isawitbefore

a parallel universe of josstay

You've Got Mail: Chapter 8

Tawan merapikan barangnya dengan terburu, sesekali meringis karena bokongnya yang terasa sangat nyeri. Kakinya juga seakan mati rasa. Gun memberitahukan sekitar 10 menit lagi mereka akan sampai di rumah Joss.

Ponsel Tawan terus berbunyi notifikasi pesan masuk, Tawan merasa bingung dan stress. Semuanya begitu tiba-tiba. Dia tidak mempersiapkan dirinya.

Beruntung kamar Joss berada di lantai bawah, Tawan tidak perlu berusah payah untuk turun dari tangga dengan keadaan tubuh yang seperti ini.

Tawan mengambil ponselnya, dan melihat nama Joss Wayar di notification bar.

“Anjing.” Bisiknya frustasi.

Tawan memakai tasnya dan mulai berjalan keluar dengan perlahan.

“Siapa?” Sebuah suara mengagetkan Tawan yang berjalan dengan ringisan kesakitan yang jelas.

“Adeknya Joss ya?” Sapa Tawan dengan gugup.

“Oh, pacarnya bang Joss? Kenalin gua Warot. Adeknya bang Joss. Lu mau kemana bang?”

“Tay Tawan. Mau balik nih tiba-tiba ada urusan keluarga.” Ucap Tawan berbohong.

“Oh bang Jossnya udah dateng?”

“Lagi di kampus. Gua dijemput temen.”

“Oh oke oke, gua naik dulu ya bang. Take care.” Ucap Warot mengakhiri percakapan.

Lelaki dengan tinggi hampir setara Joss itu tidak menanyakan lebih lanjut kepada Tawan, tidak juga menyinggung kenapa Tawan berjalan seperti pinguin. Tawan mengangguk dan mengucapkan terima kasih dengan berbisik.

Ponsel tawan kembali berbunyi, kali ini nama Gun Atthaphan lah yang muncul di layarnya.

“Halo?” Sapa Tawan dengan suara lelahnya.

“Te dimana?”

“Di dalem rumah, masuk dong Gun please. Gua di ruang tamu nih.”

“Oke bentar gua sama papii masuk dulu.”

Panggilan telfon terputus. Tawan rasanya sangat lelah. Badan dan pikirannya sangat lelah.

“Te?” Panggil Gun saat melihat temannya hanya berdiri di tengah-tengah ruang tamu dengan tas yang menggantung di punggungnya.

Jumpol langsung mendekati Tawan, “You okay?”

“No.”

“Sakit apanya?” Tanya Jumpol to the point.

“Pantat gua sakit anjing gabisa jalan.” Bisik Tawan dengan memelas.

“Anjing.” Umpat Gun dan Jumpol setelah memahami hal yang terjadi.

“Lu bilang lu ngga ngewe monyetttt.” Omel Jumpol.

“Malu lah geblek.” Protes Tawan.

Gun hanya bisa merotasi bola matanya dan menarik tas Tawan dengan bar-bar. “Papii, bopong si Te. Aku duluan ke mobil.”

Jumpol merangkul Tawan dengan hati-hati.

“Udah boleh nanya belum?” Ucap Jumpol tiba-tiba.

Tawan terdiam dan menggelengkan kepalanya dengan lesu. Jumpol mengangguk dan tidak bertanya lebih lanjut.

Apapun yang Tawan lakukan, Jumpol pikir lelaki itu sudah tau konsekuensinya.

Tawan itu memiliki sisi yang tidak bisa diprediksi siapapun, bahkan teman-temannya pernah kehilangan komunikasi dengan Tawan saat lelaki itu terkejut bahwa mata kuliah yang dia pikir dia sangat menguasainya malah mendapat nilai B.

Menghilang untuk sementara waktu pada masalah memanglah coping mechanism Tawan, maka Jumpol tidak heran. Yang Jumpol ingin tau, kenapa dia harus menghilang dari Joss kalau yang didapat adalah berita bahagia?

Mimpi Tawan tinggal selangkah lagi, sejak awal Jumpol sudah yakin bahwa lelaki itu cepat atau lambat akan menerima surat penerimaan untuk volunteer dari organisasi kesehatan yang Tawan banggakan.

Jumpol membukakan pintu penumpang dan membiarkan Tawan untuk masuk.

Jumpol menutup gerbang dan masuk ke kursi pengemudi. Mereka berkendara dengan keadaan yang hening. Baik Jumpol ataupun Gun tidak bertanya lebih lanjut, mereka membiarkan Tawan berpikir.

Tawan menekuk kakinya dan meletakkan kepalanya di atas tempurung lututnya. Matanya menatap jalan yang dilewatinya, ponselnya tidak berhenti bergetar. Tawan mengabaikannya.

Berita diterimanya dia sebagai salah satu volunteer kesehatan di CDC harusnya menjadi berita paling membahagiakan dihidupnya. Karena demi Tuhan, ini adalah cita-cita yang selalu Tawan impikan. Dia meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa inggris, kemampuannya dalam teori dan praktik public health agar dia bisa menjadi volunteer dan juga bekerja di CDC.

Namun kenapa saat ini rasanya malah menyesakkan? Tawan seperti kehilangan sesuatu namun dia tidak tahu apa itu.

Tawan menghela nafasnya lagi dan mengambil ponsel yang berada di saku hoodie Joss yang ia sengaja pakai.

Notification bar-nya penuh dengan pesan dari Joss Wayar. Rasanya menyesakkan. Tawan ingin menghilang seperti biasanya. Dia tidak ingin menjelaskan apa-apa pada lelaki itu.

Tawan memantapkan hatinya, dia akan memblock Joss untuk sementara waktu. Dia harus mempersiapkan dirinya. Dia harus, mempersiapkan dirinya untuk meninggalkan lelaki itu.

“Tay?” Panggil Gun.

“Hm” Tawan hanya berdeham untuk membalas panggilan temannya.

Gun terdiam kembali, niatnya untuk bertanya hilang karena mendengar balasan Tawan. Memang pilihan terbaik adalah membiarkannya berdiam diri hingga Tawan bercerita dengan sendirinya.

Gun yakin Tawan sedang berperang dengan pikirannya saat ini, dikepala lelaki itu pasti banyak kemungkinan-kemungkinan tidak masuk akal. Tawan dan overthinking adalah kombinasi yang menyebalkan, dan yang paling menyebalkannya lagi adalah Tawan akan selalu mengikuti hasil dari overthinkingnya dibandingkan kenyataan yang ada.

“Tay...” Panggil Gun sekali lagi. Tawan tidak membalas tapi lelaki itu sudah pasti mendengarkan apa yang Gun katakan.

“Your overthinking isn't telling the truth.”

Tawan tersenyum kecil, Gun memang selalu menyadarkannya dengan ucapan yang cukup tajam.

“I know.”

*“Ya kalau tau berhenti overthinking, nambah beban hidup lo aja.”* Ketus Gun.

Jumpol meringis mendengar perkataan kekasihnya, lelaki itu melirik Tawan sekilas, berjaga-jaga kalau ada pertengkaran di dalam mobilnya.

“Wkwk sialan juga lo.” Kekeh Tawan.

“Harusnya gua bahagia gak sih Gun nerima kabar ini? Ini udah gua tunggu-tunggu sejak lama.” Lanjut Tawan.

Gun yang mendengar perkataan Tawan langsung menoleh ke arah kursi penumpang untuk melihat temannya itu. Gun dengan cepat melepas seatbelt yang terpasang ditubuhnya.

“Heh Gunnnnn mau ngapain?” Teriak Jumpol dengan panik namun Gun mengabaikannya. Lelaki kecil itu pindah ke kursi belakang untuk duduk bersama dengan Tawan. Jumpol hanya menghela nafasnya melihat kelakuan ajaib dari kekasihnya.

“Emangnya lo gak bahagia Te?” Tanya Gun dengan posisi yang sama persis dengan Tawan. Melipat kakinya dan menopang kepalanya di tempurung lututnya.

“Suddenly I forgot how to respond a happy news.”

“Say congratulations to yourself, me time, and treat yourself? You should tell everyone too.”

“Harusnya gitu kan?” Bisik Tawan.

“But all I wanted to do was cry in his arms and tell him I didn't want to go anywhere.” Lirih Tawan.

Gun terdiam mendengar bisikan Tawan. He's falling deeply in love with Joss Wayar.

“Then, why don't you do that?”

“Karena gua tau, dia bakal lepasin gua buat ngeraih mimpi gua dan gua bisa lepasin impian gua buat dia kalau dia ngelakuin itu.”

“Ya itu sih lo aja goblok.” Jawab Gun tanpa bepikir panjang. Jumpol kembali menegang mendengar jawaban sembrono kekasihnya. Lelaki itu melirik sekilas, takut benar-benar kejadian bertengkat diantara dua sekawan itu.

“Inget Te, lo udah nunggu momen ini sejak lama. On the day you received an email saying congratulations for being accepted to volunteer. Kalau lo kasih tau si Joss terus dia ngelepasin lo, bukannya itu bagus? berarti dia dukung lo dan lo bisa pergi dengan tenang kan?.” Lanjut Gun.

“Jadi, gua yang ninggalin dia ya?” Tanya Tawan lagi.

Gun melayangkan tangannya ke rambut Tawan dan mengelusnya dengan sayang, “Ya gak harus ninggalin juga Te. Bisa LDR kan? Tapi omongin dulu ya sama Joss. All you need is talk with him.”

“I blocked him.”

Usapan Gun dikepala Tawan berhenti dengan tiba-tiba, “You WHAT?”

Tawan menatap Gun dengan wajah polosnya, “I blocked his contact.”

Gun dan Jumpol dengan kompak menghela nafasnya dengan frustasi, “Lo bikin masalah tau gak Te?” Omel Gun pada temannya.

“Gua panik tau gak? Dia ngechat terus. I feel triggered.” Tawan membela dirinya sendiri.

“You're messed up.” Keluh Gun pada kecerobohan Tawan. Sudah pasti adik tingkatnya kebingungan, tidak memiliki kesalahan apapun tapi tiba-tiba di block.

Tawan semakin menenggelamkan dirinya sendiri, rasanya dia ingin menghilang dari semua orang, bahkan teman-temannya sendiri. Namun, keadaannya sekarang belum memungkinkan dirinya untuk pergi sendirian.

Tawan juga ingin sekali memberitahu Joss tentang kabar bahagia yang diterimanya, jika saja saat itu Tawan tidak berjanji pada sang kekasih maka tidak akan serumit ini.

Tawan pernah berjanji untuk tidak meninggalkan Joss, jika dia memberitahukan kabar ini pada Joss, lelaki itu pasti akan tersakiti bukan?

Apalagi Tawan tidak hanya pergi selama setahun atau dua tahun, karena Tawan memiliki planning jangka panjang, dan Joss Wayar tidak termasuk ke dalam planningnya untuk saat ini.

Namun Tawan akui, dia terlena. Dia terlena oleh kasih sayang yang diberikan Joss untuknya. Dia terlena hingga dia lupa bahwa cepat atau lambat dia harus menyelesaikan studinya dan pergi untuk mengejar mimpinya.

Disisi lain, Tawan juga tidak ingin meninggalkan lelaki itu. Tidak setelah semua yang Joss Wayar lakukan untuknya. Tidak setelah dia jatuh cinta pada lelaki itu.

Ya, Tawan jatuh cinta. Dia jatuh cinta sedalam Joss jatuh untuknya, sebesar yang Joss berikan untuknya. Sangat mudah untuk jatuh cinta pada lelaki itu.

Bukannya Tawan takut Joss akan melarangnya pergi, tidak. Tawan tidak pernah takut akan hal itu. Ketakutan terbesar Tawan adalah Joss akan melepaskannya untuk mengejar impiannya.

Dan Tawan belum siap, untuk dilepaskan oleh lelaki itu. Seberapa banyakpun Tawan berpikir, pada akhirnya Joss akan tetap mengalah dan membiarkannya pergi.


Suara detak jam dinding yang terpasang di tembok bagian kanan kamar terdengar kencang mengganggu heningnya malam, memecah konsentrasi mereka setelah Tawan menceritakan segala hal yang menganggu pikirannya.

Ini semua tentang Tawan, manusia, dan CDC.

Arm, Singto, Gun, Gunsmile, dan Jumpol paling tau bahwa Tawan pernah menceritakan tentang impiannya, untuk melihat dunia dan melakukan segala hal yang dapat meningkatkan derajat kesehatan manusia dan mensejahterakan manusia.

Pada awalnya mereka berpikir bahwa impian Tawan hanyalah sementara, setelah mereka mendapat mata kuliah tentang stunting dan kemiskinan di negara-negara diluar Indonesia. Namun, temannya itu ternyata memang serius untuk mengejar mimpinya.

Tawan mengejar score sempurna TOEFL, memperbanyak kegiatan berorganisasi di bidang sosial dan kemanusiaan, lelaki itu juga kerap ikut volunteer saat terjadinya bencana. Tawan melakukan itu semua agar mimpinya semakin dekat dengannya.

Hingga akhirnya awal semester 8 kemarin, Tawan benar-benar berada dipijakan pertama mimpinya. Dia mendaftar menjadi relawan kesehatan untuk dikirim ke daerah terpencil, dibawah naungan salah satu organisasi kesehatan terbesar di dunia yaitu Centers for Disease Control and Prevention.

Tawan mendaftar setelah memantapkan dirinya, meminta restu dari orang tua, meminta bantuan dari fakultas bahkan universitas, dengan khusus dibantu oleh dosen yang memiliki banyak relasi agar Tawan mendapat rekomendasi dari orang yang berpengaruh. Hasilnya Tawan mendapat rekomendasi di dari Kementrian Kesehatan dan juga PAEI (Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia).

Semua itu Tawan lakukan dengan suka cita, mereka menemani Tawan dari awal hingga saat ini Tawan benar-benar diterima untuk menjadi relawan kesehatan di tempat impiannya.

Tawan sudah sampai sejauh ini, hingga selangkah lagi menggapai mimpinya. Tinggal selangkah lagi Tawan bisa mencoret salah satu catatan kecil yang dia buat yang berisi hal-hal yang dia ingin lakukan di masa depan.

Namun lihatlah saat ini, lelaki itu sedang bergelung dibawah selimut dan memikirkan haruskah dia bahagia atau haruskah dirinya bersedih?

Singto sendiri menyayangkan pikiran Tawan yang dengan ikhlas bisa melepaskan mimpinya demi bersama dengan Joss Wayar. Seharusnya tidak seperti itu kan? Bagaimanapun banyak orang yang sudah menaruh harapan tinggi pada Tawan.

“Jadi, kapan lu mau kasih tau Joss Wayar?” Suara Gunsmile memecah keheningan diantara mereka.

“Ini tuh gak sesimpel itu Gunsmile.” Sahut Gun.

“Sebenernya simpel, tapi temen lu ini yang bikin ribet.” Jawab Gunsmile lagi.

“Coba deh, suruh Tawan mikir lagi. Jangan cuma karena cinta sampe kayak gini. Gua dukung dia sama Joss Wayar, iya dukung banget. Gua bahkan berterima kasih sama Joss karena dia udah bikin Tawan bahagia. Disini Joss jelas-jelas gak salah, tapi salahnya ini di temen lu ini.”

“Buat apasi sampe mikir relain mimpinya demi Joss? Yang gua yakin juga kalau Joss tau dia bakal biarin Tawan ngejar mimpinya. Apa yang ditakutin? Joss ngelepas dia? Di dunia ini ada namanya LDR. Kenapa gak di coba dulu? Tawan tuh terlalu banyak mikir. Padahal jawabannya simpel, komunikasi.”

“Dari awal gua udah ingetin dia buat cerita ke Joss tentang mimpinya. Pelan-pelan, tapi Tawan malah bilangnya belum tentu dia di terima jadi relawan. Terus sekarang udah kayak gini dia bingung sendiri.”

“Te lu udah gede, udah bisa mikir. Hidup lu bukan tentang Joss Wayar. Iya gua tau lu lagi difase jatuh cinta sedalam-dalamnya sama itu bocah. Tapi gak sampe gini Te. Lu udah bikin list impian lu sejak lama, bahkan sebelum kenal Joss dan itu cowok juga gak ada di list impian lu. Terus lu nunggu apa lagi?”

“Pokoknya gua ngomong gini bukan buat sudutin lu lah, cuma mau memberikan secercah cahaya buat lu ke depannya. Emang dasarnya hidup harus memilih kan? Gimana akhirnya itu ada ditangan lu.” Jelas Gunsmile.

Mereka semua terdiam setelah mendengar penjelasan temannya itu, biasanya Gunsmile adalah lelaki yang sangat konyol namun saat dia serius, dia bisa menjadi seperti sekarang.

“Oke... Jadi ada yang mau makan? Gua laper.” Celetuk Arm.

Tawanlah yang pertama kali tertawa mendengar celetukkan Arm, mereka semua tertawa bersama tanpa alasan yang jelas. Memang seperti inilah pertemanan mereka. Aneh. Namun nyata.

“Oke oke udah, thank you banget Gunsmile. Lo ada benernya lah dikit. Tapi biarin gua mikir dulu ya buat tiga hari. Gua beneran belum siap buat ketemu Joss.” Ucap Tawan setelah mereka semua berhenti tertawa.

“Yoi bro, take your time. Jangan lama-lama. Kasian anak orang lu gantungin.” Jawab Gunsmile dengan cengirannya.

Mereka kembali cerita mengenai impian masing-masing, tak lupa juga mereka mengulang kisah konyol mereka dari jaman maba sampai saat ini. Padahal isinya kebanyakan adalah ketololan Jumpol dan Gunsmile, namun rasanya tetap saja lucu.

Tawan tersenyum kecil, memang teman-temannya adalah penyembuh dirinya. Dikala dia lelah, ataupun sedih teman-temannya selaly ada untuknya. Dikala orang-orang tidak ada yang mempercayai bahwa dia memiliki impian setinggi angkasa, teman-temannya lah yang datang dan mendorongnya untuk tetap berpegang teguh pada mimpinya sesulit apapun itu.

Tawan baru menyadarinya, seharusnya yang Tawan sedihkan adalah dia akan kehilangan teman-temannya. Dia tidak akan bertemu mereka saat dia pergi nanti.

Tawan akan memaksimalkan waktu yang dimilikinya untuk bermain dan tertawa bersama mereka. Tawan akan menghargai setiap momen yang ada, agar dia dapat mengenang semua kenangan dengan teman-temannya dengan senyum penuh kebahagiaan dan penuh kebanggaan.


Tiga hari berlalu, tiga hari ini Tawan menghabiskan waktu liburan bersama para pejuang skripsi. Tawan melepaskan semua pikiran yag mengganggunya dan memilih untuk membahagiakan dirinya sendiri, seperti yang Joss katakan di emailnya.

Ya, Tawan membaca seluruh email yang Joss kirimkan, namun dia memilih untuk tidak membalasnya.

Hari ini Tawan dan teman-temannya menginap di rumah Jumpol setelah seharian bekeliling di mall untuk bermain dan berbelanja.

“Nanti malem pada mau makan apa?” Tanya Jumpol pada teman-temannya yang sedang sibuk tiduran dan bermain ponsel.

“Seafood ajalah tiba-tiba gua mau makan seafood kiloan.” Ujar Gunsmile dengan senyum merekah.

“Boleh tuh, kangen seafood saos padang juga gua.” Sahut Arm, yang diikuti anggukan setuju dari Singto dan Gun.

“Tay gimana? Mau sama atau mau makan yang lain?” Tanya Jumpol pada Tawan yang masih memainkan ponselnya.

“Gak usah, nanti gua pulang. Mau ketemu Joss.” Jawab Tawan dengan kalem.

Ucapan Tawan mengagetkan seluruh teman-temannya, jadi udah bisa mikir nih?

“Mau dianterin ketemu Joss?” Tawar Singto.

“Gak, nanti minta dia jemput disini aja. Boleh kan Jum?” Tanya Tawan.

“Ya bebas dah.” Jawab Jumpol pasrah.

Teman-teman Tawan melirik satu sama lain, mungkin memang Tawan sudah memikirkan apa yang harus dia bicarakan dengan Joss. Mereka hanya akan mendukung Tawan apapun yang lelaki itu lakukan,


Tawan menunggu Joss di depan rumah Jumpol, teman-temannya melihatnya dari dalam rumah, karena kebetulan rumah Jumpol memiliki kaca yang besar dibagian tengah sehingga mereka bisa melihat tanpa harus keluar.

Tawan hanya menghembuskan nafasnya lelah melihat kelakuan bodoh teman-temannya, memangnya apa yang mereka harapkan. Dia tidak mungkin berbicara dengan Joss disini, tidak dengan mata-mata yang mengawasinya.

Mobil pajero Joss terlihat dari kejauhan, Jantung Tawan berdegub dengan kencang. 4 hari ini dia tidak mengobrol dengan Joss, Tawan sangat gugup. Bagaimana jika Joss sebenarnya marah namun lelaki itu berusaha menutupinya?

Ketika mobil itu berhenti di depannya, tanpa banyak membuang waktu Tawan membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Sebelum masuk dia menyempatkan diri untuk melambai dan memberikan wajah meledek pada teman-temannya.

“Udah? Mau langsung pulang atau gimana?” Tanya Joss setelah Tawan selesai memasang seatbeltnya.

“Langsung pulang aja.” Ucap Tawan tanpa melihat Joss. Joss hanya mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Tawan sendiri sedang menetralkan degub jantungnya, kenapa Joss terlihat semakin tampan? Apakah ini efek samping dirinya tidak bertemu lelaki itu beberapa hari belakangan ini?

“Gimana, seneng gak liburannya?” Tanya Joss memecah keheningan.

Tawan membasahi bibirnya yang kering, dia secara tiba-tiba menyodorkan telapak tangannya pada Joss. Meminta untuk digenggam.

Joss terkekeh kecil melihat tingkah menggemaskan Tawan, lelaki itu menyatukan telapak tangan mereka berdua. Joss juga sesekali mendekatkan punggung tangan Tawan pada bibirnya untuk diberikan kecupan kasih sayang.

“Seneng gak?” Tanya Joss sekali lagi.

“Seneng..”

“Yaudah bagus kalau lu seneng, berarti gak sia-sia gua nahan kangen.” Canda Joss.

“Joss...”

“Nanti aja oke? Pas udah sampe depan rumah lu. Kalau sekarang takutnya gua gak fokus nyetir.” Potong Joss cepat.

Tawan hanya bisa mengangguk dan kembali memperhatikan lelaki itu yang sedang serius. Sesekali Tawan mengeratkan pegangan tangan mereka berdua dan tersenyum kecil.

Perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan, ini pertama kalinya mereka merasa hening yang membuat mereka tidak nyaman, baik Tawan dan Joss tidak ada yang memulai pembicaraan. Mereka menutup mulutnya rapat-rapat, hanya memandangi jalanan jakarta yang sama seperti biasanya, ramai.

Mobil Joss sampai dipekarangan rumah Tawan, mereka masih berada di dalam mobil dengan tangan yang masih bertaut. Tawan mengigit bibirnya dengan gugup, dia tidak akan bisa memulai percakapan ini.

“Udah sampe.” Bisik Joss.

“Bisa gak....” Tawan menjeda ucapannya untuk melihat respon Joss, lelaki itu mendengarkannya dengan seksama.

“Pas gua ngomong, lo dengerin dulu sampe abis?” Lanjutnya.

Joss Wayar mengangguk dengan yakin, lelaki itu memutar tubuhnya untuk menghadap Tawan sepenuhnya.

“Sejak kecil, gua udah dibebasin sama orang tua gua buat ngelakuin hal apapun yang gua suka. Bukan cuma gua, tapi kakak dan adek gua juga sama. Dulu pas sd gua pengen banget jadi dokter, terus gua ikut dokter kecil. Seneng, saat itu gua ngerasa mimpi gua jadi dokter udah tercapai dan akhirnya keinginan gua buat jadi dokter perlahan hilang.”

“Pas gua smp, gua inget banget gua nonton upacara 17 agustusan di tv, saat itu pikiran gua, gua mau jadi presiden. Tapi setelah gua pikir-pikir lagi kayaknya gak mungkin, jadi gua nurunin mimpi gua. Gua pengen jadi pasukan pengibar bendera merah putih di istana negara, dan gua ikut paskibra akhirnya. 3 Tahun gua ikut paskribra, gua ikut lomba paskribra tapi gua belum bisa jadi pengibar bendera merah putih di istana negara.”

“Tapi gua gak nyerah, pas SMA ketika temen-temen cowok gua pada ikut basket, futsal, dan ekskul olahraga lainnya, gua ikut paskribra, Gua bertekad buat jadi salah satu pasukan pengibar bendera di istana negara, dan ya gua terpilih menjadi salah satu Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Provinsi DKI Jakarta waktu tahun 2016.”

*“Saat kelas 3 SMA, Gua nonton satu film yang mengubah seluruh pola pikir dan cara pandang gua terhadap kesehatan. Judul filmnya adalah Contagion, film itu mengisahkan tentang pandemi virus baru yang berasal dari kombinasi kelelawar dan babi, virus ini menular melalui droplet, sentuhan benda, dan kontak dengan orang yang terinfeksi.”*

“Film ini tuh ngasih tau tentang pentingnya informasi dan penangan yang tepat saat terjadinya wabah, peran seorang public health, karena dimasa pandemi mereka lah yang dengan lantang berteriak tentang pencegahan penyakit, mereka juga yang memberikan edukasi kepada masyarakat awam dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, selain itu juga peran epidemiologist juga sangat penting dalam mengidentifikasi wabah, melacak dimana orang yang terinfeksi melakukan perjalanan dan kontak dengan orang lain, dan juga mengisolasi mereka yang sakit dan terpapar.'

“Disitu gua kayak bener-bener terpukau, wah gila seorang epidemiologist turun langsung ke lapangan buat mengidentifikasi wabah, dan mereka bisa aja terpapar virus saat lagi mengidentifikasi, dan orang-orang di film itu keren banget, di film itu mereka bekerja buat Epidemic Intelligence Service (EIS) di Centers for Disease and Prevention.” Tawan memberikan jeda sebelum melanjutkan ucapannya.

“Dan setelah itu, gua udah tentuin cita-cita gua, kalau gua mau jadi seorang public health. Gua belajar dengan giat buat masuk universitas dengan kesehatan masyarakat terbaik di Indonesia, yaitu Universitas Monokrom dan here I am. Di semester terakhir lagi nyusun tugas akhir. Satu langkah lagi sebelum gua bener-bener jadi Sarjana Kesehatan Masyarakat.” Lanjut Tawan dengan senyuman kebahagiaan yang tidak lepas dari wajah rupawannya.

Joss sendiri hanya melihat Tawan dengan binaran penuh kekaguman, entah bagi lelaki tinggi itu, setiap kali Tawan menceritakan hal yang membuatnya bahagia, hal itu juga terasa menyenangkan di telinganya. Seakan-akan Joss juga bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Tawan.

*“Pas semester dua, gua nonton lagi film judulnya Deepwater Horizon, film ini menceritakan tentang bencana di Amerika yaitu kebocoran minyak Deepwater Horizon di Teluk Meksiko. Film ini tuh nunjukkin betapa pentingnya tugas seorang K3 di suatu perusahaan, apalagi yang memiliki banyak resiko kayak pengeboran minyak. Disaat itu Gua, Jumpol, dan Guns pengen masuk K3 dan kerja di tambang atau pengeboran minyak kayak gitu, tapi akhirnya gua bisa milih kalau gua mau masuk epidemiologi.”*

“Pas udah masuk peminatan, gua makin banyak belajar hal-hal yang gak pernah gua bayangin sebelumnya, gua makin banyak nonton film tentang wabah, penyakit, dan lain-lain. Sampe tiba akhirnya waktu itu ada perwakilan dari Nusantara Sehat yang dateng buat kasih penyuluhan tentang Nusantara Sehat.”

“Mereka bilang, Nusantara Sehat bertujuan untuk menguatkan layanan kesehatan primer melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar di DPTK dan DBK, menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan, dan menggerakan pemberdayaan masyarakat. Tertarik? Ya gua tertarik banget.”

“Tapi gua bukan cuma cari tau tentang Nusantara Sehat, gua juga cari tau tentang EIS yang dari film Contagion tadi, dan ternyata EIS buka recruitment dengan syarat; receive hands on experience as they complete a 2-year public health service fellowship. Dan akhirnya gua nulis di buku catatan gua kalau gua bakal prioritasin EIS baru Nusantara Sehat.” Jelas Tawan dengan senyuman kecil yang masih terbit di wajahnya.

“Terus gua konsul sama Mrs. Katreeya tentang EIS, kata beliau perbanyak dulu pengalaman-pengalaman berorganisasi dan volunteering, dan gua lakuin semuanya. Dari mulai organisasi internal kampus, dan eksternal kampus gua ikutin, kalau ada event kesehatan berskala nasional gua juga selalu ikut seleksi dan semuanya gua lakuin ditemenin sama temen-temen gua yang selalu mau aja ngikut hal yang gua lakuin.” Kekeh Tawan.

“Bukan cuma itu, buat memperbagus bahasa inggris gua pas liburan semester 4 kemarin gua ikut seleksi buat ikut konferensi selama 1 minggu ke Singapore Polytechnic. Gua juga ikut kelas online bahasa inggris di sela kuliah gua, capek sih tapi kalau mau mengapai mimpi yang besar itu emang perlu perjuangan kan?” Ucap Tawan yang dibalas anggukkan dari Joss.

Joss memberikan air mineral yang dibelinya di jalan tadi pada Tawan, Tawan mengambilnya dan mengucapkan terima kasih dengan pelan.

“Sampe akhirnya perlahan gua mulai kurangin aktivitas gua karena ternyata semester 5 sama semester 6 bener-bener tahun terberat gua selama kuliah, semester 5 ada Pengalaman Belajar Lapangan (PBL), organisasi, tugas, semester 6 ada Seminar Nasional, dan juga KKN, belum lagi udah harus setor judul buat skripsi. Gua hampir lupa sama mimpi gua, gua juga gak bisa ngikut kelas online bahasa inggris secara intens lagi.”

“Tapi berkat dukungan dari keluarga, temen-temen, dan juga Mrs. Katreeya yang selalu kasih gua info-info terbaru tentang relawan di afrika, tentang segala hal yang berkaitan dengan kesehatan bikin gua semangat lagi. Sampe akhirnya semester 7 kemarin gua bisa magang di Kementrian Kesehatan di bagian Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, it was one of the best experiences in my life.” Ucap Tawan dengan senyuman yang semakin lebar.

“Dan hal paling membahagiakan dihidup gua adalah ketika awal semester 8 kemarin, gua bisa daftar jadi relawan di organisasi kesehatan impian gua, yaitu Centers for Disease and Prevention. Gua daftar dengan surat rekomendasi dari Kementrian Kesehatan, PAEI, Kampus, dan Kaprodi. Semua sertifikat organisasi, dan kegiatan volunteering yang gua lakuin juga gua attach, beserta sertifikat kelulusan gua di kelas bahasa inggris dan nilai TOEFL gua.” Senyum Tawan perlahan memudar, begitu juga dengan senyuman Joss Wayar.

“Gua daftar jadi relawan sebagai modal gua buat daftar EIS di masa mendatang, gua-” Tawan menjeda ucapannya.

“Gua selalu optimis kalau gua pasti keterima buat jadi relawan di CDC, kalaupun nantinya gak keterima, gua akan terus coba sampe gua diterima. Gua udah mempersiapkan diri gua buat tinggal bertahun-tahun di Amerika, bahkan sampe impian gua kerja di EIS tercapai, dan gua memang harus tinggal disana dan ninggalin keluarga gua disini.”

“Pilihannya berat, tapi keluarga gua membebaskan gua buat ngejar impian gua setinggi apapun impian gua, bahkan ketika gua harus jauh dari mereka, mereka tetep bilang kalau gua harus bisa kerja di EIS.”

“Bahkan gua udah mempersiapkan worst case, kalau gua gak keterima di EIS setelah gua melakukan kegiatan relawan gua akan coba daftar kuliah di Harvard School of Public Health, itu atas rekomendasi Mrs. Katreeya.”

“Semuanya udah berjalan sesuai rencana yang gua buat, sampe pada akhirnya ada email masuk dari anak semester 4 yang sebelumnya bahkan gua gak kenal dengan dekat. Gua sama dia cuma sebatas adek kakak tingkat biasa, dan di email itu dia ngelamar gua.” Kekeh Tawan, lelaki itu mengeratkan genggaman tangannya pada Joss.

“Bingung? Ya. Ngerasa aneh dan risih? Ya. Bahkan gua sempet punya niat buat mengabaikan email itu karena gua pikir, mungkin cuma taruhan atau iseng doang. Tapi gua gak bisa, gua kesel jadi gua bales nanyain maksudnya apa. Tapi itu adek tingkat malah beneran mau lamar gua katanya.” Lanjut Tawan dengan senyuman yang tidak bisa ia sembunyikan.

“Sampe akhirnya dia samperin gua dan yakinin gua buat kasih gua kesempatan, dia bahkan bilang gapapa buat jadiin dia prioritas nomor berapapun asal gua kasih dia kesempatan, kaget? iya kaget banget karena baru pertama kali ada yang serius sama gua dan gua kagok, gua bingung harus respon semua kasih sayang yang dia kasih buat gua gimana, gua juga mempertanyakan apa gua pantes dapet semua ini?”

“Dan ya, gua pantes. Dia bilang gua pantes buat dapet semua perhatiannya, dia bilang dia bakal jadi pijakan yang kokoh buat nopang gua ditempat paling tertinggi. Semua kasih sayang dan perhatian yang dia kasih bikin gua lupa kalau gua punya mimpi lain yang tinggal selangkah lagi gua capai.” Senyuman Tawan hilang sepenuhnya, matanya menatap sendu mata Joss yang masih menatapnya.

“Gunsmile udah ingetin gua buat cerita sama dia tentang mimpi gua, tapi gua nolak dengan bilang belum tentu gua diterima, ya gua seterlena itu sama apa yang lagi gua jalanin sekarang. Sampe akhirnya, tanggal 27 kemarin gua dapet email pernyataan kalau gua keterima buat jadi relawan di CDC. Gua keterima untuk jadi relawan kesehatan dan bakal dikirim ke negara terpencil di bawah naungan organisasi impian gua, CDC.”

Pegangan tangan mereka mengendur, bukan Tawan yang melakukannya, tapi Joss. Joss-lah yang pertama kali melepas tautan tangan mereka, namun Tawan tetap berusaha menggenggam tangan Joss dengan erat.

“Harusnya, harusnya gua bahagia kan Joss? Harusnya gua bahagia karena dengan keterimanya gua jadi relawan gua bisa lebih cepet gapai impian gua buat kerja di EIS. Harusnya gua nyebarin informasi ini dengan suka cita, tapi kok gua ngerasa kelihangan?” Tanya Tawan dengan suara lirih.

“Gua ngerasa mau nangis dan peluk lo sebanyak-banyaknya, gua ngerasa resah, apa karena gua belum kasih tau lo tentang mimpi gua? Atau karena gua takut dengan kabar ini lo malah menjauh, gua takut dan akhirnya gua mutusin buat menghilang, nenangin diri gua. Bahkan dengan bodohnya gua berpikir kalau gua siap ninggalin mimpi gua kalau lo emang gamau gua pergi. Bego ya?” Kekeh Tawan dengan miris.

“Joss, jadi pasangan gua tuh susah ya?” Tanya Tawan, namun Joss hanya diam tidak mengeluarkan suara sepatah katapun.

“Gua ngerasa hampa, waktu gua bilang gua gak akan ninggalin lo, itu kata-kata bullshit ya ternyata. Beneran gua gak pantes buat ngomong gitu sementara kenyataannya cepet atau lambat gua bakal tetep ninggalin lo buat ngejar mimpi gua.”

“Maaf ya Joss, ternyata gua masih egois. Tapi, gua boleh minta satu hal ke lo gak? Please jangan tinggalin gua, jangan lepasin gua. I don't want you to let me go. Lo bilang lo mau nemenin gua, kasih gua bahu biar gua bisa berdiri ditempat paling tinggi. Boleh gak, kalau gua minta bahu lo buat jadi topangan gua berdiri di angkasa?” Lirih Tawan, air mata sudah tergenang di mata indahnya.

“Gu-a gua sejujurnya gak tau harus gimana.” Ucap Joss setelah sekian menit lelaki itu hanya diam tanpa bersuara.

“Joss, gua mau liat dunia bareng sama lo. Gua mau terbang bebas bareng sama lo.” Lirih Tawan.

Joss membahasahi bibirnya yang kering, pikirannya berantakan. Dia tidak bisa berpikir dengan waras saat ini, semua informasi yang didapatkannya terlalu banyak dan terlalu mengejutkan untuknya. Dia butuh waktu, dia butuh waktu untuk dirinya sendiri.

“Kasih gua waktu buat mikir.” Ucap Joss tanpa melihat Tawan.

“Joss- please...” Pinta Tawan.

“3 hari, kasih gua waktu tiga hari.” Balas Joss lagi. Tawan dengan pasrah hanya mengangguk dan mengeratkan genggaman tangannya pada Joss.

“Yaudah ayo gua anter sampe gerbang.” Joss melepaskan genggaman tangan mereka dan turun dari mobil untuk membukakan pintu Tawan.

Tawan keluar dengan wajah sendunya, lelaki itu menatap Joss dengan binaran kesedihan yang jelas.

Joss mengantar Tawan hingga pintu gerbang, lelaki itu memberikan satu senyuman kecil pada Tawan. Senyuman Joss berbeda, kali ini senyuman lelaki itu sedikit dipaksakan.

“Gua pulang dulu ya? Jaga diri baik-baik.” Bisik Joss.

Joss menangkup wajah Tawan dan mencium kening lelaki itu dengan lama, disela kecupannya Joss memanjatkan doa kepada sang pencipta.

You have been a source of happiness to me, my world and I pray God almighty never take away your happiness from you. I pray that joy and success will never depart from your life.

“I love you, Tawan Vihokratana.”

You've Got Mail: Tawan dan Mimpinya

Joss Wayar masih berada rooftop fakultasnya padahal waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, dia memang sengaja kembali ke kampus dan meminjam kunci dari pak satpam untuk naik ke atas sini.

Kepalanya memutar banyak hal, bahkan hal yang tidak pernah ia bayangkan di dalam hidupnya. Semua ucapan Tawan kata perkata terus berputar ulang dikepalanya, entah helaan nafas keberapa kalinya yang ia keluarkan malam ini, dia kehilangan hitungannya.

Mungkin jika orang lain mendengar ceritanya, mereka akan tertawa dan berucap padanya, Hey take it slow, its just college's love.. Tapi tidak bagi Joss, dari awal dia mengirimkan email kepada Tawan, darisitu jugalah dia sudah berkomitmen untuk mencintai Tawan dalam jangka waktu yang panjang.

Semua yang terjadi bukan lagi hanya tentang dirinya dan Tawan, tapi tentang mimpi seseorang. Lebih tepatnya mimpi kekasihnya, dan Joss Wayar tidak punya hak untuk mimpi itu.

Joss Wayar sudah tau bahwa Tawan Vihokratana memang berbeda dari yang lain, dimulai dari kegigihannya terhadap hal-hal yang bahkan bisa dianggap sepele oleh orang lain tapi lelaki itu melakukannya dengan sungguh-sungguh.

Sosok yang tidak bisa ditebak jalan pikirannya. Tapi Joss memang jatuh cinta pada pribadi Tawan Vihokratana. Pria yang selalu melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, pria yang memiliki seribu pikiran dalam kepala kecilnya, pria yang memiliki sisi manis yang tidak semua orang tau. Kalau boleh jujur, Joss jatuh cinta pada tingkah lakunya, isi pikirannya, dan rasa yang Tawan beri padanya. Walaupun harus dia akui paras Tawan memang seperti tidak ada celanya, Tawan Vihokranata adalah sempurna.


Dibalik sosoknya yang terlihat ambisius bagi sebagian orang di kampus, Joss Wayar tahu bahwa disitu ada sosok anak kecil yang memiliki mimpi setinggi langit angkasa. Joss Wayar tau bahwa mimpi seorang seperti Tawan bukanlah mimpi seperti kebanyakan orang lainnya.

Joss Wayar tau, sungguh dialah yang sudah sangat tau. Tapi tetap saja rasanya membingungkan ketika akhirnya pikiran yang selalu lelaki itu simpan dalam-dalam akhirnya diutarakan kepadanya.

Dalam rentang 2 tahun Joss mulai mengenal Tawan, sudah tidak terhitung berapa banyak kegiatan dan tingkah laku Tawan yang membuatnya terperangah dan takjub. Tawan Vihokranata itu diibaratkan seperti langit, tidak selalu berwarna biru, putih, dan cerah. Karena jika kita mendalami kembali langit, akan ada warna oranye, hitam, dan bahkan merah dan gelap. Menunjukkan banyak warna, emosi yang tidak diketahui banyak orang.

Joss juga pernah bertanya pada lelaki itu, apa dia memiliki tanggungan yang berikan orang tuanya hingga Tawan benar-benar menekuni studinya tanpa banyak mengeluh dan juga disertai berbagai prestasi yang didapatkannya.

Namun jawaban lelaki itu lagi-lagi membuat Joss jatuh cinta semakin banyak dan semakin dalam.

“Mama, papa ngasih gua kebebasan. Katanya gua bebas terbang setinggi apapun, sejauh apapun, selama apapun, asal gua bahagia. Tapi tetep aja, gua gabisa terlalu bebaskayak gitu. Takutnya gua malah jadi terbang tanpa arah. Gua punya tanggung jawab atas diri gua punya cita-cita dan tujuan yang harus gua penuhi. Bukan, bukan buat bahagiain orang tua gua, tapi buat bahagiain diri gua sendiri. Kalau gua bahagia, orang tua gua udah pasti ikut bahagia.”

Dan Joss baru pertama kali mendengar alasan seseorang mahasiswa bekerja keras bukan untuk keluarganya namun untuk dirinya sendiri, walaupun lelaki itu masih banyak hidup untuk memenuhi ekspetasi orang lain tapi setidaknya Tawan bertanggung jawab atas kebahagiaannya sendiri. Untuk itu, Joss akan melakukan apapun untuk mendukung kebahagiaan lelaki itu.


Jika orang lain yang memiliki berbagai prestasi dan kecerdasan seperti Tawan maka mimpi mereka kurang lebih ingin menjadi menteri kesehatan, ingin menjadi direktur, ingin menjadi CEO. Namun Tawan berbeda, dia ingin menjadi relawan di negara dengan angka kemisinan tertinggi, negara dengan kasus gizi buruk tertinggi, dan negara lain yang mungkin hampir tidak terpikirkan oleh remaja seusia mereka.

Mimpi lelaki itu sangat tinggi, yaitu menjadi bagian dari Epidemic Intelligence Service (EIS). Petugas EIS bertugas di garis depan kesehatan masyarakat, melindungi orang Amerika dan komunitas global, sambil berlatih di bawah bimbingan mentor berpengalaman. Ketika wabah penyakit atau ancaman kesehatan masyarakat lainnya muncul, petugas EIS menyelidiki, mengidentifikasi penyebabnya, dengan cepat menerapkan langkah-langkah pengendalian, dan mengumpulkan bukti untuk merekomendasikan tindakan pencegahan.

Mimpinya sangat indah, begitu juga sangat tinggi. Joss merasa bahwa Tawan terlalu luar biasa untuk dirinya.

Joss rasanya ingin mengeluh pada dunia, mendampingi Tawan sungguh membutuhkan banyak tenaga. Joss harus menguatkan pijakannya, mengkokohkan bahunya agar Tawan dapat berdiri di puncak tertinggi kehidupannya, Joss juga harus mengeratkan genggaman tangannya agar lelaki itu tetap berada disampingnya.

Namun, Joss tidak boleh egois kan? dia harus tetap membuat Tawan berdiri dipijakan kokoh tempat tertinggi, dengan atau tanpa dirinya.

Joss berpikir untuk melepaskan Tawan, untuk membiarkan lelaki itu menggapai semua angannya agar lelaki itu hidup tanpa adanya penyesalan. Untuk pergi, untuk terbang jauh dan melakukan apa yang dia inginkan, mencoret satu-persatu catatan kecil yang berisi mimpinya. Daftar panjang yang berisi hal-hal yang selalu ia ingin capai, karena pada dasarnya hidup hanya sekali. Jadi, Joss akan membiarkan Tawan menjalani kehidupan terbaiknya.

Jika diumpamakan mungkin Tawan seperti burung dan layangan, mereka terbang bebas di angkasa, butuh udara, angin, dan cuaca yang baik agar dapat terbang setinggi mungkin, Meskipun sama-sama terbang diangkasa, layangan dan burung memiliki perbedaan. Layangan terbang, namun masih memiliki seseorang yang mengendalikannya agar tidak terbang terlalu tinggi, berbeda dengan burung yang dapat dengan bebas terbang kemanapun yang dia inginkan.

Mungkin saat ini Tawan masihlah seperti layangan, lelaki itu terbang namun tidak dengan jarak yang jauh dan waktu yang lama, dan Joss tidak menginginkan hal tersebut. Joss ingin Tawan seperti burung merpati yang dapat terbang dengan indahnya, mengepakkan sayapnya dengan bebas, menjulang tinggi menuju tujuan yang amat jauh tanpa adanya batasan.

Tidak perduli sejauh apapun burung merpati itu pergi, kemanapun dia mengepakkan sayapnya, ia akan tetap membuat sarang untuk tempat ia singgah dikala letih, dan membangun rumah untuk ia kembali.

Joss ingin Tawan menjadi merpati yang sejauh apapun ia menjelajahi sudut-sudut terpencil dunia, setinggi apapun ia terbang, merpati akan selalu ingat jalan untuk kembali ke rumah, kembali pada seseorang yang dicintainya.

Saat ini, Joss ingin menjadi egois untuk sebentar saja. Dia ingin dirinya yang menjadi rumah untuk Tawan, menjadi tempat Tawan pulang kemanapun dia melangkah, pada ribuan kilometer yang memisahkan mereka, selama apapun waktu yang dia butuhkan untuk menggapai mimpinya, semoga Joss Wayarlah yang menjadi tempat lelaki itu pulang.

Joss ingin menjadi orang pertama yang mengumumkan kepada dunia bahwa kekasih hatinya adalah orang yang berada di garda terdepan kesehatan, melindungi banyak komunitas dan manusia, bahwa kekasihnya adalah orang bebas. Joss ingin menjadi lelaki yang Tawan peluk ketika lelaki itu mendapatkan pencapaian dalam hidupnya, menjadi bahu sandaran Tawan, dan menjadi seseorang yang Tawan jadikan alasan untuk selalu pulang.

Karena sesungguhnya bagi Joss Wayar, menemukan sosok Tawan Vihokratana dan mencintainya bagaikan berlari mengejar bulan, namun yang ia temukan adalah semesta.


Joss dikejutkan dengan lemparan jaket untuknya, wajahnya menengok melihat Luke yang datang dengan plastik bertuliskan logi Indomaret.

“Gak dingin apa lu.” Tanya Luke pada Joss setelah lelaki itu mengistirahatkan tubuhnya disebelah Joss.

“Kayak apaan aja anjir kedinginan” Elak Joss.

“Kok lu tau gua disini?” Lanjut Joss.

“Cowok lu nyuruh gua nyari lu, katanya lu butuh temen.”

Joss mengambil beer yang dibawa oleh Luke dan meminumnya dengan kekehan pelan, “Inget aja lu tempat ini.”

“Ya ingetlah, tempat pertama kita cabut pas kuliah umum. Lagi lu mau kemana lagi, kalau gak kesini pasti lu bakal ngajak bocah ke rumah Mild kan.”

“Iya gua utang cerita ke lu pada ya.”

“Yaelah slow, mendingan lu mikir dulu. Berantem yak sama bang Tay?”

Joss kembali terkekeh, dia menatap langit dengan senyuman sedih yang belum pudar dari wajah tampannya, “Mendingan gua berantem dah.” Lirih Joss.

Luke menegakkan tubuhnya, “Jangan bilang lu terhalang restu?” Tanya Luke dengan suara yang penuh akan terkejutan.

“Kaga lah kalau terhalang restu juga, cerita gua cocok jadi drama indosiar asli.” Kekeh Joss.

Luke kembali melemaskan bahunya, “I'm all ear.”

“Gak terhalang apa-apa sih, cuma harus ngelepas bang Tawan kayaknya.” Jawab Joss.

“KONTEKS?” Teriak Luke.

Joss menutup telinganya, suara teriakan Luke benar-benar tidak ada tandingannya. Rasanya dia ingin mengusir temannya ini, berisik sekali.

“Ya gitu..”

“Gitu gimana anjing? Yang bener dong jangan jadi sad boy gini bro.”

“Dia keterima relawan di CDC Amerika Serikat. Mimpinya sejak lama, dia cerita kalau dia sempet bingung karena dia gak mau ninggalin gua katanya, tapi akhirnya dia udah mutusin kalau dia bakal tetep pergi. Dia minta maaf ke gua.”

Luke mengusap wajahnya dengan lelah, kisah temannya ini benar-benar dibumbui banyak rasa.

“Oke jadi lu putus?” Tanya Luke tanpa disaring.

“Sembarangan anjing, kaga lah.” Bantah Joss.

“Are you ok?”

“Gak tau anjing wkwk bingung gua.”

“Apa yang bikin lu bingung..”

“Gua belum rela kalau kisah gua harus sampe disini, dia bilang dia pergi gak cuma setahun, dia punya catatan impian yang dia udah bikin jauh sebelum dia kenal gua.”

“Gua siapa sih anjing bisa nahan dia buat gak pergi, biar stay bareng gua. Gua mau egois juga kayaknya gak bisa.” Lanjut Joss, matanya menatap langit jakarta yang kosong, tidak ada bintang yang terlihat.

“Then let him free.”

“Sometimes, the best thing you can do for someone you love is let them go. Set them free and wish them happiness.” Ucap Luke dengan berbisik.

“I wish him happinessm, but it's fuckin hard you know.”

“It felt like I could lose him every time I closed my eyes, padahal dia perginya juga setelah wisuda.” Lanjut Joss.

“Emang bang Tay minta putus?”

“Engga dia cuma kasih tau kalau dia mau pergi nanti.”

“Yeh tolol lu juga overthinking aja bisanya, kalau dia gak minta putus ngapain lu susah-susah mikir mau ngelepasin dia.”

“LDR gak gampang anjing, apalagi kalau dia bener-bener ke negara terpencil, kalau gak ada koneksi internet gimana?”

“Ini mah masalah bukan di bang Tay, masalahnya di lu. Lu harus ambil waktu buat mikir dah. Apa yang lu cari dari hubungan lu sama bang Tay, jangka panjang atau cuma hubungan sementara?”

“Jangka panjang lah.”

“Komitmen sama diri lu sendiri, lu bisa gak nunggu dia tanpa kabar yang pasti?”

“Bisa gak biarin dia fokus ngejar mimpinya?”

Joss merenungkan perkataan Luke, benarkah?

“Apa gua nikahin aja kali ya.”

Luke menonjok lengan Joss dengan sekuat tenaga, menyadarkan temannya dari ide gila yang entah dari mana munculnya.

“Gila ya lu?”

“Serius gua ini.”

“Terus lu mau biayain dia disana dari mana? uangnya dari mana? makan, tempat tinggal, tiket pesawat, uang bulanan bang Tay? Nikah gak sebercanda itu anjing. Kalo lu lupa lu masih semester 4.”

“Gua punya penghasilan yang gua tabung dari model, gua kayaknya juga bisa ambil job model lagi atau join agensi biar penghasilan gua tetap.”

Luke menghela nafasnya dengan lelah, temannya ini udah bucin, keras kepala juga. Luke bingung sendiri kenapa kalau ke Tawan Joss itu selalu mengalah dan menekan egonya.

“Kalo lu lupa bro, penghasilan jadi model lu aja bisa lu abisin 2 hari ya Joss lu jangan aneh-aneh.”

“Then I will accept my father's offer to be the successor of his company.”

“Sinting. Cowok lu susah-susah ngejar impiannya sampe harus jauh dari lu, eh lu malah dengan gampangnya lepasin mimpi lu. Kaga jadi lu sama dia kalau lu begitu.”

“What should I do? Gua frustasi...”

“Ya lu berdua omongin dah, masa gua yang nentuin anjing ga lucu bener. Pokoknya komunikasiin aja dulu kedepannya gimana, lu juga harus mikir lagi dah, pikiran lu gampang bener berubahnya. Sekalian buang tuh ide nikahin anak orang, kayak direstuin aja lu, anaknya dikasih hidup berkecukupan eh lu mau nikahin dia dengan modal gaji jadi model. Diketawain lu sama hotman paris.” Tandas Luke.

Joss Wayar tertawa dengan keras mendengar omongan tajam sahabatnya, “Anjing iya juga diatas gua masih ada hotman paris. Yaudahlah gua sekaya hotman paris dulu baru nikahin bang Tay.”

“Yaudahlah ayo balik, lu galaunya estetik banget anjing diatas rooftop sambil ngeliat langit. Bucin sih ya, semoga gua kaga kayak lu.” Luke bangkit dari posisi berbaringnya dan menepuk-nepuk pakaiannya.

Lelaki itu tersenyum kecil dan mengulurkan tangannya pada Joss yang disambut Joss dengan cengirannya, “Gak usah ngomongin bucin bucin lu, jadian aja dulu sama Kay.” Sindir Joss.

Luke menepuk-nepuk pundak Joss dengan wajah tengilnya, “Sorry bos, udah jadian dari minggu lalu.” Celetuk Luke dengan bangga. Lelaki itu meninggalkan Joss yang terkejut dengan ucapannya.

“Woy anjing kok lu jadian kaga bilang-bilang.” Teriak Joss dengan keras.

“Lu doang yang gak tau kampret, sibuk pacaran sih lu.” Sahut Luke tanpa menoleh lagi ke arah Joss.

Joss terkekeh dan berlari menyusul Luke, “Asik PJ yak, gua nginep sekalian. Ajak yang lain.”

Luke hanya mengiyakan dengan tidak semangat, rumahnya pasti akan menjadi seperti kapal pecah dengan kedatangan budak budak korporat.


3 hari, 3 hari waktu yang dibutuhkan Joss Wayar untuk mengumpulkan semua kewarasannya. Dia tidak sendirian, selama tiga hari ini dia ditemani oleh teman-temannya untuk mencari kewarasan. Dia juga tidak menghubungi Tawan, tidak dengan keadaan yang belum stabil.

Rasanya menyebalkan, dia sangat rindu lelaki kecil itu. Padahal baru tiga hari tidak bertemu, namun rasanya Joss Wayar ingin berlari dan mengurung tubuh kecil kekasihnya dipelukannya.

“Joss balik gak?” Tanya Luke saat kuliah terakhirnya untuk hari ini selesai.

“Kaga mau ke bang dani, minta kunci rooftop biasa.”

“Lah mau galau lagi lu?”

“Kaga anjir, mau ngobrol sama bang Tay.”

Luke hanya mengangguk dengan tidak semangat, hari ini Kay jadwal kuliahnya hanya sampai jam 2 siang sementara dia dan Joss sampai jam setengah 6 sore.

“Yaudah dah good luck.”

“Yoi thanks bro, gua duluan yak.” Pamit Joss.

Lelaki dengan tinggi badan diatas rata-rata orang Indonesia itu berjalan ke arah lokasi dimana satpam fakultas biasa berjaga.

“Oi bang Dani, sepet amat bang muka lu.” Sapa Joss disertai dengan tepukan dibahu sang penjaga gedung fakultas.

“Ngapain lu tong bukannya balik udah sore.”

“WKWK bang pinjem kunci rooftop lagi dong bang.” Ucap Joss dengan cengiran lebarnya.

“Hadah udah gua duga, mau ngapain sih tong.”

“Mau baikkan nih bang sama cowok gua, harus dirooftop lah biar oke.”

“Kaga dah kagaaa ntar lu macem-macem dirooftop.”

“Buset bang kaga suudzon aja lu, beneran mau minta maaf doang bang. Cowok gua kan si Tawan bang.”

“Lah masa iya mas Tawan mau sama bocah kayak lu?”

“Kampret maksud lu apaan bang bocah kayak gua.” Joss tertawa dengan kencang, satpam fakultasnya memang sudah dekat dengannya sejak semester 1, jadi dia sedikit banyak tau tentang Joss dan teman-temannya.

“Slengean.”

Joss semakin tertawa mendengar jawaban sang satpam, memang sih dia dikenal sebagai bocah slengean tapi tetap saja rasanya lucu mendengar hal tersebut.

“Yaudah jadi boleh pinjem kan bang?”

Sang satpam menghela nafasnya dan melemparkan kunci pintu rooftop ke arah Joss yang ditangkap dengan Joss disertai cengiran lebarnya.

Kaga sampe jam 9 oke?”

“Bisa diatur, thank you bos ntar gua kirimin makanan yak. Gua mau jemput bang Tay dulu.”

“Iye sono dah kesel gua lama-lama liat lu.”

Joss terkekeh dan melambaikan tangannya pada sohibnya itu, Joss berjalan ke arah mobilnya dengan senyuman yang tidak kunjung luntur dari bibirnya, sesekali Joss menyapa orang-orang yang dikenalnya, ada juga mahasiswa fakultas lain yang menyapanya meskipun ia tidak mengenalnya.

Joss mengemudikan mobilnya ke arah rumah yang sudah tidak ia datangi seminggu ini, Joss juga tidak memberikan kabar apapun pada Tawan perihal kedatangannya. A liltte surprise won't hurt kan?

Dada lelaki itu bergemuruh, siap tidak siap dia harus meluruskan mengenai hubungan mereka. Apapun yang akan terjadi, Joss harap itu adalah hal terbaik bagi keduanya.


Joss Wayar berdiri di depan mobilnya menunggu sang kekasih untuk keluar, suara pintu rumah yang dibuka dengan terburu-buru menarik perhatiannya, kekasih yang tidak ditemuinya beberapa hari ini berlari dengan pajama berwarna hitam dan kaki telanjang tanpa alas kaki.

Joss menegakkan tubuhnya saat lelaki itu terlihat terburu membuka pintu gerbang yang menghalanginya, dilihat sekilaspun Joss tau bahwa Tawan sedang tidak baik-baik saja.

Belum sempat Joss memanggil lelaki itu tubuhnya sudah diserang Tawan dengan pelukan sangat erat, lelaki kecil itu menyembunyikan wajahnya di dada Joss dan melingkari lengannya di sepanjang pinggang Joss dengan erat. Joss balik memeluk sang kekasih tak kalah eratnya, tangannya mengelus punggung Tawan untuk menenangkannya.

“Hei... How are you?” Tanya Joss ditelinga Tawan, sesekali Joss menghirup aroma Tawan yang sangat dirindukannya.

Tawan hanya menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya, Joss terkekeh renyah dan dengan pasrah menerima pelukan Tawan yang melilitnya. Dia juga merindukan pelukan ini.

“Udahan yuk pelukannya? Siap-siap gih, mau gua ajak ke tempat favorite gua.”

“Mau kemana?” Jawab Tawan dengan suara parau setelah diam selama beberapa saat.

“Ke tempat favorite gua, makanya ayo siap-siap dulu nanti keburu kemaleman.”

Tawan kembali menggeleng dan tetap memeluk Joss dengan erat, Joss menghela nafasnya dengan pasrah.

“Yaudah gak usah ganti baju gapapa, ambil handphone, dompet sama pake sendal ya?” Bujuk Joss sekali lagi.

“Tapi jangan ditinggal ya?” Lirih Tawan.

Joss terdiam beberapa saat mendengar ucapan Tawan, lelaki itu tersenyum kecil, “Iya gak ditinggal kok.” Bisik Joss dengan lembut.

Tawan melepaskan pelukannya dengan perlahan, Joss mengelus pipi lelaki itu dan mengisyaratkan Tawan untuk bersiap-siap. Tawan berlari masuk ke dalam rumahnya, sesekali lelaki itu mengecek keberadaan Joss di depan rumahnya.

Joss melemaskan bahunya dan masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, lelaki itu menghidupkan radio selagi menunggu Tawan untuk keluar.

Tawan membuka pintu mobil dan masuk tanpa banyak bicara, lelaki itu meletakkan tas yang ia bawa ke kursi belakang dan duduk menghadap Joss.

Joss tersenyum kecil melihat betapa menggemaskannya Tawan dengan pajama yang masih membungkus tubuh lelaki itu, rambut acak-acakan Tawan menambah kadar kelucuan kekasihnya.

“Udah siap?” Tanya Joss masih dengan senyumannya.

“Udah.” Jawab Tawan dengan semangat, tangannya menarik lengan Joss, meminta lelaki itu untuk menggenggam jari-jarinya.

Joss terkekeh dan menyatukan jemari mereka dalam satu genggaman erat. Membiarkan Tawan menarik dan menggenggam tangannya dengan bebas. Sesekali Joss bernyanyi mengikuti lagu yang berputar dimobilnya, bersikap sebiasa mungkin agar Tawan merasa nyaman dan tidak canggung.

Joss Wayar memang mencintai Tawan sebanyak itu.


“Ngapain kita ke kampus?” Tanya Tawan kebingungan ketika Joss memarkirkan mobilnya di depan fakultas mereka, yaitu fakultas kesehatan masyarakat.

“Ke tempat favorite gua, kan udah gua bilang?”

Tawan memberikan wajah terkejutnya, “Tempat favorite lo di kampus? Lo bener-bener budak organisasi apa gimana...”

“Ya enggak gitu juga sayang.” Kekeh Joss, tangannya mengacak rambut Tawan secara asal dan menggenggam telapak tangan sang kekasih, menariknya dengan perlahan untuk mengikutinya.

Joss dan Tawan masuk ke dalam lift yang disediakan di fakultas mereka, Joss menekan lantai paling atas fakultasnya yaitu lantai 5. Tawan hanya melihatnya dengan diam, tanpa banyak bertanya pada Joss. Menikmati suasana fakultas yang sepi, karena biasanya fakultas mereka selalu ramai.

Mereka sampai di lantai paling atas, Tawan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru, agak menakutkan juga kalau harus berada disini sendirian. Tawan mengeratkan pegangannya pada Joss, Joss yang paham hanya tersenyum kecil dan menuntun Tawan ke arah pintu darurat yang tidak berada jauh dari lift.

Joss membuka pintu darurat dan pemandangan yang mereka lihat adalah dua tangga yang berlainan arah, satu tangga menurupakan tangga untuk turun ke lantai 4 sedangkan tangga lainnya adalah tangga menuju rooftop fakultasnya.

Joss mengajak Tawan untuk naik ke tangga yang menuju rooftop, Tawan yang awalnya tidak mengerti sekarang sudah lebih paham. Tempat favorite Joss adalah rooftop yang berada di atas fakultas mereka, Tawan memang pernah beberapa kali kesini, namun hanya untuk kebutuhan organisasi seperti mengoperasikan drone untuk dokumentasi saat hari terakhir masa orientasi mahasiswa baru.

Langit Jakarta hari ini sedang cerah, walaupun bintang tetap tidak terlihat namun cukup indah untuk dilihat. Joss menggiring Tawan mendekati paralon besar dan dinding pembatas.

“Duduk.” Ucap Joss.

Tawan duduk dan menatap Joss dengan pandanganan memujanya, Joss Wayar terlihat sangat menakjubkan dibawah langit malam hari.

Joss membuka paperbag yang dibawanya sejak tadi, sebuah jaket berwarna hitam ia keluarkan dari paperbag tersebut. Joss mengambil tangan kanan Tawan dan memakaikan jaket itu pada kekasihnya.

Tawan yang semula kebingungan lantas membiarkan tubuhnya untuk dipasangkan sebuah jaket, rona merah tak luput dari pipinya.

“Thanks..” Bisik Tawan setelah Joss selesai memasangkan jaket untuknya.

“Don't mind.” Jawab Joss dengan senyuman kecilnya.

Joss memposisikan tubuhnya disebelah Tawan, dia menyenderkan kepalanya pada dinding dibelakangnya, matanya menatap langit Jakarta, pemandangan yang selalu ia sukai kapanpun ia datang kesini.

“Gua juga punya mimpi.” Mulai Joss.

Tawan menegakkan bahunya mendengar Joss memulai percakapan. Lelaki itu beberapa kali menarik nafasnya dengan perasaan gugup, memang cepat atau lambat mereka harus meluruskan hal diantara mereka berdua.

“Mimpi gua cukup sederhana, gua mau jadi orang yang bahagia lahir dan batin. Gimanapun caranya gua harus jadi orang bahagia. Lucu ya? udah umur segini gua belum punya mimpi yang khusus.” Kekeh Joss.

“Gua gak pernah mikirin tentang masa depan gua, karena mau gimanapun gua sekarang, nantinya gua akan tetap melanjutkan perusahaan bokap gua. Mau seberapa banyak gua menunda atau menyangkal, gua bakal berakhir disana. Mereka bilang gua lahir dengan sendok perak, dan gua akuin, bener. Gua lahir dengan banyak keberuntungan. Relasi, uang, dan kekuasaan.”

“Rasanya aneh gak sih cerita kayak gini, tapi seenggaknya sebagai pacar gua lu harus tau latar belakang keluarga gua bang.” Ucap Joss dengan senyuman kecilnya.

“Buat berada di fakultas kesehatan masyarakat itu gak gampang, iya emang gua cuma ikut Luke kesini, sebagai penyangkalan diri gua kalau gua harus masuk manajemen bisnis. Gua harus berantem sama bokap dulu, fasilitas gua harus dicabut selama seminggu, dan gua dikurung di rumah. Tapi gua berhasil masuk fkm, karena gua bikin perjanjian kalau gua bakal tetep belajar bisnis setelah gua lulus. Lucu ya.”

Tawan menggenggam tangan Joss dengan erat, sesekali memberikan elusan penuh kasih sayang pada adik tingkatnya yang berstatus sebagai kekasihnya ini.

“Pas kemarin gua denger mimpi lu, gua berasa tertampar dengan keras. Mimpi lu tinggi banget dan indah banget. Gua bahkan gak punya pikiran kalau ada orang yang punya mimpi semulia itu.”

“Mimpi lu... Indah banget, gua sampe takut apa kehadiran gua disisi lu bisa ngehalangin lu buat terbang bebas? Apa gua bisa lepasin lu terbang setinggi mungkin buat lu gampai impian lu?”

“3 hari ini gua berantem sama diri gua sendiri, apa yang harus gua lakuin, apa yang harus gua bilang ke lu biar lu gak merasa bersalah ketika lu pergi nanti.” Joss berhenti sebentar, menahan perasaan sedih yang bersarang dihatinya. Matanya menatap langit dengan sendu.

“Rasanya berat bang, kemarin gua ngeluh sama dunia tentang betapa susahnya jadi pendamping lo. Maafin gua ya karena gua sampe ngeluh, kemarin gua mumet banget. Gak tau mana yang harus diprioritasin antara lu sama kuliah gua.”

“Gua mau egois boleh gak sih bang? I don't want you to leave me, I want you to stay.”

“Joss-” Panggil Tawan dengan lirih.

“Don't call me like that..” Bisik Joss pada Tawan. Joss mengarahkan pandangannya pada wajah sempurna Tawan, menyimpan baik-baik apa yang ia lihat sekarang di memorinya.

“If I beg you to stay, would you stay?” Lirih Joss.

“No.” Jawab Tawan berusaha tegas, namun siapapun bisa mendengar suara Tawan yang bergetar.

“Kalau gitu, berarti gua harus ngelepas mimpi gua ya? Mimpi gua jadi orang bahagia, dan lu salah satu yang bikin gua bahagia. Kalau gua ngelepas lu, berarti gua ngelepas mimpi gua.”

“Joss.” Tawan menangis. Pertama kalinya dia menangis di depan Joss Wayar. Pikiran tentang hilangnya mimpi Joss membuatnya tak bisa menahan air matanya. Dia sejahat itu?

“Hei, hei, kenapa nangis?” Tanya Joss lembut.

“Gua jahat banget ya- hiks. Gua cuma pentingin mimpi gua tanpa mikirin mimpi lo, tanpa mikirin betapa sulitnya jadi lo. Joss, gua jahat banget ya.” Isak Tawan.

“Engga-engga, lu gak jahat. Mungkin emang belum jodohnya kali ya bang?”

“Gamau, gamau. Mau jodohnya sama lu gamau. You said you want to grow old with me, Joss.” Bisik Tawan.

Joss Wayar mengadahkan wajahnya, menahan air matanya untuk turun. Lelaki itu mengaminkan ucapan Tawan, dia juga ingin berjodoh dengan Tawan. Mungkin waktunya saat ini kurang tepat.

“Percaya sama takdir gak?” Tanya Joss dengan parau.

“Maybe we just cross our road in wrong path. Maybe we need to fix every shattered things in ourselves first. Maybe we have to define home in each other until I find you again.”

“Maybe one day we meet each other when we are different, when we are better, maybe one day you will be good for me and I will be good for you, and finally the universe will approve. Maybe one day we will be fine, we will be alright.”

“Maybe someday in the future, I will bump to you in mcdonald's, maybe you still love french fries with mcflurry, or sunny side burger with a lot of pickles. Maybe we will genuinely smile and the sparks will fly and my heart skips a beat the way it did.”

“Maybe someday in the future, sores will be our past and it will be like that, and we start to walk away from that. Maybe in that day, we still feel our souls smiling too, because we still have that feelings we used to share. Maybe our souls will still in love, and that day, definitely, I won't let you far any longer.”

“Jangan bercanda bisa gak? Gua lagi gak mau bercanda. Stop. I don't wanna hear anymore.” Tandas Tawan.

“Hei, hei dengerin dulu ya?”

“Kita terburu-buru, ini emang salah gua yang gak melakukan pendekatan dengan baik. Jujur aja bang, hubungan kita belum sekuat itu buat komitmen. Belum sekuat itu buat dipisah sama ribuan kilometer. Kalau dipaksa, nanti bakal ada yang tersakiti. Entah kedua belah pihak atau salah satu pihak.” Lanjut Joss.

“Gua gamau putus. Gamau.” Ucap Tawan berulang kali.

“Tawan. Tawan.” Panggil Joss berulang namun Tawan hanya mengabaikan Joss.

“Tawan Vihokratana dengerin gua.” Tegas Joss.

“Kita butuh waktu buat yakinin diri sendiri. Semuanya gak semudah yang terlihat. Bukan cuma tentang kisah asmara, tapi ini juga tentang mimpi dan masa depan. Kita gabisa asal ambil pilihan.”

“Lu percaya sama gua kan bang? I love you, I love you so much but it started to ache to only breath. Semakin gua pikirin tentang lu yang jauh, semakin jatuh perlahan juga rasa percaya diri gua. Bukan gak percaya sama lu, tapi semesta emang bisa sebercanda itu. Gua harus yakinin diri gua sendiri sebelum gua bisa yakinin lu buat tetep sama gua.”

“Gua harus yakinin diri gua sendiri buat jadi sayap biar lu terbang dengan bebas. Gua harus yakinin diri gua sendiri untuk jadi rumah lu nantinya. Gua harus kokoh, karena kalau gua rapuh gua bukan cuma bisa hancurin mimpi lu tapi gua bisa hancurin diri gua sendiri.” Jelas Joss.

Tawan menutup mulutnya, mencegah isakannya semakin terdengar. Matanya menatap mata Joss yang memerah karena menahan tangisan.

“Bang, percaya kan sama takdir? Percaya kan sama gua?” Bisik Joss.

“Mungkin sekarang waktu kita belum tepat, mungkin- mungkin-” Pertahanan Joss runtuh juga. Lelaki itu menangis.

“Fuck why is it so hard to say.” Umpat Joss.

“I must loved you in other lives because when I see you it feels like coming home. No one makes me feel more myself than you.” Lanjut Joss dengan terisak.

“I love you, I love you Joss. Please please don't leave me.” Bisik Tawan dengan lemah.

“Bang... Hey listen to me.” Panggil Joss setelah menenangkan dirinya sendiri.

Joss menangkup wajah Tawan yang penuh dengan air mata, matanya menatap lelaki yang dicintainya dengan penuh kasih sayang.

“Maybe this isn't our time yet. I let fate decide. If we were meant to be, we'll together. Maybe not now. Maybe not yet.” Lirih Joss.

Tawan menggeleng, lelaki itu menutup wajahnya dan menangis dengan keras.

“Harus bahagia ya? Lu adalah sumber kebahagiaan buat gua. Seeing you happy, makes me happy too. You deserve all the happiness in the world.” Bisik Joss.

“Gua bakal selalu ada buat lu sampai kapanpun. I know you're just trying to reach your goals so don't ever feel discourage. Bagi gua, selama lu bisa mencapai semua impian lu, lepasin lu saat ini adalah pilihan terbaik. Buat gua, buat lu, buat kita.”

“Tawan Vihokratana harus jadi merpati paling indah di angkasa ya? Harus terbang setinggi mungkin. Tawan Vihokratana harus jadi orang sukses, harus jadi lulusan terbaik di fkm, harus jadi petugas kesehatan terkuat di EIS nanti. Tawan Vihokratana harus coret satu persatu catatan kecil dihidupnya ya?”

Joss mendekatkan wajahnya pada Tawan yang masih menangis, lelaki itu mengusak hidung mereka dengan kekehannya.

Joss mendekatkan wajah mereka berdua, tangannya mengelus pelan pipi sang kekasih, sementara matanya tidak memutuskan kontak dengan mata Tawan.

“I love you..” Bisik Joss.

Joss menyatukan bibir mereka berdua dalam satu ciuman lembut yang tidak terburu-buru. Joss mencium Tawan dengan penuh kasih sayang, bibirnya menghisap bibir bawah Tawan dengan lembut.

Tawan menutup matanya dan menikmati ciuman lembut yang diberikan oleh Joss, air mata mereka berdua menyatu dibawah gelapnya malam. Tawan mencengkram pakaian Joss dengan erat. Menahan perasaan sedih yang bersarang dihatinya.

Joss menyudahi ciuman mereka dengan senyuman yang terbit diwajah tampannya dan berbisik pelan.

“Someday in the future, let's fall in love over and over again.”

and in that time, he won't let Tawan far any longer.


Joss masih memeluk Tawan karena lelaki itu tidak mau melepaskan pelukannya. Tawan masih menangis, sejak tadi. Lelaki kecil itu tidak mengeluarkan sepatah katapun, hanya menangis dan memeluknya dengan erat.

Berat memang ketika harus terpaksa pisah ketika sedang bahagia-bahagianya. Apalagi perpisahannya dikarenakan sesuatu hal yang jauh lebih serius dibandingkan hubungan mereka. Tidak ada yang bisa dilakukan selain merelakan satu sama lain.

“Te” Panggil sebuah suara.

Joss mengangkat wajahnya dari bahu Tawan untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Jumpol dan Gun.

“Udah ada bang Jumpol sama bang Gun. Ayo pulang, kalau disini terus nanti kedinginan terus sakit.” Bisik Joss pada Tawan. Tawan menggeleng dan mengeratkan pelukan mereka.

“Bang, ayo jangan gini. Gimana gua bisa relain lu kalau lu begini, hm.” Bisik Joss frustasi.

“Please, I don't want you to let me go.” Balas Tawan dengan suara serak karena terlalu banyak menangis.

Joss melepaskan pelukan mereka, menangkup wajah Tawan dengan tangannya yang dingin.

“I love you. I love you. I love you. Jaga diri baik-baik ya? Jangan bergadang karena gua udah gak bisa nemenin lu, makan makanan yang sehat, jangan overthinking, dan jangan lupa buat selalu senyum ya?”

“Nanti. Nanti kita ketemu lagi disituasi yang lebih baik, diwaktu yang lebih baik. Dimana gua sama lu sama-sama udah siap buat memulai komitmen hubungan. Nanti. Nanti ya, tunggu gua dateng?” Bisik Joss dengan senyuman sendunya.

Joss memberikan isyarat pada Jumpol untuk membawa Tawan. Jumpol yang mengerti mendekati Tawan dan menarik lelaki itu dengan lembut.

Tawan melirik Joss sekali lagi sebelum benar-benar pergi meninggalkan lelaki itu. Tawan menghapus air matanya dan tersenyum dengan sangat manis pada Joss.

“I love you so much, Joss Wayar.” Ucap Tawan tanpa suara. Joss yang menangkap ucapan lelaki itu hanya mengangguk dan membalas Tawan dengan senyuman.

Ketika pintu rooftop tertutup, Joss jatuh terduduk. Matanya menatap langit jakarta, air matanya lolos satu persatu.

“Anjing.” Ucap Joss terisak lelaki itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Membiarkan air mata turun dengan derasnya. Ini juga berat untuknya, namun dia belum cukup kuat untuk menjadi rumah Tawan. Dirinya masih terlalu banyak kekurangan. Bahunya belum sekokoh itu untuk mengangkat Tawan ke tempat tertinggi.

Jadi pilihan terakhirnya adalah dia membiarkan Tawan terbang sendirian, melukis kisah hidupnya seorang diri. Joss memberikan mimpinya untuk Tawan, sementara dia membangun dirinya untuk lebih kuat, dia membiarkan Tawan untuk pergi.

Nanti, nanti jika memang semesta membiarkan mereka untuk memulai semuanya kembali, Joss akan mencintai Tawan dengan cara yang paling indah. Joss akan menemukan Tawan dan memastikan bahwa lelaki itu untuk menjadi cerita akhir dihidupnya.

Little Tawan, I give you my wings to set you free, so you may soar higher than the luminous skies. Your wings already exist. All you have to do is fly.

You've Got Mail: Chapter 7

Joss mengerang terusik dari tidur pulasnya karena lelaki yang berada diatas tubuhnya bergerak dengan gelisah.

Joss memutuskan untuk membuka matanya, tangannya mengelus punggung Tawan dengan lembut. Dia melirik Tawan yang terlihat berkeringat lebih dari semestinya.

“Bang?” Panggil Joss dengan suara parau khas bangun tidur.

Tidak ada jawaban, namun tubuh lelaki itu masih bergerak dengan gelisah.

Joss menyingkirkan rambut Tawan dan memeriksa dahi lelaki itu.

Panas.

Joss dengan panik bangkit untuk bersandar di kepala tempat tidur. Tawan masih berada di atas tubuhnya, tubuh lelaki itu dia peluk dengan erat. Seakan Tawan akan menghilang jika Joss melepaskan pelukannya.

“Bang, bang?” Panggil Joss dengan lembut. Tangan kirinya tidak berhenti mengusap punggung Tawan dengan penuh kasih sayang.

Joss mengambil ponsel, masih pukul 5 pagi. Dia mencari kontak temannya dan menelfon tanpa berpikir panjang.

“Halo?” Ucap seseorang dengan suara parau khas bangun tidur.

“Halo Bright.” Balas Joss.

“Ngapain anjir lu nelfon jam segini astaga.” Keluh Bright.

“Penting anjing Bright, ini gua abis sex sama bang Tay terus dia demam Bright gimana?” Tanya Joss tanpa berpikir panjang.

Suara batuk terdengar dari ujung telfon, tak lupa disertai umpatan kasar.

“Lu anjing Joss Wayar kalau ngomong dipikir dulu. Kasih aba-aba. Gua jantungan.” Omel Bright.

“Iya sorry ini gua nanya karena panik.”

“Pake kondom gak?”

“Kaga, gak enak.”

Suara helaan nafas terdengar diujung panggilan telfon, “Emang otak lu didengkul. Mau gak mau enak gak enak harus pake kondom Joss Wayar. Buat protection dari STD goblokkk. Gimana sih anak kesehatan lu gak bener banget asli.”

“Lo juga pake kondom Bri?” Tanya Joss penasaran.

“Gak penting pertanyaan lu tapi gua selalu pake kondom dan lubrikan gak pernah gua lupain.” Jawab Bright dengan kesal.

“Pokoknya sekarang lu ke apotek dulu beliin paracetamol, antibiotik, sama salep avatrol atau salep hidrokortison apalah buat diolesin di anal bang Tay. Lu tuh tanya dulu kek ke gua atau apa jangan sembarangan. Itu kasian anak orang lagi skripsian anjir.” Lanjut Bright mengomeli Joss tanpa henti.

“Iya iya sorry deh Bright namanya udah nafsu terus ada kesempatan.” Pasrah Joss.

“Pokoknya inget inget, sex anal itu risikonya tinggi banget. STD bisa menghantui kalau kita gak main safe. Jangan tinggiin ego lu deh Joss gamau pake kondom karena gak enak rasanya. Ya gimana emang risiko kita itu mah.”

“Apalagi anal tuh gak memproduksi pelumas alami kayak vagina ataupun mulut yang ngeluarin air liur jadi kalau ada gesekan dari luar sedikit bisa bikin cedera kulit. Gua yakin karena pertama kali nyobain sex lu mainnya gak sabaran, atau malah lu terlalu semangat karena baru pertama kali ngerasa enak. Itu analnya pasti lecet dan bengkak, wajar banget kalau bang Tay langsung demam.”

“Lo inget kan Joss? Demam itu terjadi karena ada proses peradangan di tubuh. Jadi gua minta banget kalau mau ngesex pastiin dulu, baca-baca dulu ya Joss? Biar sama-sama enak di lu sama di bang Tay.”

“Gua bener-bener gamau ngerusak hari lu Joss tapi inget-inget ini, gua pernah baca kata Centers for Disease Control and Prevention (CDC) , seks anal adalah perilaku seksual berisiko tertinggi untuk penularan HIV dibandingkan dengan bentuk seks lainnya, kayak seks vaginal atau oral. Dalam seks anal reseptif, atau bottoming, HIV 13 kali lebih tinggi menginfeksi pasangan yang berposisi di bawah daripada pasangan insertif.”

“Jadi bang Tay lebih berisiko. Jaga-jaga aja, realita kita. Pasangan laki-laki perempuan aja punya risiko tinggi STD apalagi kita yang sexnya lewat anal, hidup masih panjang. Jadi jaga kesehatan terus Joss. Safe sex okay?” Jelas Bright panjang lebar.

“Oke Bright thank you banget nih, sorry udah ganggu pagi-pagi. Nanti gua samperin lu deh buat belajar lebih banyak. Gua ke apotek dulu. Thank you.” Joss memutuskan sambungannya tanpa menunggu Bright membalas ucapannya.

Lelaki bertubuh besar itu memindahkan Tawan dengan perlahan ke atas tempat tidur.

“Tunggu ya gua ke apotek dulu?” Bisik Joss. Tak lupa Joss mencium kening Tawan dengan sayang.


Joss mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi, karena masih pagi jalanan masih sangat lenggang.

Joss sedikit merasa bersalah dengan kekasihnya, pengalaman pertamanya harus diakhiri dengan Tawan yang jatuh sakit.

Suara ponsel berdering menyadarkan Joss dari pikirannya, Joss tersenyum kecil melihat siapa yang menelfonnya sepagi ini.

“Halo bang, kenapa?” Tanya Joss setelah mengangkat telfon itu.

“Dimana sih, kok gua ditinggal?” Suara Rengekan terdengar diujung paggilan telfon.

“Iya iya maaf ya ditinggal dulu sebentar, ini gua lagi ke apotek buat beliin lu obat.” Jelas Joss dengan nada lembutnya.

“Hum, jangan lama-lama. Sakitttt” Rengek Tawan.

“Iya sakit ya? Maaf yaaa sayang. Bentar aja ini udah sampe apotek kok.” Joss mengambil airpods miliknya, dia memasangkan airpodsnya pada telinganya agar panggilannya tetap tersambung dengan Tawan.

Joss keluar dari mobilnya, dia masih setia mendengar keluhan Tawan tentang rasa tidak enak di bagian belakangnya, lelaki itu sesekali tersenyum karena suara Tawan yang benar-benar seperti suara anak kecil yang sedang marah karena keinginannya tidak dituruti.

Dia masuk ke dalam apotek yang buka 24 jam ini, matanya menelusuri rak-rak yang berisi obat-obatan dan barang lainnya namun Joss menyerah karena pikirannya tidak terlalu fokus, dia memutuskan untuk bertanya pada apoteker.

“Bang bentar ya, bentar lanjut aja ngomongnya.” Bisik Joss pada Tawan.

“Selamat pagi mas, ada yang bisa dibantu?” Sapa apoteker itu.

“Pagi mbak, saya mau beli paracetamol sama salep avatrol”

“Salep avatrol untuk anal yang lecet ya mas?”

“Iya mbak betul.”

“Tunggu sebentar ya.”

Joss kembali ke jajaran rak sambil menunggu apotekernya menyiapkan apa yang ia butuhkan, Joss melihat kondom yang disediakan di rak.

“Bang, mau rasa strawberry cokelat atau biasa?” Tanya Joss tiba-tiba.

“Hum? Untuk apa?”

“Buat kondom.”

“Kenapa sih bahas itu pagi-pagi” Omel Tawan dengan suaranya yang masih terdengar lemas.

Joss tersenyum kecil, “Buat jaga-jaga lah bang.”

“Ish malesin bgt udah ah gamau bahas. Cepet pulangggggg lama banget katanya 5 menit, ini udah lebih dari 5 menit tau!!!” Rengek Tawan lagi.

Joss kembali tersenyum mendengar rengekan itu, sepanjang perjalanan tadi dia menyadari satu hal dari kekasihnya, bahwa kekasihnya akan lebih manja berkali-kali lipat jika sedang sakit.

Joss juga akan membawa Tawan kerumahnya setelah kembali dari apotek, dia tidak akan mengambil risiko keluarga Tawan kembali ke rumah sementara anak keduanya masih sakit akibat sex yang baru dilakukannya.

“Iya ini udah selesai, bayar dulu ya.”

“Hummm.”

“Mau makan apa?” Tanya Joss.

“Can I get mcdonald's for breakfast?” Tawan kembali memjawab dengan suara seraknya.

“No.” Jawab Joss dengan tegas.

“Why?”

“Junkfood pagi-pagi is a big no, bang.”

“Pretty pweaseeee?” Tawan kembali mengeluarkan suara rengekannya.

Joss menahan nafasnya sedetik, dan menghembuskannya cepat dengan frustasi. Lucu. Lucu banget. Dia pusing. Rasanya mau pulang terus peluk Tay Tawan seharian.

“Wait, gua bayar dulu.” Ucap Joss saat apotekernya kembali dengan beberapa barang pesanannya. Dia juga membawa tiga kotak kondom dan dua botol lubrikan. Untuk persediaan di masa mendatang.

“Salep avatrol 1pcs 275rb, durex pleasuremax 1 box 95rb, durex strawberry flavor 2 box 34rb, durex play massage 2in1 2 botol 150rb, paracetamol 1 strip 6rb totalnya jadi 560.000 ya mas. Debit atau tunai mas?”

“Joss lo beli apaan sampe hampir 600rb?!” Pekik Tawan disambungan telfon.

“Debit aja mbak.” Joss mengabaikan kekasihnya dan memberikan atmnya untuk membayar barang-barang yang dibelinya.

“Terima kasih mbak.” Ucap Joss setelah semua transaksinya selesai. Lelaki itu keluar dengan senyuman yang masih terbit di wajah tampannya.

“Joss kok gua dicuekkin sih?” Ucap Tawan. Lelaki itu sedari tadi tidak berhenti memanggil nama Joss.

“Iya tadi kan lagi bayar, gak sopan kalau gua ngobrol sama lu bang.” Jelas Joss memberikan pengertian.

“Beli apa tadi?” Tanya Tawan sekali lagi.

“Salep, salep buat lu terus kondom, terus lubricant gel sama obat.” Sahut Joss dengan santai.

“Udah gila. GILA LO.” Omel Tawan dengan suara seraknya.

Joss terkekeh dengan senang, dia dapat membayangkan wajah Tawan yang memerah karena kesal bercampur dengan malu. Menggemaskan.

“Gua beliin bubur aja ya bang? Kan lagi sakit.” Tawar Joss tiba-tiba.

Suara helaan nafas Tawan terdengar dengan jelas, “Yaudah gapapa. Tapi cepet sini pulang, nanti beli mcdonald'snya siang aja yaaaaaaaaaa” Pinta Tawan masih belum menyerah.

“Bang Tay-”

“Ya ya ya Joss, pleaseeeee.” Rengek Tawan lagi.

Joss mengusap wajahnya dengan lelah, kalah. Dia sudah pasti kalah.

“Oke. Gua mau nyetir dulu, matiin ya?”

“Kenapa?” Tanya Tawan dengan suara sedih.

“Bang. Lu tau gua nih lemah, lu kalo ngerengek terus bikin gua stress karena gemes banget. Gua matiin ya telfonnya?”

“Hum yaudah diem, tapi jangan dimatiin yaaa?” Pinta lelaki itu lagi.

“Oke.” Joss menyetujuinya dengan cepat. Siapa dia bisa menang melawan Tay Tawan dengan segala kegemasannya.


Joss membuka pintu kamar kekasihnya, dilihatnya sang kekasih masih bergelung di dalam bed cover. Joss meletakkan mangkuk dan barang bawaan lainnya yang ia bawa dari dapur.

“Bang?” Panggil Joss dengan lembut. Lelaki bertubuh besar itu mendudukkan dirinya dipinggir tempat tidur.

Tawan membuka bed cover yang menutupi wajahnya. Tangannya ia rentangkan, memberikan tanda agar kekasihnya memeluknya.

Joss terkekeh kecil dan menundukkan tubuhnya untuk memeluk sang kekasih.

“Maaf ya, gara-gara gua lu jadi sakit.” Bisik Joss penuh kasih sayang, sesekali bibirnya mengecup telinga Tawan.

“Hum.” Sahun Tawan dengan lirih.

Joss dapat merasakan suhu tubuh Tawan yang masih tinggi. Lelaki itu buru-buru melepaskan pelukannya.

“Kok dilepas?” Protes Tawan.

“Bentar bang.”

Joss mengambil baskom dan kain lap yang ia sudah persiapkan. Dia masuk ke kamar mandi Tawan untuk mengisi baskomnya dengan air hangat.

“Gua bersihin dulu ya bang?” Izin Joss.

Wajah Tawan memerah mendengar perkataan Joss, dia ingin sekali menolak namun tubuhnya benar-benar tidak bisa ia gerakkan dengan sesukanya.

“Oke... “ Ucap Tawan dengan pasrah.

Joss tersenyum kecil dan mengecup pipi Tawan sekilas. Dia membuka bed cover yang menutupi tubuh kekasihnya.

Dengan perlahan dia mengelap tubuh Tawan, sesekali ia mengajak Tawan bercanda agar lelaki itu tidak terlalu gugup.

“May I?” Izin Joss sekali lagi saat tangannya mencapai bagian bawah Tawan.

Tawan hanya mengangguk dan menutup wajahnya dengan lengannya, malu. Tentu saja. Meskipun Joss sudah melihat seluruh bagian dari tubuhnya namun dia tetap malu.

Joss mengambil salep yang dibelinya di apotek. Dia mengambil bantal untuk diletakkan di bokong sang kekasih.

“Pelan-pelan sakitttt” Ringis Tawan saat Joss mengangkat bokongnya.

“Iya maaf maaf, pelan-pelan kok ini bang. Tahan dulu ya.” Ucap Joss menenangkan.

Joss berhasil meletakkan bantal di bawah bokong Tawan meskipun disertai ringisan kesakitan dari lelaki itu.

Dia membersihkan bagian anal Tawan dengan sangat hati-hati. Sperma yang ia keluarkan semalam sudah mengering, dan lubang anal Tawan terlihat merah dan membengkak.

Joss meringis kecil, pasti sangat sakit kalau dia memasukkan jarinya untuk mulai membersihkan anal lelaki itu.

Joss melirik Tawan yang masih menutup wajahnya dengan ekspresi kesakitan yang jelas.

Joss mengambil handuk dan mulai mengelap bagian luar, suara ringisan Tawan menjadi backsound dari tindakan yang Joss sedang lakukan.

“Bang gua masukin jari ya, mau bersihin sisa semalem.”

Tawan merapatkan pahanya sebagai refleks alami tubuhnya. Wajah Joss juga memerah karena malu. Jangan lupakan ini pengalaman pertamanya juga, namun dia hanya menahan dirinya agar terlihat keren.

“Sakit anjing sakit banget Joss!!” Omel Tawan pada kekasihnya yang mulai membersihkan bagian bawah tubuhnya.

“Iya tahan sebentar please jangan kayak gitu gua gak tega bang.” Jawab Joss dengan wajah memelas.

Joss kembali membersihkan sisa sperma yang masih berada di dalam anal sang kekasih, setelah sekiranya bersih dia mengoleskan salep yang dibelinya.

“Udah, udah, udah selesai.” Ucap Joss menenangkan Tawan yang menahan tangisannya. Lelaki itu mengambil baju dari lemari Tawan dan memakaikan kekasihnya dengan hati-hati.

Joss juga memilih untuk mengambil celana gemas yang biasa Tawan pakai, dengan harapan bisa mengurangi gesekan yang terjadi pada bagian bawah sang kekasih.

“Bang bisa bangun gak?” Tanya Joss, tangannya mengelus dahi Tawan yang masih terasa panas.

“Mau ngapain?”

“Pindah dulu yuk ke sofa, gua mau ganti sprei.”

Tawan bangkit dengan perlahan, ringisan tidak berhenti terucap dari bibirnya.

Joss membantu Tawan untuk bangkit, lelaki itu juga memutuskan untuk mengangkat Tawan ala bridal agar Tawan tidak terlalu banyak bergerak.

“Berat kan gua..” Cicit Tawan.

“Ngga.”

Joss mendudukan Tawan di sofa dengan hati-hati, sesekali bibirnya mengecup pucuk kepala Tawan sebagai gesture menenangkan lelaki itu.

Joss dengan telaten mengganti sprei dan sarung bantal Tawan, dia juga memasukan baju-baju yang digunakan Tawan semalam ke dalam mesin cuci. Tawan menahan senyumnya menyaksikan sang adik tingkat yang benar-benar mengurusnya dengan sabar.

Bagi Tawan, rasa sakitnya tidak seberapa namun dia senang menerima semua perlakuan Joss yang sangat memanjakannya.

“Makan ya? Abis itu minum obat.” Pinta Joss dengan bubur yang berada ditangannya.

“Suapin?” Pinta Tawan.

Joss terkekeh dan mengusap rambut Tawan sekilas, “Oke? Tapi abisin ya?”

Tawan mengangguk dan menerima suapan Joss dengan semangat. Sesekali Joss meledeki Tawan dengan mengubah arah sendoknya ke arah mulutnya, dan hal tersebut mendapat protesan dari Tawan berupa pukulan kecil yang direspon Joss dengan tawa.

“Nih minum paracetamol buat nurunin panas. Abis itu bawa barang-barang ya? Nginep di rumah gua aja bang.” Ucap Joss menyodorkan obat dan juga air putih untuk Tawan minum.

Tawan mengambil obat dari tangan Joss, dia menutup hidungnya dan dengan terburu menelan obat yang rasanya pahit itu.

“Pait.” Keluh Tawan setelah menghabiskan satu gelas besar air putih.

Joss tertawa lagi dan lagi, segala tingkah Tawan pagi ini benar-benar menghiburnya. Lelaki dengan tinggi lebih dari 180cm itu mengusap bibir Tawan yang merenggut karena rasa pahit yang dikecapnya.

“Gimana? Nginep dulu ya di rumah gua?” Ajak Joss.

“Kenapa?”

“Kalau disini nanti ketauan lho kalau kita abis sex, kan lu gak bisa jalan. Kalau disuruh bunda naik turun ambil barang gimana?”

“Yaudah mau gimana lagi.” Tawan menyenderkan tubuhnya pada lengan Joss. Lelaki itu memejamkan matanya merasakan kantuk yang mulai menyerangnya. Tubuhnya terasa panas dan bagian bawah tubuhnya juga terasa sakit.

“Joss nanti sore gua ke kampus mau ngambil buku di mrs. Katreeya.” Ucap Tawan tiba-tiba saat ingatan tentang skripsinya lewat di kepalanya.

“Jam berapa?”

“Jam 4.”

“Yaudah gua aja yang ambil, nanti lu tunggu dirumah gua aja oke?”

“Oke.”

“Yaudah senderannya ke sofa dulu ya bang, gua mau beresin baju lu.”

Tawan tidak menjawab namun dia menggeser tubuhnya dengan perlahan. Joss tersenyum kecil dan membubuhkan ciuman kecil pada bibir sang kekasih.

“Good boy little Tawan.” Bisik Joss dengan suara lirihnya.

Tawan membiarkan Joss memanggilnya seperti itu, tidak memiliki tenaga untuk memukul lelaki bongsor itu.

Joss merapikan semua barang yang Tawan perlukan, dia juga membawa laptop, serta buku-buku yang Tawan gunakan.

“Bang ini face washnya bawa yang mana?”

“Ada kitnya, di laci nomor dua.”

Joss membuka laci yang dimaksud dan tersenyum kecil saat menemukan pouch bergambar karakter film marvel yaitu captain america.

Setelah sekiranya semua barang yang Tawan perlukan untuk menginap dua hari sudah cukup, Joss memutuskan untuk turun ke bawah.

“Joss...”

“Apa?”

“Bawa boneka captain america yang ada di ruang keluarga bawah ya.”

Joss terkekeh kecil, dengan cepat dia mendekati Tawan dan memberikan banyak kecupan di wajah tampan itu hingga wajah Tawan basah dengan saliva milik Joss.

“JOROK.” Protes Tawan setelah berhasil menjauhkan wajah sang kekasih.

“Lucu banget lagian sampe boneka aja dibawa.”

“Suka-suka.”

“Yaudah oke gua bawa. Tunggu ya gua naro barang dulu.”

Joss kembali dan melihat Tawan yang sudah tertidur di sofa. Dia memasukan ponselnya ke saku dan juga ponsel Tawan yang ada digenggaman lelaki itu.

Joss mengendong Tawan dengan hati-hati, Tawan menggeliat dan meringis kecil karena tidak nyaman dengan posisi barunya.

“Shhh gapapa, pindah dulu ya bang.”

Joss berjalan dengan hati-hati, sebisa mungkin tidak menimbulkan banyak gerakan yang dapat membuat Tawan merasa tidak nyaman.

Joss masuk ke dalam mobilnya setelah mengunci seluruh pintu di rumah Tawan, lelaki yang menjadi kekasihnya juga masih tertidur dikursi penumpang.

“Bang.”

“Bang bangun dulu yuk.” Panggil Joss pelan, lelaki itu mengelus pelan pipi Tawan.

“Kenapa?” Jawab Tawan setengah sadar.

“Udah izin sama bunda sama ayah belum?” Tanya Joss.

“Udah. Tadi pas lo ke bawah gua udah chat bunda.” Jawab Tawan dengan parau.

Joss memeriksa dahi Tawan, panasnya masih belum turun.

“Bener ya udah izin?”

“Udah liat aja chatnya.”

Joss mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya untuk kembali kerumahnya. Perjalanan kali ini sangat hening tanpa iringan musik apapun, Joss takut akan menganggu tidur kekasihnya jadi dia membiarkan keadaannya hening. Selain itu Joss juga menjalankan mobilnya dengan pelan, menghindari benturan benturan kecil yang dapat menganggu sang kekasih.

Joss mengusap wajahnya pelan, masih pagi tapi dia sudah lelah karena mengkhawatirkan Tawan. Lain kali dia akan memastikan bermain aman, agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.

Joss mengambil tangan Tawan dan mengecupnya cepat, “Maaf ya bang, cepet sembuh. Gua sayang lu banget.”


Tawan membuka matanya perlahan, cahaya dari lampu sedikit mengusiknya. Dia meringis kecil merasakan rasa sakit pada bagian tubuh bawahnya.

“Joss?” Panggil Tawan parau.

Hening. Tidak ada suara sahutan dari lelaki yang menjadi kekasihnya.

Matanya menelisik ruangan disekitarnya, banyak poster pemain basket di dinding. Juga foto Joss dengan teman-temannya.

Tawan melihat jam dinding yang berada tepat di hadapannya, jarum jam menunjukkan angka 1 siang. Tawan terduduk dengan kaget. Tangannya mengambil ponsel yang berada di meja tidur Joss.

Suara ponsel menyadarkan Tawan.

“Halo?” Sapa Tawan.

“Udah bangun?”

“Udahlah kan udah bales chat tadi.”

“Gua udah dikampus, tapi belum ke ruang dosen. Masih di babeh.”

“Iya gapapa, tadi udah bilang mrs. Katreeya, kata beliau langsung aja ke ruangan dia ya Joss.”

“Yaudah. Masih sakit gak?” Tanya Joss tiba-tiba.

“Hm? Dikit.” Balas Tawan kecil.

“Tidur aja dah lu biar cepet sembuh.”

“Baru bangun malah disuruh tidur. Malesin banget.”

Suara kekehan Joss terdengar di ujung panggilan, Tawan menyukai suara kekehan itu.

“Joss ini gua sendirian?”

“Iya, adek gua belum nunjukkin batang hidungnya kan? Kalau belum ya berarti lu sendirian.”

“Kalau adek lu pulang gimana... Gua harus apa?” Tanya Tawan dengan suara paniknya.

“Ya gausah ngapa-ngapain, kan lu di kamar gua. Adek gua jarang ke kamar kok.”

“Bener ya? Takut nanti awkward.”

“Iya bawel.”

“Gua matiin ya? Nanti kalau emang mrs. Katreeya mau nanya-nanya gua telfon lu ya bang?”

“Iyaaa. Thank you ya Joss.”

“You're welcome. Get well soon bang.”


You've Got Mail: Chapter 6

Tawan menutup pintu mobil dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibirnya. Dia memasang seatbelt dengan gembira, sesekali terkekeh mengingat bagaimana Joss digoda oleh para pekerja disana.

Jika banyak mengira Tawan cemburu, maka jawabannya adalah tidak sama sekali. Melihat wajah Joss meringis dengan tidak nyaman menjadi kesenangan tersendiri untuknya. Wajah anak lelaki yang biasa tengil itu terlihat kesusahan dan meminta pertolongan padanyan.

“Seneng ya bang?” Suara menyindir Joss membuyarkan pikiran Tawan.

“Seneng dong, emang adik kita yang satu ini gak seneng?” Tawan menatap Joss dengan pandangan jahilnya yang dibalas lelaki itu dengan dengusan pelan.

Joss mengabaikan Tawan dan mulai menjalankan mobilnya dengan serius. Tawan masih tetap memperhatikan side profil wajah Joss yang terlihat sangat kokoh dengan rahang tegas dan leher jenjang yang menyempurnakan penampilannya.

Tawan mengulurkan tangannya dan menyentuh rahang Joss tanpa aba-aba, tubuh Joss menegang saat tangan mungil itu meraba rahangnya dengan hati-hati.

“Ini buat dipake potong wortel bisa kali ya.” Bisik Tawan dengan takjub.

Joss berdehem dengan canggung dengan telinga yang sudah sepenuhnya memerah, namun Tawan tidak memperhatikan hal tersebut.

“Kenapa lo bisa cakep banget gini deh Joss.” Bisik Tawan lagi.

Joss Wayar tergugu atas pertanyaan yang diberikan oleh kakak tingkatnya, lelaki itu hanya bisa mengulum bibirnya dan mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar tanpa henti.

“Ya gatau dah kenapa gua cakep, bawaan dari lahir sih bang.” Jawab Joss dengan suara yang sedikit cracky.

Tawan menyadari bahwa lelaki disebelahnya sedang gugup, dia menerbitkan senyuman jahilnya.

Tawan membuka seatbeltnya dengan perlahan, dan dengan cepat dia menjadikan pundak Joss sebagai pegangan dan

Cup

Memberikan kecupan kilat pada lelaki yang lebih muda itu.

Joss menginjak remnya dengan cepat karena rasa terkejut yang luar biasa. Tawan hampir terpental jika saja dia tidak berpegangan pada Joss.

“BANG” Teriak Joss frustasi.

Lelaki itu mengusap wajahnya dengan lelah dan mengatur pernafasannya. Untung saja mereka belum masuk jalan raya, masih di gang-gang yang sepi.

Tawan menampilkan senyuman polosnya dan menatap Joss dengan binaran mata yang penuh akan kekaguman.

“Lu tuh....” Ucap Joss dengan penuh penekanan.

“Lu tuh jangan aneh-aneh. Udah tau gua anaknya lemah kalo sama lu.” Lanjut Joss dengan suara memelas.

“Kan hadiah...” Jawab Tawan dengan lugu.

“Kan bisa nanti?”

“Maunya kasih sekarang..”

Joss menghempaskan kepalanya ke jok mobil dengan lelah. Jantungnya semakin berdebar melihat Tawan yang dengan sengaja menggodanya seperti ini.

Joss menenangkan dirinya dan kembali menjalankan mobilnya dengan perlahan.

“Cepet pake lagi seatbeltnya, bahaya kalau gak pake.” Ucap Joss dengan lembut.

Tawan mengangguk dan kembali memakai seatbeltnya, dia duduk dengan tenang namun matanya masih memperhatikan Joss dengan seksama. Telinga lelaki itu memerah, dan tubuhnya masih terlihat tegang.

“Joss..” Panggil Tawan.

“Apa..”

“Makasih ya hari ini udah nemenin gua. Lo paling keren pokoknya. Pacar paling keren sedunia.” Puji Tawan dengan senyumannya.

Joss yang belum pulih dari degupan jantung yang bertalu-talu hanya bisa terkekeh dengan miris, jantungnya kasihan.

“Iya, kalau mau berdiri disamping Tawan berarti gua harus jadi yang paling keren, karena lu juga sekeren itu.”

Tawan menunjukkan ekspresi tidak terimanya, “Gak gitu. Gak harus jadi keren kalau mau berdiri disamping gua. Cukup sayang sama gua aja kok.”

“Berarti gua lolos dong?”

“Bukan lolos lagi, lo udah melampaui batas dan udah gua sayang.” Bisik Tawan.

“GIMANA?” Joss menoleh kearah Tawan dengan wajag terkejut luar biasa. Untung saat ini lampu lalu lintas sedang menunjukkan warna merah.

“Malesin.” Bete Tawan.

“Bang, gimana tadi kayaknya gua salah denger?” Pinta Joss dengan wajah berbinar.

“Iya emang salah denger.”

Joss menurunkan pundaknya, dan menampilkan ekspresi sedihnya. Tawan memalingkan wajahnya dari wajah Joss yang terlihat sangat menggemaskan.

“Yah... Yaudah emang gua salah denger kali ya.” Balas Joss tanpa semangat.

Tawan mendengus kecil, dia tau Joss sedang berpura-pura. Tidak mungkin Joss tidak mendengar ucapannya tadi.

“Nih.” Tawan menyerahkan jemari tangannya ke arah Joss.

“Apa?” Tanya Joss tidak mengerti.

Tawan mendengus kecil, “Cepet pegang. Katanya sayang gua. Ini cepet pegang tangan gua.” Omel Tawan.

Joss tidak begitu mengerti namun dia tetap menyatukan jemari tangan mereka berdua. Sesekali Joss mengelus tangan Tawan dengan sayang.

“Jangan lepasin ya! Sampe gua wisuda, sampe nanti nanti pokoknya jangan pernah lepasin. Kalau gua seneng pegang tangan gua, kalau gua sedih juga pegang tangan gua. Begitupun sebaliknya, kalau lo sedih, lo boleh pegang tangan gua. Kalau lo seneng, lo juga boleh pegang tangan gua. Bebas deh.” Jelas Tawan dengan cepat.

Joss terkekeh dengan bahagia, “I won't. Jangan lepasin pegangan tangan gua juga ya, bang?”

Tawan mengangguk tanpa sadar. Pipinya memerah dengan sempurna, dia memalingkan wajagnya dari Joss. Menghindari tatapan dalam yang diberikan lelaki itu.

Mengenal Joss selama sebulan ini sudah cukup untuknya memastikan bahwa dirinya berada dalam genggaman tangan yang benar. Bahwa semua hal yang terjadi padanya akhir-akhir ini adalah hal yang benar, dan Tawan ingin kembali merasakan perasaan itu.

Perasaan bahagia saat dia berada disamping Joss, perasaan aman, perasaan menggelitik diperutnya, dan perasaan disayangi dengan begitu besar. Tawan ingin merasakannya berulang kali, hingga nanti akhir nanti.


Tawan melirik Joss yang masih fokus menyetir, tangan kanannya masih digenggam oleh lelaki itu. Untung saja dia terbiasa mengetik dengan satu tangan.

“Joss?” Panggil Tawan.

“Kenapa?”

“Gak usah cari makan ya, pulang ajaaa.”

“Kenapa emangnya?” Joss bertanya dengan dahi yang berkerut kebingungan.

“Mau dinner bareng bunda gak? Tadi bunda ngajak dinner katanya dan suruh ajak lo buat dinner bareng.”

“Dinner bareng keluarga lu?” Tanya Joss memastikan.

Tawan memutar bola matanya, “Iyaaaa.”

“Yaudah ayo...”

“Lo gak mau mikir-mikir dulu gitu?!” Tanya Tawan tidak percaya.

“Apa yang mau dipikirin dah bang.” Tanya Joss balik.

“Ya apa gitu, kayak penampilan gua kurang sopan atau ini lah atau itu. Kan biasanya begitu?” Jelas Tawan.

Joss melirik pakaian yang digunakannya, baik-baik aja kok. Apa yang harus diperhatiin lagi emangnya?

“Coba bang lu liat gua.” Perintah Joss.

Tawan membalikkan tubuhnya ke arah Joss dan memperhatikan lelaki itu seperti yang telah disuruh.

“Liat, gua oke gak?” Tanya Joss.

Tawan mengobservasi lelaki itu sekali lagi, ya bener oke sih.... Tawan tidak akan mengelak bahwa Joss memang selalu tampan apapun pakaian yang digunakannya.

“Ya oke sih..” Jawab Tawan ragu.

“Yaudah kalau oke apa lagi yang mau dipikirin.” Joss melepaskan pegangannya pada stir mobil untuk mengusak rambut Tawan sambil terkekeh dengan geli.

“Jadi sekarang ke mana?” Tanya Joss dengan senyumannya.

“Ke restaurant omah sendok tau gak? Yang di jalan Taman MPU sendok, selong, kebayoran baru?”

“Gak tau tempat pastinya, nanti diarahin aja ya?”

“Iya, ayo nanti keburu macetttt.”

“Udah macet bang.” Celetuk Joss.

Tawan dan Joss terkekeh bersamaan. Entah mereka merasa ini adalah hal yang lucu. Mungkin selera humor mereka yang berada dilevel sama atau memang mereka menyukai sensasi menggelitik yang muncul setiap kali menyukuri presensi satu sama lain.


Tawan terkekeh setelah membaca ulang chatnya bersama teman-temannya. Dari dulu hingga sekarang mereka tidak pernah berubah, meskipun berbeda peminatan tapi mereka masih saling support satu sama lain. Tawan benar-benar bersyukur memiliki mereka sebagai teman.

Tawan mendongkakkan kepalanya, memperhatikan jalanan disekitar, sudah sampai di selong, tinggal memberi tahu Joss arah yang benar ke omah sendok.

“Joss itu nanti pas ada pertigaan belok kanan ya, 200 meter dari situ sampe di omah sendok kok.” Jelas Tawan menunjukkan jalan pas kekasihnya.

Joss mengangguk dan tersenyum kecil, sepanjang perjalanan Tawan tidak bisa membiarkan bibirnya diam barang sedetikpun. Ada saja hal yang dia ucapkan, entah tentang dirinya atau tentang teman-temannya.

Joss menikmatinya, biasanya mereka bernyanyi bersama sepanjang jalan. Namun kali ini suara lagu yang berputar bahkan seperti bisikan. Tidak terdengar jika Tawan sudah mulai mengeluarkan suaranya.

“Ini ini disiniiiiii!!” Pekik Tawan dengan gembira.

Joss Wayar tertawa dengan senang melihat Tawan yang berjingkrak seperti anak kecil karena terlalu semangat.

“Eh udah ada mobil ayah. Tuh liatttt alphard punya ayah.” Gumam Tawan dengan pelan.

Joss tersenyum dan membuka kunci mobilnya, lelaki itu sedikit merapikan penampilannya di kaca dan menunggu Tawan yang masih sibuk dengan barang-barangnya.

“Gak usah dibawa bang, taro di dalem ajaaa.” Ucap Joss saat melihat Tawan menarik tas punggung yang dibawanya tadi.

“Mau ambil parfum tauuu.” Gumam Tawan.

Joss tersenyum kecil melihat Tawan menyemprotkan parfum beraroma citrus miliknya. Padahal tanpa Tawan melakukan hal itu, lelaki itu masih memiliki aroma citrus yang kuat.

“Ayoooo.” Ajak Tawan. Tangannya ia serahkan pada Joss untuk digenggam yang disambut dengan genggaman eratnya.

Senyuman diwajah mereka tidak kunjung sirna, Joss sendiri dapat mengatasi rasa gugupnya karena dia tau bahwa Tawan ada bersamanya.

“Mba atas nama Mr. Vihokratana.” Ucap Tawan saat sampai dimeja receptionist.

“Mr. Tawan Vihokratana, Mr. Joss Wayar? Mari ikut saya. Sudah ditunggu oleh bapak dan ibu Vihokratana.” Ucap pegawai itu.

Tawan mengangguk dan mengikuti sang pegawai dengan hening. Sesekali jaringa mengelus punggung tangan Joss dengan maksud menenangkan lelaki itu dari rasa gugup.

“Silahkan, Mr. Vihokratana dan Mr. Wayar.” Ucap pegawai itu mempersilahkan.

Tawan berterima kasih dengan senyumannya dan masuk ke dalam ruangan yang sudah dibooking oleh keluarganya.

Dia melihat ayah, bunda, kakak perempuannya, dan sepupu-nya sedang bercengkrama dengan asik.

“Bundaaa, ayahhhh” Panggil Tawan.

“Eh abang udah dateng. Sini abang sama Joss duduk. Capek ya pasti?” Sambut Ibu Tawan dengan semangat. Dia menarik Joss untuk duduk bersamanya.

“Bun aku mau deket bunda sih, kenapa jadi yang ditarik Joss.” Protes Tawan.

Joss terkekeh kecil melihat kelakuan manja Tawan pada keluarganya, dia kembali berdiri dan menarik Tawan untuk duduk disamping ibunya dan dia menempatkan diri duduk disamping lelaki itu.

Joss memberikan salam senyum kepada semua orang yang berada dimeja ini.

“Oh jadi ini pacarnya adek.” Goda Muk.

“Gilaaa bang Tay pacar lu keren banget dah. Cakep.” Ucap sepupu Tawan.

Joss melirik Tawan dan Tawan hanya menganggukkan kepalanya.

“Malam, tante, om, dan semuanya. Perkenalkan saya Joss Wayar. Saya adik tingkat bang Tay, lagi semester 4 dan peminatannya K3 dan saya pacar bang Tay.” Ucap Joss memperkenalkan dirinya dengan sopan.

“Iya iya saya udah kenal kamu, diceritain sama bundanya Tawan. Katanya abang punya pacar yang sopan dan gentle.” Kekeh Ayah Tawan dengan mata yang menyipit.

Joss mengusap tengkuknya mendengar pujian dari orang tua kekasihnya. Bukan apa-apa, hanya saja rasanya seperti diberikan restu untuk melamar sang anak dengan resmi.

“Haha masih om.” Balas Joss dengan sedikit canggung.

“Joss, beneran mau nih lo sama adek gue? Apa gak nyesel?” Goda Muk.

Tawan bangkit dan menarik kemeja sang kakak yang ia lampirkan di pundak.

“Lo diem bisa gakkkk.” Amuk Tawan.

Muk hanya tertawa melihat kekesalan adiknya. Dia senang menggoda Tawan karena anak lelaki itu akan ngambek seperti anak kecil. Lucu menurutkan karena adik bungsunya tidak bisa diajak bercanda seperti Tawan.

“Udah ah jangan berantem, gak malu apa sama Joss udah pada tua malah berantem?” Omel sang bunda.

Tawan cemberut dan mendusel dilengan bundanya. Tawan memang sangat manja dengan bunda karena dia suka dijahili oleh kakaknya, dia tidak bisa menjahili balik perempuan itu karena dia akan mengadu dengan perkataan yang diputarbalikkan kepada ayah.

Joss mengusak rambut Tawan tanpa sadar, “Gemes banget.” Gumamnya agak keras.

Keadaan yang semula ramai langsung hening saat mendengar gumaman Joss. Sementara Tawan sendiri sudah memerah karena perlakuan lelaki itu.

Joss menyadari bahwa ucapannya terlalu keras pun ikut terdiam, dia melirik semua orang yang saat ini meliriknya.

Cengirannya ia tampilkan dengan canggung, “Om, tante, semuanya. Maaf ya saya kelepasan karena udah kebiasaan.” Ucapnya malu.

Ayah Tawan hanya tertawa dan menepuk pundak Joss dengan pelan.

“Gapapa, gapapa paham lah kita semua kalau pasangan baru jadian. Iya gak bun?” Goda Ayah Tawan.

Bunda Tawan hanya mengangguk dengan lengan yang sibuk menutupi wajah memerah Tawan, permintaan anak lelaki berusia 21 tahun itu.

Makanan yang dipesan sudah datang, orang tua Tawan memang sudah memesan makanan terlebih dahulu. Mereka juga sudah menelfon Tawan untuk menanyakan Joss apa memiliki alergi atau makanan yang tidak disukai.

“Ayo nak Joss, dimakan makanannya. Pasti capek kan?” Bunda Tawan memindahkan lauk ke piring nasi Joss dengan senyuman lembutnya.

Joss tersenyum kecil dan mengangguk, sudah lama sekali rasanya dia tidak merasakan hal seperti ini. Biasanya dirumah hanya ada dirinya dan adiknya dan juga bibi yang mengurusnya sejak kecil. Joss merasa bahagia.

“Joss gimana kuliahnya lancar kan? Om denger-denger kamu nemenin Tawan terus ya akhir-akhir ini? Jangan sampe kuliah kamu keganggu ya.” Ucap Ayah Tawan.

“Lancar om, kuliah saya gak terganggu kok om. Masih bisa bagi waktu. Saya juga nemenin bang Tay dengan senang hati, manfaatin waktu pas dia masih jadi mahasiswa.” Jawab Joss dengan kekehan.

“Hahaha bener juga, nanti kalau Tawan sudah bekerja dia tidak ada dikampus lagi ya. Kamu juga pasti sibuk kuliah apalagi semester tua. Yaudah gapapa abisin waktu bareng abang Tawan aja dulu nak Joss.” Sambung lelaki tua itu.

Joss dan Ayah Tawan mengobrol dengan asik, mungkin karena Joss juga memiliki wawasan yang cukup luas jadi setiap obrolan yang diberikan oleh ayab Tawan dia selalu bisa menjawabnya tanpa keluar dari topik.

Hal itu membuat Tawan lega, setidaknya ayahnya menyukai pasangannya. Awalnya Tawan takut bahwa ayahnya akan memojokkan Joss hingga Joss terdiam namun mereka malah bercengkrama asik seperti teman lama.

“Oh iya abang Tay, bunda mau kerumah grandma ya mau nginep sama ayah sama kakak kamu Muk sekalian nganterin si cucu bontot pulang nih.” Ucap Bunda tiba-tiba.

“Loh kok gitu bun?? Kok gak bilang Tawan. Tawan di rumah sendiri dong?” Protes Tawan.

“Iya udah kamu gak usah ikut. Di rumah aja. Istirahat, nanti kalau ke rumah grandma kamu disuruh ke sawah lagi sama granpa.” Ucap sang Bunda lagi.

“Bunnnn ikut ajalah.” Bujuk Tawan.

“Gak usah lah, kamu nanti ajak Gun nginep aja. Nanti bunda kasih uang yang banyak buat kamu sama Gun makan-makan di rumah.” Tawar Bunda.

“Gamau Bun, please mau ikut.” Melas Tawan lagi.

“Gak usah abangggg. Oh!! Bunda tauuu!!” Ucap Bunda dengan semangat.

“Kenapa?”

“Joss, Joss mau nemenin Tawan gak di rumah?” Tanya sang Bunda.

Joss yang sedang makan dengan serius sambil mendengarkan rengekan Tawan pun tersedak karena terkejut.

“Uhuk uhuk...”

“Bunda makanya kalau ngomong diperhatiin dong, liat nih Joss sampe kesedak.” Protes Tawan.

Tangan kiri lelaki itu memberikan air putih untuk Joss, dan tangan kanannya menepuk pundak Joss dengan perlahan.

“Gimana tante?” Tanya Joss setelah tersedaknya sudah menghilang.

“Nginep di rumah deh nak Joss. Tante percaya kok sama nak Joss. Temenin Tawan di rumah ya?”

Joss menggaruk tengkuknya yang tidak terlalu gatal, dia melirik Tawan yang menatapnya dengan pandangan polos. Menatap kakak Tawan yang memandangnya dengan pandangan jahil.

“Boleh tante, kebetulan besok juga Joss kuliahnya siang.” Jawab Joss dengan sopan.

“Tuh abang, case closed. Abang di rumah nanti ditemenin sama Joss okay.” Ucap bunda Tawan mengusak rambut anak laki-lakinya.

Mereka melanjutkan makan dengan obrolan ringan seputar masa kecil Tawan bersama kakak dan adiknya. Joss banyak tertawa karena tingkah lucu kekasihnya yang sejak dulu hingga sekarang.

Joss dan Tawan keluar bergandengan tangan ke arah mobil Joss. Keluarga Tawan sudah berada di depan mereka. Siap untuk langsung pergi ke rumah nenek Tawan.

“Abang, bunda pergi dulu ya? Inget jangan lupa kunci pager, pintu, sama jendela. Makanan ada dikulkas, tinggal diangetin aja atau kalau gamau bisa pesen makanan aja ya”? Ucap sang bunda.

Tawan mengangguk dengan lesu, “Iya bunda. Besok langsung pulang ya.” Gumam Tawan.

Sang Bunda hanya terkekeh dengan senang, “Nak Joss, kami titip Tawan ya?”.

“Baik tante.” Jawab Joss dengan sopan.

Mobil ayah Tawan perlahan menghilang dari pandangan mereka berdua. Tawan menghela nafasnya pelan, dan mengajak Joss untuk langsung pulang ke rumah karena Tawan sangat ingin merebahkan tubuhnya ke tempat tidurnya.


Tawan membuka pintu kamarnya dengan perlahan, lampu kamarnya otomatis menyala dengan terang. Dibelakangnya Joss mengikuti setelah mengunci semua pagar, dan pintu.

“Joss mandi duluan gih, gua mau ngecek skripsi duluan. Kalau minum ada di mini refrigerator tuh disitu.” Tawan menunjuk ke arah meja yang dibawahnya terdapat mini refrigerator miliknya yang ia dapatkan dari orang tuanya karena menjadi perwakilan dari fkm untuk menghadiri konferensi YMAC.

“Yaudah gua mandi duluan ya? Jangan lama-lama di depan laptop. Istirahat, capek kan? Nanti kalau gua selesai mandi pokoknya udah harus nutup laptop ya.” Ucap Joss panjang lebar.

“Iya iyaa, yaudah mandi sana.” Usir Tawan.

Joss hanya terkekeh dan mengecup dahi Tawan dengan cepat dan berlalu ke kamar mandi dengan siulan yang terdengar dari bibirnya.

Tawan tersenyum lebar, hari ini dia sangat bahagia.

You've Got Email: Chapter 5

Joss melihat Tawan menutup gerbangnya dengan barang bawaan cukup banyak. Joss sudah memberikan tawaran untuk membantu lelaki yang lebih tua, namun Tawan menolak dan menyuruh Joss untuk tetap berada di dalam mobil.

Tawan membuka penumpang belakang dan meletakkan barang bawaannya di sana. Lalu lelaki itu pindah ke kursi penumpang di samping sang adik tingkat, tanpa benar-benar memerhatikan bahwa sejak Tawan membuka pintu mobil mata elang Joss wayar tidak pernah berhenti menatapnya.

“Udah semua?” Tanya Joss saat melihat Tawan memasang seatbeltnya.

Tawan mengangguk dan mulai melakukan kebiasaannya yaitu menyetel musik yang berasal dari playlistnya.

“Tadi beneran gak ada orang di rumah bang?” Tanya Joss memulai percakapan.

“Gak ada, kenapa?”

“Gapapa nanya aja.” Gumam Joss pelan. Matanya melirik Tawan yang tenggelam dalam lagu yang terdengar dipenjuru mobil.

Hari ini Tawan terlihat menawan dengan long sleeve dongker disertai waist bag dan celana bahannya. Tawan memang selalu menawan, tapi hari ini senyuman di bibirnya tidak pernah lepas dari wajah itu membuatnya dua kali lipat lebih menarik.

“Gugup gak hari ini?” Tanya Joss lagi.

Tawan menoleh sekilas dan mengangguk, “Gugup lah udah pasti. Apalagi kan sampel penelitian gua yang agak kurang common di lingkungan sosial.” Jawab Tawan pelan.

Joss tersenyum kecil, lelaki itu menarik jemari Tawan dan menggenggamnya dengan erat. Tawan melirik sekilas namun membiarkan sang kekasih melakukan hal sesukanya.

Lagipula Tawan memang sedang butuh untuk digenggam untuk menghilangkan rasa gugupnya.

Perjalanan kali ini hanya diisi oleh suara musik, tangan Tawan tidak pernah lepas dari genggaman Joss. Beberapa kali Tawan juga menyenderkan kepalanya di bahu Joss saat lelaki itu sedang fokus menyetir, terkadang Tawan juga memainkan jemari Joss secara acak.

Joss hanya membiarkan Tawan melakukan apapun yang ia mau, sangat menggemaskan. Tawan seperti anak anjing yang sedang mengais perhatian, jika saja Joss tidak sedang menyetir dia akan langsung membawa Tawan kepangkuannya dan memeluk erat lelaki itu disertai kecupan kecil diseluruh wajahnya.

Mobil Joss masuk ke daerah cukup terpencil, daerah ini terlihat agak kumuh.

“Bener disini?” Tanya Joss memastikan.

“Iya dari infonya sih sekitar sini tempat prostitusinya.” Jawab Tawan dengan gugup.

Joss membuka jendela untuk berbincang dengan bapak-bapak yang sedang berkumpul di warung.

“Permisi pak, mau tanya.” Sapa Joss dengan ramah.

“Iya kenapa dek?”

“Kira-kira disini ada lahan untuk parkir mobil gak ya pak?” Tanya Joss lagi.

“Oh agak susah dek, tapi bisa parkir di ruko depan sana dek. Sekitar 1 km dari ini.” Jawab bapak-bapak dengan perawakan yang cukup rapi dibandingkan yang lainnya.

“Oh tinggal lurus aja ya pak? Terima kasih ya pak.”

Joss menutup kembali kaca mobilnya dan mulai melaju sesuai arahan dari bapak tadi.

“Joss.” Panggil Tawan.

“Hm, kenapa?”

“Nanti kalau udah ketemu tempat prostitusinya, lo pake masker ya.” Cicit Tawan.

Joss menoleh dan menatap Tawan dengan pandangan tidak mengerti.

“Kenapa?”

Tawan memalingkan wajahnya yang memerah, “Nanti kalau ada yang suka gimana.” Bisiknya pelan.

“Ngomong apaan tadi?” Tanya Joss dengan bingung. Suara Tawan teredam oleh musik yang masih mengalun di dalam mobil, Joss juga tidak bisa membaca pergerakan bibir lelaki itu karena Tawan tidak sedang menghadapnya.

“Nanti takut banyak asap rokok dan lain-lain jadi pake masker.” Jawab Tawan dengan senyuman yang ia paksakan.

Joss hanya mengangguk mengiyakan, tangannya mengelus rambut Tawan dengan penuh kasih sayang.

“Ini bukan sih rukonya? Kok sepi.” Gumam Joss.

“Kayaknya sih ini? Yaudah parkir dulu aja.” Jawab Tawan sambil memerhatikan sekitar.

Tawan dan Joss keluar dari mobil secara bersamaan, mereka berpandangan dan terkekeh dengan geli. Aneh sekali rasanya.

Joss mengambil tas Tawan yang tersimpan di kursi penumpang dan membawanya, “Ayo?” Ajak Joss.

Tawan berlari kecil mendekati Joss dan membuka tas yang saat ini berada di pundak lelaki itu. Tawan mengeluarkan satu buah topi dan masker.

“Joss. Joss Wayar.” Panggil Tawan.

“Kenapa?”

“Sini nundukkan, gua mau pakein masker sama topi.” Ucap Tawan dengan tangan yang dia tekankan dipundak Joss, memaksa lelaki itu agar menunduk.

Joss terkekeh dan menuruti kemauan lelaki yang lebih tua, dia menekuk lututnya dan menyamakan tingginya dengan tinggi Tawan.

Tawan tersenyum lebar dan memasangkan topi yang ia bawa di kepala sang kekasih, begitu juga dengan masker yang dibawanya.

Tawan mengelus pelan pipi Joss yang tidak tertutupi masker dengan lembut, “Anak pinter.” Gumamnya kecil.

Joss merasakan wajahnya memanas dengan perlakuan tiba-tiba Tawan. Lelaki itu menjatuhkan kepalanya di bahu Tawan dan terkekeh dengan bahagia.

“Lu tuh bang bisa banget bikin gua jatuh cinta kenapa sih.” Lirih Joss dengan bahagia.

“Lebay.” Celetuk Tawan dengan senyuman lebar yang masih terlukis diwajahnya.

Tawan memeluk bahu lebar Joss dengan susah payah, lengannya tidak dapat mencapai seluruh punggung Joss karena tubuh bongsor lelaki itu.

“Udah ayo nanti keburu sore malah udah pada gaada di tempat.” Ucap Tawan menjauhkan tubuh mereka berdua.

Tawan menautkan jemari mereka berdua dan menarik Joss untuk mulai berjalan. Tangan lainnya membuka maps sebagai petunjuk tempat yang dicarinya.

“Hm sekitar 400 meter dari sini. Bentuknya kayak warung kelontong.” Gumam Tawan yang terfokus pada ponselnya.

Joss sendiri hanya memperhatikan tautan tangan mereka berdua dengan senyuman yang ia susah payah tahan. Jantungnya berdegub dengan sangat keras, entah kenapa namun perubahan Tawan semakin hari semakin terasa.

Perubahan itu membuat Joss semakin meninggikan harapan bahwa pada akhirnya mereka bisa bersama, seperti rencana yang telah disusunnya. Untuk menghabiskan waktu bersama dengan Tawan.

Mereka berjalan diselingi dengan obrolan seputar kampus dan tetek bengeknya, obrolan tersebut dikuasai oleh Tawan yang berbagi pengalaman mulai dari pengalaman memalukan hingga pengalaman yang paling membuatnya bangga.

“Ini kemana lagi ya?” Gumam Tawan.

Tawan melepaskan genggaman tangan mereka namun Joss menolaknya, Joss menarik Tawan untuk berdiri dibelakangnya, menyembunyikan lelaki kecil itu dibalik tubuh besarnya.

“Permisi Bu, sebelumnya maaf menganggu. Boleh bertanya bu?” Tanya Joss mewakili Tawan.

“Kenapa?”

“Mau tanya untuk lokasi prostitusi apakah dekat-dekat sini Bu?” Tanya Joss to the point.

Wanita paruh baya yang ditanya melihat Joss dan Tawan dengan penuh selidik, matanya menelisik penampilan mereka berdua dengan seksama.

“Lu pada mau daftar jadi gigolo ya?” Tanya Wanita paruh baya tersebut.

Joss menggeleng dengan cepat, begitu juga Tawan.

“Eh bukan bu, bukan begitu.” Tawab memotong obrolan mereka.

“Saya Tawan Bu, mahasiswa semester akhir di Universitas Monokrom. Saya disini mau mencari responden untuk skripsi saya bu, kebetulan responden saya adalah PSK. Jadi saya datang kesini untuk itu, bukan menjadi gigolo.” Jelas Tawan dengan senyum manisnya.

“Gak, gak ada prostitusi disini.” Jawab Ibu tersebut dengan sinis.

Tawan terkejut mendengar perubahan nada berbicara wanita paruh baya tersebut, apa dia melakukan kesalahan?

Joss hanya tersenyum kecil, “Mau berapa?” Tanya Joss.

“Maksud lu apa?” Jawab sang Ibu semakin sinis.

Tawan menarik Joss untuk mundur, dia mencubit lengan lelaki itu dengan sedikit keras.

“Joss bego, lo jangan bikin keadaan makin runyam dong.” Omel Tawan.

“Udah serahin ke gua, gua udah berpengalaman.” Balas Joss berbisik.

Joss Wayar melepas genggaman tangan mereka dan berjalan mendekati wanita paruh baya tersebut.

“2 juta cukup?” Tawar Joss.

Wanita tersebut masih memasang wajah tidak bersahabatnya.

“Tawaran terakhir, 5 juta dan lu anterin gua ke tempat prostitusinya. Kalau engga gua bisa panggil polisi sekarang juga.” Ucap Joss final.

Wanita paruh baya tersebut menghela nafasnya, siapa yang bisa menolak uang segitu banyak hanya dengan mengantar ke tempat prostitusi. Lagipula ancaman Joss membuatnya sedikit gemetar.

“Oke. Ayo ikutin gua.” Ajak Wanita tersebut.

Joss menerbitkan senyumannya dan kembali menyatukan jemarinya dengan jemari Tawan.

Tawan sendiri tidak mempercayai apa yang dilihatnya, karena demi Tuhan YME. Joss Wayar terlihat sangat seksi ketika sedang mengeluarkan aura dominasinya, dan Tawan akan melakukan apapun agar dia bisa melihat kembali sisi Joss yang satu ini.

“Nanti uangnya gua kasih.” Bisik Tawan.

Joss tidak mengindahkan perkataan Tawan, lelaki itu sibuk memperhatikan sekitar sembari mengeratkan genggamannya pada Tawan.

Permukiman ini terlihat sangat kumuh, wajar saja jika tempat prostitusi berada disekitar sini, siapa pula yang mau melakukan grebek di daerah padat dan kumuh.

“Nih udah sampe. Tunggu disini gua panggilin madam dulu.”

Tanpa mendengarkan jawaban mereka berdua, wanita itu masuk ke dalam ruko yang dari luar terlihat seperti warung pada umumnya.

“Joss ini beneran disini?” Tanya Tawan.

Tawan merapatkan tubuhnya pada Joss Wayar, mencari perlindungan jika tiba-tiba ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi.

“Ya gatau bang, gua juga pertama kali kesini kan.” Kekeh Joss.

“Oh iya bener juga.” Gumam Tawan.

Wanita paruh baya yang mengantarkan mereka tadi keluar dengan seorang wanita yang terlihat lebih berusia sekitar 40 tahunan, dengan dandanan yang tidak terlalu mencolok?

Jika wanita itu tidak mengatakan sebelumnya, Tawan tidak akan mempercayai bahwa dihadapan mereka saat ini adalah madam pemilik prostitusi yang dicarinya.

“Ini tadi katanya mau ketemu madam.” Ucap wanita paruh baya dengan nada yang masih kurang bersahabat.

Joss mengeluarkan uang tunai dari dompetnya dengan total 5 juta rupiah dan memberikannya pada wanita itu, “Thanks.” Ucap Joss pendek.

Wanita itu mengambilnya dan pergi meninggalkan mereka bertiga tanpa kata. Tawan hanya memutar matanya melihat kelakuan tidak sopan wanita itu.

“Tadi fina bilang ada yang mencari saya?” Suara wanita itu cukup lembut dan keibuan.

“Perkenalkan saya Joss Wayar, dan ini pacar saya Tawan Vihokratana. Kami mahasiswa di Universitas Monokrom semester 4 dan semester 8 madam.”

Joss memperkenalkan diri dengan sopan. Lelaki itu bisa membawa dirinya dengan baik, jika dia dihadapkan dengan keadaan yang memaksanya untuk menjadi kasar, dia akan menjadi kasar. Jika dia dihadapkan pada keadaan yang membuatnya harus menunjukkan attitude baiknya, dia akan menjadi seseorang dengan attitude super baik.

“Iya, saya madam Gie. Ada keperluan apa ya?” Ucap wanita yang menyebut dirinya sebagai madam Gie.

“Jadi gini madam, pacar saya sedang melakukan penelitian untuk skripsinya. Judul skripsinya adalah karakteristik pekerja seks komersil dan faktor yang berhubungan dengan penyakit menular seksual di Jakarta Pusat tahun 2020. Kebetulan dia sedang mencari responden untuk penelitiannya, terus kami mendapat informasi tentang tempat madam. Kami datang mau meminta izin untuk menjadikan pegawai madam sebagai penelitian.” Jelas Joss panjang lebar.

“Sini masuk dulu ke ruangan saya. Kita ngobrol di dalam saja. Kurang etis kalau ngobrol sambil berdiri.” Ajak madam Gie dengan ramah.

Joss melepaskan tautan tangan mereka dan memindahkan lengannya untuk merangkul pinggang Tawan. Agar lelaki itu aman disampingnya.

“Kebetulan kalau jam segini kita belum buka, jadi kalian bisa lebih rileks. Pasti rasanya gugup ya ke tempat seperti ini?” Canda madam Gie.

“Haha iya madam, ini pengalaman pertama datang ke tempat seperti ini.” Kekeh Joss.

“Siang madam, mereka siapa? Ganteng banget.” Sapa seorang wanita yang Tawan perkirakan seumuran dengannya.

“Klien gue ini, yang lain masih pada diatas kan?”

“Masih madam, ada apa emangnya?”

“Jangan cabut dulu, nanti gue masuk. Tungguin ya.” Perintah wanita itu dengan senyuman, sedangkan wanita yang lebih muda hanya memberikan ibu jarinya dan pergi menuju lantai atas.

“Ayo sini duduk dulu, mau minum gak?”

Tawan dan Joss menolaknya dengan halus, mereka duduk berhadap-hadapan.

“Jadi, kalian mau ambil data disini?” Tanya madam Gie.

“Iya madam, kalau diizinkan saya mau menjadikan pekerja madam responden dari penelitian saya.”

“Bawa surat izin dari kampusnya gak?” Tanya wanita itu lagi.

Tawan membuka tas yang masih berada dipangkuan Joss untuk mengambil dokumen yang dibutuhkan. Dia sudah mempersiapkannya dengan matang.

“Ini madam, tapi saya hanya ada surat izin secara umum. Untuk nama madamnya saya belum cantumkan karena sebelumnya saya tidak tahu dan saya perlu perizinan dari madam untuk mencantumkan nama madam.” Jelas Tawan.

“Iya tidak usah mencantumkan nama saya, surat izin umum aja cukup kok. Saya baca dulu ya.”

Joss meremas jemari Tawan memberikan kekuatan pada lelaki itu. Semoga saja Tawan diizinkan untuk mengambil data disini.

“Untuk proposal penelitiannya ada?” Tanya madam lagi.

“Ada madam, saya sudah siapkan proposal penelitian saya.”

Tawan menyerahkan proposal yang sudah dibuatnya.

“Untuk sampel responden yang saya butuhkan sekitar 135 responden madam.” Jelas Tawan.

“Waduh, pekerja saya tidak sampai 135 lima. Ada sekitar 45 saja. Ini hanya di Jakarta Pusat kan ya?” Jelas madam Gie.

Tawan mengulum bibirnya sengan gugup, “Iya madam. Apa madam punya kenalan yang masih di daerah Jakarta Pusat?”

“Ada, kita juga punya grup sesama pemilik tempat hiburan di wilayah Jakarta Pusat. Tapi punyanya Jakarta Pusat aja ya saya, soalnya kalau beda wilayah kadang suka di tegur karena bukan wilayah dagangnya.” Jelas madam lagi.

“Untuk ditempat madam saya beniat mengambil data dengan mengisi kuesioner berbentuk hardcopy, saya juga menyiapkan kuesioner berbentuk link google form madam. Kira-kira apa bisa madam bantu sebarkan?”

“Bisa, nanti kamu bikin surat izin 4 lagi ya. Dikirim ke alamat disini. Nanti masnya saya undang ke grup buat izin langsung ke mereka gimana?” Tawar madam Gie.

Tawan melebarkan matanya dengan terkejut, “Madam serius?”

Wanita itu terkekeh kecil, “Lho ya serius. Saya juga punya anak lho lagi kuliah di luar negeri. Saya tau susahnya gimana jadi yaudah. Asal pekerja sama identitasnya dirahasiakan saya sih oke.”

“Iya madam, saya rahasiakan kok. Madam bisa liat di proposal bagian belakang ada lampiran kuesioner, saya hanya meminta mencantumkan inisial nama. Ada lembar persetujuan juga.”

Madam Gie mengangguk saat melihat proposal dan surat-surat perizinan yang tersusun dengan rapi.

“Setelah ambil data, apa yang bisa mas kasih ke kita?” Tanya wanita itu.

Joss Wayar mengeraskan ekspresinya, “Madam mau apa? Kalau bisa kami penuhi dan tidak merugikan bagi kami. Pasti kami akan lakukan.” Jawab Joss datar.

“Woah, rileks mas. Saya gak minta aneh-aneh. Cuma kalau boleh izin, karena skripsi mas-nya ini tentang penyakit menular seksual. Bisa berikan sosialisasi pada pekerja saya mengenai pms? Saya baca sekilas pertanyaan kuesionernya juga cukup bagus.” Kekeh madam Gie.

Joss kembali melembutkan ekspresinya dan mengelus lehernya dengan gugup, “Maaf madam, terbawa ibu yang tadi diluar.”

“Ndak papa, jadi gimana? Apakah bisa?”

“Bisa madam, tapi kalau langsung penyuluhan hari ini sepertinya saya tidak yakin madam. Saya harus mempersiapkan materinya dulu sesuai pedoman dan teori. Karena saya takut ada salah informasi.” Jelas Tawan.

“Iya gak papa kalo gabisa hari ini, biasanya hari libur disini itu hari senin. Jadi kalau senin depan bagaimana?”

“Bisa madam nanti kabari saja ya madam via whatsapp.”

“Oke deh, yaudah sekarang naik ke atas dulu yuk. Kebetulan hari ini memang sedang kumpul semua disini karena ada pemeriksaan data dan laporan mingguan.” Ajak madam Gie.

Tawan merapikan barang bawannya dan berjalan mengikuti madam Gie. Joss juga tidak lupa mengikuti Tawan dengan tangan yang masih bertaut. Dia sangat bangga pada lelaki itu.

Tawan melarikan matanya untuk memerhatikan sekitar, lantai atas dari bangunan inj terlihat rapi. Hanya berisi ruangan besar yang dapat menampung 45 orang. Seperti aula di kampusnya.

Tawan mengeratkan genggaman tangannya pada Joss saat seluruh mata memandangnya dengan penasaran. Banyak sekali pekerja disini, tidak hanya wanita namun juga laki-laki. Mereka semua terlihat masih muda.

“Jangan gugup, mau gua aja yang ngomong?” Bisik Joss.

Tawan menggeleng dan menghela nafasnya dengan perlahan. Menenangkan diri.

“Guys, ayo diem dulu. Ini ada klien gue mau ngomong.”

“Siapa madam? Keliatannya muda banget. Pendatang baru?” Sahut sebuah suara dari belakang.

“Bukan Ben, anak kuliahan ini. Ayo dengerin dulu makanya.” Ujar madam Gie.

Madam Gie mempersilahkan Tawan untuk berdiri di tengah dan memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuannya datang kesini.

Joss berdiri di belakang Tawan dengan tangan terlipat di dada, memperhatikan keadaan sekitar mereka.

“Selamat siang menjelang sore semuanya. Perkenalkan saya Tawan Vihokratana. Saya mahasiswa Universitas Monokrom, Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Kesehatan. Saya sekarang sedang menempuh semester akhir, atau semester 8.” Mulai Tawan dengan lugas.

“Kiw kiw Tawan udah punya pacar belum...” Celetuk seseorang.

“Udah lah, liat noh dibelakangnya ada yang melototin lu Kin.” Celetuk yang lainnya.

Tawan terkekeh dengan malu, “Saya lanjutkan ya?”

“Jadi disini saya sedang melakukan penelitian untuk skripsi saya. Skripsi saya berjudul Karakteristik PSK dan Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Menular Seksual. Saya disini meminta izin pada kakak-kakak semua untuk menjadi responden penelitian yang akan saya lakukan. Untuk kerahasiaan akan terjaga dengan baik, saya mohon bantuan kakak-kakak untuk kelancaran skripsi saya.” Ujar Tawan dengan diakhiri dengan menundukkan kepalanya sebagai simbol kesopanan.

“Bener nih kerahasiaannya terjaga?” Tanya seorang pekerja.

“Bener kak, saya bawa materai 6000 jika kakak belum mempercayai saya sepenuhnya.”

Para pekerja berbisik dan berdiskusi bersama, sesekali mereka melirik Tawan yang masih berdiri dengan gugup di depan sana.

“Madam gimana?” Tanya seorang pekerja pada madam Gie.

“Kalau gue sih kasih izin, sekalian bantuin ini anak biar lulus cepet. Biar sukses, gak ngikutin jejak kita.” Ujar madam dengan santai.

Tawan membulatkan matanya tanda ia terkejut dengan ucapan pemilik tempat ini.

Joss tersenyum kecil, dimanapun Tawan pergi dia yakin Tawan akan selalu bertemu dengan orang-orang baik. Karena Tawan sendiri memang layak untuk mendapatkan semua kebaikan di dunia ini.

Joss mendekatkan diri ke madam Gie, “Madam ini pada udah makan siang?” Bisik Joss pelan, berusaha tidak terdengar oleh Tawan.

“Belum, biasanya pada makan siang jam setengah 4 atau jam 4 sih. Kenapa emang mas?” Jawab madam Gie berbisik mengikuti Joss.

“Saya mau beliin makanan siang madam sebagai bentuk terima kasih, kira-kira pada biasa makan apa ya madam? Apa Mcdonald's atau kfc atau apa madam?” Tanya Joss lagi.

Madam tertawa geli mendengar pertanyaan Joss, “Mas udah gila ya, masa makan Mcdonald's. Engga lah mas, biasanya pada makan nasi padang atau apalah itu yang ada nasinya.”

“Kalau mau beliin nasi padang aja mas.” Lanjut madam Gie.

“Oke oke, saya beliin nasi padang ya madam. Madam sendiri mau apa madam?”

“Samain aja.” Jawabnya acuh tak acuh.

Joss kembali berdiri dibelakang Tawan dengan ponsel digenggaman tangannya. Dia memutuskan untuk memesan makanan dengan aplikasi gofood, karena dia terlalu malas untuk pergi keluar, lagi pula dia tidak akan meninggalkan Tawan sendiri di tempat seperti ini.

“Jadi gimana, lu pada mau bantuin ini anak gak?” Tanya madam Gie sekali lagi saat melihat diskusi diantara pekerjanya tidak menemukan titik terang.

“Beneran terjaga kan madam? Gak bakal digrebek atau apalah? Madam kan tau ini penghasilan kita satu-satunya.” Tanya seseorang lagi memastikan.

“Kaga yaelah, gua udah liat surat izin dari kampusnya. Lagi kampusnya kampus ternama kan? Sesekali gapapa. Ntar lu pada dapet sosialisasi juga dari ini anak tentang penyakit menular seksual, biar jadi pencegahan juga buat kita semua.” Jelas madam Gie.

“Yaudah deh dek boleh.” Ujar seorang pekerja dengan senyuman kecilnya.

Tawan menampilkan senyuman lebarnya dan bergegas mengambil kuesioner yang sudah ia persiapkan.

Tawan menunjukkan kuesioner yang dimilikinya kepada semua pekerja yang ada disini.

“Jadi kak, ada beberapa pertanyaan disini yang harus kakak isi. Di halaman pertama ada penjelasan pengisian dan nama jelas saya sebagai peneliti, di lembar kedua ada lembar perizinan yang harus kakak isi. Ada inisial nama dan jenis kelamin dan tanda tangan kakak sebagai bukti bahwa kakak mengizinkan datanya untuk digunakan sebagai penelitian yang saya.”

“Selanjutnya adalah pertanyaan mengenai karakteristik responden, isinya seperti inisial, jenis kelamin, suku, agama, dan lain-lain. Setelah itu ada lembar pengetahuan mengenai penyakit menular seksual dan upaya pencegahan yang dilakukan.”

“Jika ada pertanyaan yang kurang jelas bisa ditanyakan pada saya, waktu pengisian tidak akan saya batasi. Tolong diisi dengan sejujurnya ya kak. Jadi nanti saat saya menyampaikan sosialisasi, saya bisa menyampaikan sesuai target dan tepat sasaran.” Jelas Tawan dengan senyuman lebarnya.

Joss ikut tersenyum melihat senyuman itu muncul di bibir kekasih hatinya, dia mengambil sebagian kuesioner ditangan Tawan dan membantu lelaki itu untuk menyebarkan kuesionernya kepada para pekerja.

“Tolong diisi ya kak.” Ucap Joss dengan ramah.

“Aduh adek ganteng banget walaupun pake masker. Pasti suka workout ya?” Goda salah satu pekerja lelaki disana.

“Haha iya nih bang, rajin kalau lagi gak kuliah.”

“Aduh endes banget deh.”

Joss mengucapkan terima kasih dan tertawa dengan kikuk. Untung saja dia tidak membiarkan Tawan datang sendiri, bisa berabe Tawan disukain banyak orang. Mana lelaki manis itu beramah tamah pada semua orang dengan senyuman mautnya.

Joss saja yang melihat rasanya sudah lemas karena terlalu banyak melihat Tawan tersenyum hari ini. Efek lelaki itu memang tidak ada tandingannya.

Pengisian kuesioner berjalan dengan cukup tertib, Tawan sudah bertukar kontak dengan madam Gie dan telah dimasukan ke grup berisi pemilik tempat prostitusi. Tawan juga sudah memperkenalkan dirinya secara tidak langsung digrup dan memberitahukan tujuannya. Untuk saat ini berjalan dengan cukup lancar.

“Bang, gua kebawah dulu ya?” Izin Joss.

“Hm, mau ngapain?”

“Ini gua mau ngambil makan siang, tadi gua pesen makan siang buat para pekerja disini. Udah izin madam Gie juga.”

Tawan menghela nafasnya pasrah, Joss ini memang selalu seenaknya sendiri. Tidak mendiskusikan padanya terlebih dahulu.

“Kenapa gak bilang?” Tanya Tawan.

“Tadi lo lagi sibuk jelasin ke para pekerja.”

“Tapi kan bisa bilang dulu?”

“Iya-iya maaf, yaudah udah terlanjur. Gua ambil dulu ya?” Ucap Joss dengan wajah yang ka buat semelas mungkin.

Suka tidak suka Tawan hanya bisa mengiyakan lelaki itu, nanti dia akan mengganti uang yang sudah Joss keluarkan untuk penelitiannya saat ini.

“Dek sudah nih” Ujar seorang pekerja.

Tawan kembali menampilkan senyumannya dan mendatangi pekerja tersebut, “Terima kasih banyak ya kak.”

“Sama-sama dek, semoga lancar skripsinya dan sukses terus ya.” Ucap perempuan itu dengan tepukan pelan di pundak Tawan.

“Aamiin” Sahut Tawan dengan sungguh-sungguh.

Satu persatu pekerja sudah menyelesaikan kuesionernya, Tawan tersenyum semakin lebar saat melihat kertas kuesioner yang tadinya bersih tanpa coretan kali ini ada coretan berisi data dari responden penelitiannya.

“Terima kasih banyak kakak kakak semuanya atas bantuannya buat penelitian saya. Semoga kita semua kebaikan yang kakak lakukan dapat berbalik kepada kakak.” Ujar Tawan.

“Oh iya ini ada sedikit hadiah dari saya dan pacar saya, makan siang untuk kakak-kakak semuanya. Mohon diterima ya.” Lanjutnya.

Tawan, Joss, dan madam Gie membagikan makan siang dan minuman yang telah Joss belikan pada para pekerja. Tawa dan obrolan masih terdengar diantara mereka semua.

Tawan juga mengobrol dengan beberapa pekerja tentang kuesioner yang ia isi tadi, ternyata ada beberapa pekerja yang mengetahui dan paham tentang penyakit menular seksual.

Tawan tidak menyangka, bahwa ditempat seperti inipun dia masih menemukan kebaikkan yang tidak pernah ia duga sebelumnya akan ia dapatkan.

Benar kata pepatah, Don't judge a book by it's cover. If you judge a book by it's cover, you might miss out an amazing story.”

You've Got Mail: Chapter 4

Dua minggu terakhir adalah 2 minggu paling menyedihkan sekaligus menegangkan bagi Tawan. Setelah bimbingan bab 2 dan bab 3 kemarin, Mrs. Katreeya tiba-tiba meminta Tawan untuk sidang proposal dalam 2 minggu karena dirinya akan terbang ke Thailand selama 1 bulan untuk urusan pekerjaan lainnya.

Tawan yang diminta seperti itu tidak bisa untuk menolak, karena jika dia menunggu Mrs. Katreeya kembali, dia akan semakin lama untuk turun lapangan mencari data yang dibutuhkan.

Jadi dalam 2 minggu Tawan menyelesaikan skripsinya hingga bab 4, sekaligus mendaftarkan dirinya untuk sidang dengan segera yang tentunya dengan bantuan Mrs. Katreeya.

Dua minggu ini juga Tawan selalu ditemani oleh Joss Wayar disegala keadaan, baik saat Tawan stress, maupun saat senang, lelaki itu tetap berada disisi Tawan. Hubungan keduanya semakin dekat, Tawan sudah tidak malu untuk menunjukkan perasaannya untuk Joss. Begitupula Joss yang terus berusaha membuat Tawan merasa semakin nyaman dengannya.

Tawan keluar dari ruang sidang dengan senyum merekah di bibirnya. Sidangnya berjalan dengan lancar, tentu saja. Tawan sudah melakukan yang terbaik untuk hal ini.

“Gimana bro? Sukses?” Tanya Gunsmile dengan senyuman merekah.

“Paling keren dah gua Guns.” Ledek Tawan.

Gunsmile tertawa dan memeluk Tawan sekilas, hari ini dia hanya ditemani Gunsmile karena teman-teman lainnya tidak bisa menemaninya. Tawan tidak merasa sedih karena seminggu ini mereka sudah menemani Tawan secara terus menerus, bahkan mereka melakukan gladiresik sidang proposal Tawan agar lelaki itu tidak terlalu gugup.

“Mau kemana lu sekarang?” Tanya Gunsmile.

“Ke gedung bem aja yuk Guns, Joss lagi disana sama Singto kayaknya.”

“BEM mana”

“BEM universitas, ke fisip ya? Ntar mampir ke kopi kenangan dulu ya.”

“Oke.”

Hari ini Joss juga tidak bisa menemani Tawan karena lelaki itu ada urusan dengan BEM fakultas. Joss ada rapat untuk acara tahunan kampus yang memang secara rutin diselenggarakan, Joss Wayar menjadi kandidat sebagai ketua pelaksana. Joss memaksa untuk menemani namun Tawan menolaknya, lagipula Joss juga sudah selalu bersamanya selama 2 minggu ini.

“Jadi gimana lu sama Joss, udah bener-bener fix nih sama dia?” Tanya Gunsmile tiba-tiba.

Tawan yang sedang fokus membalas chat dari teman-temannya menoleh secepat kilat. Tumben?

“Gua lagi menerapkan let it flow dalam hidup gua.” Jawab Tawan asal.

“Terus yang itu gimana?” Tanya Gunsmile lagi.

“Itu apaan?” Balas Tawan kebingungan.

“CDC?”

Tawan menghentikan langkahnya dan langsung menatap Gunsmile tepat dimata.

“Jangan bilang lu lupa.”

“Gunsmile gimana.... Gua lupa.” Bisik Tawan nyaris tanpa suara.

Gunsmile menepuk dahinya dengan lelah. Benar kan temannya ini melupakan hal penting. Pantas saja akhir-akhir ini Tawan tidak pernah membahas tentang CDC.

“Jangan lupa bilang ke Joss.”

“Tapi penting gak sih Guns?” Tanya Tawan.

Gunsmile hanya menatap Tawan dengan pandangan “are you kidding me?”

“Ck, yaudahlah ayo ke BEM mau ketemu Joss.”

Tawan menarik Gunsmile agar berjalan lebih cepat. Iya mereka berdua berjalan kaki karena Gunsmile pergi ke kampus menebeng dengan Singto, begitupula Tawan yang tidak bisa mengendarai kendaraan bermotor sehingga dia berangkat bersama dengan kekasihnya.

Tawan melangkahkan kaki masuk ke gedung tempat anak-anak organisasi berkumpul, dia menyapa semua orang yang menyapanya dengan senyuman. Semenjak semester 8 Tawan jadi jarang sekali nongkrong disini, hanya sesekali datang untuk menjemput Singto yang masih betah berlama-lama disini.

“Bang nyari siapa? Tumben?” Sapa Seseorang.

“Oi, Talay. Nyari Joss, ada gak?” Jawab Tawan pada lelaki yang dipanggil Talay.

“Oh masih di ruang rapat, sini bang duduk.”

Tawan dan Gunsmile duduk bersama Talay dan anak-anak lainnya yang jujur saja Tawan tidak begitu hafal karena banyak wajah baru disini.

“FKM apa kabar bang?”

“Baik dah, FT sendiri apa kabar?”

“Gitu-gitu aja dah teknik.” Kekeh Talay.

Tawan ikut terkekeh sambil melemparkan senyuman pada siapapun yang tersenyum padaya.

“Beneran sama Joss nih bang?”

Tawan terkejut sedikit, “Nyampe juga beritanya di kuping lo? Biasanya sibuk nge game lo.” Jawab Tawan dengan ledekkan.

*“Ya nyampe lah anjir. Joss gitu-gitu terkenal ya bang. Apalagi pada banyak denger pada ngomong gini “Joss kalau jadi anak teknik pasti kerennya berkali-kali lipat.” Jawab Talay.

“Lah sumpah ada yang ngomong gitu?”

“Ada bang serius tapi emang si Joss anak teknik material sih siapa sangka dia malah anak kesmas.” Kekeh Talay.

Tawan dan Talay mengobrol dengan asik, mereka memang dekat karena dulu Talay adalah anggota dekdok. Meskipun mereka berbeda fakultas, hal itu tidak mempersempit obrolan mereka bahkan mereka bisa bertukar pikiran tentang isu terkini.

Tawan mengobrol sampai tidak memerhatikan sekitar, dia tidak menyadari bahwa orang yang ditunggunya sudah keluar dan sedang menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

“Bang Tay.” Panggil Joss dengan suara beratnya.

Tawan menoleh dan mendapati lelaki yang ia tunggu berdiri bersandar dengan almamater yang menggantung dipundak.

“JOSS!!” Panggil Tawan dengan senyuman merekah. Dia memberikan kode pada Talay untuk mendekati Joss dan lelaki dengan rambut gondrong itu hanya terkekeh dan memberikan jempolnya.

Tawan berdiri dihadapan Joss dengan memamerkan cengiran lebarnya, matanya berbinar menatap Joss yang demi apapun saat ini terlihat super tampan.

“How was your day?” Tanya Tawan.

Joss masih memperhatikan Tawan yang terlihat sangat cerah hari ini, lelaki itu menunduk sedikit dan kembali menatap Tawan tanpa bergeming sedikitpun.

“Hey... Is that bad?” Tanya Tawan lagi, Tawan menggenggam ujung kaos Joss dengan perasaan gugup.

Joss memperhatikan sekeliling, masih ramai karena setelah ini ada rapat lagi.

Joss merangkul pinggang langsing Tawan dan mendekatkan tubuh kecil itu pada tubuhnya. Beberapa kecupan ia bubuhi dipucuk kepala Tawan.

“Bad.” Bisik Joss pelan.

Tawan berusaha menyingkirkan tangan Joss dari pinggangnya namun lelaki itu semakin mengeratkan rangkulannya. Tawan pasrah dan mengalungkan tangannya dipundak Joss dengan kaki yang berjinjit karena tubuh Joss yang terlalu tinggi untuknya.

“Ngapain sih, maluuuuu.” Bisik Tawan tertahan diperpotongan leher Joss.

“Nope.”

“Hey what's wrong?”

“Kiss me please.”

Tawan melepaskan pelukan Joss dan berjalan mundur beberapa langkah.

“Lo udah gila ya?!” Omel Tawan dengan wajah yang memerah dengan sempurna.

Joss melembutkan pandangannya dan terkekeh, memberi gestur Tawan untuk kembali memeluknya.

“No, I won't. Nanti lo aneh-aneh. Masih banyak orang tau gak?!” Tolak Tawan mentah-mentah.

Joss menggeleng dan menunjukkan dua jarinya sebagai tanda bahwa ia berjanji tidak akan melakukan hal aneh.

“Promise me?” Tawan memberikan jari kelingkingnya.

Joss tersenyum kecil, dan menyambut jemari kecil itu dengan miliknya. Tawan memberikan senyumannya kembali dan memeluk Joss dengan erat.

“Gimana sidangnya? Lancar?” Bisik Joss pelan. Lelaki tinggi itu menghirup wangi citrus yang keluar dari tubuh Tawan. Rasanya ia sangat merindukan lelaki kecil ini, padahal mereka hanya berpisah beberapa jam.

“Lancar dong, siapa dulu?Tawan Vihokratana.” Pamer Tawan.

Joss tergelak kecil dan mengusakkan hidungnya pada hidung Tawan.

“I'm proud of you.”

“Harus.”

Joss semakin tergelak mendengar balasan percaya diri Tawan. Sejak email yang ia kirimkan tentang Tawan harus mendefinisikan dirinya setinggi mungkin jika bersamanya, Joss merasakan perubahan yang cukup jelas pada diri lelaki itu.

Tawan jadi semakin percaya diri, dan semakin bergantung padanya. Joss tidak masalah, selama dia masih bisa melakukannya maka Tawan tidak perlu khawatir karena Joss Wayar akan selalu mengangkat lelaki itu setinggi yang ia bisa.

“Udah makan?” Tanya Joss yang dibalas gelengan kepala dari lelaki yang masih berada didekapannya.

“Nanti pulangnya makan dulu ya.”

Tawan mengangguk dan melepaskan pelukannya.

“Dah sana rapat lagi, semangat ya calon ketua pelaksana.” Ucap Tawan sambil menepuk pundak Joss untuk menyemangati lelaki itu.

Joss menangkup pipi Tawan dan dengan gemas menekan pipi lelaki itu hingga bibir Tawan maju seperti bebek.

“Ngspains sish” Omel Tawan tidak jelas karena pipinya yang masih menjadi sasaran Joss.

“Gemes banget pacar Joss Wayar.” Ucap Joss main-main.

Tawan berusaha melepaskan tangan besar lelaki itu dari pipinya namun tidak membuahkan hasil apa-apa.

Joss mendekatkan wajahnya dan mengecup hidung Tawan dengan kekehan yang masih setia terdengar dari bibirnya.

“Gua rapat dulu ya bang, jangan bandel.”

Tawan mengangguk dengan susah payah, Joss akhirnya melepaskan tangannya dengan tidak rela. Joss tersenyum lebar sekali melihat wajah Tawan yang memerah, entah karena marah ataupun malu Joss tidak bisa membedakannya namun ekspresi cemberut yang Tawan tunjukkan membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

“Udah jangan cemberut terus.” Tegur Joss.

“Sakit anjir, pasti merah pipi gua!” Gerutu Tawan.

Joss tertawa kecil, “Yaudah maaf ya.” Ucap Joss dengan usapan pelan di rambut Tawan.

“Hm, udah gih sana masuk. Gua tunggu diluar ya sama Talay.”

“Kenal Talay?”

“Kenal, dia dulu dekdok.”

Joss menunduk dan berbisik pelan, “Jangan terlalu akrab gitu, gua cemburu.” Bisik Joss pelan.

Joss mengusap sekali lagi rambut Tawan dan meninggalkan lelaki itu masuk ke dalam ruang rapat. Satu hal yang Joss tidak sempat lihat adalah, wajah memerah Tawan dengan senyuman tertahan yang menghiasi paras tampannya.


Rapat hari itu selesai ketika jarum jam berada diangka 7 malam. Tawan melihat Joss yang keluar ruang rapat dengan keadaan yang cukup tidak rapi, almamaternya yang kusut hanya dia letakkan di pundak dengan rambut yang berantakan.

Tawan pamit pada Gunsmile dan teman-teman lainnya untuk mendatangi Joss. Tawan tersenyum kecil saat mata lelaki itu bertubrukan dengan matanya.

“Capek ya? Ayo pulang.” Ajak Tawan. Tawan mengambil jemari Joss untuk digenggamnya.

Joss mengeratkan pegangan tangan mereka dan berjalan keluar ruangan dengan cukup tergesa. Kepalanya pusing, benar ya untuk menyatukan persepsi itu sangat sulit. Untuk menyatukan persepsi satu fakultas saja sulit, apalagi hampir seluruh fakultas seperti ini.

“Tadi alot banget emang rapatnya?” Tanya Tawan lagi.

“Hm.”

“Siapa yang masih keras kepala?”

“Hukum.”

Tawan mengelus punggung tangan Joss dengan ibu jarinya. Memberikan semangat pada kekasihnya, dia jarang sekali melihat sisi Joss yang seperti ini. Aura dominannya sangat terlihat dan terasa mengintimidasi.

Joss Wayar membuka pintu penumpang mobilnya dan mendorong Tawan untuk masuk ke dalam. Tawan sendiri mengerjapkan matanya kebingungan, namun tetap mengikuti apa yang Joss pinta.

“Joss mau ngapain?”

Joss ikut masuk ke kursi penumpang dan merebahkan kepalanya di paha Tawan dengan mata yang ia pejamkan.

“Bentar bang, gua capek banget.”

Tawan terkejut sesaat, “Yaudah tidur dulu gapapa.”

Tawan melepaskan tasnya dan meletakkannya di bawah. Dia mengelus rambut Joss dengan sayang. Matanya meneliti Joss yang memang terlihat lelah.

“Bang.” Panggil Joss dengan mata yang masih ia pejamkan.

“Kenapa?”

“Maaf ya tadi gua gak bisa nemenin lu sidang.”

Tawan menggeleng pelan, “Gapapa, kenapa sih dipikirin banget? Kan sidangnya juga udah lancar.”

“Tapi kan gua janji mau nemenin.”

“Gapapa Joss Wayar, lo udah nemenin gua 2 minggu. Gua harusnya bilang makasih ke lo. Makasih ya.”

Joss membuka matanya, wajahnya berhadapan dengan wajah Tawan yang memang ia tundukkan.

“Bang, gua sayang banget sama lu.” Ucap Joss tiba-tiba.

Tawan tergagap dengan wajah yang memerah, dia mengalihkan pandangannya dari wajah tampan Joss dan mendehem pelan.

“Iya gua tau....” Bisik Tawan nyaris tanpa suara.

Joss bangun dari posisinya dan menatap Tawan dengan penuh kasih sayang. Mata Joss beralih pada bibir Tawan yang terlihat mengkilap karena beberapa kali lelaki itu basahi.

“Asli, gua sayang banget sama lu bang ah elah.” Bisik Joss frustasi.

Tawan mengangguk mengiyakan, “berisik ih gua tau kok kalo lo sayang sama gua. Makasih ya udah sayang sama gua.” Balas Tawan dengan tatapan teduhnya.

“Can I?” Pinta Joss setengah berbisik.

Wajah Tawan semakin memerah saat menyadari permintaan Joss dan tatapan lelaki itu.

“Hum.” Angguk Tawan dengan gugup.

Joss Wayar tersenyum kecil, dia membawa Tawan untuk duduk di pangkuannya. Matanya tidak berhenti menatap lelaki yang lebih tua dengan tatapan pemujaan.

“God, I love you so much Tawan Vihokratana.” Bisik Joss frustasi.

Joss mendekatkan wajahnya pada Tawan, matanya menatap mata Tawan yang sudah dipejamkan dengan erat. Tangan Tawan meremas pundaknya dengan erat. Joss Wayar tersenyum kecil dan mulai memejamkan matanya saat kedua belah bibir mereka bertemu.

Joss melumat bibir Tawan dengan lembut, tangan besarnya mengelus pipi Tawan dengan penuh kasih sayang.

Suara kecupan terdengar cukup nyaring, baik Joss maupun Tawan saling melumat satu sama lain. Tangan Tawan sudah berpindah dari pundak ke belakang leher Joss dan mengelus pelan leher jenjang itu.

Tawan menepuk dada Joss tanda bahwa ia kehabisan nafas, Joss melumat bibirnya sekali lagi dan menggigitnya kecil sebelum menyudahi ciuman mereka. Nafas mereka memburu dengan wajah keduanya yang memerah.

Tawan memeluk Joss dan menyembunyikan wajahnya diperpotongan leher lelaki itu. Suara tawa Joss terdengar sangat jelas.

“Ngapain?” Tanya Joss dengan geli.

“Malu.” Cicit Tawan.

Joss tertawa dengan senang dan memeluk Tawan semakin erat, menyerap semua energi positif yang dimiliki lelaki dengan senyuman secerah matahari.

“Thank you bang.” Bisik Joss.

Tawan hanya berdehem dan kembali menyembunyikan wajahnya.

“Mulai ambil data kapan?” Joss membuka obrolan. Mereka masih nyaman berada dalam posisi itu, meskipun saat ini keduanya masih di parkiran FISIP tapi mereka tidak perduli.

“Minggu, kayaknya gua mau coba ke sana hari minggu deh. Seenggaknya mau ketemu sama yang punya tempat prostitusinya dulu.”

“Jam berapa?”

“Siang jam 2an.”

“Ya. Nanti gua temenin oke?”

Tawan menegakkan tubuhnya, matanya memincing mendengar ucapan Joss.

“Ngapain kok kedengerannya semangat banget?!” Tanya Tawan

“Hah?” Sahut Joss tidak mengerti.

“Ya lo mau ngapain kok semangat banget mau ikut gua ke tempat prostitusi?!” Desak Tawan.

“HAH?”

“Ck.” Tawan turun dari pangkuan Joss dan duduk dengan muka merenggutnya.

“Bang????” Panggil Joss dengan wajah tidak percaya.

“Lu lagi gak mikir aneh-aneh kan?”

“Bukannya lo yang mikir aneh-aneh?!”

“Astaga.”

Joss tertawa keras hingga perutnya terasa sakit. Yang benar saja kekasihnya ini.

Joss menangkup wajah Tawan dan menggigit hidung lelaki itu dengan gemas, “Lu tuh anjing juga ya bang gemes banget sialan.” Omel Joss.

Tawan mengerang merasakan sakit pada hidungnya, dia memukul pundak Joss agar lelaki itu menjauh namun Joss malah semakin menenggelamkan kepalanya ke dalam dada bidangnya.

“APASIH LO NIH LAGI NGAPAIN KOK GAK SOPAN.” Pekik Tawan.

“Lah? Dari tadi lu naik kepangkuan gua juga kaga sopan perasaan bang.” Ledek Joss.

“KURANG AJAR, LO YANG NAIKKIN GUA YA JOSS?!” Marah Tawan.

Joss terdiam mendengar jawaban Tawan. Tawan yang menyadari pemilihan katanya yang salah juga langsung terdiam.

Tawan menyingkirkan tangan Joss dari tubuhnya dan duduk dengan tegak. Joss juga menjauhkan tubuhnya dan membasahi bibirnya yang kering.

“Um ayo bang pulang, udah malem.” Ucap Joss dengan gugup.

“Oh iya ayo..”

Joss pindah ke kursi pengemudi begitupun dengan Tawan. Kali ini suasana mobil terasa sepi, hanya ditemani lagu yang terputar dari radio. Baik Tawan dan Joss tidak ada yang berniat memulai percakapan, tidak dengan jantung yang berdegup dengan sangat keras dan telinga yang memerah.

You've Got Mail: Chapter 3

Joss Wayar memakirkan mobilnya di depan rumah yang kemarin dia datangi. Ya, dia datang kembali untuk bertemu dengan Tay Tawan.

Joss sengaja tidak membalas seluruh chat yang dikirimkan oleh Tawan. Bukan karena lelaki itu marah, lebih tepatnya dia ingin membuat Tawan belajar menghargai seseorang yang berada disisinya. Inilah cara Joss untuk mendisiplinkan Tawan.

Lagipula, siapa juga yang marah pada lelaki yang mengirimkan email dengan pola menggemaskan seperti itu?

Joss War-Ar Sangngern maafin Tawan Vihokratana yaa

Untung saja semalam Joss bisa menahan diri untuk tidak langsung mendatangi Tawan dan memeluknya. Tawan hari ini memiliki utang untuk memeluknya.

Joss mengirimkan pesan untuk Tawan yang memberitahukan bahwa dirinya berada di depan rumah lelaki itu.

Tidak sampai 5 menit Joss dapat melihat seseorang yang terburu-buru membuka pintu gerbang, siapa lagi kalau bukan Tay Tawan.

“Hai?” Sapa Joss dengan senyuman lebarnya.

Tawan hanya mematung menatap Joss yang berdiri dengan senyuman lebarnya.

Joss terkekeh, dia dengan sengaja membuka lengannya dengan lebar. Memberi isyarat agar Tawan memeluknya.

Tanpa berpikir lebih dulu Tawan berlari dan memeluk Joss dengan erat sampai lelaki itu mengeluarkan erangan karena Tawan benar-benar menubruknya dengan keras.

“Lo tuh anjing tau gak sih Joss Wayar. Kenapa gak bales chat.” Omel Tawan dengan wajah gang dia benamkan dipundak Joss.

Joss hanya terkekeh dan memeluk balik Tawan tak kalah eratnya. Joss juga mengayunkan badan kecil Tawan ke kanan dan ke kiri.

“Iya iya maaf ya, gak gitu lagi nanti.”

“Kalo marah tuh bilang marah, jangan bawain chatime sama martabak terus kirim email abis itu chat gak dibales. Gua bingung tau gak?”

“Iyaaaa”

“Maaf ya Joss buat yang kemarin, pokoknya maaf udah bikin lo marah kemarin. Maaf udah ninggalin gak pake pamit. Maaf yaa Joss.” Suara Tawan semakin mengecil setiap katanya karena lelaki itu semakin mengusakkan wajahnya pada ceruk leher Joss.

Joss mengangguk-angguk saja, toh memang sebenarnya dia tidak marah.

“Dimaafin gak?!” Ucap Tawan lagi.

“Sini dulu mukanya ngadep gua. Masa bilang maaf gak liat orangnya.”

Tawan menolak dan semakin mengeratkan pelukannya. Dia malu. Sungguh. Pertama kalinya dia semanja ini pada orang lain selain teman dekatnya. Jika ini Gun ataupun temannya yang lain pasti Tawan sudah tidak malu lagi, namun ini adalah Joss. Adik tingkatnya yang baru beberapa hari ini mendekatinya secara terang-terangan.

Namun Tawan juga tidak mau menjadi seseorang yang munafik, Tawan merasa nyaman berada didekat Joss. Dia merasa terlindungi dan merasa disayang. Sisi manjanya seakan keluar tanpa bisa dia cegah.

“Gak. Udah cepet terima maafnya.” Paksa Tawan.

“Dih masa gituu.”

Tawan menghela nafasnya dengan sabar. Dia melepaskan pelukan Joss dan berdiri dengan tegap. Kepalanya sedikit ia dongkak-kan agar dapat bertatapan dengan mata Joss.

“Joss Wayar, gua minta maaf.” Ucap Tawan dengan lugas.

Joss tersenyum kecil, dia mendekatkan wajahnya ke arah Tawan dan langsung mengusak hidung mancungnya pada hidung Tawan sambil terkekeh senang.

Tawan yang terkejut hanya bisa mencengkram erat pundak Joss dengan wajah merah merona.

“Iya dimaafin kok.” Bisik Joss pelan.

“Anjing ya lo Joss Wayar!!!!”

Tawan mendapatkan kembali dirinya sendiri dan langsung memukuli Joss tanpa ampun. Bagaimana bisa lelaki itu mengusakkan hidungnya dengan hidung miliknya di depan rumahnya? Bagaimana jika ada tetangga yang melihat?

“ASLI BANG SAKIT INI MAH BENER.” Teriak Joss tertahan.

“Bego bego bego bego bego” Gerutu Tawan dengan wajah memerah dengan sempurna.

Joss yang mendengar gerutuan itu merasa sangat bahagia. Jantungnya berdegup dengan kencang, siapa bilang dia tidak gugup saat melakukan hal tadi? Joss juga rasanya ingin mati! Terlalu gugup dan takut kelepasan untuk mencium Tay Tawan tepat di bibir.

“Iya iya maaf gak lagi gak lagi” Balas Joss masih dengan kekehan yang terdengar dari kedua belah bibirnya.

“Terus lo ngapain disini?” Tawan bertanya setelah mampu menormalkan semua kinerja tubuhnya.

“Oh iya, sana gih rapi-rapi. Bawa laptop dan hal-hal yang lu perluin buat besok ngasih bab 2.”

“Hah?”

“Kita nginep di mcdonald's”

“HAH?”

Joss Wayar hanya mengusak rambut Tawan dan mendorong Tawan untuk masuk ke dalam rumahnya.

Tawan yang diperlakukan seperti itu hanya bisa menurut dan berjalan masuk kerumahnya masih dengan wajah yang kebingungan.

“Bang jangan lupa bawa baju ganti buat ke kampus.” Teriak Joss.

Joss tersenyum kecil dan kembali memerhatikan rumah Tawan. Ada mobil yang terparkir di garasinya. Apa keluarga Tawan berada di rumah? Jika memang benar wajar saja, sekarang sudah pukul 7 malam.

“Joss, sini masuk dulu.” Panggil Tawan dari pintu rumahnya.

“Gua?”

“Iyaa

“Ngapain?”

“Kenalan sama bunda”

Joss mematung dengan apa yang baru saja ia dengar. Dikenalkan?

“Sini cepetannn.”

Joss mengunci mobilnya dan berjalan masuk kerumah Tawan dengan jantung yang tidak berhenti berdetak seperti ingin perang. Joss sesekali juga membasahi bibirnya yang tiba-tiba terasa kering. Dia tidak memepersiapkan diri untuk diperkenalkan seperti ini.

“Lama deh” Gerutu Tawan.

Tawan menyelipkan Tangannya pada jemari Joss dan menarik lelaki itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Joss memandangi pegangan tangan mereka dengan mata yang tidak berkedip.

“Bundaaa...” Panggil Tawan.

“Eh siapa nih?” Tanya perempuan paruh baya yang masih terlihat sangat cantik walaupun Joss yakin umurnya sudah tidak muda lagi.

“Joss Wayar tante.” Ucap Joss sambil menyalami mama dari kekasihnya.

“Oke, Joss ini temennya abang Tay? Atau gimana?” Tanya perempuan itu lagi.

Joss melirik ke arah Tawan yang saat ini juga meliriknya. Joss akan menyerahkan jawabannya pada lelaki itu, jika Tawan mengaggapnya adik tingkat ya berarti Joss harus menerimanya.

“Pacar abang Tay bun...” Jawab Tawan dengan semburat merah yang tercetak jelas di pipinya.

Joss sendiri terkejut bukan main, dia tidak membayangkan akan dikenalkan sebagai kekasih dari lelaki itu. Joss mengusap lehernya dengan gugup dan memberikan senyuman pada ibunda dari kekasihnya.

“Lho abang Tay kok punya pacar gak bilang-bilang sama bunda? Ayo sini pacarnya abang duduk dulu. Mau minum apa nak?”

“Apa aja tante...” Jawab Joss gugup.

“Yaudah abang Tay ambilin minuman gih.” Suruh sang bunda.

“Loh kok abang?” Protes Tawan.

Tawan menghentakkan kakinya sebagai tanda bahwa dia kesal tapi tetap menuju dapur untuk mengambil minuman.

“Maafin abang Tay ya nak Joss. Dia emang manja kalau bunda lagi di rumah..”

“Iya gapapa tante, lucu kok” Kekeh Joss.

Bunda Tawan hanya tersenyum melihat lelaki yang diakui oleh anaknya ini sebagai kekasih. Sebagai orang tua dia ingin yang terbaik untuk anaknya, dia tidak akan melarang terkait orientasi seksualnya. Asal lelaki itu baik dan mencintai Tawan, itu sudah cukup baginya.

“Nak Joss sudah berapa lama pacaran dengan anak tante?”

“Baru 3 hari tante...”

“Oh baru jadian? Pantes Tawan gak kenalin sejak awal.”

“Hehe iya tante..”

“Kalau boleh tante tau, nak Joss kenapa bisa tertarik sama anak tante?”

Joss terdiam saat mendapatkan pertanyaan tiba-tiba seperti itu. Dia melirik Tawan yang baru datang dengan gelas berisi sirup.

“Joss, gua ambil barang dulu ya diatas.”

Joss mengangguk dan tersenyum kecil. Dia kembali menghadap ibunda dari kekasihnya.

“Kalau saya jawab gak ada alasan pasti klasik banget ya tan? Tapi saya kenal bang Tay itu udah sejak saya jadi mahasiswa baru. Disitu dia kakak tingkat yang baik hati, beda sama yang lain. Disaat yang lain berlomba-lomba buat menunjukkan senioritasnya dia salah satu yang tetep ramah dan semangatin dengan senyuman cerahnya.”

“Mungkin bakal terdengar cheesy banget, tapi saya suka senyumannya tan. Ibaratnya senyuman dia tuh secerah matahari, siapapun gak bakal bosen kalau liat senyumnya. Begitupun saya. Saya jatuh cinta sama anak tante secara bertahap, pertama saya akuin anak tante punya paras yang menawan. Saya tertarik karena parasnya.”

“Ketika saya perhatiin dia lebih lagi, saya jatuh cinta sama kegigihannya. Dia berusaha menjadi yang terbaik dalam hal apapun. Dia ibarat motivasi buat saya untuk menjadi lebih baik lagi. Setelah saya sudah mendefinisikan diri saya suka sama anak tante, saya menemukan hal baru yang lainnya dari dia.”

“Kepribadiannya. Saya jatuh cinta sama kepribadiannya. Dia benar-benar seperti matahari diantara banyaknya manusia yang pernah saya kenal. Dia seperti membawa harapan untuk saya dan akhirnya saya akui kalau saya jatuh cinta.”

Joss menyelesaikan penjelasannya dengan senyuman gugupnya. Matanya tidak berani melihat reaksi dari perempuan disampingnya.

Sedangkan perempuan paruh baya itu terperangah saat mendengar jawaban dari anak muda didepannya. Semua kata-kata yang diucapkan terdengar sangat tulus dan sangat memuja anak lelakinya. Dia bahagia jika anaknya bisa dicintai segini banyaknya oleh lelaki yang baik.

“Nak Joss...”

“Terima kasih ya udah jatuh cinta sama anak tante? Tante atas Tawan minta maaf jika nanti anak tante ada kesalahan sama nak Joss. Anak tante itu emang terlihat baik dan ramah, namun jika dia benar-benar merasa nyaman dengan seseorang maka sifatnya akan keluar semua. Sifat manjanya, sifat posesif, sifat egoisnya. Oh jangan lupakan kalau dia juga tidak pandai mengekspresikan perasaannya.”

“Tante harap nak Joss bisa lebih sabar menghadapi anak tante yang manja itu. Apalagi sekarang lagi masa-masa berat dalam hidupnya. Tante seneng karena anak tante akhirnya punya seseorang yang bisa dijadikan sandaran selain teman-temannya. Terima kasih ya nak...”

“Iya tante, Joss minta izin buat pacaran sama anak tante ya...”

“Iyaa lah tante pasti izinkan masa engga sih.” Kekeh wanita paruh baya tersebut.

Obrolan mereka terhenti saat seseorang yang sejak tadi dibicarakan muncul dengan membawa tas hitam besarnya.

“Bun, abang sama Joss nginep ya.”

“Abang mau nginep dimana?”

“Di mcdonald's kata Joss, sekalian abang selesaiin skripsi besok pulangnya sore bun abang ada bimbingan.”

“Loh abang bawa baju buat kuliah gak”

“Bawa bun ini di dalem tas semuanya udah.”

“Abang uangnya masih ada? Bunda transferin ya nanti jajan sepuasnya sama Joss.”

“Oke bunnn. Abang pamit ya.” Tawan mencium tangan dan pipi sang bunda. Joss juga melakukan hal yang sama.

Joss dengan berani menggenggam tangan Tawan.

“Ini tinggal lamaran aja gak sih bang?” Bisik Joss meledek.

“DIEM LO.”


Tawan masuk ke kursi penumpang dengan senandung dibibirnya. Dia berniat meletakkan tasnya dikursi belakang sampai melihat ada satu buah bantal dan guling di dalemnya.

“Joss ini buat apa bantal sama guling?”

“Hm? Buat lu tidur lah.” Balas Joss tanpa melihat ke arah Tawan.

“Lah? Di mcdonald's kan?”

“Iya, mcd di serpong jaya ya soalnya temen gua shift malem disana.”

“Hah jauh banget?????”

“Ya gapapa sekalian jalan-jalan.”

“Lagian aneh deh temen lo kenapa dimana-mana gitu?!”

Joss menoleh dan mengusak rambut Tawan dengan gemas, “Bagus dong? Jadi kalau mau date ini gampang mau kemana-mana. Mcd mana lagi coba yang bolehin bawa bantal sama guling.”

Tawan mendengus kecil dan menyingkirkan tangan Joss dari rambutnya. Dia memilih untuk menghubungkan speaker mobil dengan spotify yang ada di ponselnya.

My heart's a stereo, it beats for you so listen close hear my thoughts in every note o-oo

Suara Adam Levine terdengar diseluruh mobil. Baik Joss maupun Tawan sudah bersiap untuk bernyanyi bersama.

Stereo Hearts adalah lagu kesukaan Tawan, Joss sendiri tau bahwa lagu ini adalah favorite kekasihnya karena kekasihnya itu sering kali mengupload insta story dengan lagu ini. Jadi Joss juga sering kali mendengarkan lagu ini.

“Make me your radio, and turn me up when you feel low. This melody was meant for you just sing along to mu stereo.” Nyanyi Joss dan Tawan bersamaan.

Mereka saling melirik dan tertawa bersamaan. Tawan merasa senang karena akhirnya ada yang mendengarkan Stereo Hears seperti dirinya. Teman-temannya bahkan tidak tau lagu ini saat Tawan pertama kali menyetelnya.

Namun lihatlah, Joss Wayar bernyanyi bahkan melakukan rapp dilagu ini bersama dengan dirinya.

“Like yea check it travie, I can handle that” Teriak Joss.

Tawan menepuk-nepuk paha Joss dan tertawa dengan keras.

“Keren dah loooooo” Puji Tawan.

Joss mengangguk dan kembali menyanyikan lagu dengan semangat.

“Joss diem Joss, ini bagian favorite gua.” Tawan menepuk Joss dengan semangat dan bersiap menyanyikan lagu dengan ponsel yang dijadikan microfon.

“I only pray you'll never leave me behind.”

“Because good music can be so hard to find.”

“I take your hand and hold it closer to mine...”

“THOUGHT LOVE WAS DEAD BUT NOW YOU'RE CHANGING MY MIND”

Teriak Tawan setelah menghayati lagu yang ia nyanyikan dengan begitu sungguh-sungguh.

Sementara Joss melihat Tawan dengan binaran kekaguman yang sangat terlihat. Belum lagi senyuman yang semakin lebar di wajah tampan itu.

Joss jatuh cinta. Untuk sekian kalinya, dia jatuh cinta pada Tawan Vihokratana.


Joss Wayar dan Tay Tawan keluar dari mobil masih dengan tawa yang tersisa di kedua belah bibir. Lagu terakhir adalah lagu paling asik karena mereka menyanyikan lagu Sheila on 7 bersama.

Joss menggenggam erat tangan Tawan seakan lelaki itu akan hilang dari pandangan jika sedetik saja tautan tangan mereka terlepas.

“Kok sepi ya?” Tanya Tawan saat melihat keadaan Mcdonald's yang tidak terlalu ramai.

“Iya udah malem terus besok kan masih pada sekolah, sengaja nyari yang sepi biar lu bisa fokus ngerjain skripsinya.”

“Oh makasih yaaa” Ucap Tawan dengan senyuman lebarnya. Matanya menyipit seiring dengan senyumannya yang terasa sangat hangat.

Joss Wayar lagi-lagi dibuat pusing. Joss mengusap wajahnya dengan lelah. Dengan cepat dia mendekatkan bibirnya kearah pipi Tawan dan mengecup pipi itu dengan cepat.

Tawan terdiam dan memegang pipinya dengan wajah merona.

“Hadiah karena punya senyuman paling manis.” Jelas Joss dengan gugup.

Kebiasaan Joss saat gugup adalah mengusap tengkuknya. Tawan menyadarinya karena Joss kerap kali mengusap tengkuk saat dalam keadaan yang tidak terduga.

“Lancar ya lo.” Gerutu Tawan. Biasanya lelaki itu langsung memukuli Joss namun kali ini Tawan tidak memukuli lelaki itu.

Tawan berjalan masuk dan menarik Joss yang masih berdiam. Tanpa Joss sadari sedari tadi senyuman Tawan tidak pernah lepas dari wajah rupawannya.

Hati Tawan menghangat, rasanya aneh namun menyenangkan. Beginikah rasanya dicintai?

“Bang bang” Panggil Joss saat mereka berdua sudah duduk di kursi panjang yang disediakan.

“Apa?”

“Lu sering kayak gini kalau mepet deadline gitu?”

“Iya, biasanya kalau tugas biasa sih gua nginep rumah Gun. Bukan gua doang sih, semua temen-temen gua juga gitu. Kalo pada ada deadline biasanya pada nemenin buat ngerjain.”

“Keren amat bang, terus ke kampusnya bareng?”

“Iya kalau yang ada kelas ke kampusnya bareng. Kalau gak ada kelas biasanya pada nunggu aja di rumah terus pas balik pada makan bareng gitu. Rutinitas sejak dulu sih.” Jelas Tawan sambil mengeluarkan laptopnya.

“Oh, udah bilang belum sekarang kalau lu lagi sama gua?”

Tawan berhenti sebentar dan menatap Joss dengan terkejut.

“OH IYA BELUM.” Pekik Tawan.

Joss terkekeh pelan dan mengusak rambut Tawan dengan gemas. Mengusak rambut adalah hal yang paling Joss sukai, karena Tawan terlihat menggemaskan setelah rambutnya diusak. Belum lagi wajah merenggutnya yang selalu muncul setiap kali jemari Joss menyapa rambutnya.

“Yaudah gih kabarin, gua pesen dulu. Lu mau apa bang?”

“Tebak dong! Kalo pesenan lo bener nanti gua kasih hadiah.”

Joss menaikkan alisnya merasa tertarik dengan tawaran yang berikan sang kakak kelas.

“Hadiah apa?”

Tawan memamerkan senyumnya dan berucap tanpa suara.

“R.a.h.a.s.i.a”

Tawan mendorong Joss untuk segera pergi dengan kekehan yang terdengar cukup jelas. Joss mengulum bibirnya, menahan rasa gemas pada lelaki kecil itu. Sialan. Tay Tawan adalah epitome dari kesempurnaan. Bisa-bisanya lelaki itu membuat Joss kalang kabut hanya karena kekehan kecilnya.


Joss datang dengan berbagai macam makanan ditangannya. Tawan sampai menganga karena makanannya seperti mau memberi makan warga sekampung!

“Lo ngapain beli makanan segini banyak?!”

“Kan mau sampe pagi?” Tanya Joss kebingungan.

“Ya kan nanti bisa pesen lagi. Nanti dingin deh kalau ga diabisin cepet cepet.” Balas Tawan dengan helaan nafas lelah.

Joss tertawa, dengan cepat dia mengecup pucuk kepala Tawan yang berada lebih pendek darinya saat ini.

“Ya nanti pesen lagi gapapa.”

“Rambut gua kotor pasti banyak debu!!! Jangan sembarangan cium!!!” Omel Tawan.

Joss mengabaikannya dan duduk disebrang Tawan. Laptop Tawan ia pindahkan, menggantinya dengan makanan.

“Makan dulu.” Perintah Joss dengan tegas.

Tawan mencebikkan bibirnya kesal namun tetap mengikuti apa yang Joss suruh. Dia melihat makanan yang dipesan dan tersenyum dengan lebar.

“Asik lo salah pesen, gak jadi dapet hadiah deh.” Ucap Tawan dengan nada sing a long.

“Bagian mananya salah?” Tanya Joss yang tidak terlalu terkejut. Sudah pasti salah sih, dia belum mengetahui kesukaan Tawan dibagian mcdonald's.

“Ini burger udah bener tapi bukan big mac. Telalu pasaran. Gua pesennya cheeseburger with egg.” Jelas Tawan dengan wajah meledek.

Joss rasanya ingin memeluk Tawan agar kelucuan lelaki itu tidak ditunjukkan pada orang lain, cukup untuk dirinya saja seorang.

“Iyalah pasti salah kan baru pertama kali kesini bareng bocil.” Ucap Joss mencubit pipi Tawan main-main.

Tawan mendengar dirinya dipanggil bocil merasa tidak terima.

“BOCIL?????”

“Iya bocil kesayangan Joss Wayar rasanya pengen peluk terus.” Balas Joss dengan senyuman lebar.

Tawan yang ingin marah-marah pun mengurungkan niatnya. Dengan cepat dia mengambil big mac dan memakannya dengan cepat. Berusaha meredam detakan jantungnya yang menggila.

“Lo gausah lirik lirik gua pake senyuman aneh itu.” Peringat Tawan.

“Keren banget update insta story tanpa gua suruh” Ledek Joss.

“Diem atau gua hapus nanti.” Omel Tawan. Dia kembali memakan burgernya dengan agak cepat tanpa memperdulikan Joss yang masih menatapnya.

“Pelan-pelan nanti keselek. Kalau laper nanti pesen lagi gapapa” Ucap Joss memperingati.

Diingatkan seperti itu bukan membuat Tawan rileks malah membuatnya tersedak. Siapa juga yang tidak tersedak jika ada lelaki yang mengingatkan disertai usapan pelan di dahi?

“Tuh kan baru aja gua bilang. Udah keselek kan.” Omel Joss dengan nada khawatir yang jelas. Tangannya kanan memberikan lemon tea untuk tawan, sementara tangan kirinya menepuk pelan punggung Tawan agar cegukan lelaki itu berhenti.

“Lo- uhuk mending makan udah diem jangan bertingkah!” Omel Tawan.

“Kok jadi gua?”

Joss menunjuk dirinya sendiri karena kebingungan dengan tingkah lelaki dihadapannya ini.

“Iya udah makan itu ayam lo cepet.”

“Iya iya.” Pasrah Joss.

Tawan memperhatikan Joss dengan seksama. Benar kata Gun, Joss itu sempurna. Lelaki seperti Joss bahkan hanya bisa dihitung jari. Apa yang membuat lelaki itu tertarik padanya?

Setiap kali Tawan menatap mata Joss dia akan merasakan kasih sayang lelaki itu untuknya. Seperti tidak nyata namun memang nyata. Tawan sejak awal tidak berniat untuk menutup hati, sejujurnya definisi dari mata turun ke hati itu memang ada. Tawan tidak mau munafik, tampilan Joss sangat mempesona. Tidak heran dia disukai banyak orang.

Saat ini Tawan hanya sedang menunggu waktu, menunggu waktu untuk jatuh cinta dengan Joss sepenuhnya. Ketika waktu itu tiba, Tawan pastikan bahwa dia akan mencintai Joss untuk waktu yang lama.

“Bang ayo mulai skripsinya.” Ajak Joss. Lelaki yang lebih muda itu berpindah posisi duduknya jadi disamping Tawan.

Tawan hanya memincingkan matanya pada Joss, maksud lelaki itu apa?

“Maksud lo apa?” Tanya Tawan heran.

“Ayo gua bantuin? Kurang apa? Gua gini-gini juga dapet matkul metodologi penelitian tau.”

Tawan tersenyum kecil, “yeh baru dapet metlit semester ini kan?”

“Iya, tapi gua seriusan mau bantu bang. Bantu ngetik atau apa kek.”

“Yaudah gua yang parafrase lo yang ketik ya. Yang bener jangan sampe typo!” Peringat Tawan.

Tawan menyerahkan laptopnya pada Joss sementara dia mengambil buku berjudul Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan karya Soekidjo Notoatmodjo edisi revisi 2012.

“Mulai ya.”

“Pengetahuan diperoleh dari proses belajar dengan beberapa tahap sehingga seorang yang tidak tahu akan menjadi tahu. Adanya stimulus diluar mendorong seseorang untuk ingin mengetahui dan menimbulkan perhatian terhadap stimulus tersebut. Kemudian informasi yang diperoleh disimpan dalam ingatan sehingga menjadi pemahaman.”

“Pengetahuan PSK tentang sifilis dan gonore secara materi diperoleh dari penyuluhan petugas kesehatan atau petugas sosial, televisi, radio, majalah, koran, dan dari teman seprofesi.”

” Diparagraf awal belakangnya kasih tanda kurung (notoatmotjo, 2012). Paragraf kedua dibikin lagi (Depkes 1997 aids: petunjuk untuk nakes). Enter terus ketik 2.4.2 Perilaku.”

“Ini yang citation depkes gak dibuat harvard style?”

“Belum nanti belakangan kalau udah selesai semua, mau diadd ke mendeley. Nanti dapusnya pake mendeley, udah diajarin mendeley kan?”

“Udah semester 2 waktu ada matkul penulisan ilmiah.”

“Penulisan ilmiah siapa dosennya?”

“Mae Godji.”

“Oke sama berarti, lanjut ya.”

“Perilaku seksual yang sering melibatkan pergantian pelanggan sering juga membawa pengaruh terhadap sensitifnya penularan sebuah penyakit. Munculnya penyakit sejenis veneral disease adalah gejala umum yang sering timbul akibat hubungan seksual yang dilakukan PSK.”

“Menurut Koeswinarno (1996) orang yang terjangkit kelamin karena hubungan seks hampir seluruhnya adalah mereka yang sering berganti pasangan. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasa bagwa ia sangat rentan terhadap penyakit tersebut.”

“Udah?”

“Udah terus apalagi?”

“Itu ke page layout terus pilih next page. Ketik BAB III Kerangka Konsep, Definisi Operasional, dan Hipotesis”

“Bikin 3.1 Kerangka Konsep. Ketik gini: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari PSK dan faktor yang mempengaruhi terjadinya PMS pada PSK di daerah Jakarta Pusat Tahun 2020. Faktor yang akan diteliti seperti kerangka konsep pada gambar 3.1”

“Ke insert terus bikin kotak, nah kotak pertama tulisannya Distribusi PSK dan faktor yang berhubungan dengan PMS: dibikin angka 1-7 urutannya sosio demo, tingkat pengetahuan, motivasi menjadi psk, lama bekerja sebagai psk, jumlah lokasi prostitusi yang pernah ditempati, jumlah rata-rata pelanggan perhari, tindakan dan upaya pencegahan.”

“Kalo udah, ke insert lagi ambil tanda panah taro ditengah. Terus ambil kotak lagi dalemnya ditulis Penyakit Menular Seksual (PMS).”

“Kalau udah ketik lagi 3.2 Definisi Operasional. Bikin tabel. Columnsnya ada 7 isinya no, variabel, definisi operasional, alat ukur, cara ukur, hasil ukur, skala ukur. Terus rownya 5 dulu. Row pertama, di merge cells ke samping terus ditulis variabel dependen”

“Kayak gini?” Ucap Joss memastikan.

Tawan melirik sekilas, “Iya bener.” Jawab Tawan.

Tawan menjelaskan dengan posisi yang sangat nyaman, dia menyenderkan tubuhnya pada tubuh besar Joss dan kakinya diangkat ke kursi sebelahnya, sementara mulutnya tidak berhenti memakan kentang goreng yang kini tersisa setengah.

“Bang mau kentangnya juga dong”

Tawan mengambil tiga buah kentang yang berada dimeja, mencelupkannya pada mcflurry dan menyuapkannya pada Joss.

“Anjir bang lo pakein apa?!”

“Ice cream”

“Bang?!!!!”

“Enak tau Joss!! Jangan protes, udah disuapin juga.” Balas Tawan tidak perduli. Tawan kembali memakan ice cream dan kentangnya dengan tenang. Sementara Joss sudah terbengong melihat betapa santainya Tawan kali ini.

“Yaudah suapin lagi sambil ngetik.” Pasrah Joss.

“Okay lanjut ya!”

“Tingkat pengetahuan PSK tentang PMS (Sifilis dan Gonore), definisinya adalah hasil pengetahuan dari PSK setelah melakukan pengindraan terhadap PMS. Kasih buka kurung (Modifikasi dari Notoatmodjo (2012)). Bagian alat ukur diisi kuesioner, cara ukurnya wawancara.”

“Untuk hasil ukurnya (1) pengetahuan baik jika nilai benar yang diperoleh adalah >50% dan (0) tidak baik jika nilai benar <50% (Notoatmodjo, 2012). Skala ukurnya pake ordinal.”

“Motivasi psk kategorinya (1) motivasi kuat kalau alasan dapat uang banyak dengan mudah, tidak memiliki keterampilan lain untuk bekerja dan nikmat seks yang tinggi. (2) motivasi sedang bila alasan kecewa pada laki-laki atau perkawinan tidak harmonis. (3) dan motivasi lemah bila alasan ditupu orang (janji dipekerjakan malah dijadikan psk) atau dijual oleh orang tua.”

Tawan dan Joss dengan serius mengerjakan skripsi terkadang mereka bergantian mengetik namun lebih banyak Joss karena lelaki itu serius untuk membantu, sesekali Tawan menguap dan mengusakkan kepalanya pada lengan Joss.

“Selanjutnya tinggal hipotesis Joss. Ada hubungan antara sosio demo dengan kejadian PMS pada PSK di Jakarta Utara. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian PMS, ada hubungan antara asal / daerah tinggal dengan kejadian PMS, ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian PMS.” Jelas Tawan sambil menguap tanda dia mengantuk.

Joss melihat jam yang tertera dilaptop, pukul 1 pagi pantas saja Tawan sudah mengantuk. Di sekitar mereka juga hanya tersisa 2 pasangan yang masing-masing membawa laptop. Joss yakin pasangan itu juga mengerjakan tugas atau skripsi seperti mereka berdua.

“Bang gua ambil bantal dulu biar lu enak tidurnya.” Ucap Joss lembut saat Tawan mulai memejamkan matanya.

“Gak gak usah, gua merem sebentar aja kok. Itu belum gua kasih daftar pustaka. Banyak harus gua kerjain.”

“Daftar pustaka? Dari mana?” Tanya Joss lagi, kali ini tangannya menahan kepala Tawan yang bersender pada pundaknya.

“Hm disitu ada folder skripsi, dalemnya ada folder lagi tulisannya referensi bab 2. Sama dari buku di totebag bawah meja tuh.”

Joss melirik totebag hitam yang berisi kurang lebih 15 buku didalamnya.

“Yaudah, tinggal masukin daftar pustaka aja kan? Gua yang masukin sini. Pake mendeley kan?”

“Emang gapapa?”

“Gapapa, lu kasian ngantuk gitu. Nanti gua kerjain, pas nanti lu bangun lu cek bener atau engganya.” Balas Joss dengan tangan yang tidak berhenti mengelus rambut Tawan dengan sayang.

“Oh oke boleh, nanti di folder referensi nama skripsinya sama jurnalnya gue samain sama kutipan di akhir paragraf yang udah gua kuning-kuningin kok jadi lo gak susah nyari.”

“Oh oke, bentar bang senderan ke kursi dulu gua mau pesen coffee.”

Tawan hanya berdehem dan memindahkan tubuhnya untuk bersandar di kursi. Tawan memejamkan matanya untuk tertidur, dia lelah sekali. Beberapa hari ini tidurnya memang sangat kurang, sekalipun tidur dia merasa tidak nyenyak karena ada tanggungan yang harus dikerjakan.

Joss kembali dan melihat Tawan yang sudah memejamkan matanya dengan tenang. Joss duduk dengan badan yang menghadap Tawan sepenuhnya. Dia mengusap pelan pipi Tawan dan tersenyum kecil.

Apapun akan dia lakukan untuk lelaki ini.

“Bang sini kepalanya pindah ke paha gua. Tadi udah izin buat angkat kaki ke kursi asal sepatu dilepas katanya boleh. Lepas dulu ya sepatunya.” Ucap Joss dengan kekehan karena Tawan sama sekali tidak menjawab ucapannya.

Joss sedikit membungkuk dan melepaskan sepatu Tawan dari kakinya, setelah itu dia memindahkan tubuh kecil Tawan sehingga pahanya bisa dijadikan bantal oleh lelaki itu. Joss tersenyum saat melihat Tawan mengusakkan kepalanya diperut Joss mencari kehangatan.

Joss sendiri sudah mengeluarkan jaketnya dari tas untuk dipakai Tawan agar lelaki itu tidak kedinginan.

“Joss” Panggil Tawan dengan suara seraknya.

“Hm, kenapa?”

“Nanti pakein link ya di mendeley, cari skripsinya di google terus copy link trs paste di bagian url mendeley.” Jelas Tawan dengan suara yang tidak terlalu jelas karena lelaki itu memeluk perut Joss dengan erat.

“Iya iya, tidur yaaa sekarang.”

“Makasih ya, Joss Wayar.”

“Sama-sama.”

“Good night and sweet dreams, Tawan Vihokratana.”


Tawan dan Joss sudah berada dikampus setelah mengalami banyak hal yang sebenarnya sepele namun sangat memakan waktu lama.

Seperti saat Tawan bertanya mereka harus mandi dimana, dan Joss baru sadar bahwa di mcd ini kamar mandinya tidak bisa untuk mandi.

Karena hal itu mereka berdua harus lebih pagi menuju kampus untuk mandi di gedung bem fakultas. Saat ini mereka sedang sarapan pagi di kantin sambil menunggu yang lainnya.

“Bang mendeleynya bener semua kan?” Tanya Joss tiba-tiba.

Tawan yang sedang serius memakan buburnya langsung menoleh ke arah Joss dengan cepat sambil tersenyum kecil.

“Sini majuan kepalanya.”

“Mau ngapain?” Tanya Joss namun ia tetap mengikuti ucapan lelaki yang lebih tua.

Tawan yang melihat kepala Joss didepannya semakin tersenyum lebar, ia mengelus rambut Joss dengan sayang, “Hm? Bener kok. Makasih ya.”

Dalam hidup Joss wayar hanya ada 3 orang yang pernah mengelus rambutnya selembut ini, yang pertama ayahnya, lalu neneknya, dan adiknya. Keluarga Joss bukanlah keluarga yang banyak menyalurkan kasih sayang.

Joss sendiri sebenarnya tidak terlalu terbiasa menerima kebaikkan seseorang, dia lebih suka memberikan kebaikkan ataupun kasih sayangnya pada orang lain. Joss Wayar senang memanjakan orang lain karena dia paham rasanya kekurangan kasih sayang.

Saat ini Joss akhirnya dapat merasakannya, merasakan usapan penuh kasih sayang yang orang lain berikan untuknya. Usapan singkat namun efeknya sangat hebat untuknya.

“Granma, apa ini rasanya disayang sama orang lain?”

Joss melepaskan tangan Tawan dari rambutnya dan menggenggam tangan itu dengan erat. Matanya menatap Tawan yang terkejut atas perlakuan Joss.

“Joss, gak suka ya?” Tanya Tawan merasa tidak enak pada lelaki itu.

“Tawan Vihokratana, I'm so in love with you. Please don't leave me.” Bisik Joss putus asa.

Tawan mematung mendengar bisikan putus asa itu, pertama kali ada lekaki yang memohon padanya dengan tatapan penuh kasih sayang yang serat akan rasa frustasi.

“Hey....”

“I'm not leaving you. I'm here. I'm not going anywhere, Joss.” Bisik Tawan dengan senyuman kecil. Tangannya mengelus pelan jemari Joss dan meyakinkan lelaki itu.

Joss merasakan ketakutannya berkurang dan kembali tersenyum dengan lebar.

“Thank you.”

“YAELAH TAY MASIH PAGI UDEH PACARAN AJA.” Sebuah suara memotong obrolan sebelum Tawan sempat membalas ucapan Joss.

Tawan membalikkan badannya dan melihat Gunsmile beserta teman-temannya datang dengan ekspresi meledek.

Gunsmile dan Jumpol duduk mengapit dirinya disertai senggolan pundak yang dilakukan dengan sengaja.

Arm, Singto dan Gun memilih duduk bersama dengan Joss namun ekspresi mereka masih sama, ekspresi meledek.

“Jadi, semalem ada yang nginep bareng nih.” Ucap Jumpol mengompori.

“Oh siapa tuh? Pantes ya biasanya grup chat kita berisik karena ada yang ngerengek minta ditemenin tapi kok semalem sepi.” Gunsmile menyahuti Jumpol dengan suara yang dibuat cukup keras.

“Lo pada diem bisa gakkk?!” Omel Tawan pada Jumpol dan Gunslime.

Jumpol dan Gunsmile hanya tertawa melihat temannya memasang muka marah sekaligus malu. Benar-benar hiburan bagi mereka.

“Udah clear kan masalahnya?” Tanya Gun tiba-tiba.

Joss terkekeh, “Udah bang santai wkwk thank you ya udah jadi tempat curhat cowok gua bang. Sarannya juga makasih, gua jadi punya foto dia.”

”((Cowok gua))” Ledek mereka semua bersamaan.

Wajah Tawan semakin memerah, bisa-bisanya mereka meledeknya di tempat umum seperti ini.

“Oi Bright, Luke. Sini gabung.” Teriak Joss tiba-tiba setelah melihat teman-temannya memasuki area kantin.

Bright dan Luke hanya berpandangan sebentar dan berjalan ke arah Joss yang dikelilingi oleh kakak tingkatnya.

“Sini sini duduk, pilih makanan semuanya dibayarin sama Tawan.” Ucap Jumpol mempersilahkan teman-teman Joss untuk bergabung.

Tawan hanya bisa memutar bola matanya namun tetap menjawab dengan rama sapaan yang diberikan adik tingkatnya.

“Padahal kita kenal semua ya tapi gapernah ngumpul kayak gini.” Celetuk Arm.

“Bener bang, gara-gara Joss bertingkah aja nih sampe akhirnya kita bisa ngumpul gini.” Jawab Kayavine menanggapi celetukkan Arm.

“Temen lo tuh emang gak punya rem sama rasa takut ya?” Tanya Gun penasaran.

Teman-teman Joss berpandangan satu sama lain dan tertawa kencang, “Takut dia bang sebenernya tapi sok keren aja itu didepan bang Tay.” Jawab Luke.

“Jaga image itu bang” Celetuk Mike.

“Yaelahhh kirain berani beneran.” Keluh Jumpol.

Joss mengelus tengkuknya malu, kenapa jadi agenda exposing Joss Wayar gini dah.

Joss melihat jam yang terpasang di pergelangan tangan kirinya, pukul 10 kurang 10 menit. Bimbingan Tawan dijadwalkan pada pukul 10.

“Bang, ayo ke ruangan Mrs. Katreeya?” Ajak Joss pada Tawan yang asik mengobrol dengan Bright.

Tawan melirik jam tangannya sekilas, “Ayoooo.”

“Bang, tinggal bentar ya gua nganterin bang Tay dulu. Nitip tas, kalau mau makan pesen aja nanti gua yang bayar.” Ucap Joss pada teman-teman dan kakak tingkatnya.

“Cihuyyy asik banget pagi-pagi dapet makanan gratis.” Teriak Gunsmile dengan bahagia.

Joss merespon dengan lambaian tangan dan pergi dengan menggenggam erat tangan Tawan.

“Tadi ngobrolin apa aja sama Bright?” Tanya Joss.

“Oh dia nanya-nanya epid gimana, dia epid sendirian ya?”

“Iya dia masuk epid ngikutin pacarnya tuh si Win Metawin. Kenal kan?”

“Oh Win, kenal. Kita sering ngobrol, dia juga beberapa kali nanyain tugas ke gua.”

“Oh I see...”

“Bright sama Win pacaran udah lama ya sampe Bright ngikut peminatan yang Win ambil?” Tanya Tawan lagi.

“Dari kelas 2 SMA kayaknya, mau 4 tahun. Kenapa tanya-tanya, suka sama Bright?” Ledek Joss.

“Ye sembarangan. Cuma nanya ajasih, mau tau temen-temen lo. Lo kan udah kenal temen-temen gua, gua juga mau kenal lebih jauh temen lo.” Jelas Tawan.

Joss Wayar untuk sekian kalinya tersenyum kecil akibat debaran yang semakin menggila didadanya. Niatnya dia yang mau ngalusin Tawan kenapa malah sebaliknya.

“Udah sampe, mau ditungguin?” Tanya Joss saat sampai di ruang dosen.

“Gausah. Balik aja sana ke kantin. Nanti kalau selesainya cepet gua chat.” Ucap Tawan menepuk pundak Joss dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya.

“Oke, semangat ya?” Joss Wayar menepuk kepala Tawan dengan sayang.

Lelaki itu berjalan meninggalkan Tawan untuk kembali ke kantin.

“JOSS WAYAR!!!” Panggil Tawan dengan keras.

Joss berhenti dan berbalik menghadap Tawan yang kini berlari ke arahnya.

Tawan berhenti dihadapan Joss, lelaki kecil itu berjinjit kecil serta menumpukan tangannya dipundak Joss dan mencium Joss di pipi dengan cepat.

Cupppp

“Makasih ya.” Bisik Tawan kecil.

Tawan berlari meninggalkan Joss tanpa sempat lelaki itu memberikan reaksi atas kecupan di pipi.

“Brengsek. Gua jatuh cinta banget, gak bisa ketolong ini mah.” Gumam Joss dengan telinga yang memerah karena malu.


You've Got Mail: Chapter 2

Joss memutuskan untuk menunggu di atas kap mobilnya. Tangannya memainkan kunci mobil sambil sesekali memerhatikan daerah komplek perumahan Tawan. Rumah Tawan adalah dengan bangunan bertingkat dua yang Joss perkirakan bangunannya seluas 240-an m2. Rumahnya terlihat hangat, mungkin itulah alasan mengapa Tawan juga terasa hangat untuknya.

Joss sendiri sudah menelfon beberapa kali namun panggilannya terus dialihkan, dia juga sudah menghubungi teman-teman Tawan namun mereka juga belum ada tanda-tanda untuk membalas chatnya.

Mungkin saja lelaki itu sedang mandi atau sedang melakukan hal yang membuatnya tidak memegang ponsel seperti tidur misalnya. Joss sendiri tidak akan banyak protes, dia tau bahwa untuk sekarang dirinya masih belum menjadi prioritas seorang Tay Tawan.

Dia tadinya ingin langsung membunyikan bel rumah Tawan, namun ia merasa tidak sopan. Karena semalam saat dia mengantarkan Tawan pulang, dirinya tidak sempat berkenalan dengan orang tua Tawan. Jadi dia memilih untuk menunggu lelaki yang lebih tua itu.

30 menit waktu yang sudah terlewat, dan Joss masih menunggu di depan rumah Tawan dengan penampilannya yang masih saja menarik untuk dilihat.

Joss memutuskan untuk menelfon lelaki itu sekali lagi.

Tutttttt

Tutttttt

“Halo?” Suara serah khas orang bangun tidur terdengar dengan jelas ditelinga Joss.

Joss mengusap wajahnya sambil terkekeh kecil, benar kan. Tay Tawan pasti ketiduran.

“Halo?” Sapa orang itu sekali lagi.

“Halo, bisa berbicara dengan pacarnya Joss Wayar?” Ucap Joss dengan suara yang dibuat berbeda.

“Hm. Siapa ini?”

Senyum Joss merekah dengan lebar, bukankah artinya Tawan baru saja membenarkan bahwa dirinya adalah kekasih Joss Wayar?

“Ini pacarnya Tay Tawan, Joss Wayar. Udah sampe di depan rumah Tay Tawan sejak 30 menit yang lalu.”

“Hm? Siapa? Joss Wayar?”

“Iya, Joss Wayar.”

“JOSS WAYAR?!!!”

Teriakan Tay terdengar disambungan telfon. Joss tertawa keras mendengarnya.

Sambungan telfon dimatikan sepihak. Joss semakin tertawa dengan keras. Jika ada yang melihatnya sudah dipastikan Joss akan dianggap sebagai salah satu ODGJ.

Suara pintu gerbang dibuka dengan terburu-buru, sosok lelaki yang ia tunggu sejak setengah jam lalu akhirnya muncul juga.

Lelaki itu terlihat panik, dilihat dengan bagaimana dia hanya memakai kaos putih, celana selutut, dan sendal jepit dengan rambut cukup acak-acakkan. Berbeda sekali dengan penampilan Joss hari ini yang terbilang cukup rapih.

“JOSS WAYAR SEJAK KAPAN LO DISINI?”

Joss mengelus tengkuknya malu, merasa ersipu sedikit. Melihat Tawan panik bukankah lelaki itu khawatir dengannya?

“30 menit lalu.”

Tay Tawan menepuk dahinya dengan lemas. Dia baru saja bangun tidur dan langsung berlarian kebawah hanya karena adik tingkatnya ini sudah menunggu dibawah sejak 30 menit lalu.

“Lo tuh ya...” Ucap Tawan dengan penekanan.

“Kalo gua gak bales yaudah pulang aja. Kenapa harus ditungguin? Panas kan? Terus kenapa gak nunggu di dalem mobil? Kenapa harus di atas kap mobil gitu?” Omel Tawan tanpa henti.

Joss mengulum bibirnya, menahan senyuman yang entah sejak kapan rasanya ingin selalu ia tunjukkan. Mungkin sejak suara lelaki ini masuk ke gendang telinganya.

“Sini dah bang” Panggil Joss disertai gesture tangan memanggil Tawan.

“Kenapa?”

Joss langsung memeluk Tawan saat lelaki itu mendekat kearahnya. Joss membenamkan wajahnya pda pundak Tawan sambil terkekeh kecil.

“Lo jangan ngomel pake celana gemes gitu dong. Gua deg-degkan tau bang.”

Tawan merasakan wajahnya panas, dia memberontak kecil ingin melepaskan pelukan erat lelaki bertubuh besar ini.

“LEPAS GAK INI DI LUAR JOSS WAYAR.”

“Sebentar, sebentar aja. Gua capek hari ini di kampus. Tadi gak sempet kasih kabar juga ke lu karena BEM lagi ruwet menjelang PHD.”

Tawan meruntuhkan ego-nya sebentar dan memilih untuk memeluk kembali adik tingkatnya ini.

“Besok-besok kalau capek gak usah datengin gua. Pulang ke rumah, terus tidur.” Bisik Tawan tegas.

“Hm. Kan rumah gua lu.”

Tawan memukul pundak Joss dengan keras tanpa ragu.

“Ngalus lo lancar ya.”

Joss mengerang kecil dan h terkekeh kecil. Dia mengeratkan pelukannya sekali lagi.

“Dah, energi gua udah full. Siap-siap gih. Ayo kita jalan.” Ajak Joss, tangannya tidak pernah absen untuk menepuk pelan rambut sang kakak tingkat yang disayanginya.

Tawan mengerutkan dahinya, apa dia tidak salah dengar?

“Jalan?”

“Iya”

“Lo udah gila ya?! Gua mau lanjutin skripsi tauu. Lagi mana makanan gua? Katanya mau bawain chatime sama martabak.” Gerutu Tawan.

“Udahan kek gemesnya elah.”

Joss menutup wajah Tawan dengan tangan besarnya.

“APAAN SIH.” Amuk Tawan. Lelaki menepis tangan Joss yang menghalangi pandangannya.

“Udah ayo siap-siap. Ngerjain skripsinya di cafe aja sekalian gua mau nugas juga.”

“Oh bilang dong, yaudah ayok masuk dulu. Mobilnya parkir di garasi aja.” Ajak Tawan.

Tawan membuka gerbang rumahnya agar Pajero milik Joss bisa masuk.

“Ini gapapa masuk bang?” Tanya Joss sekali lagi memastikan pendengarannya.

“Gapapa, gak ada orang di rumah. Mama sama Papa kerja, kakak lagi koass di Banten, dan adek kalau hari rabu gini ada futsal.” Jawab Tawan santai.

Joss memarkirkan mobilnya di garasi rumah Tawan. Tawan sendiri menutup gerbang rumahnya dan mengajak Joss untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

“Tunggu ya gua ambilin minuman dulu. Cola atau sprite?”

“Cola aja.”

Tawan mengambil cola dan memberikannya pada Joss.

“Gua siap-siap dulu ya? Tunggu disini. 10 menit.”

Tanpa mendengar jawaban Joss Tay sudah berlari ke arah kamarnya yang berada di lantai dua.

Joss berdiri mengamati desain interior rumah Tawan. Tidak terlalu banyak barang-barang mewah, namun rumahnya terasa begitu nyaman. Ruang tamu penuh dengan foto-foto kecil dari pemilik rumah.

Joss terkekeh kecil melihat foto anak kecil bertiga sedang berada di kolam renang. Selain itu banyak foto kebersamaan keluarga, seperti saat makan atau saat berpergian bersama. Hati Joss terasa sangat hangat, berbeda sekali dengan keadaan rumahnya saat ini.


10 menit berlalu akhirnya Tawan turun dengan barang bawaan yang cukup banyak. Joss meringis kecil melihatnya.

“Bang bawa itu semua?” Tanya Joss sambil menunjuk tas laptop dan buku-buku yang berada dipelukan Tawan.

Tawan hanya menatap Joss tidak mengerti mengangguk mengiyakan.

Joss ingin memarahi lelaki itu tapi tidak tega melihat ekspresi polosnya. Padahal hari ini niatnya sebelum ke kafe dia akan mengajak Tawan keliling dulu untuk kencan. Namun sepertinya lelaki itu sudah sangat siap untuk melanjutkan skrispsinya.

“Oh iya Joss, lo bawa laptop gak buat nugas? Kalau gak bawa pake laptop adik gua dulu.” Tanya Tawan.

“Bawa bang. Laptop selalu gua bawa di mobil.”

“Yaudah ayo.”

Tawan dan Joss berkendara dengan tenang. Tawan membuka tabnya dan mulai mengecek bab 2-ya yang sudah di di revisi oleh Mrs. Katreeya. Ada beberapa yang diberikan komentar karena kalimat yang digunakan kurang efisien, dan ada juga yang disuruh memberikan rincian lebih dalam lagi.

Seperti pada bagian distribusi gonore, Mrs. Katreeya meminta banyaknya orang risiko terinfeksi gonore menurut jenis kelamin karena Tawan sebelumnya hanya memasukan jumlah orang terinfeksi gonore berdasarkan data Dinas Kesehatan. Selain itu, Mrs. Katreeya juga meminta data pasien Gonore yang tercatat di seluruh puskesmas di daerah Jakarta Utara.

Tawan sudah tertawa dengan miris melihat koreksian bab 2-nya yang sangat rinci. Disisi lain dia bersyukur mendapat dosen pembimbing yang sangat bagus dan namun disisi lain dia juga merasa tertekan karena Mrs. Katreeya berharapkan banyak padanya.

“Bang matiin dulu tabnya. Nanti aja disana pusingnya, sekarang mending liat macetnya Jakarta.” Ujar Tawan, matanya sesekali melirik Tawan yang sedari tadi menghela nafas dengan berat.

“Oke.” Tawan menuruti Joss dan mematikan Tabnya. Dia melihat jalanan dengan seksama.

“Oh iya Joss, tugas lo tentang apa?” Tanya Tawan tiba-tiba.

“Hygiene Industry, Dose-Response Relationship, sama Threshold Limit.”

“Oh ituu, ngerti gak?” Tanya Tawan lagi.

*“DRR baru dijelasin tadi sih, terus tadi ketiduran jadi gak dengerin tentang Lethal Dose.*

“Mau gua jelasin gak?” Tanya Tawan.

Joss melirik tawan, dan tersenyum kecil.

“Emang paham bang?”

Tawan memukul lengan Joss dengan cukup keras.

“Paham lah gila!! Tadinya gua kan mau masuk K3 terus gak jadi karena Epid keliatan lebih menarik.”

“Terus Epid menarik gak?”

“Menarik banget!! Gua tuh emang suka ngungkap kasus-kasus gitu. Apalagi di Epid lebih dispesifikin. Kayak ada Epid HIV, terus Epid penyakit menular. Bahkan Ebola, SARS, sama MERS tuh dibahas sendiri dan gua tertarik banget buat tau tentang 3 penyakit itu hehe.” Tawan bercerita dengan pandangan berbinar dan menurut Joss itu salah satu adalah hal yang paling membuatnya bahagia.

“Terus apa lagi senengnya?”

“Lo udah ada Student Learning Center (SCL) kan ya?

“Udah bang.”

“Di epid juga ada SCL tapi SCL-nya tuh disetiap mata kuliah, udah gitu biasanya kan sebelum peminatan SCL satu kelompok isinya 8-9 orang ya. Kalau di epid biasanya cuma 2 orang.”

“Lebih capek sih karena harus buat mind mapping sekaligus pohon masalah bahkan ada yang wajibin pake fishbone juga dan ngerjainnya cuma berdua. Tapi jadi lebih menguasai gitu loh buat nentuin mana penyebab langsung sama tidak langsung sebuah penyakit. Udah gitu pas sidang pleno-nya diserang gitu dan debat. Itu seru banget!!” Lanjut Tawan.

“Kok seru sih bang diserang sama teman sekelas?”

Tawan memiringkan kepalanya, “Seru dong, kalau ada yang ditanya bahkan di perdebatkan berarti kan ada yang salah dengan hasil kerjaan kita? Buat di introspeksi biar kedepannya gak ngulangin kesalahan lagi.”

“Oke oke. Beda sama K3.” Joss angkat tangan melihat keantusiasan Tawan saat menjelaskan. Lelaki itu benar-benar mencintai Epidemiologi.

“Kalo lo sendiri kenapa milih K3?”

“Hm.....”

“Gak ada alasan khusus sih. Gua lebih ngikut bareng Luke aja buat K3. Gua sama Luke kan temen sejak SMP jadi pas dia bilang dia mau ngambil K3 gua ikutin. Abisnya gua bingung.” Jawab Joss.

“Dih aneh banget!! Kalau coba-coba gitu taunya gak cocok gimana?”

“Ya nasib dah bang.”

“Sembarang banget!” Gerutu tawan.

Joss terkekeh kecil dan mengelus rambut Tawan.

“Jadi jelasin tentang Lethal Dose gak?”

“Oh iya!!” Tawan menepuk dahinya.

“Jadi Joss, dalam Dose-Response Relationship itu cara buat lebih pahamnya pake istilah LD50 atau Lethal Dose50. LD50 ini tuh kayak dosis tunggal derival suatu bahan pada uji toksisitas yang bisa menyebabkan kematian 50% dari populasi uji.”

“Tau kan kalau dalam DRR ini ada tiga? LD0, LD50, sama LD100?”

Joss mengangguk mengiyakan.

“Tau perbedaannya?”

“Kalo LD0 kan masih diterima hewan yang diuji, kalo LD50 kematian 50%, kalo LD100 kematian 100%.”

“Bener. Terus kenapa LD50 itu paling sering digunakan? Karena LD50 itu dosis paling efektif buat 50% hewan dan digunakan karena arah kisaran nilai pada titik tersebut paling menyempit dengan titik ekstrim dari kurva dosis-respon. Kalau kurva normalnya itu sebanyak 68% dari populasi berada dalam plus-minus nilai 50%. Nanti ada hubungannya juga sama Threshold Limit.”

“Oke oke, terus?”

“Nah selain itu juga ada Lethal Concentration50 atay LC50. LC50 ini konsentrasi dari bahan yang menyebabkan kematian pada 50% organisme yang terpapar. Biasanya ini tuh digunain buat mengecek bahan kimia dalam air atau udara yang dosisnya tidak diketahui, jadi misalnya kalau ada bahan kimia sebelum diketahui bahaya atau tidak pada manusia harus digunakan dulu pada hewan.”

“Buat apa? Biasanya itu buat tau Toxic Dosenya. Biar tau apa ini berbahaya buat manusia jika terpapar dalam waktu tertentu. Selain itu juga ada Effective Dose atau ED yaitu memiliki efek ringan pada jaringan tubuh manusia. Nah LD50 ini sebenernya gak terlalu ekuivalen dengan toksisitas tapi nilai dari LD50 ini bisa diinterpretasikan ke dalam nilai TD dan ED.”

“Udah gitu adalagi aplikasi lain dari TD dan ED buat nentuin therapeutic index atau tingkat keamanan suatu bahan. Biasanya tuh diekspresikan melalui perbandingan LD50 dan ED50. Terus LD dan ED juga bisa buat nentuin margin of safety (MS) atau rasio LD1 dengan ED99.”

Tawan menyelesaikan penjelasannya dengan senyuman kecil yang terbit diwajah tampannya. Tawan sangat suka belajar, apalagi jika menjelaskan pelajaran yang bukan spesialis dia. Rasanya seperti memiliki suatu kebanggaan pada diri sendiri.

“Paham sampe sini?” Tanya Tawan.

“Paham sih, tugasnya juga tentang ekuivalen ED LD sama kurva gitu dah. Threshold limit juga dikasih tugas soal kasus gitu.”

“Tapi paham kalao TL?”

“Paham TL mah. Cuma dibagi 4 kan, paling tugasnya gajauh jauh dari ngitung batas pajanan sama efeknya kalo ke manusia. Belum buka pdfnya jadi belum tau.”

“Yaudah nanti kalau gak paham, tanya gua lagi aja ya.”

Keadaan hening lagi. Tawan sibuk melihat ke arah jalanan. Tadi Joss sempat bilang bahwa mereka akan mampir ke coffee milik temannya Joss di daerah mampang prapatan. Kalau tidak salah namanya Publichood Coffe Shop.

“Bang..” Panggil Joss memecah keheningan.

“Iya?”

“Lo pernah turlap?”

“Turlap? Pernah?”

“Ngapain?”

“Hm waktu itu survei cepat pis-pk sih bantu puskesmas. Sama juga turlap pas DBD meningkat di daerah Cilandak. Kenapa lo baru mau turlap ya?”

Joss terkekeh kecil mengiyakan.

“Kalau lo paling turlapnya ke perusahaan kan? Soalnya waktu itu Jumpol turlap ke perusahaan buat Hygiene industry sama evaluasi K3 di perusahaan.”

“Iya gua belum sempet sharing bareng bang Jumpol terkait turlap.”

“Hm hubungin aja Jumpol sama Guns, kocak-kocak gitu nilai K3 dia selalu bagus. Emang niat masuk K3 sih jadinya gitu.” Ucap Tawan sedikit menyindir jawaban Joss tadi.

Joss tertawa keras dan menepuk pelan kepala Tawan, “Sialan juga ya lu bang.”

Tawan juga tertawa melihat ekspresi asam yang ditampilkan adik tingkatnya, sebenarnya Joss ini tidak terlalu buruk.

“Yuk udah sampe bang.” Ucap Joss tiba-tiba.

Tawan melihat sekeliling dan tersenyum dengan lebar, tempatnya lumayan juga.

Tawan mengambil barang-barang yang dia letakkan di jok belakang, begitu juga Joss yang mengambil laptopnya.

“Oi Thiti” Sapa Joss pada lelaki yang wajahnya terasa asing bagi Tawan.

“Wayar anjir udah lama lu gak kesini, tiba-tiba ngechat minta spot paling enak.”

“Haha sorry biasa kampus life sibuk. Gimana tempatnya udah ready?”

“Udah, gamau kenalin dulu nih siapa cowok dibelakang?”

Joss melirik Tawan yang memasang wajah datarnya, dan tersenyum kecil.

“Kenalin ini Tay Tawan, pacar gua. Semester 8.”

Lelaki yang dipanggil Thiti hanya menampilkan wajah terkejut dan menepuk pelan pundak Joss.

“Anjir dateng-dateng bisa ya lu bawa gandengan. Manis lagi.” Serunya.

“Kenalin bang, gua Bank Thiti. Biasa dipanggil Thiti sih.” Ucap Thiti dengan ramah.

“Tay Tawan, panggil aja Tay” Jawab Tawan tak kalah ramah.

“Lu mau ngedate dicoffe shop gua? Kalau gitu tadi gua hias hias dulu Joss.” Ucap Thiti tiba-tiba.

“Kaga anjir, gua mau nugas, bang Tay mau lanjutin skripsi. Makanya gua minta spot yang agak belakang biar gak berisik.”

“Okedah siap-siap. Masuk dulu ayo.”


“Gimana, enak kan tempatnya?”

“Iya iya enak Joss.”

“Asik, berarti kalau diajak lagi nyari tempat kayak gini mau kan?”

Tawan membatu sebentar, kemudian dengan pasrah menganggukkan kepalanya.

Joss Wayar hanya terkekeh, sedari tadi yang dia hanya terkekeh karena gemas melihat kakak tingkatnya. Tawan patuh tapi tidak terlalu patuh?

“Mau pesen apa?”

“Americano.” Balas Tawan tanpa menatap Joss, dia sibuk dengan laptopnya dan tangan lainnya memegang tabnya.

“Makanan-nya?”

“Cake aja, apapun.”

Joss hanya mengangguk paham, lelaki itu pergi memesan makanan untuk mereka berdua. Sesekali Joss melirik Tawan yang masih sibuk dengan skripsinya.

Joss tersenyum kecil dan menggeleng pelan, dia tidak membayangkan jika orang lain lah yang mengambil langkah untuk mendekati kakak tingkatnya itu, pasti lelaki itu akan menjadi lelaki kesayangannya Tay Tawan.

Bila itu terjadi mngkin saja, hal tersebut menjadi salah satu patah hati terbesar yang pernah Joss alami.

“Oi anjir lu diliatin mulu. Kaga bakalan kabur orangnya” Ucap Thiti membuyarkan lamunan Joss.

“Maklum baru satu hari jadinya.”

“Lah anjir baru satu hari?”

“Emang kenapa?”

“Keliatan kayak udah lama anjir Joss.”

Joss mengulum bibirnya, mendengar kalimat seperti itu saja sudah membuat hatinya berdebar.

“Anjing lu jangan malu-malu depan gua. Gua kesel banget liatnya.”

“Hahaha iye, yaudah gua tinggal dulu ya.”

Thiti memberikan jempolnya dan kembali menuju dapur. Sementara Joss membawa pesanan mereka dengan hati-hati. Takut minumannya tumpah.

“Bang ini makan duluuu baru ngerjain skripsi.”

“Iya nanti.”

Joss menghela nafasnya pasrah. Dia secara diam-diam memfoto Tawan untuk diupload ke instagram. Mau pamer kalau dia punya pacar super menggemaskan.

“Bang bang...” Panggil Joss lagi.

“Fotoin gua bang.”

Tawan akhirnya menoleh untuk menatap Joss. Dia tersenyum melihat Joss yang sudah siap berpose. Tanpa banyak berkata dia mengambil gambar lelaki itu dan kembali melanjutkan skripsinya.

Joss menatap wajah serius Tawan. Sungguh, Tawan itu tampan dan manis secara bersamaan. Jika Joss diberi hukuman untuk menatap Tawan seumur hidup, dia akan menjalani hukuman itu dengan suka cita. Karena memang wajah Tawan sangat rupawan. Jika sedang serius, Tawan terlihat tampan dan tangguh bahkan terkadang dia bisa melihat ekspresi bengis lelaki itu jika sedang serius. Namun, jika Tawan sedang tersenyum atau tertawa maka yang Joss lihat hanyalah Tawan yang menggemaskan, Joss sangat ingin mencubit pipi lelaki itu.

“Jangan diliatin terus, nanti jatuh cinta” Ucap Tawan tiba-tiba.

Senyuman Joss semakin lebar, dia dengan gemas mengusak rambut tawan.

“Kan udah jatuh cinta. Gimana sih.”

Tawan hanya mendengus dan melanjutkan skripsinya tanpa membalas perkataan Joss.

“Bang...” Panggil Joss lagi.

“Hmmm”

“Foto gua upload di insta story dong...”

“Iya nanti...”

“Upload ya jangan lupa”

“Iya Joss Wayar. Kerjain tugas lo sekarang.” Ucap Tawan mengingatkan.

Joss merengut sebentar lalu mengambil laptopnya yang sedari tadi ia masih simpan dengan rapi di dalam tas. Dia melirik Tawan yang masih snagat fokus dan menghela nafas lelah.

“Bang cake-nya jangan lupa dimakan.”

Tawan hanya berdehem tanpa menghiraukan Joss yang sedang menatapnya tanpa henti.


Joss langsung duduk dengan posisi tegap seusai membaca direct message dari kekasihnya. Dia tidak bermaksud seperti itu.

“Bang Tay...” Panggil Joss dengan lembut.

Tawan mendongkakan kepalanya setelah sekian beberapa menit ini dia hanya berfokus pada laptop dan tabnya.

“Apa?” Jawab Tawan dengan lugas.

“Kepana lu bilang gitu?” Tanya Joss to the point.

“Ya karena emang bener kan? Mungkin lo ekspetasi lo tentang gua terlalu berlebih. Atau lo pikir gua bakal manja-manja atau gimana ke lo. Tapi malah gua fokus lanjut skripsi tanpa perduliin ada lo di hadapan gua.”

“Joss, jangan berharap lebih. Gua gak kayak ekspetasi lo.”

“Kenapa lu mengasumsikan sepihak kalau gua punya ekspetasi berlebih terhadap diri lo?”

“Bukannya semua orang kayak gitu? They live with expectation in their life. They want the best for their future, that's the reason why people always have high expectations.”

“I am not.” Tegas Joss.

“You are. Joss, you're too good to be true. Someone like you will never fall in love with someone like me. Oh or maybe you misinterpreted what you felt and you chose to interpret it as falling in love.”

“What do you mean by someone like me?”

“I have met so many people. They said they can handle me, tapi nyatanya engga. Mereka nyerah bahkan sebelum gua bisa kasih timbal balik perasaan mereka. I don't think you're all as prepared as you think you are. My self destruct mode doesn't know convenience. Just wait. You'll get tired of me too.”

“Just tell me, what do you want from me? do you bet with your friends?”

“Lu mikir gua serendah itu?”

“Then, what do you want from me?”

“I ask you to give me a chance.”

“I know!! But I still can't trust you. Why do people like you, fall in love with people like me?! I really don't know why. I look at you, and I just can't get why is me.”

“Please stop overthinking. You just create problem that aren't here.”

“That another reason why you shouldn't love me. I'm overthinking. You'll get tired of me.”

“Just accept it, you don't love me.”

Tay Tawan menyelesaikan ucapannya dan menatap Joss tepat di matanya.

“Terserah lah. Mau dikasih tau apapun karena sekarang lu lagi gini, gak bakal dengerin gua kan? Gua gak ngerti kenapa lu tiba-tiba mikir kayak gitu padahal kita baik-baik aja sebelumnya.”

“Gua ke Thiti dulu. Lu mikir dulu deh.”

“Oh iya bang, emoticon gua di instagram itu bukan karena lu dibawah ekspetasi gua, tapi karena gua sedih lu belum makan makanan yang udah dipesen. Gua takut lu sakit.”

Joss meninggalkan Tawan dengan wajah kecewanya. Tawan hanya menatap kepergian Joss dengan datar. He messed up again.

Tawan merapikan barang bawaannya. Dia memesan Go-Car untuk pulang kerumah. Dia tidak akan bisa melanjutkan skripsinya jika masih ada Joss disekitarnya. Tidak dengan perasaan yang mencekik ini.

Go-Carnya datang dengan cepat, dia menoleh ke arah ruang manager. Joss masih bersama Thiti. Tawan menghela nafasnya dengan lelah, berharap perasaan bersalahnya ini menghilang barang sedetik. Namun rasanya malah semakin mencekik. Wajah kecewa Joss terbayang dibenaknya.

He really messed up everything.

Tawan memasuki mobil dengan berat hati. Dia memutuskan untuk meninggalkan Joss tanpa pamit.

Dia butuh waktu untuk dirinya sendiri.

Chapter 1

Tawan berdiri tengah kelas setelah berbicara sedikit dengan dosennya mengenai skripsi. Kelas tadi adalah kelas terakhirnya untuk hari ini. Dia menunggu Gun yang masih merapihkan barangnya.

Hari ini mereka berniat untuk melanjutkan skripsi bersama di perpustakaan fakultasnya, namun sebelum itu mereka akan makan siang terlebih dahulu di kantin.

“Gun udah?”

“Bentar Tay, tadi buku epidemiologi HIV punya gue mana ya?” Tanya Gun kembali membongkar tasnya guna mencari buku yang disebutkan tadi.

Tawan mengerutkan dahinya

“Bukunya kan sama gua? Nih ditangan gua?” Tanya Tawan dengan bingung.

Gun menoleh ke arah Tawan dan melihat buku berwarna merah itu berada digenggaman tangannya.

“Yeh bilang dong Tay”

Tawan hanya tertawa dan menarik tangan Gun untuk mengikutinya. Perutnya sudah berbunyi minta diisi. Hari ini dia mendapat kelas pagi, dia tidak sempat sarapan.

“Eh Tay, gimana jadinya si anak 2018 itu?” Tanya Gun tiba-tiba.

“Gimana apanya?”

“Ya kelanjutannya lah Tay. Udahan gitu aja?” Tanya Gun.

Tawan menghela nafas lelah, “Dia tuh langsung ngeline gua tau gak sih? Bingung banget kenapa dia ngelamar gua terus kayak dikejar-kejar utang gitu deh Gun. Gua jadi takut. Jangan-jangan gua dijadiin taruhan kali ya?”

“Sembarangan deh lo, gak boleh negatif thinking gitu Tay.” Omel Gun langsung.

Tawan mencebikkan bibirnya, namun matanya berbinar saat sampai di kantin fakultas. Wangi makanan langsung menusuk hidung mancungnya. Senyumannya kembali mengembang.

“Gun, mau makan apa?” Tanya Tawan tidak sabar.

“Hmmm lo pesen duluan Tay, gue nunggu Papii. Katanya dia abis kelas mau kesini sebentar.”

“Lah bukannya Jumpol sama Guns mau ke site buat ambil data?” Tanya Tawan.

“Iyaaa tapi gue suruh makan dulu, kalau gak gitu pasti dia gak bakalan makan siang.”

“Hmm oke deh gua pesen duluan ya. Mau makan mie ayam mbak Yara. Kangen banget. Titip tas ya Gun.” Pamit Tawan, Gun hanya memberikan jempolnya tanda mengerti.

Tawan tersenyum dan melangkahkan kakinya ke arah kedai mbak Yara. Dia sudah membayangkan akan memesan mie ayam set lengkap. Benar-benar hari yang indah.

“Mbak Yaraaaa” Panggil Tawan bersemangat

“Eh mas Tawan, kemana aja mas kok baru keliatan.” Sahut pemilik kedai mie ayam kesayangan Tawan.

“Hehehe kemarin tenggelem sama skripsian dan revisian mbak. Kan saya ke kampus cuma 2-3 hari, sisanya di rumah.” Jawab Tawan dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari paras tampannya.

“Oh gitu, semangat yo mas. Masnya mau pesen apa?”

“Mie ayam set lengkap mbak, kayak biasa yaaa gak pake daun bawang dan dikasih bawang gorengnya banyak.” Sahut Tawan.

“Mbak, satu juga. Samain mie ayamnya tapi pake daun bawang ya. Nanti bayarnya satuin aja sama saya.” Sebuah suara menginterupsi.

Tawan mengerjapkan matanya merasakan kehadiran seseorang dibelakangnya. Dengan cepat dia membalikkan tubuhnya untuk menghadap orang itu.

“Lo?!” Pekik Tawan terkejut.

“Hai bang Tay.” Sapa orang tersebut.

“Joss, lo ngapain disini?!” Tanya Tawan menatap tajam lelaki jangkung itu.

“Makan siang lah? Kan ini kantin bang.” Jawab Joss santai.

“Bener juga..” Gumam Tawan pda dirinya sendiri.

Tawan mengerjapkan matanya bingung, bener juga kan ini kantin. Pasti Joss kesini untuk makan lah, lagian kenapa juga dia bertanya pertanyaan yang jawabannya sudah jelas.

“Gemes banget dah kayak anak kecil.”

Joss mengusak rambut lelaki yang saat ini sedang memasang ekspresi kebingungan. Senyumannya tidak pernah luntur sejak dia menginjakkan kaki di kantin.

“Lo ngapain sih?!!”

Tawan menjauhkan tubuhnya dari tubuh besar lelaki itu. Matanya menatap tajam lelaki yang saat ini menampilkan cengiran lebarnya.

“Gemes banget. Lu kecil banget bang.”

“Brengsek.” Marah Tawan. Lelaki itu mendaratkan pukulannya pada lengan Joss dengan keras.

Joss hanya mengaduh dan berusaha menghalau pukulan Tawan pada lengannya.

“IYA IYA AMPUN BANG SAKIT ANJIR”

“Makanya kalau ngomong tuh difilter dulu!!!” Amuk Tawan masih mencoba memukul Joss, sementara lelaki itu hanya tertawa dan sesekali menghalau pukulan Tawan.

Mereka tidak sadar bahwa saat ini keduanya menjadi pusat perhatian di kantin. Keberadaan Tawan yang dikenal sebagai senior baik hati serta keberadaan Joss dengan tubuh tinggi dan besarnya benar-benar menyita perhatian semua orang.

Tawan merasakan tubuhnya ditarik menjauh dari Joss, dia memberontak kecil namun seseorang dibelakangnya lebih kuat darinya.

“Oi Tay udahan anjir lu diliatin seisi kantin.” Bisik seseorang dibelakangnya.

Tawan berhenti memberontak dan melirik seisi kantin yang saat ini tertuju padanya dan Joss.

“Anjing Gunsmile gua malu banget.” Gumam Tawan kecil.

Tawan dengan cepat mengambil mie ayam pesanannya dan langsung pergi meninggalkan Joss yang masih menatapnya dengan pandangan jahil.

Gunsmile menepuk pundak Joss dan mengikuti Tawan yang saat ini berjalan cepat dengan wajah yang ditundukkan.

“Sialan sialan Joss Wayar.” Gumam Tawan dengan emosi.

Tawan meletakkan mie ayamnya dengan emosi. Sedangkan teman-temannya hanya mentertawakan nasib Tawan yang sangat tidak baik hari ini.

Mereka semua merasa lucu saat melihat temannya yang sudah menjomblo selama 2 tahun ini didekati oleh orang lain, tidak tanggung-tanggung orang yang mendekatinya itu langsung tancap gas tanpa mengenal rem.

Belum reda emosi Tawan, saat ingin menuangkan saus dan sambal, mie ayamnya ditarik menjauh.

“APASIH? KENAPA DITAR-”.

“Nih liat, mie-nya ketuker bang. Lo gak pake daun bawang kan?”

Joss datang menukar mie ayam mereka sekaligus memotong omelan Tawan.

Tawan mendongkak, posisi Joss saat ini belakangnya namun karena tubuh tingginya seakan-akan saat ini Joss berada diatasnya.

“Mie ayamnya ketuker. Makanya kalau marah-marah jangan lupa sama sekitar bang. Gua beliin minum juga, tadi belum beli kan?” Ucap Joss sambil menjentil dahi Tawan cukup keras.

Tawan mengaduh karena dahinya terasa cukup sakit. Joss tidak memperdulikan hal tersebut dan langsung mengambil posisi duduk disebelah Tawan.

“Bang Jumpol, bang Gun, bang Gunsmile gua duduk sini ya.” Izin Joss pada kakak tingkatnya.

“Duduk dah situ” jawab Jumpol dengan senyuman tertahan.

Mendengar jawaban temannya Tawan langsung memberikan tatapan marah, yang tentu saja dibalas Jumpol dengan wajah jahilnya.

“Bang makan mie ayamnya.

“Berisik”

“Makan yang banyak biar semangat ngerjain skripsinya”

“Berisik.”

“Abis ini ada kelas?”

“Berisik.”

“Gua udah gak ada kelas nanti ngobrol dulu ya.”

“Berisik Joss Wayar. Lagi makan.”

“Oke oke”

Joss menyerah dan melanjutkan makannya dengan hening. Sesekali dia melirik Tawan yang sedang makan dengan wajah ditekuk.

Senyumnya mengembang tanpa bisa ditahan

Tay Tawan itu benar-benar lucu ya.


Tawan menyelesaikan makannya dengan rasa kesal yang masih tersisa. Diliriknya adik tingkat yang masih bergabung dengannya, Joss masih mengobrol dengan asik bersama Jumpol.

Tadi Tawan juga mencuri-curi dengar bahwa lelaki ini datang bersama teman-temannya, namun teman-temannya berada di meja yang agak berjauhan dengan mejanya saat ini.

“Gun, udah kan? Ayo bab 2 gua harus dikumpul 3 hari lagi.” Suara Tawan menghentikan seluruh obrolan yang terjadi di meja itu.

Gun yang diajak hanya menganggukkan kepalanya dan berdiri, tidak lupa dia pamit pada Jumpol dan Gunsmile.

Tawan merapikan barangnya dan bersiap untuk pergi sebelum tangannya ditahan oleh lelaki yang sebelumnya duduk disebelahnya.

“Bang, ngobrol dulu please?” Pinta Joss dengan wajah memelas.

Tawan melepaskan tangannya yang ditahan Joss dengan helaan nafas yang terdengar lelah.

“Please... Kalau mau main-main jangan sama gua Joss. Gua udah pusing ngurus skripsi.” Balas Tawan dengan suara pelan.

“Makanya ngobrol dulu please sama gua.” Pinta Joss sekali lagi.

“Ngobrolnya di perpustakaan aja gimana? Kalau disini kayaknya gak kondusif deh Joss. Lagian banyak orang yang kepo sama interaksi kalian sekarang.”

Gun memberikan saran pada mereka berdua, selain itu dia juga ingin mengetahui kenapa adik tingkatnya ini mendekati temannya dengan cara yang agak ekstrem.

Tawan menghela nafasnya dan mengangguk, “Ayo. Kalau mau ngobrol di perpustakaan aja.”

Joss Wayar mengembangkan senyumannya. Lelaki itu pamit pada kakak tingkatnya dan memberikan kode pada teman-temannya bahwa dia pergi duluan.

Matanya menatap tubuh kecil Tawan dengan pandangan memuja. Sejujurnya dia benar-benar menyukai kakak tingkatnya ini. Dia merasa nyaman setiap kali dia berada didekat lelaki itu.

Seperti yang dia tuliskan di email kemarin, bahwa dia melakukannya agar Tawan dapat mengingatnya secara terus-menerus.

Joss juga tau bahwa selama ini banyak sekali yang mendekati Tawan, namun lelaki itu seperti enggan untuk menjalani hubungan asrama. Tawan akan menolak siapapun yang mendekatinya, bahkan jika lelaki yang mendekatinya masih keras kepala teman-temannya akan maju dan menjauhkan lelaki itu dari Tawan.

Dari situ Joss memiliki rasa ketertarikan, Tawan itu ramah dan baik namun sedikit tertutup, Tawan itu kuat. Dilihat dari bagaimana lelaki itu memukulnya tadi, dan jangan lupakan bahwa Tawan juga mengikuti UKM Taekwondo.

“Lo lokernya mau gabung atau pisah?” Suara Tawan menyadarkan Joss dari lamunannya.

Terlalu banyak memikirkan Tawan membuat Joss tidak sadar bahwa mereka telah sampai di Perpustakaan. Joss sangat jarang menginjakkan kaki di Perpustakaan kalau bukan karena rapat BEM seringkali diadakan disini.

“Gabung aja bang, tas gua kecil.” Jawab Joss menunjukkan waist bag-nya.

“Lo tuh niat kuliah gak sih, mana ada kuliah cuma bawa tas kecil gini.”

Joss tertawa kecil melihat Tawan yang terus menggerutu. Ini sisi baru Tawan yang tidak pernah dilihatnya. Selama ini Tawan terlalu banyak menampilkan wajah senyumnya, jadi sisi Tawan yang seperti ini belum pernah diketahui oleh Joss.

“Ya lu kan tau bang K3 kayak gimana. Dosennya jarang masuk, udah gitu gua gak pernah nyatet jadi ngapain bawa tas gede-gede kayak punya lu gini.”

Joss menarik kecil tas Tawan dengan kekehan yang terdengar jelas.

“Ini karena gua bawa laptop ya!” Elak Tawan.

Gun menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya. Dia menarik tangan Tawan masuk ke dalam ruangan multimedia. Joss hanya mengikuti kemanapun kakak tingkatnya itu pergi.

“Dah lo berdua ngobrol disini. Gue yang cari buku. Buku yang lo mau pake yang waktu itu lo list kan Tay?” Tanya Gun.

“Hm iya yang itu, gua juga mau ikut nyari buku.”

“Gak usah, lo selesaiin dulu nih sama si Joss. Gua bantu cariin. Kalau udah selesai kan lo bisa lebih fokus lanjutin skripsinya.”

Tawan menghela nafasnya dan mengangguk kecil.

“Jangan berisik. Jangan bikin keributan oke?”

“Iya Gun Atthaphan bawel.”

“Good. Gue tinggal ya. Joss titip temen gue.”

Gun menepuk pundak lelaki yang masih berdiri dengan senyuman diwajahnya. Joss hanya memberikan jempol tanda mengerti pada kakak tingkatnya itu.

“Yaudah, lo duduk cepet.”

Joss dengan cepat duduk persis disebelah Tawan. Tawan hanya memutar matanya dengan sinis.

“Bangku masih banyak, kenapa lo duduk disamping gua?”

“Biar kedengeran lebih jelas.”

“Terserah. Terus sekarang mau apa?”

Joss meneggakkan tubuhnya. Matanya menatap langsung ke mata Tawan yang saat ini juga menatapnya.

“Bang Tay.. Soal email yang kemarin gua kirim. Itu gua serius.”

“Gua serius ngelamar lu. Semua kata-kata yang ada di email itu serius gua tunjukkin buat lu. Mungkin emang terkesan dadakan dan buru-buru. Tapi gua udah nyiapin itu 2 hari sebelum gua kirim ke lu. Caranya aneh, iya gua tau. Tapi kalau gak kayak gitu pasti lu gak bakalan respon. Jadi gua milih cara yang beda dari yang lainnya.”

“Kalau diotak lu lagi mikir gua suka apa engga sama lu, jawabannya suka. Sejak kapan? Sejak semester 3. Gua bareng sama lu udah dari semester 1 bang, lu kan kakak pembimbing kelas gua. Iya interaksi kita gak banyak, dan biasa aja. Tapi yang namanya jatuh cinta siapa yang bisa prediksi sih?”

“Serius bang, gua gak minta lu jawab cepet-cepet kok lamaran gua. Gua cuma mau yakinin lu kalau gua serius. Gak main-main.” Jelas Joss.

Tawan menggigit bibirnya dengan gugup, sialan Joss Wayar. Kenapa dia menjelaskan dengan mata penuh keyakinan seperti itu sih.

“Tapi cara lo salah Joss. Gak kayak gitu. Siapa juga yang gak kaget kalau buka email diujung pesan ada kata-kata will you marry me ditambah attachments wedding plans. Semuanya pasti bakal kaget dan bakal anggap kalau itu cuma bercandaan, termasuk gua.” Jelas Tawan.

“Apalagi gua lagi nyusun skripsi gini. Email lo bikin gua kepikiran. Semalem gua gak bisa lanjutin skirpsi gua karena lo. Mana bab 2 gua harus dikumpul 3 hari lagi.”

Suara Tawan mengecil seiring dengan wajahnya yang dia benamkan dimeja.

Joss tersenyum kecil, tangannya secara tidak sadar mengelus rambut lelaki yang lebih tua itu.

“Yaudah maaf ya bang kalau gua bikin lu kepikiran, gua cuma minta kesempatan bang. Biarin gua buktiin kalau gua serius.”

“Gua seriusan suka sama lu bang. Gua tau selama ini lu gak terlalu tertarik sama hubungan asmara. Tapi, please kasih gua kesempatan.”

Joss mengubah posisinya persis seperti posisi Tawan, meletakkan kepalanya di tangan yang terlipat diatas meja. Tangannya masih mengelus rambut sang kakak tingkat.

Tawan menghela nafasnya kasar, dia menolehkan wajahnya ke aras Joss dan terkejut melihat posisi wajah mereka yang berdekatan. Dia mengatur ekspresi wajahnya setenang mungkin.

“Gua nih lagi sibuk skripsi.”

“Iya tau bang.”

“Gua lagi dimasa sering banget marah-marah.”

“Iya keliatan.”

“Sibuk pasti gak banyak waktu ngobrol atau ketemu.”

“Iya gapapa, nanti gua yang samperin.”

“Prioritas gua nomor satu itu skripsi dan lulus tepat waktu.”

“Gua nomor dua juga gapapa.”

“Gua sibuk skripsi.”

“Iya gapapa. Kasih gua kesempatan aja.”

“Joss Wayar Sangngern.”

“Apa Tay Tawan Vihokratana?”

“Lo tuh ya. Keras kepala.”

Joss hanya terkekeh kecil. Dia menatap wajah Tay Tawan yang terlihat lelah.

“Cukup kasih gua kesempatan. Kalau lu marah-marah karena skripsi lu direvisi, lu bisa marah ke gua. Kalau lu mau ngerjain skripsi ditempat lain, ajak gua. Nanti gua cari tempat baru biar lu gak suntuk. Gua bisa anter jemput lu. Gua bisa jadi tong sampah lu. Cukup kasih gua kesempatan.” Pinta Joss sekali lagi.

Tawan menghela nafasnya frustasi. Dia tidak bisa berkata tidak kan?

“Gua gak bisa nolak juga kan? Lo pasti bakal terus datengin gua sampe gua bilang iya.”

Joss menampilkan cengiran lebarnya.

“Bener. Sekarang kita pacaran berarti bang.” Ucap Joss santai.

Tawan menegakkan badannya terkejut.

“Loh kok pacaran?! Cuma kesempatan ya Joss?!!” Protes Tawan karena merasa dirinya terkena jebakan.

“Kesempatan itu artinya pacaran. Masa mau pdkt sih bang? Kan gua apply-nya lamaran. Kalau dari pdkt berarti dari nol dong. Pacaran lah bang, tahap sebelum lamaran.”

Joss menjelaskan dengan senyuman tengilnya, Tawan hanya bisa memutar bola matanya dan kembali membenamkan wajahnya dimeja.

“Terserahlah.” Gumam Tawan tidak terlalu jelas.

Joss hanya tertawa dan kembali mengusak gemas rambut senior disampingnya ini. Tay Tawan benar-benar menggemaskan.