You've Got Mail: Tawan dan Mimpinya
Joss Wayar masih berada rooftop fakultasnya padahal waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, dia memang sengaja kembali ke kampus dan meminjam kunci dari pak satpam untuk naik ke atas sini.
Kepalanya memutar banyak hal, bahkan hal yang tidak pernah ia bayangkan di dalam hidupnya. Semua ucapan Tawan kata perkata terus berputar ulang dikepalanya, entah helaan nafas keberapa kalinya yang ia keluarkan malam ini, dia kehilangan hitungannya.
Mungkin jika orang lain mendengar ceritanya, mereka akan tertawa dan berucap padanya, Hey take it slow, its just college's love.. Tapi tidak bagi Joss, dari awal dia mengirimkan email kepada Tawan, darisitu jugalah dia sudah berkomitmen untuk mencintai Tawan dalam jangka waktu yang panjang.
Semua yang terjadi bukan lagi hanya tentang dirinya dan Tawan, tapi tentang mimpi seseorang. Lebih tepatnya mimpi kekasihnya, dan Joss Wayar tidak punya hak untuk mimpi itu.
Joss Wayar sudah tau bahwa Tawan Vihokratana memang berbeda dari yang lain, dimulai dari kegigihannya terhadap hal-hal yang bahkan bisa dianggap sepele oleh orang lain tapi lelaki itu melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Sosok yang tidak bisa ditebak jalan pikirannya. Tapi Joss memang jatuh cinta pada pribadi Tawan Vihokratana. Pria yang selalu melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, pria yang memiliki seribu pikiran dalam kepala kecilnya, pria yang memiliki sisi manis yang tidak semua orang tau. Kalau boleh jujur, Joss jatuh cinta pada tingkah lakunya, isi pikirannya, dan rasa yang Tawan beri padanya. Walaupun harus dia akui paras Tawan memang seperti tidak ada celanya, Tawan Vihokranata adalah sempurna.
Dibalik sosoknya yang terlihat ambisius bagi sebagian orang di kampus, Joss Wayar tahu bahwa disitu ada sosok anak kecil yang memiliki mimpi setinggi langit angkasa. Joss Wayar tau bahwa mimpi seorang seperti Tawan bukanlah mimpi seperti kebanyakan orang lainnya.
Joss Wayar tau, sungguh dialah yang sudah sangat tau. Tapi tetap saja rasanya membingungkan ketika akhirnya pikiran yang selalu lelaki itu simpan dalam-dalam akhirnya diutarakan kepadanya.
Dalam rentang 2 tahun Joss mulai mengenal Tawan, sudah tidak terhitung berapa banyak kegiatan dan tingkah laku Tawan yang membuatnya terperangah dan takjub. Tawan Vihokranata itu diibaratkan seperti langit, tidak selalu berwarna biru, putih, dan cerah. Karena jika kita mendalami kembali langit, akan ada warna oranye, hitam, dan bahkan merah dan gelap. Menunjukkan banyak warna, emosi yang tidak diketahui banyak orang.
Joss juga pernah bertanya pada lelaki itu, apa dia memiliki tanggungan yang berikan orang tuanya hingga Tawan benar-benar menekuni studinya tanpa banyak mengeluh dan juga disertai berbagai prestasi yang didapatkannya.
Namun jawaban lelaki itu lagi-lagi membuat Joss jatuh cinta semakin banyak dan semakin dalam.
“Mama, papa ngasih gua kebebasan. Katanya gua bebas terbang setinggi apapun, sejauh apapun, selama apapun, asal gua bahagia. Tapi tetep aja, gua gabisa terlalu bebaskayak gitu. Takutnya gua malah jadi terbang tanpa arah. Gua punya tanggung jawab atas diri gua punya cita-cita dan tujuan yang harus gua penuhi. Bukan, bukan buat bahagiain orang tua gua, tapi buat bahagiain diri gua sendiri. Kalau gua bahagia, orang tua gua udah pasti ikut bahagia.”
Dan Joss baru pertama kali mendengar alasan seseorang mahasiswa bekerja keras bukan untuk keluarganya namun untuk dirinya sendiri, walaupun lelaki itu masih banyak hidup untuk memenuhi ekspetasi orang lain tapi setidaknya Tawan bertanggung jawab atas kebahagiaannya sendiri. Untuk itu, Joss akan melakukan apapun untuk mendukung kebahagiaan lelaki itu.
Jika orang lain yang memiliki berbagai prestasi dan kecerdasan seperti Tawan maka mimpi mereka kurang lebih ingin menjadi menteri kesehatan, ingin menjadi direktur, ingin menjadi CEO. Namun Tawan berbeda, dia ingin menjadi relawan di negara dengan angka kemisinan tertinggi, negara dengan kasus gizi buruk tertinggi, dan negara lain yang mungkin hampir tidak terpikirkan oleh remaja seusia mereka.
Mimpi lelaki itu sangat tinggi, yaitu menjadi bagian dari Epidemic Intelligence Service (EIS). Petugas EIS bertugas di garis depan kesehatan masyarakat, melindungi orang Amerika dan komunitas global, sambil berlatih di bawah bimbingan mentor berpengalaman. Ketika wabah penyakit atau ancaman kesehatan masyarakat lainnya muncul, petugas EIS menyelidiki, mengidentifikasi penyebabnya, dengan cepat menerapkan langkah-langkah pengendalian, dan mengumpulkan bukti untuk merekomendasikan tindakan pencegahan.
Mimpinya sangat indah, begitu juga sangat tinggi. Joss merasa bahwa Tawan terlalu luar biasa untuk dirinya.
Joss rasanya ingin mengeluh pada dunia, mendampingi Tawan sungguh membutuhkan banyak tenaga. Joss harus menguatkan pijakannya, mengkokohkan bahunya agar Tawan dapat berdiri di puncak tertinggi kehidupannya, Joss juga harus mengeratkan genggaman tangannya agar lelaki itu tetap berada disampingnya.
Namun, Joss tidak boleh egois kan? dia harus tetap membuat Tawan berdiri dipijakan kokoh tempat tertinggi, dengan atau tanpa dirinya.
Joss berpikir untuk melepaskan Tawan, untuk membiarkan lelaki itu menggapai semua angannya agar lelaki itu hidup tanpa adanya penyesalan. Untuk pergi, untuk terbang jauh dan melakukan apa yang dia inginkan, mencoret satu-persatu catatan kecil yang berisi mimpinya. Daftar panjang yang berisi hal-hal yang selalu ia ingin capai, karena pada dasarnya hidup hanya sekali. Jadi, Joss akan membiarkan Tawan menjalani kehidupan terbaiknya.
Jika diumpamakan mungkin Tawan seperti burung dan layangan, mereka terbang bebas di angkasa, butuh udara, angin, dan cuaca yang baik agar dapat terbang setinggi mungkin, Meskipun sama-sama terbang diangkasa, layangan dan burung memiliki perbedaan. Layangan terbang, namun masih memiliki seseorang yang mengendalikannya agar tidak terbang terlalu tinggi, berbeda dengan burung yang dapat dengan bebas terbang kemanapun yang dia inginkan.
Mungkin saat ini Tawan masihlah seperti layangan, lelaki itu terbang namun tidak dengan jarak yang jauh dan waktu yang lama, dan Joss tidak menginginkan hal tersebut. Joss ingin Tawan seperti burung merpati yang dapat terbang dengan indahnya, mengepakkan sayapnya dengan bebas, menjulang tinggi menuju tujuan yang amat jauh tanpa adanya batasan.
Tidak perduli sejauh apapun burung merpati itu pergi, kemanapun dia mengepakkan sayapnya, ia akan tetap membuat sarang untuk tempat ia singgah dikala letih, dan membangun rumah untuk ia kembali.
Joss ingin Tawan menjadi merpati yang sejauh apapun ia menjelajahi sudut-sudut terpencil dunia, setinggi apapun ia terbang, merpati akan selalu ingat jalan untuk kembali ke rumah, kembali pada seseorang yang dicintainya.
Saat ini, Joss ingin menjadi egois untuk sebentar saja. Dia ingin dirinya yang menjadi rumah untuk Tawan, menjadi tempat Tawan pulang kemanapun dia melangkah, pada ribuan kilometer yang memisahkan mereka, selama apapun waktu yang dia butuhkan untuk menggapai mimpinya, semoga Joss Wayarlah yang menjadi tempat lelaki itu pulang.
Joss ingin menjadi orang pertama yang mengumumkan kepada dunia bahwa kekasih hatinya adalah orang yang berada di garda terdepan kesehatan, melindungi banyak komunitas dan manusia, bahwa kekasihnya adalah orang bebas. Joss ingin menjadi lelaki yang Tawan peluk ketika lelaki itu mendapatkan pencapaian dalam hidupnya, menjadi bahu sandaran Tawan, dan menjadi seseorang yang Tawan jadikan alasan untuk selalu pulang.
Karena sesungguhnya bagi Joss Wayar, menemukan sosok Tawan Vihokratana dan mencintainya bagaikan berlari mengejar bulan, namun yang ia temukan adalah semesta.
Joss dikejutkan dengan lemparan jaket untuknya, wajahnya menengok melihat Luke yang datang dengan plastik bertuliskan logi Indomaret.
“Gak dingin apa lu.” Tanya Luke pada Joss setelah lelaki itu mengistirahatkan tubuhnya disebelah Joss.
“Kayak apaan aja anjir kedinginan” Elak Joss.
“Kok lu tau gua disini?” Lanjut Joss.
“Cowok lu nyuruh gua nyari lu, katanya lu butuh temen.”
Joss mengambil beer yang dibawa oleh Luke dan meminumnya dengan kekehan pelan, “Inget aja lu tempat ini.”
“Ya ingetlah, tempat pertama kita cabut pas kuliah umum. Lagi lu mau kemana lagi, kalau gak kesini pasti lu bakal ngajak bocah ke rumah Mild kan.”
“Iya gua utang cerita ke lu pada ya.”
“Yaelah slow, mendingan lu mikir dulu. Berantem yak sama bang Tay?”
Joss kembali terkekeh, dia menatap langit dengan senyuman sedih yang belum pudar dari wajah tampannya, “Mendingan gua berantem dah.” Lirih Joss.
Luke menegakkan tubuhnya, “Jangan bilang lu terhalang restu?” Tanya Luke dengan suara yang penuh akan terkejutan.
“Kaga lah kalau terhalang restu juga, cerita gua cocok jadi drama indosiar asli.” Kekeh Joss.
Luke kembali melemaskan bahunya, “I'm all ear.”
“Gak terhalang apa-apa sih, cuma harus ngelepas bang Tawan kayaknya.” Jawab Joss.
“KONTEKS?” Teriak Luke.
Joss menutup telinganya, suara teriakan Luke benar-benar tidak ada tandingannya. Rasanya dia ingin mengusir temannya ini, berisik sekali.
“Ya gitu..”
“Gitu gimana anjing? Yang bener dong jangan jadi sad boy gini bro.”
“Dia keterima relawan di CDC Amerika Serikat. Mimpinya sejak lama, dia cerita kalau dia sempet bingung karena dia gak mau ninggalin gua katanya, tapi akhirnya dia udah mutusin kalau dia bakal tetep pergi. Dia minta maaf ke gua.”
Luke mengusap wajahnya dengan lelah, kisah temannya ini benar-benar dibumbui banyak rasa.
“Oke jadi lu putus?” Tanya Luke tanpa disaring.
“Sembarangan anjing, kaga lah.” Bantah Joss.
“Are you ok?”
“Gak tau anjing wkwk bingung gua.”
“Apa yang bikin lu bingung..”
“Gua belum rela kalau kisah gua harus sampe disini, dia bilang dia pergi gak cuma setahun, dia punya catatan impian yang dia udah bikin jauh sebelum dia kenal gua.”
“Gua siapa sih anjing bisa nahan dia buat gak pergi, biar stay bareng gua. Gua mau egois juga kayaknya gak bisa.” Lanjut Joss, matanya menatap langit jakarta yang kosong, tidak ada bintang yang terlihat.
“Then let him free.”
“Sometimes, the best thing you can do for someone you love is let them go. Set them free and wish them happiness.” Ucap Luke dengan berbisik.
“I wish him happinessm, but it's fuckin hard you know.”
“It felt like I could lose him every time I closed my eyes, padahal dia perginya juga setelah wisuda.” Lanjut Joss.
“Emang bang Tay minta putus?”
“Engga dia cuma kasih tau kalau dia mau pergi nanti.”
“Yeh tolol lu juga overthinking aja bisanya, kalau dia gak minta putus ngapain lu susah-susah mikir mau ngelepasin dia.”
“LDR gak gampang anjing, apalagi kalau dia bener-bener ke negara terpencil, kalau gak ada koneksi internet gimana?”
“Ini mah masalah bukan di bang Tay, masalahnya di lu. Lu harus ambil waktu buat mikir dah. Apa yang lu cari dari hubungan lu sama bang Tay, jangka panjang atau cuma hubungan sementara?”
“Jangka panjang lah.”
“Komitmen sama diri lu sendiri, lu bisa gak nunggu dia tanpa kabar yang pasti?”
“Bisa gak biarin dia fokus ngejar mimpinya?”
Joss merenungkan perkataan Luke, benarkah?
“Apa gua nikahin aja kali ya.”
Luke menonjok lengan Joss dengan sekuat tenaga, menyadarkan temannya dari ide gila yang entah dari mana munculnya.
“Gila ya lu?”
“Serius gua ini.”
“Terus lu mau biayain dia disana dari mana? uangnya dari mana? makan, tempat tinggal, tiket pesawat, uang bulanan bang Tay? Nikah gak sebercanda itu anjing. Kalo lu lupa lu masih semester 4.”
“Gua punya penghasilan yang gua tabung dari model, gua kayaknya juga bisa ambil job model lagi atau join agensi biar penghasilan gua tetap.”
Luke menghela nafasnya dengan lelah, temannya ini udah bucin, keras kepala juga. Luke bingung sendiri kenapa kalau ke Tawan Joss itu selalu mengalah dan menekan egonya.
“Kalo lu lupa bro, penghasilan jadi model lu aja bisa lu abisin 2 hari ya Joss lu jangan aneh-aneh.”
“Then I will accept my father's offer to be the successor of his company.”
“Sinting. Cowok lu susah-susah ngejar impiannya sampe harus jauh dari lu, eh lu malah dengan gampangnya lepasin mimpi lu. Kaga jadi lu sama dia kalau lu begitu.”
“What should I do? Gua frustasi...”
“Ya lu berdua omongin dah, masa gua yang nentuin anjing ga lucu bener. Pokoknya komunikasiin aja dulu kedepannya gimana, lu juga harus mikir lagi dah, pikiran lu gampang bener berubahnya. Sekalian buang tuh ide nikahin anak orang, kayak direstuin aja lu, anaknya dikasih hidup berkecukupan eh lu mau nikahin dia dengan modal gaji jadi model. Diketawain lu sama hotman paris.” Tandas Luke.
Joss Wayar tertawa dengan keras mendengar omongan tajam sahabatnya, “Anjing iya juga diatas gua masih ada hotman paris. Yaudahlah gua sekaya hotman paris dulu baru nikahin bang Tay.”
“Yaudahlah ayo balik, lu galaunya estetik banget anjing diatas rooftop sambil ngeliat langit. Bucin sih ya, semoga gua kaga kayak lu.” Luke bangkit dari posisi berbaringnya dan menepuk-nepuk pakaiannya.
Lelaki itu tersenyum kecil dan mengulurkan tangannya pada Joss yang disambut Joss dengan cengirannya, “Gak usah ngomongin bucin bucin lu, jadian aja dulu sama Kay.” Sindir Joss.
Luke menepuk-nepuk pundak Joss dengan wajah tengilnya, “Sorry bos, udah jadian dari minggu lalu.” Celetuk Luke dengan bangga. Lelaki itu meninggalkan Joss yang terkejut dengan ucapannya.
“Woy anjing kok lu jadian kaga bilang-bilang.” Teriak Joss dengan keras.
“Lu doang yang gak tau kampret, sibuk pacaran sih lu.” Sahut Luke tanpa menoleh lagi ke arah Joss.
Joss terkekeh dan berlari menyusul Luke, “Asik PJ yak, gua nginep sekalian. Ajak yang lain.”
Luke hanya mengiyakan dengan tidak semangat, rumahnya pasti akan menjadi seperti kapal pecah dengan kedatangan budak budak korporat.
3 hari, 3 hari waktu yang dibutuhkan Joss Wayar untuk mengumpulkan semua kewarasannya. Dia tidak sendirian, selama tiga hari ini dia ditemani oleh teman-temannya untuk mencari kewarasan. Dia juga tidak menghubungi Tawan, tidak dengan keadaan yang belum stabil.
Rasanya menyebalkan, dia sangat rindu lelaki kecil itu. Padahal baru tiga hari tidak bertemu, namun rasanya Joss Wayar ingin berlari dan mengurung tubuh kecil kekasihnya dipelukannya.
“Joss balik gak?” Tanya Luke saat kuliah terakhirnya untuk hari ini selesai.
“Kaga mau ke bang dani, minta kunci rooftop biasa.”
“Lah mau galau lagi lu?”
“Kaga anjir, mau ngobrol sama bang Tay.”
Luke hanya mengangguk dengan tidak semangat, hari ini Kay jadwal kuliahnya hanya sampai jam 2 siang sementara dia dan Joss sampai jam setengah 6 sore.
“Yaudah dah good luck.”
“Yoi thanks bro, gua duluan yak.” Pamit Joss.
Lelaki dengan tinggi badan diatas rata-rata orang Indonesia itu berjalan ke arah lokasi dimana satpam fakultas biasa berjaga.
“Oi bang Dani, sepet amat bang muka lu.” Sapa Joss disertai dengan tepukan dibahu sang penjaga gedung fakultas.
“Ngapain lu tong bukannya balik udah sore.”
“WKWK bang pinjem kunci rooftop lagi dong bang.” Ucap Joss dengan cengiran lebarnya.
“Hadah udah gua duga, mau ngapain sih tong.”
“Mau baikkan nih bang sama cowok gua, harus dirooftop lah biar oke.”
“Kaga dah kagaaa ntar lu macem-macem dirooftop.”
“Buset bang kaga suudzon aja lu, beneran mau minta maaf doang bang. Cowok gua kan si Tawan bang.”
“Lah masa iya mas Tawan mau sama bocah kayak lu?”
“Kampret maksud lu apaan bang bocah kayak gua.” Joss tertawa dengan kencang, satpam fakultasnya memang sudah dekat dengannya sejak semester 1, jadi dia sedikit banyak tau tentang Joss dan teman-temannya.
“Slengean.”
Joss semakin tertawa mendengar jawaban sang satpam, memang sih dia dikenal sebagai bocah slengean tapi tetap saja rasanya lucu mendengar hal tersebut.
“Yaudah jadi boleh pinjem kan bang?”
Sang satpam menghela nafasnya dan melemparkan kunci pintu rooftop ke arah Joss yang ditangkap dengan Joss disertai cengiran lebarnya.
“Kaga sampe jam 9 oke?”
“Bisa diatur, thank you bos ntar gua kirimin makanan yak. Gua mau jemput bang Tay dulu.”
“Iye sono dah kesel gua lama-lama liat lu.”
Joss terkekeh dan melambaikan tangannya pada sohibnya itu, Joss berjalan ke arah mobilnya dengan senyuman yang tidak kunjung luntur dari bibirnya, sesekali Joss menyapa orang-orang yang dikenalnya, ada juga mahasiswa fakultas lain yang menyapanya meskipun ia tidak mengenalnya.
Joss mengemudikan mobilnya ke arah rumah yang sudah tidak ia datangi seminggu ini, Joss juga tidak memberikan kabar apapun pada Tawan perihal kedatangannya. A liltte surprise won't hurt kan?
Dada lelaki itu bergemuruh, siap tidak siap dia harus meluruskan mengenai hubungan mereka. Apapun yang akan terjadi, Joss harap itu adalah hal terbaik bagi keduanya.
Joss Wayar berdiri di depan mobilnya menunggu sang kekasih untuk keluar, suara pintu rumah yang dibuka dengan terburu-buru menarik perhatiannya, kekasih yang tidak ditemuinya beberapa hari ini berlari dengan pajama berwarna hitam dan kaki telanjang tanpa alas kaki.
Joss menegakkan tubuhnya saat lelaki itu terlihat terburu membuka pintu gerbang yang menghalanginya, dilihat sekilaspun Joss tau bahwa Tawan sedang tidak baik-baik saja.
Belum sempat Joss memanggil lelaki itu tubuhnya sudah diserang Tawan dengan pelukan sangat erat, lelaki kecil itu menyembunyikan wajahnya di dada Joss dan melingkari lengannya di sepanjang pinggang Joss dengan erat. Joss balik memeluk sang kekasih tak kalah eratnya, tangannya mengelus punggung Tawan untuk menenangkannya.
“Hei... How are you?” Tanya Joss ditelinga Tawan, sesekali Joss menghirup aroma Tawan yang sangat dirindukannya.
Tawan hanya menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya, Joss terkekeh renyah dan dengan pasrah menerima pelukan Tawan yang melilitnya. Dia juga merindukan pelukan ini.
“Udahan yuk pelukannya? Siap-siap gih, mau gua ajak ke tempat favorite gua.”
“Mau kemana?” Jawab Tawan dengan suara parau setelah diam selama beberapa saat.
“Ke tempat favorite gua, makanya ayo siap-siap dulu nanti keburu kemaleman.”
Tawan kembali menggeleng dan tetap memeluk Joss dengan erat, Joss menghela nafasnya dengan pasrah.
“Yaudah gak usah ganti baju gapapa, ambil handphone, dompet sama pake sendal ya?” Bujuk Joss sekali lagi.
“Tapi jangan ditinggal ya?” Lirih Tawan.
Joss terdiam beberapa saat mendengar ucapan Tawan, lelaki itu tersenyum kecil, “Iya gak ditinggal kok.” Bisik Joss dengan lembut.
Tawan melepaskan pelukannya dengan perlahan, Joss mengelus pipi lelaki itu dan mengisyaratkan Tawan untuk bersiap-siap. Tawan berlari masuk ke dalam rumahnya, sesekali lelaki itu mengecek keberadaan Joss di depan rumahnya.
Joss melemaskan bahunya dan masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, lelaki itu menghidupkan radio selagi menunggu Tawan untuk keluar.
Tawan membuka pintu mobil dan masuk tanpa banyak bicara, lelaki itu meletakkan tas yang ia bawa ke kursi belakang dan duduk menghadap Joss.
Joss tersenyum kecil melihat betapa menggemaskannya Tawan dengan pajama yang masih membungkus tubuh lelaki itu, rambut acak-acakan Tawan menambah kadar kelucuan kekasihnya.
“Udah siap?” Tanya Joss masih dengan senyumannya.
“Udah.” Jawab Tawan dengan semangat, tangannya menarik lengan Joss, meminta lelaki itu untuk menggenggam jari-jarinya.
Joss terkekeh dan menyatukan jemari mereka dalam satu genggaman erat. Membiarkan Tawan menarik dan menggenggam tangannya dengan bebas. Sesekali Joss bernyanyi mengikuti lagu yang berputar dimobilnya, bersikap sebiasa mungkin agar Tawan merasa nyaman dan tidak canggung.
Joss Wayar memang mencintai Tawan sebanyak itu.
“Ngapain kita ke kampus?” Tanya Tawan kebingungan ketika Joss memarkirkan mobilnya di depan fakultas mereka, yaitu fakultas kesehatan masyarakat.
“Ke tempat favorite gua, kan udah gua bilang?”
Tawan memberikan wajah terkejutnya, “Tempat favorite lo di kampus? Lo bener-bener budak organisasi apa gimana...”
“Ya enggak gitu juga sayang.” Kekeh Joss, tangannya mengacak rambut Tawan secara asal dan menggenggam telapak tangan sang kekasih, menariknya dengan perlahan untuk mengikutinya.
Joss dan Tawan masuk ke dalam lift yang disediakan di fakultas mereka, Joss menekan lantai paling atas fakultasnya yaitu lantai 5. Tawan hanya melihatnya dengan diam, tanpa banyak bertanya pada Joss. Menikmati suasana fakultas yang sepi, karena biasanya fakultas mereka selalu ramai.
Mereka sampai di lantai paling atas, Tawan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru, agak menakutkan juga kalau harus berada disini sendirian. Tawan mengeratkan pegangannya pada Joss, Joss yang paham hanya tersenyum kecil dan menuntun Tawan ke arah pintu darurat yang tidak berada jauh dari lift.
Joss membuka pintu darurat dan pemandangan yang mereka lihat adalah dua tangga yang berlainan arah, satu tangga menurupakan tangga untuk turun ke lantai 4 sedangkan tangga lainnya adalah tangga menuju rooftop fakultasnya.
Joss mengajak Tawan untuk naik ke tangga yang menuju rooftop, Tawan yang awalnya tidak mengerti sekarang sudah lebih paham. Tempat favorite Joss adalah rooftop yang berada di atas fakultas mereka, Tawan memang pernah beberapa kali kesini, namun hanya untuk kebutuhan organisasi seperti mengoperasikan drone untuk dokumentasi saat hari terakhir masa orientasi mahasiswa baru.
Langit Jakarta hari ini sedang cerah, walaupun bintang tetap tidak terlihat namun cukup indah untuk dilihat. Joss menggiring Tawan mendekati paralon besar dan dinding pembatas.
“Duduk.” Ucap Joss.
Tawan duduk dan menatap Joss dengan pandanganan memujanya, Joss Wayar terlihat sangat menakjubkan dibawah langit malam hari.
Joss membuka paperbag yang dibawanya sejak tadi, sebuah jaket berwarna hitam ia keluarkan dari paperbag tersebut. Joss mengambil tangan kanan Tawan dan memakaikan jaket itu pada kekasihnya.
Tawan yang semula kebingungan lantas membiarkan tubuhnya untuk dipasangkan sebuah jaket, rona merah tak luput dari pipinya.
“Thanks..” Bisik Tawan setelah Joss selesai memasangkan jaket untuknya.
“Don't mind.” Jawab Joss dengan senyuman kecilnya.
Joss memposisikan tubuhnya disebelah Tawan, dia menyenderkan kepalanya pada dinding dibelakangnya, matanya menatap langit Jakarta, pemandangan yang selalu ia sukai kapanpun ia datang kesini.
“Gua juga punya mimpi.” Mulai Joss.
Tawan menegakkan bahunya mendengar Joss memulai percakapan. Lelaki itu beberapa kali menarik nafasnya dengan perasaan gugup, memang cepat atau lambat mereka harus meluruskan hal diantara mereka berdua.
“Mimpi gua cukup sederhana, gua mau jadi orang yang bahagia lahir dan batin. Gimanapun caranya gua harus jadi orang bahagia. Lucu ya? udah umur segini gua belum punya mimpi yang khusus.” Kekeh Joss.
“Gua gak pernah mikirin tentang masa depan gua, karena mau gimanapun gua sekarang, nantinya gua akan tetap melanjutkan perusahaan bokap gua. Mau seberapa banyak gua menunda atau menyangkal, gua bakal berakhir disana. Mereka bilang gua lahir dengan sendok perak, dan gua akuin, bener. Gua lahir dengan banyak keberuntungan. Relasi, uang, dan kekuasaan.”
“Rasanya aneh gak sih cerita kayak gini, tapi seenggaknya sebagai pacar gua lu harus tau latar belakang keluarga gua bang.” Ucap Joss dengan senyuman kecilnya.
“Buat berada di fakultas kesehatan masyarakat itu gak gampang, iya emang gua cuma ikut Luke kesini, sebagai penyangkalan diri gua kalau gua harus masuk manajemen bisnis. Gua harus berantem sama bokap dulu, fasilitas gua harus dicabut selama seminggu, dan gua dikurung di rumah. Tapi gua berhasil masuk fkm, karena gua bikin perjanjian kalau gua bakal tetep belajar bisnis setelah gua lulus. Lucu ya.”
Tawan menggenggam tangan Joss dengan erat, sesekali memberikan elusan penuh kasih sayang pada adik tingkatnya yang berstatus sebagai kekasihnya ini.
“Pas kemarin gua denger mimpi lu, gua berasa tertampar dengan keras. Mimpi lu tinggi banget dan indah banget. Gua bahkan gak punya pikiran kalau ada orang yang punya mimpi semulia itu.”
“Mimpi lu... Indah banget, gua sampe takut apa kehadiran gua disisi lu bisa ngehalangin lu buat terbang bebas? Apa gua bisa lepasin lu terbang setinggi mungkin buat lu gampai impian lu?”
“3 hari ini gua berantem sama diri gua sendiri, apa yang harus gua lakuin, apa yang harus gua bilang ke lu biar lu gak merasa bersalah ketika lu pergi nanti.” Joss berhenti sebentar, menahan perasaan sedih yang bersarang dihatinya. Matanya menatap langit dengan sendu.
“Rasanya berat bang, kemarin gua ngeluh sama dunia tentang betapa susahnya jadi pendamping lo. Maafin gua ya karena gua sampe ngeluh, kemarin gua mumet banget. Gak tau mana yang harus diprioritasin antara lu sama kuliah gua.”
“Gua mau egois boleh gak sih bang? I don't want you to leave me, I want you to stay.”
“Joss-” Panggil Tawan dengan lirih.
“Don't call me like that..” Bisik Joss pada Tawan. Joss mengarahkan pandangannya pada wajah sempurna Tawan, menyimpan baik-baik apa yang ia lihat sekarang di memorinya.
“If I beg you to stay, would you stay?” Lirih Joss.
“No.” Jawab Tawan berusaha tegas, namun siapapun bisa mendengar suara Tawan yang bergetar.
“Kalau gitu, berarti gua harus ngelepas mimpi gua ya? Mimpi gua jadi orang bahagia, dan lu salah satu yang bikin gua bahagia. Kalau gua ngelepas lu, berarti gua ngelepas mimpi gua.”
“Joss.” Tawan menangis. Pertama kalinya dia menangis di depan Joss Wayar. Pikiran tentang hilangnya mimpi Joss membuatnya tak bisa menahan air matanya. Dia sejahat itu?
“Hei, hei, kenapa nangis?” Tanya Joss lembut.
“Gua jahat banget ya- hiks. Gua cuma pentingin mimpi gua tanpa mikirin mimpi lo, tanpa mikirin betapa sulitnya jadi lo. Joss, gua jahat banget ya.” Isak Tawan.
“Engga-engga, lu gak jahat. Mungkin emang belum jodohnya kali ya bang?”
“Gamau, gamau. Mau jodohnya sama lu gamau. You said you want to grow old with me, Joss.” Bisik Tawan.
Joss Wayar mengadahkan wajahnya, menahan air matanya untuk turun. Lelaki itu mengaminkan ucapan Tawan, dia juga ingin berjodoh dengan Tawan. Mungkin waktunya saat ini kurang tepat.
“Percaya sama takdir gak?” Tanya Joss dengan parau.
“Maybe we just cross our road in wrong path. Maybe we need to fix every shattered things in ourselves first. Maybe we have to define home in each other until I find you again.”
“Maybe one day we meet each other when we are different, when we are better, maybe one day you will be good for me and I will be good for you, and finally the universe will approve. Maybe one day we will be fine, we will be alright.”
“Maybe someday in the future, I will bump to you in mcdonald's, maybe you still love french fries with mcflurry, or sunny side burger with a lot of pickles. Maybe we will genuinely smile and the sparks will fly and my heart skips a beat the way it did.”
“Maybe someday in the future, sores will be our past and it will be like that, and we start to walk away from that. Maybe in that day, we still feel our souls smiling too, because we still have that feelings we used to share. Maybe our souls will still in love, and that day, definitely, I won't let you far any longer.”
“Jangan bercanda bisa gak? Gua lagi gak mau bercanda. Stop. I don't wanna hear anymore.” Tandas Tawan.
“Hei, hei dengerin dulu ya?”
“Kita terburu-buru, ini emang salah gua yang gak melakukan pendekatan dengan baik. Jujur aja bang, hubungan kita belum sekuat itu buat komitmen. Belum sekuat itu buat dipisah sama ribuan kilometer. Kalau dipaksa, nanti bakal ada yang tersakiti. Entah kedua belah pihak atau salah satu pihak.” Lanjut Joss.
“Gua gamau putus. Gamau.” Ucap Tawan berulang kali.
“Tawan. Tawan.” Panggil Joss berulang namun Tawan hanya mengabaikan Joss.
“Tawan Vihokratana dengerin gua.” Tegas Joss.
“Kita butuh waktu buat yakinin diri sendiri. Semuanya gak semudah yang terlihat. Bukan cuma tentang kisah asmara, tapi ini juga tentang mimpi dan masa depan. Kita gabisa asal ambil pilihan.”
“Lu percaya sama gua kan bang? I love you, I love you so much but it started to ache to only breath. Semakin gua pikirin tentang lu yang jauh, semakin jatuh perlahan juga rasa percaya diri gua. Bukan gak percaya sama lu, tapi semesta emang bisa sebercanda itu. Gua harus yakinin diri gua sendiri sebelum gua bisa yakinin lu buat tetep sama gua.”
“Gua harus yakinin diri gua sendiri buat jadi sayap biar lu terbang dengan bebas. Gua harus yakinin diri gua sendiri untuk jadi rumah lu nantinya. Gua harus kokoh, karena kalau gua rapuh gua bukan cuma bisa hancurin mimpi lu tapi gua bisa hancurin diri gua sendiri.” Jelas Joss.
Tawan menutup mulutnya, mencegah isakannya semakin terdengar. Matanya menatap mata Joss yang memerah karena menahan tangisan.
“Bang, percaya kan sama takdir? Percaya kan sama gua?” Bisik Joss.
“Mungkin sekarang waktu kita belum tepat, mungkin- mungkin-” Pertahanan Joss runtuh juga. Lelaki itu menangis.
“Fuck why is it so hard to say.” Umpat Joss.
“I must loved you in other lives because when I see you it feels like coming home. No one makes me feel more myself than you.” Lanjut Joss dengan terisak.
“I love you, I love you Joss. Please please don't leave me.” Bisik Tawan dengan lemah.
“Bang... Hey listen to me.” Panggil Joss setelah menenangkan dirinya sendiri.
Joss menangkup wajah Tawan yang penuh dengan air mata, matanya menatap lelaki yang dicintainya dengan penuh kasih sayang.
“Maybe this isn't our time yet. I let fate decide. If we were meant to be, we'll together. Maybe not now. Maybe not yet.” Lirih Joss.
Tawan menggeleng, lelaki itu menutup wajahnya dan menangis dengan keras.
“Harus bahagia ya? Lu adalah sumber kebahagiaan buat gua. Seeing you happy, makes me happy too. You deserve all the happiness in the world.” Bisik Joss.
“Gua bakal selalu ada buat lu sampai kapanpun. I know you're just trying to reach your goals so don't ever feel discourage. Bagi gua, selama lu bisa mencapai semua impian lu, lepasin lu saat ini adalah pilihan terbaik. Buat gua, buat lu, buat kita.”
“Tawan Vihokratana harus jadi merpati paling indah di angkasa ya? Harus terbang setinggi mungkin. Tawan Vihokratana harus jadi orang sukses, harus jadi lulusan terbaik di fkm, harus jadi petugas kesehatan terkuat di EIS nanti. Tawan Vihokratana harus coret satu persatu catatan kecil dihidupnya ya?”
Joss mendekatkan wajahnya pada Tawan yang masih menangis, lelaki itu mengusak hidung mereka dengan kekehannya.
Joss mendekatkan wajah mereka berdua, tangannya mengelus pelan pipi sang kekasih, sementara matanya tidak memutuskan kontak dengan mata Tawan.
“I love you..” Bisik Joss.
Joss menyatukan bibir mereka berdua dalam satu ciuman lembut yang tidak terburu-buru. Joss mencium Tawan dengan penuh kasih sayang, bibirnya menghisap bibir bawah Tawan dengan lembut.
Tawan menutup matanya dan menikmati ciuman lembut yang diberikan oleh Joss, air mata mereka berdua menyatu dibawah gelapnya malam. Tawan mencengkram pakaian Joss dengan erat. Menahan perasaan sedih yang bersarang dihatinya.
Joss menyudahi ciuman mereka dengan senyuman yang terbit diwajah tampannya dan berbisik pelan.
“Someday in the future, let's fall in love over and over again.”
and in that time, he won't let Tawan far any longer.
Joss masih memeluk Tawan karena lelaki itu tidak mau melepaskan pelukannya. Tawan masih menangis, sejak tadi. Lelaki kecil itu tidak mengeluarkan sepatah katapun, hanya menangis dan memeluknya dengan erat.
Berat memang ketika harus terpaksa pisah ketika sedang bahagia-bahagianya. Apalagi perpisahannya dikarenakan sesuatu hal yang jauh lebih serius dibandingkan hubungan mereka. Tidak ada yang bisa dilakukan selain merelakan satu sama lain.
“Te” Panggil sebuah suara.
Joss mengangkat wajahnya dari bahu Tawan untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Jumpol dan Gun.
“Udah ada bang Jumpol sama bang Gun. Ayo pulang, kalau disini terus nanti kedinginan terus sakit.” Bisik Joss pada Tawan. Tawan menggeleng dan mengeratkan pelukan mereka.
“Bang, ayo jangan gini. Gimana gua bisa relain lu kalau lu begini, hm.” Bisik Joss frustasi.
“Please, I don't want you to let me go.” Balas Tawan dengan suara serak karena terlalu banyak menangis.
Joss melepaskan pelukan mereka, menangkup wajah Tawan dengan tangannya yang dingin.
“I love you. I love you. I love you. Jaga diri baik-baik ya? Jangan bergadang karena gua udah gak bisa nemenin lu, makan makanan yang sehat, jangan overthinking, dan jangan lupa buat selalu senyum ya?”
“Nanti. Nanti kita ketemu lagi disituasi yang lebih baik, diwaktu yang lebih baik. Dimana gua sama lu sama-sama udah siap buat memulai komitmen hubungan. Nanti. Nanti ya, tunggu gua dateng?” Bisik Joss dengan senyuman sendunya.
Joss memberikan isyarat pada Jumpol untuk membawa Tawan. Jumpol yang mengerti mendekati Tawan dan menarik lelaki itu dengan lembut.
Tawan melirik Joss sekali lagi sebelum benar-benar pergi meninggalkan lelaki itu. Tawan menghapus air matanya dan tersenyum dengan sangat manis pada Joss.
“I love you so much, Joss Wayar.” Ucap Tawan tanpa suara. Joss yang menangkap ucapan lelaki itu hanya mengangguk dan membalas Tawan dengan senyuman.
Ketika pintu rooftop tertutup, Joss jatuh terduduk. Matanya menatap langit jakarta, air matanya lolos satu persatu.
“Anjing.” Ucap Joss terisak lelaki itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Membiarkan air mata turun dengan derasnya. Ini juga berat untuknya, namun dia belum cukup kuat untuk menjadi rumah Tawan. Dirinya masih terlalu banyak kekurangan. Bahunya belum sekokoh itu untuk mengangkat Tawan ke tempat tertinggi.
Jadi pilihan terakhirnya adalah dia membiarkan Tawan terbang sendirian, melukis kisah hidupnya seorang diri. Joss memberikan mimpinya untuk Tawan, sementara dia membangun dirinya untuk lebih kuat, dia membiarkan Tawan untuk pergi.
Nanti, nanti jika memang semesta membiarkan mereka untuk memulai semuanya kembali, Joss akan mencintai Tawan dengan cara yang paling indah. Joss akan menemukan Tawan dan memastikan bahwa lelaki itu untuk menjadi cerita akhir dihidupnya.
Little Tawan, I give you my wings to set you free, so you may soar higher than the luminous skies. Your wings already exist. All you have to do is fly.