawai butik menjadi cukup ramai dengan kehadiran orang tua Tawan dan juga Ayah Joss.

“Bundaaaaaa.” Panggil Tawan dengan manja.

Saro hanya tersenyum melihat kelakuan anaknya yang masih sangat manja, tidak terasa bahwa dalam beberapa jam anaknya akan menjadi suami orang lain. Saro sedikit khawatir akan anaknya karena pasti kehidupannya akan berubah dalam sekejap.

“Kenapa sayang?” Tanya Saro.

Tawan hanya menggeleng kecil dan memeluk bundanya dengan erat. Matanya menatap sang ayah yang sedang mengobrol serius dengan ayahnya Joss.

Tawan merasakan usapan pelan dirambutnya, wajahnya mendongkak dan melihat Joss yang sedang berdiri dihadapannya dengan senyuman kecil di wajah tampannya.

“Kenapa kak?” Tanya Tawan penasaran.

“Gak apa-apa.” Joss menjawab kecil dan berlalu menuju bilik ganti diikuti oleh Siri dibelakangnya.

Saro menarik Tawan untuk duduk dikursi sementara dirinya berdiri dihadapan Tawan.

“Abang dengerin bunda ya.” Siri memulai percakapan mereka.

“Abang kan dikit lagi udah jadi suami orang, bunda cuma mau bilang ke abang kunci sebuah hubungan itu kepercayaan sama komunikasi. Abang mulai sekarang bukan cuma bertanggung jawab sama diri abang sendiri tapi abang juga bertanggung jawab sama suami abang. Abang bisa mulai kurangin ego abang, belajar nerima kalau ada perbedaan pendapat diantara abang sama kakaknya.”

“Kalau abang merasa ada yang salah, abang harus berani kasih tau isi pikiran abang, jangan dipendem ya bang? Pokoknya apapun yang terjadi nanti, mau abang lagi marah atau lagi sedih, abang harus komunikasiin sama kak Joss ya?” Siri memberikan pengertian pada Tawan.

“Abang jajannya juga dikurangin dikit demi sedikit. Walaupun nanti ayah tetep kasih uang ke abang tapi abang harus bisa manage keuangan ya? Bunda percaya kalau abang udah dewasa, udah bisa dipercaya. Bunda sayang banget sama abang, bunda bangga sama abang karena abang berani ambil keputusan besar diusia abang yang masih muda. Kalau abang lagi sedih atau capek abang bisa pulang ke rumah terus peluk bunda sama ayah, atau abang bisa cerita ke Nanon, oke?” Ucap Siri.

Tawan melengkungkan bibirnya dengan sedih, lelakin itu mengigit bibirnya dengan keras menahan tangisan yang sebentar lagi turun dari mata indahnya.

“Bundaaa.” Bisik Tawan parau.

“Abang jangan nangis nanti make upnya berantakan.” Omel Saro.

Tawan semakin menahan tangisannya, “Bunda sih ngomong sedih-sedih abang jadi mau nangis.”

Saro tertawa kecil melihat wajah anaknya yang semakin menunjukkan kesedihan, perempuan cantik itu merentangkan tangannya sebagai isyarat Tawan untuk memeluk dirinya.

Tanpa berpikir panjang Tawan bangkit dan memeluk Saro dengan erat, “Bunda makasih ya udah ngerawat abang dengan baik. Abang sayang banget sama bunda, ayah, Nanon. Uang jajan abang boleh dikasih ke Nanon kok buat dia beli merch anime.”

“Diem. Lagi sedih gini masih sempet aja mikirin anime.” Omel Saro.

Mereka berdua berpelukan dengan cukup erat sampai Tawan merasakan sebuah pelukan lain memeluk dirinya dan bundanya.

“Anak bandel ayah mau nikah, harus tetep jadi jagoan oke? Kuliahnya harus lulus terus nanti kerja di rumah sakit ayah biar bisa ketemu sama kakaknya setiap hari. Ayah sayang abang Te.” Bisik Sarut memeluk istri dan anak sulungnya.

“Ayah, tante sama om udah pada dateng.” Suara Nanon membuat pelukan ketiga orang tersebut terlepas.

“Kok Nanon gak diajak pelukan?” Protes Nanon.

Tawan terkekeh kecil dan memeluk erat Nanon, “Jangan bandel, jangan bikin bunda sama ayah pusing. Sekolah yang rajin biar bisa masuk sastra jepang terus jadi translator hebat.” Bisik Tawan.

Nanon melepas pelukan Tawan dan menyentil dahi kakaknya dengan keras, “Bawel.”

Nanon menarik ayah dan ibunya untuk bertemu dengan keluarga besar mereka yang sudah datang. Tawan menatap Joss yang sedang berbincang dengan ayahnya dan ibunya.

“Tawan..” Panggil Joss.

“Iya kak?”

“Sini.”

Tawan mendatangi Joss dengan semburat merah yang menghiasi wajah manisnya. Lelaki itu terpesona melihat Joss yang sangat tampan, padahal saat fitting baju pengantin Tawan sudah melihat Joss memakai tuxedo ini.

“Aku ke gereja duluan ya? Nanti katanya temen kamu mau kesini dulu.” Pamit Joss.

Tawan mengangguk kecil tanda mengerti, “Iya lagi ayah sama bunda lagi ketemu sama keluarga besar dulu.” Jawab Tawan.

“Mommy duluan ke sana ya sayang? Gapapa kan ditinggal?” Ucap Siri.

“Gapapa mom.”

Tawan menerima pelukan singkat dari Siri dan Banjong, “Ketemu di altar ya Te.” Ucap Banjong.

Joss gantian memeluk Tawan dengan cukup erat, lelaki itu menepuk-nepuk punggung Tawan memberikan ketenangan pada Tawan.

“Anak kecil udah mau nikah.” Ledek Joss.

“Males.” Rajuk Tawan.

“You'll be okay.” Bisik Joss.

“I know.” Gumam Tawan dengan suara yang kurang jelas karena lelaki itu menguburkan wajahnya di ceruk leher Joss.

“See you on altar, little T.” Bisik Joss disertai kecupan lembut dikening Tawan.

Black and White

Hari ini Tawan dan Joss pergi untuk mencoba jas pengantin mereka. Setelah beberapa kali tidak bisa menemani Tawan untuk mengurus pernikahan mereka, akhirnya Joss bisa meluangkan waktunya untuk pergi bersama.

Joss memang sengaja mempadatkan jadwalnya sebulan sebelum pernikahan karena setelah menikah dia berniat untuk mengajak Tawan berkeliling negara sebagai hadiah honeymoon. Namun itu juga disesuaikan dengan jadwal kuliah Tawan.

Jika tidak memungkinkan mungkin mereka hanya akan pergi disekitar Indonesia saja.

“Udah siap?” Tanya Joss dengan senyuman tampannya.

Tawan menampilkan senyuman lebarnya sambil mengangguk kecil, dia sangat merindukan Joss. Lelaki ini sangat susa ditemui 2 minggu belakangan ini. Padahal pernikahan mereka sudah didepan mata.

“Kateringnya waktu itu gimana?” Tanya Joss.

“Seru kak!!! Kita pake jas semua terus nyeludup ke pernikahan orang lain buat nyoba. Hampir ketauan soalnya Jumpie kebodohannya gak bisa ditahan lagi. Untung Metawin pinter. Jadi kita bisa dateng ke nikahan 3 orang dan makan.” Cerita Tawan mengebu-ngebu.

“Terus udah fix menunya yang itu?” Tanya Joss lagi.

“Iya kak udah, cocok juga sama tema kita. Oh iya yang lain lain udah kan kak?”

“Apa?”

“WO udah fix kan?”

“Udah dari lama, WO duluan yang aku fixin. Gereja juga udah oke. Mobil, pemain piano dan yang nyanyi juga udah oke. Aku udah ngurus kok selama kerja kemarin. Sisa baju kita sama baju keluarga aja sih.” Jelas Joss.

Tawan sangat terharu, ia kira selama Joss kerja lelaki itu sedikit mengabaikan pernikahan mereka. Namun Joss ternyata masih menjalankan semuanya dan melakukan bagiannya.

“Makasih ya kak.” Ucap Tawan tiba-tiba.

“Makasih untuk apa?”

“Buat semuanya. Buat mau dijodohin sama aku. Buat jadi lelaki yang baikkkk banget, mengayomi aku juga. Aku nyaman sama kak J. Kak J bener-bener bisa dijadiin sandaran, meskipun kak J sibuk tapi kakak sempetin ngabarin aku. Walaupun yang Bandung itu kelewatan.” Ledek Tawan.

Joss mendengus mendengar ledekkan lelaki yang lebih muda, “Iya kan udah minta maaf yang Bandung itu.”

“Pokoknya aku berterima kasih ya kak. Semoga lancar sampai acara nanti. I can't wait to standing with you in altar.” Bisik Tawan dengan malu.

“Me too. Me too, little t.” Jawab Joss.

“Sekarang, ayo kita turun? Kayaknya mommy udah nunggu.” Ajak Joss.

Joss dan Tawan memang menggunakan jas yang akan dibuatkan oleh ibunya Joss, itu permintaan darinya.

“Mommy!!!” Panggil Tawan.

“Teeeeee!!!!” Sahut Siri memeluk Tawan dengan gemas.

“Gimanaa persiapannya lancar semua?”

“Lancar mommm.” Kali ini Joss yang menjawab.

“Yaudah ayo langsung coba aja tuxedonya. Kalau ada yang kurang bisa langsung dikasih tau mommy oke?” Ucap Siri mendorong Tawan masuk ke dalam bilik untuk mengganti bajunya.

Tawan memilih tuxedo berwarna hitam untuk dia gunakan, sementara Joss memilih warna putih. Sebelumnya Joss ingin warna hitam namun Tawan keras kepala, katanya dia lebih cocok dengan warna hitam, jadilah Joss mengalah.

“Joss udah nih mau keluar Tawannya.” Ucap Siri dari dalam bilik.

Joss yang sibuk dengan ponselnya langsung menatap bilik yang terbuka yang menampilkan calon suaminya dengan balutan tuxedo berwarna hitam yang indah.

“Gimana gimana?” Desak Siri.

“Beautiful...” Gumam Joss.

Tawan yang mendengar gumaman itu tersenyum dengan lebar. Tawan memutarkan tubuhnya di hadapan Joss sambil tertawa lebar.

“Bagus ya kak?” Tanya Tawan semangat.

“Bagus banget.” Bisik Joss.

“Hehehe aku juga suka banget!!! Ambil yang ini ya, gak usah ada perubahan mommy ini udah bagus banget.” Tawan mengacungkan kedua ibu jarinya pada Siri.

Siri tertawa kecil dan menarik Joss untuk berganti baju.

“Mom gak usah ditemenin.” Tolak Joss saat Siri ingin masuk ke dalam bilik bersamanya.

Siri mencibir kecil dan membiarkan Joss berganti pakaian sendiri. Siri memilih untuk memotret Tawan dan memberikan hasil fotonya pada besannya dan juga suaminya.

Tawan terlihat sangat tampan dan manis secara bersamaan. Memang benar-benar gen yang luar biasa.

“Mom dipasang aja kan ini?” Tanya Joss dari dalam bilik.

“Iyaaa udah belum? Sini mommy liat.”

“Udah. Bentar bentar jangan masuk.” Ucap Joss dengan keras.

Tawan yang penasaran sudah menunggu Joss didepa bilik dengan tidak sabar. Dia tidak sabar melihat Joss yang akan muncul dengan tuxedonya. Pasti sangat tampan.

Tawan melihat Joss keluar dari bilik dengan tuxedo putihnya. Tawan membulatkan bibirnya dengan terkejut.

Joss adalah epitome dari kesempurnaan. Bagaimana bisa dia terlihat tanpa cela dengan tuxedo berwarna putih? Piercing di telinganya membuatnya terlihat semakin tampan. Tawan bahkan lupa kalau dirinya masih dibutik bersama lelaki itu.

“Gimana?” Tanya Siri dengan jahil saat melihat calon menantunya menatap anaknya tanpa kedip.

“Kak J, ganteng banget.” Bisik Tawan penuh kekaguman.

Joss yang mendapat pujian secara langsungpun merasa malu, dia sering mendapat pujian namun kali ini berbeda. Calon suaminya lah yang memujinya secara langsung disertai tatapan mata penuh kekaguman.

“Thank you.” Bisik Joss pelan.

The Beginning of Everything

Tawan duduk dengan gugup, berkali-kali dia menyeka keringatnya yang menetes padahal AC diruangan ini sudah diset dengan sedingin mungkin. Hari ini adalah hari pernikahannya, dan ya dia rasanya ingin kabur saja karena sangat gugup.

Suara pintu diketuk mengagetkan Tawan hingga rasanya jantungnya mau lepas!

“Masuk” Sahut Tawan dengan keras.

“WOY WEEBS” Sapa seseorang dengan keras yang bukan lain adalah Jumpol, sahabatnya.

Tawan tersenyum dengan lebar melihat teman-temannya mengunjunginya,

“JUMPIE GUE DEG DEGKAN” Adu Tawan hampir menangis.

Jumpol memukul kepala Tawan dengan cukup keras, yang dibalas Tawan erangan tidak terima serta bibirnya yang maju tanda dia ingin menangis.

“Jangan alay. Kemarin lu pamer ke gue mau nikah” Sinis Jumpol.

Tawan hanya menunjukkan cengiran polosnya pada Jumpol, “Rame gak diluar?” Tanya Tawan.

“Menurut lo? Udah deh Tay jangan nanya pertanyaan gak jelas. Mending ilangin dulu noh rasa gugup lo” Sindir Gun pada Tawan yang sesekali memasang wajah menelas.

“Ih gue deg degkan beneran anjing. Arm, Metawin ayo anterin gue pulang. Mau meluk Levi seharian. Gamauuu disini deg degkan banget. Takut.” Ajak Tawan.

Jumpol, Metawin, Gun, dan Arm hanya bisa menggelengkan kepala mereka melihat kelakuan aneh Tawan. Selain wibu, teman mereka ini memang anehnya sudah tidak bisa dihentikan.

“Gak usah macem-macem Te!” Omel Metawin, tangannya mengambil tisu di sebelah Tawan dan mulai mengelap titik-titik keringat yang tercipta di wajah Tawan karena kegugupan lelaki itu.

“Liat nih lo gugup sampe keringetan gini, kenapa sih gugup?” Metawin masih mengomeli Tawan.

“Malu Meta, ngerti gak sih maluuuuu.” Rajuk Tawan. Wajahnya menahan tangisan, dia benar-benar gugup! Tidak tau kenapa tapi rasanya dia mau pulang dulu untuk menghilangkan rasa gugupnya.

“Diem. Jangan nangis, make up lo luntur nanti. Lagi kenapa tiba-tiba gugup gitu. Gak bakal kesandung nanti di altar.” Metawin semakin mengomel, tangannya mengelus rambut Tawan dengan maksud untuk menenangkan.

“Eh Te, udah hafal wedding vowsnya kan?” Tanya Arm tiba-tiba.

Tawan yang mendengar sontak terkejut, “Kayaknya gua lupa saking gugupnya..” Bisik Tawan tidak mempercayai dirinya sendiri.

“JANGAN BERCANDA DONG?” Jumpol teriak di depan wajah Tawan dengan ekspresi yang menunjukkan kekesalan akan tingkah aneh temannya.

“Bener Jumpie, coba bantuin gue hafalan....” Jawab Tawan dengan polos.

Teman-temannya sudah tidak tau apa yang harus dilakukan mereka pada temannya ini. Tawan benar-benar mencoba menghafalnya lagi dengan bantuan Jumpol sebagai orang yang mendengarkan hafalan janji pernikahannya.

“I take you...” Gumam Tawan..

“I take you to the heaven woo” Celetuk Gun menyambung ucapan Tawan.

“Gun DIEM?” Protes Tawan.

“Lagi lama banget elah biasanya kalau kita hafalan organ tubuh lo yang paling cepet.” Ucap Gun.

“Tolong ya ini beda, ini janji seumur hidup gue kalau ada kesalahan nanti malu.” Jelas Tawan dengan sedikit jengkel.

Metawin ingin tertawa juga tapi nanti Tawan malah ngambek jadi dia menahannya dan meminta Tawan untuk duduk kembali.

“Udah gapapa Te, pasti bisa kok. Gak bakalan lupa ataupun salah-salah. Semangat!” Ucap Metawin menyemangati.

Mereka tertawa puas, semuanya masih tidak mengerti setelah banyak hal terjadi Tawan tetap saja bodoh seperti biasanya.

Keadaan hening seketika, Jumpol mendekati Tawan yang masih memasang wajah kesal.

“Te, mau nikah ya? Selamat. Akhirnya lu wibu ini nikah juga anjay. Gua sebagai sahabat lu seneng banget liat lu bahagia. Jangan bandel sama bang Joss, dia udah kasian dapet lu jangan dibikin stress lagi sama kelakuan aneh lu.” Ucap Jumpol dengan sedikit candaan untuk mencairkan kegugupan Tawan.

“Sialan Jumpie..” Gumam Tawan.

“Kalo ada hal yang bikin lu sedih, jangan sungkan buat cerita ke kita semua. Meskipun lu udah punya bahu tetap buat bersandar, kita bakalan terus ada buat dukung lu kapanpun dan dimanapun. Bahagia terus ya?” Lanjut Jumpol serius. Tangannya mengelus rambut sahabat kecilnya ini. Mereka telah berteman sejak sekolah menengah pertama, hingga saat ini dia harus melepas sahabatnya untuk menikah.

Tawan sebisa mungkin menahan tangisannya, dia tidak boleh menangis karena nanti make up-nya berantakan.

“Thank you so much Jumpie, thank you for always being my biggest support buddy. I owe you everything. You know I love youuu, right?” lirih Tawan pelan.

“I knew it bro.” Kekeh Jumpol. Jumpol bergeser untuk mempersilahkan teman-temannya untuk mengucapkan kata-kata untuk sahabat mereka.

“Masih perlu adaptasi sih gua ngeliat lu mau nikah sama manusia, gua pikir mau nikah sama karakter anime kesukaan lu itu.” Ucap Arm dengan jahil.

“He will give you his world. Jadi harus bahagia terus, jangan gampang percaya omongan jelek dari orang lain. Harus jadi Tawan yang lebih baik dari tahun lalu, dan yang paling utama tolong begonya dikurangin. Gua pusing liatnya.” Arm menyentil dahi Tawan dengan keras. Matanya menatap Tawan dengan teduh, bangga rasanya liat temannya sudah mau menikah.

Tawan melengkungkan bibirnya mendengar kata-kata Arm yang selalu bisa membuatnya ingin menangis.

“Thank you so much Arm. I'm nothing without you. I love you Arm jelek!” Balas Tawan pelan. Sementara itu Arm hanya memasang wajah jengkel mendengar Tawan tetap saja meledeknya.

Metawin maju mendorong Arm untuk menyingkir, waktu Tawan tidak lama lagi sebelum ayah dan adiknya datang untuk menjemputnya.

“Te sahabat gue yang paling aneh. Happy tie the knot! I wish you a very joyous and blissful married life and may your life be modern enough to survive the times, but old-fashioned enough to last forever.” Ucap Metawin dengan senyuman kecil.

“Makasih Metawin bayi paling bayi tapi sukanya sama om-om.” Kekeh Tawan.

“Anjir juga lo, inget lo juga nikah sama om-om”* balas Metawin dengan jengkel.

Gun yang terakhir mendekati Tawan. Tatapannya memancarkan beribu kata yang ingin diucapkan ke Tawan, namun dia hanya diam. Mempersiapkan diri.

“Teee.” Panggil Gun.

Tawan mendongkak kearah Gun, senyumnya mengembang dengan indah.

Gun menghela nafas gugup, “Akhirnya lo pecah telur duluan.”

“Sebenernya gue bingung mau ngomong apa. Tapi sebagai sahabat lo, gue seneng banget lo bisa bahagia kayak gini. Jangan lupa buat terus bersyukur dan jadi Tawan yang lebih baik lagi. You deserve to be happy. You deserve to live a life you are excited about. Don't let others make you forget that. I love you and happy wedding, Tawan Vihokratana.” Lanjut Gun lembut. Matanya berkaca-kaca, dia berusaha tidak menangis karena pasti Tawan akan ikut menangis.

“Thank you—” Tawan berhenti sebentar untuk menenangkan diri dan berusaha tidak menangis.

“Thank you because you were always there for me in a good time and bad time and thank you for showing me that there are people like you in this world. I love you and Thank you so much for being my best friend.” Tawan langsung memeluk Gun dengan erat.

Gun adalah sahabat dekat Tawan, dia sangat menyayangi Gun meskipun Gun suka mengomelinya dan suka protes jika dirinya terlalu berkhayal akan anime. Namun Gun selalu ada disaat-saat dia memerlukan tempat untuk bercerita dan mencari solusi.

Jumpol, Arm, dan Metawin bergabung memeluk Gun bersama Tawan. Mereka tertawa bersama dengan mata yang berkaca-kaca. Tidak percaya bahwa persahabatan mereka bertahan hingga saat ini, hingga salah satu dari mereka akan memulai hidup baru dalam ikatan pernikahan.

Pelukan mereka harus terhenti ketika pintu ruangan terbuka dengan lebar, Ayah Tawan dan juga adiknya Nanon menunggu di depan pintu.

“Mr. Tawan Ackerman apakah sudah siap untuk menuju altar?” Ucap Nanon dengan membawa standee Levi Ackerman seperti permintaan Tawan.

“LEVIII.” Teriak Tawan agak histeris.

Tawan melepaskan pelukan teman-temannya dan mendatangi standee Levi dengan gembira. Matanya memancarkan kebahagiaan karena salah satu karakter yang dia sayangi ada di hadapannya sebelum menikah.

“Rivaille Heichou, hari ini Te mau nikah sama orang yang mirip sama Zoro. Te gak selingkuh kok, kebetulan aja calonnya mirip Zoro. Heichou doain Te bahagia ya, Heichou juga harus baik-baik aja di manga AOT oke? Nanti Heichou punya kamar sendiri kalau Te udah nikah.” Tawan berbicara pada standee dengan serius.

Teman-temannya sudah tidak bisa berkata apapun atas keanehan Tawan. Mereka hanya memperhatikan Tawan yang sangat serius, seakan ingin berpisah dengan kekasihnya.

Tawan beralih pada Nanon yang menatapnya, “Sini... Peluk abang.” Perintah Tawan.

Nanon yang memang sangat menyayangi abangnya ini tanpa banyak berkata langsung memeluk Tawan dengan sangat erat.

“Abanggggg.” Lirih Nanon.

Tawan menepuk-nepuk pundak Nanon dengan kekehan kecilnya, walaupun saat ini Nanon lebih tinggi darinya tapi dimatanya Nanon tetap adik kecil kesayangannya.

“Nanon wibuuuuu.” Panggil Tawan.

“Abang kalau udah nikah nanti terus pisah rumah, sering-sering ke rumah ya. Nonton anime bareng.” Lirih Nanon. Tadi dia hanya sempat berpelukan sebentar dengan abangnya, padahal banyak hal yang ingin dia ucapkan pada abang kesayangannya.

“Iyalah?! Siapa lagi partner wibu gua kalau bukan lo? Nanti kalau ada festival Jepang gua juga bakal bareng sama lo lah.” Jawab Tawan sambil terkekeh.

“Janji ya abang?” Nanon memberikan jari kelingkingnya pada Tawan sebagai syarat janji mereka.

“Janji Nanon.” Tawan menyatukan jari kelingking mereka berdua dengan yakin.

Nanon tersenyum dengan lebar dan melepas pelukannya pada Tawan.

Teman-teman Tawan beserta Nanon berpelukan sekali lagi dan mempersilahkan Tawan untuk mendatangi Ayahnya. Tawan berjalan dengan pelan. Tangannya menggandeng tangan sang Ayah dan mulai berjalan meninggalkan ruangan untuk menuju gereja tempatnya mengucapkan janji pernikahan.

All of the stars

Tawan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih terpasang dikepala. Matanya menatap lelaki berusia 22 tahun yang sedang fokus dengan laptopnya ditemani segelas kopi dan susu.

“Kak?” Panggil Tawan.

“Iya?” Sahut Joss dengan mata yang tak lepas dari layar laptopnya.

Tawan yang tidak memusingkan hal tersebut berjalan mendekat dan duduk disebelah Joss tanpa banyak berbicara. Tangannya mengambil segelas susu yang sudah pasti disiapkan untuknya.

“Emang buat kamu?”

Joss menghentikan kegiatannya meminum susu dan menatap Joss dengan pandangan kebingungan, “Emang bukan buat aku?” Tanya Tawan pelan.

Joss tertawa saat melihat wajah Tawan yang sangat serius mempercayai kata-katanya, bahkan lelaki itu menunjukkan tatapan sedih ke arahnya.

“Kok percaya sih bocil? Gampang banget diculik ini mah.” Joss berucap sambil tertawa dengan kerasnya.

Tawan cemberut. Berapa kali hari ini dia dijahili oleh sang calon suami?

“Males beneran aku besok-besok gak mau berduaan sama kak J deh.”

Joss meletakkan laptopnya dan mengambil handuk yang terlampir di leher Tawan, membantu lelaki itu mengeringkan rambutnya.

“Liat nih kalau mau cemberut keringin dulu rambutnya. Kalau sakit gimana?” Tanya Joss dengan kekehan yang masih terdengar sesekali.

Tawan diam dan kembali meminum susunya dengan serius. Susu adalah salah satu minuman favorite Tawan, dia tidak suka kopi apapun jenis kopi itu.

Joss mengeringkan rambut Tawan sambil memerhatikan lelaki itu yang sibuk meminum susu. Coba beritahu Joss dimana dia bisa melihat lelaki berusia 19 tahun yang sangat semangat meminum susu?

“Pelan-pelan minumnya, gak bakal gua ambil.” Celetuk Joss.

Tawan mengangguk pelan dan meletakkan gelasnya yang sudah kosong, Tawan memberikan cengiran pada Joss yang dibalas lelaki itu dengan dengusan pelan.

“Makan malam kapan kak?” Tanya Tawan.

“Kenapa? Udah laper?”

“Hehehehe” Tawan hanya terkekeh tidak jelas sebagai jawaban dari pertanyaan Joss. Tawan mengambil ponselnya untuk memeriksa adakah pesan atau panggilan masuk dari orang tuanya.

“Ih kok gak ada yang nyariin..” Gumam Tawan.

“Kenapa?”

Tawan menunjukkan notifikasi ponselnya yang kosong hanya ada notifikasi dari instagram dan shopee, “Liat masa bunda sama ayah gak ada yang nyariin aku kak. Biasanya kalau aku pulang lama pasti ditelfonin terus.”

Joss tersenyum kecil, “Ya kan izinnya ke rumah gua. Gimana mau dicariin, udah aman disini anak sulungnya.”

Tawan menyenderkan tubuhnya pada sofa dibelakangnya setelah Joss selesai mengeringkan rambutnya. Lelaki itu menatap atap kamar Joss yang terlihat menarik untuknya.

“Kak, aku denger dari bunda kita nikah akhir november ya?”

Tawan bertanya tiba-tiba. Joss yang baru saja ingin melanjutkan pekerjaannya meletakkan kembali laptopnya dan ikut bersandar seperti yang Tawan lakukan.

“Iya, katanya gitu. Kenapa? Mau kamu undur?” Tanya Joss.

“Engga, engga gitu.” Bantah Tawan.

“Cuma gak nyangka aja dikit lagi aku udah mau jadi suami orang lain.” Lanjut Tawan dengan pelan.

Joss membalikkan tubuhnya untuk menatap anak kecil yang saat ini masih menatap atap kamarnya.

“Share with me what's in your head right now.” Pinta Joss sambil mengetuk pelan dahi Tawan.

“Gak tau kak tiba-tiba kepikiran aja. Udah mau jadi suami orang tapi akunya masih kayak anak kecil. Masih manja juga. Harusnya gak gitu kan ya? Nanti kalau gak bisa jadi suami yang baik gimana kak?” Tanya Tawan.

“Aku juga takut kalau aku masih mau main kesana kemari sama temen-temenku, masih mau ikut pajamas party, mau ikut sahur on the road, mau ikut malam keakraban, dan lainnya.”

Joss menahan senyumnya, membiarkan Tawan melanjutkan pembicaraannya.

“Terus aku masih mau nonton anime tengah malem sampe pagi, masih mau nangisin karakter anime. Kalau udah nikah pasti beda kan ya kak? Aku gak boleh gitu kan..”

“Kadang aku mikir kalau aku gak siap buat nikah, gimanapun aku baru 19 tahun, aku bahkan belum sampe 20 tahun. Aku masih belum banyak melakukan hal-hal yang aku suka. Aku masih mau ini dan itu, tapi aku merasa egois kalau aku maunya gitu terus. Hidup kan harus berjalan maju.”

“Aku gak nyesel kok dijodohin sama kak J, kak you're so nice. You feel so warm and comfortable. Mungkin kalau orangnya bukan kak J aku bakal mikir berkali-kali, tapi balik lagi ke awal. Do I deserve you kak?” Tawan menghela nafasnya dengan lelah. Ternyata banyak berpikir itu tidak enak.

“Do you deserve me?” Gumam Joss.

“Well I don't know. Kalau belum dijalanin mana tau kan?” Lanjut Joss.

“But one thing that I want to tell you anak kecil, kamu ini nikah bukan dimasukin ke pesantren atau penjara. Ya tentu aja kamu masih bisa main sama temen-temen. Pernikahan ini bukan buat kekang kamu.”

“Kamu bebas mau ngelakuin apa aja yang kamu suka asal masih dalam batas wajar. Mau nonton anime? Yaudah silahkan, mau ikut banyak acara? Yaudah ikut aja. I know you're just a teenager, masih mau bebas. I'll let you do anything you want but just remember you have me as your home.”

“Lagi standar jadi pasangan yang baik tuh gimana sih? Yang harus melayani pasangan lainnya selama 24/7 atau gimana? Gak gitu sih menurut gua, as long as we both happy then it's enough.” Lanjut Joss memberikan pendapatnya.

Tawan menatap Joss dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Lelaki itu memiliki pikiran yang cukup luas, walaupun gaya bahasa yang digunakan oleh Joss masih seperti anak jaman sekarang tapi perasaan aman dan terlindungi itu tidak pernah lepas dari setiap tutur katanya.

“Jangan mikir aneh lah, gua gak nuntut apa-apa. Selesaiin kuliahnya, jadi perawat yang keren, dan temenin gua sampe akhir. Oke anak kecil?” Pinta Joss dengan tatapan mata teduh dan senyum yang tidak pernah lepas dari wajah tampannya.

Tawan merasakan jantungnya kembali berdetak dengan keras. Saat ini Tawan sudah dapat meyakini dirinya sendiri. Bahwa dia, Tawan Vihokratana. Jatuh cinta pada calon suaminya, Joss Wayar. Tawan tidak akan mengelak lagi, dia akan mencoba menunjukkannya secara perlahan.

“Ummm.” Tawan mengangguk dengan ribut, menyetujui kalimat yang Joss utarakan. Seumur hidup.

Tawan akan menghabiskan seumur hidupnya dengan lelaki keren ini. Tawan tidak sabar, dia menunggu hal membahagiakan yang akan lelaki ini berikan untuknya di masa depan.


Tawan dan Joss sudah duduk dengan manis di meja makan ditemani western food ala keluarga Joss.

“Tawan gimana ayah sama bunda sehat?” Tanya Banjong pada Tawan yang sedang sibuk memotong steaknya.

“Oh?” Tawan menyahut terkejut.

“Baik kok om..” Jawab Tawan dengan canggung.

“Dad apa sih jangan ditanya dulu, lagi sibuk motong steak anaknya.” Ucap Joss memperingati daddynya.

Banjong mengangkat tangannya dan tertawa kecil, matanya menatap interaksi antara anaknya dan calon menantunya dengan pandangan teduh.

“Mau dibantuin gak?” Bisik Joss menawarkan bantuan pada Tawan yang terlihat sedikit kesusahan.

“Gak usah kak J, emangnya aku anak kecil apa steak aja pake dipotongin.” Gerutu Tawan dengan mata melirik Joss dengan kesal.

Joss mengusak rambut Tawan dengan gemas, “Ya emang anak kecil.”

Tawan melirik Joss sekali lagi dan memilih mengabaikan lelaki yang lebih tua itu. Jika dia terus meladeni ledekkan yang diberikan Joss nanti makan malamnya tidak selesai-selesai.

“Joss gimana di kantor ada masalah gak?” Tanya Banjong pada anak semata wayangnya.

“Gak ada dad. Sejauh ini lancar-lancar aja.”

“Oh buat material stetoskop yang kemarin habis udah ada lagi?”

“Udah tadi siang baru dateng.” Jawab Joss santai, dia tidak terusik dengan perbincangan mengenai pekerjaan yang ditanyakan oleh daddynya. Sudah biasa.

“Oh ya dad, besok aku gak ke kantor ya. Ada pemotretan.” Ucap Joss tiba-tiba.

“Gak ada meeting kan besok?”

“Gak ada dad, aku udah minta sama Namtan buat reschedule meeting jadi lusa. Termasuk meeting sama Om Sarut.” Jelas Joss.

Tawan yang mendengar nama ayahnya disebut langsung menatap Joss dengan penasaran, “Kak J lusa meeting sama ayah?” Bisik Tawan pelan.

“Iya. Mau ikut?” Tawar Joss.

“Mauuu, udah lama gak main ke rumah sakit.” Jawab Tawan dengan semangat. Matanya berbinar-binar dengan jelas. Joss tidak bisa untuk tidak tersenyum melihat Tawan.

“Sore paling, ada jadwal kuliah gak? Kalau gak ada nanti gua jemput di kampus.”

“Gak ada kak J, nanti jemput yaaa.” Ucap Tawan.

Joss mengangguk kecil dan kembali fokus dengan makanannya. Dirinya tau bahwa orang tuanya sedang memperhatikan interaksi yang terjadi diantara mereka berdua.

“Oh iya Joss, udah bilang ke Tawan tentang persiapan pernikahan kalian yang udah bisa dimulai dari besok?” Siri bersuara setelah terdiam sejak acara makan malam mereka dimulai.

Tawan hampir saja tersedak mendengar ucapan dari ibunya Joss, “Hah?”

Joss melirik Tawan sekilas dan beralih menatap ibunya dengan pandangan malasnya, “Belum mom. Bikin kaget aja sih lagi makan.”

“Tawannnn nanti kamu omongin sama kak J ya mau pernikahan yang gimana. Tante sama bunda kamu serahin semuanya ke kamu sama Joss. Mau minta tema anime juga boleh kok, asal Jossnya mau.” Ucap Siri dengan semangat.

Tawan merasakan wajahnya memanas karena malu, “I-iya tante. Nanti Te bicarain sama kak J.”

Tawan menundukkan wajahnya dan kembali memakan makanannya dengan tenang. Sedikit terkejut bahwa dia sudah bisa mengatur acara pernikahannya. Sejujurnya Tawan belum memikirkan mau bagaimana tema pernikahan mereka nanti.

Mungkin mereka memang harus membicarakan hal ini secepatnya.


Tawan sudah kembali ke kamar Joss mereka berdua duduk dengan posisi yang agak berjauhan. Entah kenapa setelah pembicaraan tentang pernikahan rasanya canggung sekali.

“Tawan.” Panggil Joss.

“Iya?”

“Tentang konsep pernikahan tadi, kamu ada request atau apa” Joss memulai pembicaraan mereka tentang pernikahan.

“Kalau aku belum kepikiran sih kak, tapi kayaknya aku mau indoor aja.” Tawan menjawab setelah berpikir cukup panjang.

“Indoor?”

“Iya indoor, prevent hujan juga sih kak. Soalnya udah masuk musim hujam. Kalau garden party di outdoor terus hujan, repot.” Tawan kembali memberikan pendapatnya.

“Bener sih gua juga milih indoor.” Gumam Joss.

“Kalau masalah tempat?” Tanya Joss lagi.

“Belum kepikiran sih kak mau dimana. Soalnya baru pertama kali dalam seumur hidup mikirin hal ini.” Jujur Tawan.

Joss terkekeh pelan mendengar kejujuran yang ditunjukkan Tawan, “Ngerti anak kecil.”

“Kalau gua pernah mikir sih kalau gua mau nikah di katedral.” Giliran Joss yang memberikan pendapatnya.

“Gereja Katedral?” Tawan bertanya dengan mata penuh kekaguman.

“Iyaaa.”

“Kak how about winter wedding theme?” Tanya Tawan semangat.

“Explain more.”

“I mean cathedral itself udah berarsitektur neo gethic we just added some winter themed to our wedding. We add trees and branches mixed with snow and a few faux forest folk like deers to create that winter woodland effect.”

“Terus dibawah pohon itu kita kasih lampu, aduh aku gatau kak nama lampunya apa tapi lampu yang bentuknya kotak terus bisa dibawa-bawa itu tau gak?” Tanya Tawan dengan wajah yang menunjukkan frustasi karena tidak tau nama dari benda dijelaskannya.

Joss terkekeh kecil, “Tau, it's called lanterns. Terus?”

“Terus buat dekorasi lampu keseluruhan kita pake warna warm white with deep ocean blue effect ya kak. Oh sama ada garden light pole juga disamping pohon disepanjang jalan ke altar. Kalau buat jalannya kayaknya mau warna putih dengan snow dan bunga warna putih deh kak.”

“And for the altar kak, I want birch trees in the middle of that. The way they bend and twist to create a magical impression and in that tree I want to add mistletoe. Selain mistletoe juga mau ada hiasan kaca digantung gitu gambar snowflakes, and snowglobe, dan hiasan lampu gantung di pohon.”

“For the table guest, I want to tier our table centrepieces with log slices, adding moss and ‘snow’ to give it the winter woodland effect and maybe include some wild winter flowers to top it all off! And extra sparkle and glitter for our winter woodland.” Tawan menyudahi penjelasannya dengan wajah berbinar.

Joss mengerti maksud Tawan, lelaki itu menjelaskannya dengan sangat rinci.

“Ok, kamu mau winter wonderland as our wedding themed?” Tanya Joss sekali lagi memastikan.

“Mau. Kak J mau gak?” Tanya Tawan balik.

Joss mengangguk, “It would be amazing. Let's do it.”

“Really?” Tanya Tawan memastikan.

“Yes. So it's clear for our wedding themed ya. Gua udah rekam suara kamu tadi jelasin nanti gua kasih ke vendornya. Buat cathering kamu kayaknya harus ngobrol sama mommy dan bunda kamu karena gua gak begitu paham.” Ucap Joss.

“What kind of song do you want to play on our wedding day?” Tanya Joss lagi.

“I want A thousand years or Can't help falling in love.” Jawab Tawan tanpa banyak berpikir.

“Oke. Untuk berkas-berkas ada 6 berkas yang harus dilengkapi. Kartu keluarga katolik, surat keterangan baptis yang udah diperbarui maksimal 6 bulan dari sebelum waktu pernikahan, formulir pendaftaran pernikahan. Kayaknya ini diurus sama daddy deh.” Gumam Joss sendirian.

Tawan hanya tersenyum melihat Joss yang sibuk dengan ponselnya dan membaca apa-apa saja yang diperlukan untuk pernikahan.

“Oh iya untuk tamu, katedral maksimal 900 tamu undangan. Kayaknya kita gak bakal sebanyak itu. Kamu mau ngundang siapa aja?”

“Pemberkatan? Temen-temen deket aku aja kak. Yang kemarin itu, kalau kak J?” Tanya Tawan.

“Sama sih.”

“Untuk undangan keseluruhan kayaknya banyak sih soalnya kolega pasti diundang. Temen kuliah kamu mau diundang?”

“Iya kak temen angkatan aku sama beberapa angkatan atas yang udah aku kenal deket.”

“Oke nanti itu kamu list ya nanti kita gabungin yang tamu khusus undangan kita. Buat design undangan belakangan bisa minggu besok sih pastiin tamu undangan dulu, nanti gua pastiin ke daddy dan ayah kamu.” Ucap Joss.

“Iya kak J, aku ikut kak J aja.” Jawab Tawan.

Joss tersenyum, “Buat tempat tinggal. Mau tinggal di rumah atau apartment?”

“Like I told you before, I don't want big house. Maybe untuk beberapa tahun di apartment ya kak? Soalnya aku juga kayaknya bakal praktek di rumah sakit langsung dan bukan di daerah Jakarta jadi kalau rumah kayaknya terlalu besar untuk saat ini.” Jelas Tawan.

“Oke, nanti cari apartment sekitaran kampus kamu aja.” Joss mengiyakan tanpa banyak berkomentar.

“Kayaknya udah segini dulu deh ya kak? Selanjutnya nanti kita bisa sambil jalan ngobrolinnya.” Ucap Tawan.

Joss melihat jam yang di dinding kamarnya, “Udah mau jam 9. Ayo gua anterin pulang.” Ajak Joss.

“Oh iya gak sadar udah mau jam 9.” Gumam Tawan.

Tawan merapikan barangnya yang tadi ia bawa dari ruang tamu. Tawan juga memakai jaketnya karena hari sudah malam.

“Kak bajunya aku pinjem dulu ya nanti aku balikin.” Ucap Tawan dengan malu.

“Hahaha gampang itu mah. Ayo turun ke bawah. Ada yang ketinggalan lagi gak?”

“Gak ada kak.”

“Yaudah ayo.”

Joss menyatukan jari mereka berdua dan berjalan turun dengan senyuman yang ditahan sekuat tenaga, Tawan sendiri memperhatikan kaitan tangan mereka berdua tanpa kedip. Pipi dan lehernya sudah memerah karena malu.

“Mom, dad, aku anter Tawan pulang dulu.” Pamit Joss pada orang tuanya.

“Tante, om, aku pulang dulu ya. Nanti aku main lagi.” Ucap Tawan dengan gugup.

“Oh iyaa sebentar tante ambil cookiesnya dulu.” Siri berlari kecil ke dapur untuk mengambil cookies yang tadi mereka sudah buat.

“Ini cookiesnya bawa pulang aja, bilang bunda kamu ini buatan kamu sama tante oke?” Pesan Siri.

“Iya tante terima kasih banyakkkk” Ucap Tawan dengan senyuman lebarnya.

Siri mengelus rambut Tawan dan terkekeh kecil. Perempuan paruh baya itu melambaikan tangannya saat Tawan berpamitan pulang.

Siri sangat menyukai calon menantunya, lelaki itu benar-benar seperti anak kecil dan memiliki banyak energi positif. Siri harap keputusannya untuk menjodohkan kedua anak berbeda kepribadian itu adalah pilihan yang tepat.

Hey there, J.

Tawan melambaikan tangannya saat melihat Joss masuk dengan jaket hitam, kaos putih, dan celana hitamnya. Lelaki tampan itu sontak menjadi pusat perhatian di kafetaria karena aura kuatnya dan wajahnya yang luar biasa tampan.

Tawan tanpa sadar memajukan bibirnya beberapa senti, kesal karena semua orang memperhatikan calon suaminya dengan tatapan memuja.

Jumpol yang melihat Tawan cemberut menepuk bibir temannya, “Adat lu jelek banget pake cemburuan.” Ledek Jumpol disertai suara tawanya yang keras.

Tawan mengabaikan Jumpol dan tersenyum ke arah Joss yang sudah berada di depannya.

“Udah selesai makannya?” Tanya Joss saat melihat kotak es krim Tawan sudah kosong.

Tawan mengangguk kecil dan menggeser tubuhnya agar Joss dapat duduk disampingnya.

“Kakak jadi pesen minum dulu?” Tanya Tawan dengan suaranya yang sengaja dilembutkan.

Jumpol dan teman-temannya yang lain sontak menunduk dan menahan suara tawa mereka sekuat tenaga. Mana yang katanya belum jatuh cinta?

“Jadi, bentar gua beli dulu.” Ucap Joss.

“Ehhh” Tawan menahan tangan Joss sebelum lelaki itu pergi untuk memesan.

“Aku aja, kakak duduk aja disini. Sekalian aku mau beli wafer.” Ucap Tawan dengan yakin.

“Bener gapapa?” Joss menaikkan alisnya dan bertanya.

“Iyalah gak apa-apa. Sini kak J duduk.” Tawan mempersilahkan Joss untuk duduk.

“Oh iya kak kenalin ini temen-temen aku, yang ini Jumpol rumahnya deket sama rumah kalau pulang biasanya sama dia, terus ini Arm, ini Gun, sama ini Metawin.” Ucap Tawan memperkenalkan temannya dengan semangat.

“Lah ada Metawin.” Ucap Joss kaget setelah menyadari ada kekasih dari temannya, Bright.

“Hehehehe halo iya kak.” Metawin menjawab dengan cengiran canggungnya.

Joss tertawa kecil dan menyapa semua teman Tawan. Benar kata Tawan bahwa calon suaminya itu memiliki banyak pesona, salah satunya adalah senyumnya yang memang sempurna.

“Kalian mau pesen lagi gak?” Joss menawarkan pada teman-teman Tawan setelah menyebutkan minuman yang ingin dipesannya kepada Tawan.

Jumpol, Metawin, Gun, dan Arm dengan cepat mengangguk disertai cengirannya. Mereka tidak akan menolak traktiran. Tawan sudah memijit pangkal hidungnya, teman-temannya memang sialan sekali.

“Yaudah pesen aja sana temenin Tawan ya.” Kekeh Joss.

Jumpol dengan sukarela bangkit dan menemani Tawan memesan makanan mereka, Jumpol merangkul Tawan dan lelaki yang lebih kecil itu mencubit lengannya dengan pelan.

“Ngapain pesen lagi heh lo pada udah makan banyak.” Bisik Tawan.

“Biarin kenapa sih, pake duit dia ini anjir. Traktir 100rb kaga bakal bikin dia bangkrut bener dah.” Jawab Jumpol dengan santai.

Tawan menyebutkan lemon tea sebagai minuman yang dipesan oleh Joss, sementara Jumpol memesan pisang cokelat, ketang goreng, dan roti bakar beserta es teh manis kepada ibu penjaga kafetaria.

Tawan membawa lemon tea milik Joss dan duduk disebelah lelaki yang sedang fokus dengan ponselnya itu.

“Kakk ini minum dulu.” Ucap Tawan menyerahkan minumnya pada Joss.

Joss mendongkak ke arah Tawan dan tersenyum kecil, “Makasih ya?”

Tawan mengangguk dengan pipi yang merona, dia merutuki dirinya yang dengan mudah tersipu padahal Joss hanya mengucapkan terima kasih.

“Teee” Panggil Gun menyadarkan Tawan.

“Apa?”

“Besok jangan lupa bawa flashdisk yang isi tugas kita.” Ucap Jumpol.

“Oh iya bener flashdisk, besok pagi ingetin gue ya?” Jawab Tawan.

Metawin dan Gun mengangguk kecil dan kembali fokus dengan ponsel mereka.

Joss yang sejak tadi memperhatikan dengan diam, menepuk pundak Tawan pelan.

“Apa kak?” Tanya Tawan penasaran.

“Besok masuk jam berapa?” Tanya Joss.

“Jam 9 kak, kenapa?”

“Besok gua yang anterin kuliah ya, mumpung besok gak ke kantor.” Ucap Joss.

Tawan mengelus lehernya dengan gugup dan tersenyum dengan lebar, “Kok gak ke kantor?”

“Besok ada pemotretan jadi gak ke kantor.” Jawab Joss santai.

Tawan mengangguk mengerti, “Yaudah kak besok kabarin Te aja ya.”

Joss terkekeh melihat kelucuan dari lelaki kecilnya, tangannya mengelus rambut Tawan dengan gemas.

“Iya anak kecil.” Kekeh Joss.

Tawan mengalihkan pandangannya dari pesona lelaki berumur 22 tahun itu, dia melirik sekitarnya dan baru menyadari beberapa pasang mata menatapnya dengan penasaran.

Tawan merapatkan tubuhnya ke Joss dan berbisik pelan, “Kak ayo pulang...”

“Eh kenapa?” Tanya Joss penasaran.

“Diliatin banyak orang aku malu. Aku kan terkenal kak, pasti mereka bingung aku yang weebs ini kok sama cowok ganteng.” Bisik Tawan tanpa sadar.

Bukan hanya Joss yang mendengar tapi teman-temannya juga mendengarnya, ucapan Tawan tidak bisa dibilang sebagai bisikan karena banyak orang yang mendengarnya.

Jumpol orang yang tertawa dengan keras paling pertama, Tawan dan kebodohannya memang suatu hal yang patut ditertawakan. Sedangkan Arm sendiri hampir tersedak mendengar bisikan tidak tau malu temannya.

Gun dan Metawin? Jangan ditanya. Mereka berdua sudah memalingkan mukanya, berpura-pura tidak kenal dengan Tawan.

Joss menahan senyumannya dan melirik sekitar, memang benar kata Tawan bahwa banyak yang memperhatikan mereka.

“Yaudah ayo pulang, bilang dulu ke temen-temen kamu.” Ajak Joss.

Tawan mengangguk dengan semangat dan berpamitan pada temannya yang masih tertawa. Tawan menaikkan alisnya tidak paham, kenapa mereka tertawa?

“Kenapa lu pada?” Tanya Tawan kebingungan.

“Gapapa.” Jawab Arm disela tertawanya.

“Idih orang gila. Yaudah gue balik duluan ya. Hati-hati kalian jangan malem-malem baliknya.” Pamit Tawan.

Jumpol hanya memberikan jempolnya dan kembali tertawa tanpa suara. Tawan melambaikan tangannya sekali lagi dan berjalan keluar mengikuti Joss.

“Maaf ya kak temenku aneh semua.” Ucap Tawan tidak enak pada Joss.

“Gak apa-apa, seru. Dulu gua kuliah juga gitu kok.” Kekeh Joss.

Tawan melirik sekitar kafetaria, mencari mobil yang berkemungkinan milik kekasihnya namun matanya Tawan tidak bisa menahan rasa terkejutnya saat dia tau bahwa Joss menjemputnya dengan motor besarnya!

“Kakak ke kantor naik motor?” Tanya Tawan dengan kaget luar biasa.

Joss menampilkan cengirannya “Iya. Tau sendirikan Jakarta macet, males banget kena macet jadi milih naik motor.”

Tawan masih mencerna informasi yang ia dapat, pantas saja Joss tidak pakai jas dan kemeja seperti orang kantoran biasanya. Lelaki itu hanya memakai jaket bomber dengan dalaman kaos putih dan celana jeans. Sepatunya juga sepatu converse? Tawan baru menyadarinya.

“Kakak ke kantor begini?” Tanya Tawan lagi.

Joss mengikuti arah pandang Tawan yang melihat pakaiannya dengan wajah terkejut dengan refleks mengusak rambut lelaki itu dengan gemas.

“Ya enggak, tadi di kantor ganti baju. Emang selalu simpen baju dikantor kok buat pulang.” Jawab Joss dengan kekehan renyahnya.

Tawan merasakan pipinya memanas dan berdehem pelan.

“Oh gitu kak.”

“Iya, yaudah nih pake helmnya.” Ucap Joss menyerahkan helm berwarna hitam pada Tawan.

Sebelum memakai helm Tawan mengeluarkan jaket yang selalu dibawanya kemana-mana, jaket jeans berwarna hitam. Tawan membawanya untuk menutupi seragam perawatnya.

Joss sudah siap dimotornya menunggu Tawan untuk naik, namun Tawan tidak bergerak sedikitpun. Lelaki itu hanya menatap motor dan Joss bergantian.

“Tawan?” Joss membuka kaca helm full facenya dan memanggil Tawan yang hanya diam.

“Ayo naik.” Ajak Joss.

Tawan menatap Joss dengan wajah yang sudah memerah seluruhnya, “I-itu kak, motornya tinggi banget. Aku bingung naiknya” Ucap Tawan dengan jujur dan malu.

Joss menahan senyumnya dibalik helm yang menutupi seluruh wajah tampannya.

“Ini sini kakinya yang kiri ditaro dipijakan kaki, terus kamu naik sambil pegangan sama pundak gua. Gak bakal jatoh, dicoba dulu.” Joss menjelaskan sambil menunjuk pijakan yang dimaksud.

Tawan mengikuti instruksi Joss dengan hati-hati, dia memegang erat pundak Joss dan naik ke motor tinggi itu dengan ucapan “woah” yang refleks keluar dari bibirnya.

“Udah kan? Pegangan ya.” Ucap Joss.

Tawan memegang pundak Joss dengan erat, Joss sendiri tidak berkata apapun dan langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Tawan sendiri menggigit bibirnya dengan gugup, pegangannya di pundak Joss mengerat. Jujur saja ini pertama kali dalam hidupnya dibonceng naik motor ninja, karena teman-temannya rata-rata punya mobil, jika punya motor mereka memiliki motor biasa seperti Mio ataupun Vario.

Joss sendiri tidak menambah kecepatan laju motornya, dia tidak ingin Tawan merasakan canggung apalagi sampai harus memeluk pinggangnya. Joss tidak akan memaksa lelaki itu. Joss melirik ke arah spion dan melihat Tawan membuka kaca helmnya, mata lelaki dibelakangnya terlihat menikmati perjalanan yang mereka lalui.


Tawan kembali dibuat terkejut ketika motor yang dinaikinya berhenti di rumah berwarna putih dengan pagar cukup tinggi dan bergaya mewah.

Joss menyalakan klaksonnya sekali. Tawan dapat melihat seorang satpam membukakan pintu gerbang dan menyapa mereka berdua dengan ramah.

Tawan semakin kebingungan ketika mereka melewati pintu depan rumah dan menuju ke arah belakang rumah, “Kak mau kemana?” Tanya Tawan dengan suara keras.

Joss membuka kaca helmnya, “Garasinya dibelakang tadi mau lewat belakang tapi males muternya.” Jawab Joss tidak kalah keras.

Motor Joss berhenti di garasi yang dikatakan oleh lelaki itu, Tawan menjatuhkan rahangnya melihat 4 motor nija yang terpakir disana dan juga 2 mobil mewah.

Tawan turun dari motor dengan hati-hati, dia melepaskan helmnya dan memeluk helmnya dengan cukup erat. Joss sendiri sudah memarkirkan motornya dan melepas helmnya.

“Sini helmnya.” Pinta Joss.

Tawan menyerahkan helm itu dengan canggung. Joss tersenyum melihat Tawan yang menjadi semakin pendiam sejak sampai di rumahnya.

“Ayo, kayaknya mommy sama daddy udah di rumah.” Ajak Joss menarik lembut tangan Tawan.

Tawan yang masih merasa kebingungan hanya mengikuti Joss tanpa banyak mengelak. Matanya melirik area rumah Joss, tidak terlalu besar namun terlihat megah.

“Kak, tinggal disini bertiga aja?” Tanya Tawan tiba-tiba.

“Hm? Iya kan anak tunggal.” Jawab Joss dengan kekehan.

“Kak gak takut kalau sendirian?” Tanya Tawan lagi.

Joss menoleh ke arah Tawan dengan pandangan jahilnya, “Kamu nih jangan-jangan yang takut hantu?”

“Engga lah.” Bantah Tawan.

“Oh yaudah kalau udah nikah nanti rumahnya yang segede ini juga ya.” Jawab Joss dengan santai, menjahili Tawan.

Tawan yang mendapat serangan soal pernikahan merasakan kupu-kupu kembali berterbangan diperutnya.

“Ih apasih kok gitu kakkkk.” Rengek Tawan.

“Loh kan enak nanti collection roomnya jadi besar juga.” Tawar Joss.

Tawan menggeleng dengan cepat, dia tidak ingin punya rumah sebesar ini. Rasanya tidak seru, apalagi kalau nanti dia hanya berdua dengan Joss. Belum lagi kalau Joss sibuk bekerja dan pulang malam, dia tidak berani sendirian di rumah.

“Gak mau, mau yang kecil aja kan cuma berdua nanti.” Gumam Tawan, matanya dengan sengaja tidak menatap Joss.

Joss yang masih mendengar gumaman Tawan hanya tersenyum kecil, berusaha tidak memeluk lelaki yang lebih kecil darinya ini. Menggemaskan sekali.

“Mom?” Panggil Joss saat mereka sudah masuk ke dalam rumah.

Hening. Tidak ada sahutan.

Joss melepaskan tangan Tawan dan mencoba mencari keberadaan ibunya.

“Mom?” Panggil Joss sekali lagi dengan suara yang cukup keras.

“Iya kenapa? Di dapur.” Sebuah suara menyahutinya.

“Ayo ke dapur.” Ajak Joss pada Tawan yang masih diam tanpa bersuara.

“Mom ini Tawannya udah dateng.” Ucap Joss.

Seorang wanita dengan pakaian cukup rapi dan celemek yang terpasang ditubuhnya muncul dari dapur dengan senyuman lebarnya.

“Tawannnnn” Panggil Siri dengan semangat dan memeluk Tawan dengan cukup erat.

Tawan membalas senyuman itu tak kalah lebar dan membalas pelukan wanita paruh baya itu.

“Tante apa kabar?” Tanya Tawan berbasa basi.

“Baik, Tawan sendiri gimana kabarnya baik? Kuliahnya hari ini lancar?” Tanya Siri berturut-turut.

“Baik tante, lancar sih walaupun tadi aku ada kuis dua.” Curhat Tawan.

Siri memandang Tawan dengan sedih lalu memberikan semangat pada lelaki muda itu, “Gak apa-apa. Sekarang kita seneng-seneng oke. Kamu suka kue kan Tawan?”

“Sukaaa!!! Tante lagi masak kue?” Tanya Tawan dengan semangat.

“Iya!!! Lagi buat soft cookies. Kamu mau bantu?”

“Mau tante!! Aku boleh bantu?” Tawan bertanya dengan binaran mata penuh pengharapan.

Siri yang menerima tatapan seperti tatapan anak anjing kelaparan itu sontak terkekeh kecil, “Ya boleh dong. Ayo buka dulu tas sama jaketnya.”

Siri membantu Tawan melepas tas dan juga jaket yang digunakan lelaki itu dan menyerahkannya pada anak semata wayangnya.

Joss menaikkan alisnya kebingungan, “Apa?” Tanya-nya tidak mengerti.

“Ini kamu yang taroin tas sama jaket anak kesayangan mommy.” Jawab sang ibu dengan jahil.

Joss menghela nafasnya dengan pasrah dan menerima tas dan juga jaket Tawan, “Aku simpen di ruang tamu ya. Sekalian aku mau mandi dulu, udah gerah.” Pamit Joss.

Siri dan Tawan tidak menjawab karena sibuk berbincang mengenai kue, Joss memandang pemandangan itu dengan senyuman kecilnya.

Sudah lama sang ibu tidak semangat seperti ini, karena dia dan ayahnya sibuk dan juga dirinya tidak suka bergelut di dapur seperti yang Tawan lakukan saat ini.

Joss memutuskan untuk naik ke kamarnya dan meninggalkan Tawan yang sedang seru bersama sang ibunda. Membiarkan keduanya menikmati kebersamaan mereka.


“Tanteee buat kue buat siapaaa?” Tanya Tawan penasaran.

“Kadang buat tante bagiin ke karyawan tante di butik sih, soalnya Joss sama daddnya gak terlalu suka cookies gini jadi tante bagiin ke orang lain. Tawan suka cookies?” Tanya Siri balik.

“Sukaa banget tante, Nanon juga suka. Aku kalau lagi nonton anime suka sambil ngemil cookies atau snack gitu jadi bunda kadang suka bikinin kita. Dulu juga bunda jual cookies gitu tapi sekarang udah engga soalnya bunda lagi mager tante.” Jelas Tawan dengan semangat.

Matanya dengan berbinar melihat cookies yang sudah mereka buat di dalam oven. Nanti dia meminta izin untuk membawa 3 cookies buatannya pulang untuk diberikan kepada Nanon dan juga ayah bundanya.

“Wah seru banget. Nanti kamu bawa pulang aja ya cookiesnya nanti tante sering-sering buatin kamu sama Nanon cookies deh terus tante suruh Joss anterin ke rumah kamu ya.” Jawab Siri dengan semangat.

“Beneran tanteee?” Ucap Tawan memastikan perkataan Siri.

“Iya sayangggg.” Jawab Siri sambil mengelus pelan rambut Tawan.

Tawan terkekeh senang, matanya menatap Siri yang sedang sibuk mengiris sayuran.

“Tante mau masak apa?”

“Kayaknya mau masak steak deh, kamu suka gak Tawan?”

“Sukaa tante. Boleh aku bantu?” Tawar Tawan.

“Gak usah yang ini mah, kamu ke atas gih samperin Joss. Kemarin kan dia udah liat kamar kamu sekarang gantian gih. Sekalian pinjem baju Joss, pasti gerah pake baju bekas kuliah seharian.” Ucap Siri dengan lembut.

“Gamau tanteeee.” Jawab Tawan pelan.

“Eh kenapa?” Siri menghentikan kegiatan yang sedang dia lakukan dan menatap Tawan kebingungan.

“Malu tante.” Gumam Tawan.

Siri mengerjapkan matanya kebingungan dan tertawa dengan keras, anak siapa ini lucu sekali.

“Gapapa ayooo samperin aja Jossnya oke? Pinjem kaos gitu.” Siri mendorong Tawan pelan.

“Bener ya tante? Aku gak akan diomelin kak Joss kan?” Tanya Tawan memastikan.

Siri tertawa lagi, “Ya enggaklah sayang. Nanti kalau diomelin bilang sama tante ya biar tante jewer itu anaknya.”

“Kamarnya dimana tante?”

“Oh iya kamu naik tangga ya nanti belok ke kanan, kamarnya yang pintu warna hitam itu. Ketuk aja, panggil orangnya. Mandinya cepet kok dia mah.” Jelas Siri.

Tawan mengangguk dan berjalan ke arah kamar Joss seperti yang diarahkan oleh calon mertuanya.

Tawan memperhatikan interior rumah Joss yang benar-benar modern bergaya mewah, berbeda sekali dengan rumahnya. Tawan melihat pintu yang dimaksud oleh tante Siri. Tawan berhenti dan menimbang haruskah dia mengetuk pintu itu atau dia harus menunggu diluar.

Tapi Tawan juga sedikit penasaran dengan desain kamar yang ditempati oleh Joss. Apakah kamarnya kaku seperti om-om biasanya atau ada tempelan band kesukaannya.

Tawan memutuskan untuk mengetuk pintu kamar itu, “Kak J?” Panggil Tawan.

Tidak ada sahutan. Tawan memutuskan untuk mengetuk sekali lagi. Kalau masih tidak ada sahutan Tawan akan menunggu di ruang tamu.

“Kak J? Ini Te kak.” Panggil Tawan.

“Sebentar dek.”

Tawan mematung mendengar panggilan Joss. Dek? Jantungnya seakan jatuh ke perutnya. Bisa-bisanya lelaki itu kembali membuatnya sedikit gila hanya karena sepatah kata.

Tawan yang masih berpikir tidak menyadari bahwa pintu kamarnya sudah terbuka dan muncul lelaki tinggi dengan kaos hitam dan celana pendeknya, di kepalanya masih ada handuk yang menandakan lelaki itu baru saja selesai mandi.

“Tawan?” Panggil Joss.

“Tawan, hey?” Panggil Joss sekali lagi dengan tepukan pelan dipundak Tawan.

“Eh iya kak.” Jawab Tawan gelagapan.

“Kenapa?” Tanya Joss dengan santai.

“Oh itu kak, kata tante apa aku boleh pinjam kaos kakak? Aku disuruh ganti baju. Katanya gerah kalau pake kemeja aku yang ini.” Jelas Tawan dengan kaku.

“Boleh sini ayo masuk. Bentar gua ambilin dulu bajunya.” Joss membuka lebar pintu kamarnya mempersilahkan Tawan untuk masuk.

Tawan masuk dengan hati-hati, mengamati kamar Joss yang benar saja seperti kamar-kamar om-om biasanya. Padahal Joss usianya tidak berbeda jauh dengannya tapi Tawan suka saja menyebutnya om-om.

Nanti Tawan akan mencoba membuat tiktok yang sedang viral itu, yang lagunya gimana le gimana le aku masih kecil tapi suka sama yang om-om Tawan tidak bisa mengingatnya tapi yang seperti itu lah.

“Pake ini kegedean gak?” Joss datang membawa kaos berwarna putih.

Tawan menaikkan alisnya, “Ya pasti kegedean sih kak J. Liat perbedaan kita.”

Tawan berdiri didepan Joss dan menunjukkan perbedaan tubuh diantara mereka berdua, “Dari sisi manapun kayaknya udah pasti kegedean?”

Joss menunduk dan tertawa dengan lepas, benar-benar anak ini lucu sekali. Joss ingin membungkusnya dengan selimut dan memeluknya semalaman.

“Males banget diketawain? Body shaming ini gak sih kak J?!” Protes Tawan.

Joss mencoba mengontrol tawanya dengan mengambil nafas sebanyak mungkin, bibirnya masih menunjukkan cengiran yang lebar.

“Perasaan kamu yang mulai bandingin badan gua sama badan mungil kamu?” Tanya Joss dengan jahil.

“Ah males ah aku mau turun aja. Diledekin terus?!” Tawan memajukan bibirnya tanda bahwa lelaki itu sedang dalam mode ngambek.

“Aih” Gumam Joss.

Tangan besar Joss menangkup pipi Tawan dan menguleninya seperti adonan kue, “Siapa yang ngizinin jadi gemes gitu heh?” Ucap Joss dengan rasa penuh gemasan pada sang lelaki yang lebih muda.

“L-lepassssss sakit kak J” Suara Tawan tidak begitu jelas karena pipinya masih ditekan oleh lelaki yang lebih tinggi itu.

“Tanteeeeee” Teriak Tawan mengadu pada ibunda dari calonnya ini.

“Eh iya iyaaa jangan bilang mommy.” Joss panik melepas pipi Tawan dengan wajah penuh ringisan.

“Kak J sakit tauuuu?!” Amuk Tawan saat tangan besar itu melepaskan pipinya.

Joss terkekeh kecil dan mengelus pipi Tawan dengan lembut, “Maaf ya? Abisnya gemes.”

“Gih mandi, handuk baru ada di laci kamar mandi, sikat gigi juga ada. Pakaian dalam yang baru ada di kamar mandi juga. Gua turun dulu ngambil minum, ngobrol dulu ya nanti sebelum makan malam?” Joss memberikan perintah dengan suara lembutnya.

Tawan yang terkejut dengan elusan dipipinya hanya mengangguk dengan kaku. Joss tersenyum sekali lagi dan meninggalkan Tawan dalam kamarnya.

Tubuh Tawan rasanya lemas. Kalau seperti ini dia diajak nikah minggu besok juga ayo saja. Daripada dia harus menerima serangan Joss Wayar setiap hari lebih baik dia menikah saja lah.