You've Got Mail: Chapter 7
Joss mengerang terusik dari tidur pulasnya karena lelaki yang berada diatas tubuhnya bergerak dengan gelisah.
Joss memutuskan untuk membuka matanya, tangannya mengelus punggung Tawan dengan lembut. Dia melirik Tawan yang terlihat berkeringat lebih dari semestinya.
“Bang?” Panggil Joss dengan suara parau khas bangun tidur.
Tidak ada jawaban, namun tubuh lelaki itu masih bergerak dengan gelisah.
Joss menyingkirkan rambut Tawan dan memeriksa dahi lelaki itu.
Panas.
Joss dengan panik bangkit untuk bersandar di kepala tempat tidur. Tawan masih berada di atas tubuhnya, tubuh lelaki itu dia peluk dengan erat. Seakan Tawan akan menghilang jika Joss melepaskan pelukannya.
“Bang, bang?” Panggil Joss dengan lembut. Tangan kirinya tidak berhenti mengusap punggung Tawan dengan penuh kasih sayang.
Joss mengambil ponsel, masih pukul 5 pagi. Dia mencari kontak temannya dan menelfon tanpa berpikir panjang.
“Halo?” Ucap seseorang dengan suara parau khas bangun tidur.
“Halo Bright.” Balas Joss.
“Ngapain anjir lu nelfon jam segini astaga.” Keluh Bright.
“Penting anjing Bright, ini gua abis sex sama bang Tay terus dia demam Bright gimana?” Tanya Joss tanpa berpikir panjang.
Suara batuk terdengar dari ujung telfon, tak lupa disertai umpatan kasar.
“Lu anjing Joss Wayar kalau ngomong dipikir dulu. Kasih aba-aba. Gua jantungan.” Omel Bright.
“Iya sorry ini gua nanya karena panik.”
“Pake kondom gak?”
“Kaga, gak enak.”
Suara helaan nafas terdengar diujung panggilan telfon, “Emang otak lu didengkul. Mau gak mau enak gak enak harus pake kondom Joss Wayar. Buat protection dari STD goblokkk. Gimana sih anak kesehatan lu gak bener banget asli.”
“Lo juga pake kondom Bri?” Tanya Joss penasaran.
“Gak penting pertanyaan lu tapi gua selalu pake kondom dan lubrikan gak pernah gua lupain.” Jawab Bright dengan kesal.
“Pokoknya sekarang lu ke apotek dulu beliin paracetamol, antibiotik, sama salep avatrol atau salep hidrokortison apalah buat diolesin di anal bang Tay. Lu tuh tanya dulu kek ke gua atau apa jangan sembarangan. Itu kasian anak orang lagi skripsian anjir.” Lanjut Bright mengomeli Joss tanpa henti.
“Iya iya sorry deh Bright namanya udah nafsu terus ada kesempatan.” Pasrah Joss.
“Pokoknya inget inget, sex anal itu risikonya tinggi banget. STD bisa menghantui kalau kita gak main safe. Jangan tinggiin ego lu deh Joss gamau pake kondom karena gak enak rasanya. Ya gimana emang risiko kita itu mah.”
“Apalagi anal tuh gak memproduksi pelumas alami kayak vagina ataupun mulut yang ngeluarin air liur jadi kalau ada gesekan dari luar sedikit bisa bikin cedera kulit. Gua yakin karena pertama kali nyobain sex lu mainnya gak sabaran, atau malah lu terlalu semangat karena baru pertama kali ngerasa enak. Itu analnya pasti lecet dan bengkak, wajar banget kalau bang Tay langsung demam.”
“Lo inget kan Joss? Demam itu terjadi karena ada proses peradangan di tubuh. Jadi gua minta banget kalau mau ngesex pastiin dulu, baca-baca dulu ya Joss? Biar sama-sama enak di lu sama di bang Tay.”
“Gua bener-bener gamau ngerusak hari lu Joss tapi inget-inget ini, gua pernah baca kata Centers for Disease Control and Prevention (CDC) , seks anal adalah perilaku seksual berisiko tertinggi untuk penularan HIV dibandingkan dengan bentuk seks lainnya, kayak seks vaginal atau oral. Dalam seks anal reseptif, atau bottoming, HIV 13 kali lebih tinggi menginfeksi pasangan yang berposisi di bawah daripada pasangan insertif.”
“Jadi bang Tay lebih berisiko. Jaga-jaga aja, realita kita. Pasangan laki-laki perempuan aja punya risiko tinggi STD apalagi kita yang sexnya lewat anal, hidup masih panjang. Jadi jaga kesehatan terus Joss. Safe sex okay?” Jelas Bright panjang lebar.
“Oke Bright thank you banget nih, sorry udah ganggu pagi-pagi. Nanti gua samperin lu deh buat belajar lebih banyak. Gua ke apotek dulu. Thank you.” Joss memutuskan sambungannya tanpa menunggu Bright membalas ucapannya.
Lelaki bertubuh besar itu memindahkan Tawan dengan perlahan ke atas tempat tidur.
“Tunggu ya gua ke apotek dulu?” Bisik Joss. Tak lupa Joss mencium kening Tawan dengan sayang.
Joss mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi, karena masih pagi jalanan masih sangat lenggang.
Joss sedikit merasa bersalah dengan kekasihnya, pengalaman pertamanya harus diakhiri dengan Tawan yang jatuh sakit.
Suara ponsel berdering menyadarkan Joss dari pikirannya, Joss tersenyum kecil melihat siapa yang menelfonnya sepagi ini.
“Halo bang, kenapa?” Tanya Joss setelah mengangkat telfon itu.
“Dimana sih, kok gua ditinggal?” Suara Rengekan terdengar diujung paggilan telfon.
“Iya iya maaf ya ditinggal dulu sebentar, ini gua lagi ke apotek buat beliin lu obat.” Jelas Joss dengan nada lembutnya.
“Hum, jangan lama-lama. Sakitttt” Rengek Tawan.
“Iya sakit ya? Maaf yaaa sayang. Bentar aja ini udah sampe apotek kok.” Joss mengambil airpods miliknya, dia memasangkan airpodsnya pada telinganya agar panggilannya tetap tersambung dengan Tawan.
Joss keluar dari mobilnya, dia masih setia mendengar keluhan Tawan tentang rasa tidak enak di bagian belakangnya, lelaki itu sesekali tersenyum karena suara Tawan yang benar-benar seperti suara anak kecil yang sedang marah karena keinginannya tidak dituruti.
Dia masuk ke dalam apotek yang buka 24 jam ini, matanya menelusuri rak-rak yang berisi obat-obatan dan barang lainnya namun Joss menyerah karena pikirannya tidak terlalu fokus, dia memutuskan untuk bertanya pada apoteker.
“Bang bentar ya, bentar lanjut aja ngomongnya.” Bisik Joss pada Tawan.
“Selamat pagi mas, ada yang bisa dibantu?” Sapa apoteker itu.
“Pagi mbak, saya mau beli paracetamol sama salep avatrol”
“Salep avatrol untuk anal yang lecet ya mas?”
“Iya mbak betul.”
“Tunggu sebentar ya.”
Joss kembali ke jajaran rak sambil menunggu apotekernya menyiapkan apa yang ia butuhkan, Joss melihat kondom yang disediakan di rak.
“Bang, mau rasa strawberry cokelat atau biasa?” Tanya Joss tiba-tiba.
“Hum? Untuk apa?”
“Buat kondom.”
“Kenapa sih bahas itu pagi-pagi” Omel Tawan dengan suaranya yang masih terdengar lemas.
Joss tersenyum kecil, “Buat jaga-jaga lah bang.”
“Ish malesin bgt udah ah gamau bahas. Cepet pulangggggg lama banget katanya 5 menit, ini udah lebih dari 5 menit tau!!!” Rengek Tawan lagi.
Joss kembali tersenyum mendengar rengekan itu, sepanjang perjalanan tadi dia menyadari satu hal dari kekasihnya, bahwa kekasihnya akan lebih manja berkali-kali lipat jika sedang sakit.
Joss juga akan membawa Tawan kerumahnya setelah kembali dari apotek, dia tidak akan mengambil risiko keluarga Tawan kembali ke rumah sementara anak keduanya masih sakit akibat sex yang baru dilakukannya.
“Iya ini udah selesai, bayar dulu ya.”
“Hummm.”
“Mau makan apa?” Tanya Joss.
“Can I get mcdonald's for breakfast?” Tawan kembali memjawab dengan suara seraknya.
“No.” Jawab Joss dengan tegas.
“Why?”
“Junkfood pagi-pagi is a big no, bang.”
“Pretty pweaseeee?” Tawan kembali mengeluarkan suara rengekannya.
Joss menahan nafasnya sedetik, dan menghembuskannya cepat dengan frustasi. Lucu. Lucu banget. Dia pusing. Rasanya mau pulang terus peluk Tay Tawan seharian.
“Wait, gua bayar dulu.” Ucap Joss saat apotekernya kembali dengan beberapa barang pesanannya. Dia juga membawa tiga kotak kondom dan dua botol lubrikan. Untuk persediaan di masa mendatang.
“Salep avatrol 1pcs 275rb, durex pleasuremax 1 box 95rb, durex strawberry flavor 2 box 34rb, durex play massage 2in1 2 botol 150rb, paracetamol 1 strip 6rb totalnya jadi 560.000 ya mas. Debit atau tunai mas?”
“Joss lo beli apaan sampe hampir 600rb?!” Pekik Tawan disambungan telfon.
“Debit aja mbak.” Joss mengabaikan kekasihnya dan memberikan atmnya untuk membayar barang-barang yang dibelinya.
“Terima kasih mbak.” Ucap Joss setelah semua transaksinya selesai. Lelaki itu keluar dengan senyuman yang masih terbit di wajah tampannya.
“Joss kok gua dicuekkin sih?” Ucap Tawan. Lelaki itu sedari tadi tidak berhenti memanggil nama Joss.
“Iya tadi kan lagi bayar, gak sopan kalau gua ngobrol sama lu bang.” Jelas Joss memberikan pengertian.
“Beli apa tadi?” Tanya Tawan sekali lagi.
“Salep, salep buat lu terus kondom, terus lubricant gel sama obat.” Sahut Joss dengan santai.
“Udah gila. GILA LO.” Omel Tawan dengan suara seraknya.
Joss terkekeh dengan senang, dia dapat membayangkan wajah Tawan yang memerah karena kesal bercampur dengan malu. Menggemaskan.
“Gua beliin bubur aja ya bang? Kan lagi sakit.” Tawar Joss tiba-tiba.
Suara helaan nafas Tawan terdengar dengan jelas, “Yaudah gapapa. Tapi cepet sini pulang, nanti beli mcdonald'snya siang aja yaaaaaaaaaa” Pinta Tawan masih belum menyerah.
“Bang Tay-”
“Ya ya ya Joss, pleaseeeee.” Rengek Tawan lagi.
Joss mengusap wajahnya dengan lelah, kalah. Dia sudah pasti kalah.
“Oke. Gua mau nyetir dulu, matiin ya?”
“Kenapa?” Tanya Tawan dengan suara sedih.
“Bang. Lu tau gua nih lemah, lu kalo ngerengek terus bikin gua stress karena gemes banget. Gua matiin ya telfonnya?”
“Hum yaudah diem, tapi jangan dimatiin yaaa?” Pinta lelaki itu lagi.
“Oke.” Joss menyetujuinya dengan cepat. Siapa dia bisa menang melawan Tay Tawan dengan segala kegemasannya.
Joss membuka pintu kamar kekasihnya, dilihatnya sang kekasih masih bergelung di dalam bed cover. Joss meletakkan mangkuk dan barang bawaan lainnya yang ia bawa dari dapur.
“Bang?” Panggil Joss dengan lembut. Lelaki bertubuh besar itu mendudukkan dirinya dipinggir tempat tidur.
Tawan membuka bed cover yang menutupi wajahnya. Tangannya ia rentangkan, memberikan tanda agar kekasihnya memeluknya.
Joss terkekeh kecil dan menundukkan tubuhnya untuk memeluk sang kekasih.
“Maaf ya, gara-gara gua lu jadi sakit.” Bisik Joss penuh kasih sayang, sesekali bibirnya mengecup telinga Tawan.
“Hum.” Sahun Tawan dengan lirih.
Joss dapat merasakan suhu tubuh Tawan yang masih tinggi. Lelaki itu buru-buru melepaskan pelukannya.
“Kok dilepas?” Protes Tawan.
“Bentar bang.”
Joss mengambil baskom dan kain lap yang ia sudah persiapkan. Dia masuk ke kamar mandi Tawan untuk mengisi baskomnya dengan air hangat.
“Gua bersihin dulu ya bang?” Izin Joss.
Wajah Tawan memerah mendengar perkataan Joss, dia ingin sekali menolak namun tubuhnya benar-benar tidak bisa ia gerakkan dengan sesukanya.
“Oke... “ Ucap Tawan dengan pasrah.
Joss tersenyum kecil dan mengecup pipi Tawan sekilas. Dia membuka bed cover yang menutupi tubuh kekasihnya.
Dengan perlahan dia mengelap tubuh Tawan, sesekali ia mengajak Tawan bercanda agar lelaki itu tidak terlalu gugup.
“May I?” Izin Joss sekali lagi saat tangannya mencapai bagian bawah Tawan.
Tawan hanya mengangguk dan menutup wajahnya dengan lengannya, malu. Tentu saja. Meskipun Joss sudah melihat seluruh bagian dari tubuhnya namun dia tetap malu.
Joss mengambil salep yang dibelinya di apotek. Dia mengambil bantal untuk diletakkan di bokong sang kekasih.
“Pelan-pelan sakitttt” Ringis Tawan saat Joss mengangkat bokongnya.
“Iya maaf maaf, pelan-pelan kok ini bang. Tahan dulu ya.” Ucap Joss menenangkan.
Joss berhasil meletakkan bantal di bawah bokong Tawan meskipun disertai ringisan kesakitan dari lelaki itu.
Dia membersihkan bagian anal Tawan dengan sangat hati-hati. Sperma yang ia keluarkan semalam sudah mengering, dan lubang anal Tawan terlihat merah dan membengkak.
Joss meringis kecil, pasti sangat sakit kalau dia memasukkan jarinya untuk mulai membersihkan anal lelaki itu.
Joss melirik Tawan yang masih menutup wajahnya dengan ekspresi kesakitan yang jelas.
Joss mengambil handuk dan mulai mengelap bagian luar, suara ringisan Tawan menjadi backsound dari tindakan yang Joss sedang lakukan.
“Bang gua masukin jari ya, mau bersihin sisa semalem.”
Tawan merapatkan pahanya sebagai refleks alami tubuhnya. Wajah Joss juga memerah karena malu. Jangan lupakan ini pengalaman pertamanya juga, namun dia hanya menahan dirinya agar terlihat keren.
“Sakit anjing sakit banget Joss!!” Omel Tawan pada kekasihnya yang mulai membersihkan bagian bawah tubuhnya.
“Iya tahan sebentar please jangan kayak gitu gua gak tega bang.” Jawab Joss dengan wajah memelas.
Joss kembali membersihkan sisa sperma yang masih berada di dalam anal sang kekasih, setelah sekiranya bersih dia mengoleskan salep yang dibelinya.
“Udah, udah, udah selesai.” Ucap Joss menenangkan Tawan yang menahan tangisannya. Lelaki itu mengambil baju dari lemari Tawan dan memakaikan kekasihnya dengan hati-hati.
Joss juga memilih untuk mengambil celana gemas yang biasa Tawan pakai, dengan harapan bisa mengurangi gesekan yang terjadi pada bagian bawah sang kekasih.
“Bang bisa bangun gak?” Tanya Joss, tangannya mengelus dahi Tawan yang masih terasa panas.
“Mau ngapain?”
“Pindah dulu yuk ke sofa, gua mau ganti sprei.”
Tawan bangkit dengan perlahan, ringisan tidak berhenti terucap dari bibirnya.
Joss membantu Tawan untuk bangkit, lelaki itu juga memutuskan untuk mengangkat Tawan ala bridal agar Tawan tidak terlalu banyak bergerak.
“Berat kan gua..” Cicit Tawan.
“Ngga.”
Joss mendudukan Tawan di sofa dengan hati-hati, sesekali bibirnya mengecup pucuk kepala Tawan sebagai gesture menenangkan lelaki itu.
Joss dengan telaten mengganti sprei dan sarung bantal Tawan, dia juga memasukan baju-baju yang digunakan Tawan semalam ke dalam mesin cuci. Tawan menahan senyumnya menyaksikan sang adik tingkat yang benar-benar mengurusnya dengan sabar.
Bagi Tawan, rasa sakitnya tidak seberapa namun dia senang menerima semua perlakuan Joss yang sangat memanjakannya.
“Makan ya? Abis itu minum obat.” Pinta Joss dengan bubur yang berada ditangannya.
“Suapin?” Pinta Tawan.
Joss terkekeh dan mengusap rambut Tawan sekilas, “Oke? Tapi abisin ya?”
Tawan mengangguk dan menerima suapan Joss dengan semangat. Sesekali Joss meledeki Tawan dengan mengubah arah sendoknya ke arah mulutnya, dan hal tersebut mendapat protesan dari Tawan berupa pukulan kecil yang direspon Joss dengan tawa.
“Nih minum paracetamol buat nurunin panas. Abis itu bawa barang-barang ya? Nginep di rumah gua aja bang.” Ucap Joss menyodorkan obat dan juga air putih untuk Tawan minum.
Tawan mengambil obat dari tangan Joss, dia menutup hidungnya dan dengan terburu menelan obat yang rasanya pahit itu.
“Pait.” Keluh Tawan setelah menghabiskan satu gelas besar air putih.
Joss tertawa lagi dan lagi, segala tingkah Tawan pagi ini benar-benar menghiburnya. Lelaki dengan tinggi lebih dari 180cm itu mengusap bibir Tawan yang merenggut karena rasa pahit yang dikecapnya.
“Gimana? Nginep dulu ya di rumah gua?” Ajak Joss.
“Kenapa?”
“Kalau disini nanti ketauan lho kalau kita abis sex, kan lu gak bisa jalan. Kalau disuruh bunda naik turun ambil barang gimana?”
“Yaudah mau gimana lagi.” Tawan menyenderkan tubuhnya pada lengan Joss. Lelaki itu memejamkan matanya merasakan kantuk yang mulai menyerangnya. Tubuhnya terasa panas dan bagian bawah tubuhnya juga terasa sakit.
“Joss nanti sore gua ke kampus mau ngambil buku di mrs. Katreeya.” Ucap Tawan tiba-tiba saat ingatan tentang skripsinya lewat di kepalanya.
“Jam berapa?”
“Jam 4.”
“Yaudah gua aja yang ambil, nanti lu tunggu dirumah gua aja oke?”
“Oke.”
“Yaudah senderannya ke sofa dulu ya bang, gua mau beresin baju lu.”
Tawan tidak menjawab namun dia menggeser tubuhnya dengan perlahan. Joss tersenyum kecil dan membubuhkan ciuman kecil pada bibir sang kekasih.
“Good boy little Tawan.” Bisik Joss dengan suara lirihnya.
Tawan membiarkan Joss memanggilnya seperti itu, tidak memiliki tenaga untuk memukul lelaki bongsor itu.
Joss merapikan semua barang yang Tawan perlukan, dia juga membawa laptop, serta buku-buku yang Tawan gunakan.
“Bang ini face washnya bawa yang mana?”
“Ada kitnya, di laci nomor dua.”
Joss membuka laci yang dimaksud dan tersenyum kecil saat menemukan pouch bergambar karakter film marvel yaitu captain america.
Setelah sekiranya semua barang yang Tawan perlukan untuk menginap dua hari sudah cukup, Joss memutuskan untuk turun ke bawah.
“Joss...”
“Apa?”
“Bawa boneka captain america yang ada di ruang keluarga bawah ya.”
Joss terkekeh kecil, dengan cepat dia mendekati Tawan dan memberikan banyak kecupan di wajah tampan itu hingga wajah Tawan basah dengan saliva milik Joss.
“JOROK.” Protes Tawan setelah berhasil menjauhkan wajah sang kekasih.
“Lucu banget lagian sampe boneka aja dibawa.”
“Suka-suka.”
“Yaudah oke gua bawa. Tunggu ya gua naro barang dulu.”
Joss kembali dan melihat Tawan yang sudah tertidur di sofa. Dia memasukan ponselnya ke saku dan juga ponsel Tawan yang ada digenggaman lelaki itu.
Joss mengendong Tawan dengan hati-hati, Tawan menggeliat dan meringis kecil karena tidak nyaman dengan posisi barunya.
“Shhh gapapa, pindah dulu ya bang.”
Joss berjalan dengan hati-hati, sebisa mungkin tidak menimbulkan banyak gerakan yang dapat membuat Tawan merasa tidak nyaman.
Joss masuk ke dalam mobilnya setelah mengunci seluruh pintu di rumah Tawan, lelaki yang menjadi kekasihnya juga masih tertidur dikursi penumpang.
“Bang.”
“Bang bangun dulu yuk.” Panggil Joss pelan, lelaki itu mengelus pelan pipi Tawan.
“Kenapa?” Jawab Tawan setengah sadar.
“Udah izin sama bunda sama ayah belum?” Tanya Joss.
“Udah. Tadi pas lo ke bawah gua udah chat bunda.” Jawab Tawan dengan parau.
Joss memeriksa dahi Tawan, panasnya masih belum turun.
“Bener ya udah izin?”
“Udah liat aja chatnya.”
Joss mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya untuk kembali kerumahnya. Perjalanan kali ini sangat hening tanpa iringan musik apapun, Joss takut akan menganggu tidur kekasihnya jadi dia membiarkan keadaannya hening. Selain itu Joss juga menjalankan mobilnya dengan pelan, menghindari benturan benturan kecil yang dapat menganggu sang kekasih.
Joss mengusap wajahnya pelan, masih pagi tapi dia sudah lelah karena mengkhawatirkan Tawan. Lain kali dia akan memastikan bermain aman, agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.
Joss mengambil tangan Tawan dan mengecupnya cepat, “Maaf ya bang, cepet sembuh. Gua sayang lu banget.”
Tawan membuka matanya perlahan, cahaya dari lampu sedikit mengusiknya. Dia meringis kecil merasakan rasa sakit pada bagian tubuh bawahnya.
“Joss?” Panggil Tawan parau.
Hening. Tidak ada suara sahutan dari lelaki yang menjadi kekasihnya.
Matanya menelisik ruangan disekitarnya, banyak poster pemain basket di dinding. Juga foto Joss dengan teman-temannya.
Tawan melihat jam dinding yang berada tepat di hadapannya, jarum jam menunjukkan angka 1 siang. Tawan terduduk dengan kaget. Tangannya mengambil ponsel yang berada di meja tidur Joss.
Suara ponsel menyadarkan Tawan.
“Halo?” Sapa Tawan.
“Udah bangun?”
“Udahlah kan udah bales chat tadi.”
“Gua udah dikampus, tapi belum ke ruang dosen. Masih di babeh.”
“Iya gapapa, tadi udah bilang mrs. Katreeya, kata beliau langsung aja ke ruangan dia ya Joss.”
“Yaudah. Masih sakit gak?” Tanya Joss tiba-tiba.
“Hm? Dikit.” Balas Tawan kecil.
“Tidur aja dah lu biar cepet sembuh.”
“Baru bangun malah disuruh tidur. Malesin banget.”
Suara kekehan Joss terdengar di ujung panggilan, Tawan menyukai suara kekehan itu.
“Joss ini gua sendirian?”
“Iya, adek gua belum nunjukkin batang hidungnya kan? Kalau belum ya berarti lu sendirian.”
“Kalau adek lu pulang gimana... Gua harus apa?” Tanya Tawan dengan suara paniknya.
“Ya gausah ngapa-ngapain, kan lu di kamar gua. Adek gua jarang ke kamar kok.”
“Bener ya? Takut nanti awkward.”
“Iya bawel.”
“Gua matiin ya? Nanti kalau emang mrs. Katreeya mau nanya-nanya gua telfon lu ya bang?”
“Iyaaa. Thank you ya Joss.”
“You're welcome. Get well soon bang.”