You've Got Email: Chapter 5
Joss melihat Tawan menutup gerbangnya dengan barang bawaan cukup banyak. Joss sudah memberikan tawaran untuk membantu lelaki yang lebih tua, namun Tawan menolak dan menyuruh Joss untuk tetap berada di dalam mobil.
Tawan membuka penumpang belakang dan meletakkan barang bawaannya di sana. Lalu lelaki itu pindah ke kursi penumpang di samping sang adik tingkat, tanpa benar-benar memerhatikan bahwa sejak Tawan membuka pintu mobil mata elang Joss wayar tidak pernah berhenti menatapnya.
“Udah semua?” Tanya Joss saat melihat Tawan memasang seatbeltnya.
Tawan mengangguk dan mulai melakukan kebiasaannya yaitu menyetel musik yang berasal dari playlistnya.
“Tadi beneran gak ada orang di rumah bang?” Tanya Joss memulai percakapan.
“Gak ada, kenapa?”
“Gapapa nanya aja.” Gumam Joss pelan. Matanya melirik Tawan yang tenggelam dalam lagu yang terdengar dipenjuru mobil.
Hari ini Tawan terlihat menawan dengan long sleeve dongker disertai waist bag dan celana bahannya. Tawan memang selalu menawan, tapi hari ini senyuman di bibirnya tidak pernah lepas dari wajah itu membuatnya dua kali lipat lebih menarik.
“Gugup gak hari ini?” Tanya Joss lagi.
Tawan menoleh sekilas dan mengangguk, “Gugup lah udah pasti. Apalagi kan sampel penelitian gua yang agak kurang common di lingkungan sosial.” Jawab Tawan pelan.
Joss tersenyum kecil, lelaki itu menarik jemari Tawan dan menggenggamnya dengan erat. Tawan melirik sekilas namun membiarkan sang kekasih melakukan hal sesukanya.
Lagipula Tawan memang sedang butuh untuk digenggam untuk menghilangkan rasa gugupnya.
Perjalanan kali ini hanya diisi oleh suara musik, tangan Tawan tidak pernah lepas dari genggaman Joss. Beberapa kali Tawan juga menyenderkan kepalanya di bahu Joss saat lelaki itu sedang fokus menyetir, terkadang Tawan juga memainkan jemari Joss secara acak.
Joss hanya membiarkan Tawan melakukan apapun yang ia mau, sangat menggemaskan. Tawan seperti anak anjing yang sedang mengais perhatian, jika saja Joss tidak sedang menyetir dia akan langsung membawa Tawan kepangkuannya dan memeluk erat lelaki itu disertai kecupan kecil diseluruh wajahnya.
Mobil Joss masuk ke daerah cukup terpencil, daerah ini terlihat agak kumuh.
“Bener disini?” Tanya Joss memastikan.
“Iya dari infonya sih sekitar sini tempat prostitusinya.” Jawab Tawan dengan gugup.
Joss membuka jendela untuk berbincang dengan bapak-bapak yang sedang berkumpul di warung.
“Permisi pak, mau tanya.” Sapa Joss dengan ramah.
“Iya kenapa dek?”
“Kira-kira disini ada lahan untuk parkir mobil gak ya pak?” Tanya Joss lagi.
“Oh agak susah dek, tapi bisa parkir di ruko depan sana dek. Sekitar 1 km dari ini.” Jawab bapak-bapak dengan perawakan yang cukup rapi dibandingkan yang lainnya.
“Oh tinggal lurus aja ya pak? Terima kasih ya pak.”
Joss menutup kembali kaca mobilnya dan mulai melaju sesuai arahan dari bapak tadi.
“Joss.” Panggil Tawan.
“Hm, kenapa?”
“Nanti kalau udah ketemu tempat prostitusinya, lo pake masker ya.” Cicit Tawan.
Joss menoleh dan menatap Tawan dengan pandangan tidak mengerti.
“Kenapa?”
Tawan memalingkan wajahnya yang memerah, “Nanti kalau ada yang suka gimana.” Bisiknya pelan.
“Ngomong apaan tadi?” Tanya Joss dengan bingung. Suara Tawan teredam oleh musik yang masih mengalun di dalam mobil, Joss juga tidak bisa membaca pergerakan bibir lelaki itu karena Tawan tidak sedang menghadapnya.
“Nanti takut banyak asap rokok dan lain-lain jadi pake masker.” Jawab Tawan dengan senyuman yang ia paksakan.
Joss hanya mengangguk mengiyakan, tangannya mengelus rambut Tawan dengan penuh kasih sayang.
“Ini bukan sih rukonya? Kok sepi.” Gumam Joss.
“Kayaknya sih ini? Yaudah parkir dulu aja.” Jawab Tawan sambil memerhatikan sekitar.
Tawan dan Joss keluar dari mobil secara bersamaan, mereka berpandangan dan terkekeh dengan geli. Aneh sekali rasanya.
Joss mengambil tas Tawan yang tersimpan di kursi penumpang dan membawanya, “Ayo?” Ajak Joss.
Tawan berlari kecil mendekati Joss dan membuka tas yang saat ini berada di pundak lelaki itu. Tawan mengeluarkan satu buah topi dan masker.
“Joss. Joss Wayar.” Panggil Tawan.
“Kenapa?”
“Sini nundukkan, gua mau pakein masker sama topi.” Ucap Tawan dengan tangan yang dia tekankan dipundak Joss, memaksa lelaki itu agar menunduk.
Joss terkekeh dan menuruti kemauan lelaki yang lebih tua, dia menekuk lututnya dan menyamakan tingginya dengan tinggi Tawan.
Tawan tersenyum lebar dan memasangkan topi yang ia bawa di kepala sang kekasih, begitu juga dengan masker yang dibawanya.
Tawan mengelus pelan pipi Joss yang tidak tertutupi masker dengan lembut, “Anak pinter.” Gumamnya kecil.
Joss merasakan wajahnya memanas dengan perlakuan tiba-tiba Tawan. Lelaki itu menjatuhkan kepalanya di bahu Tawan dan terkekeh dengan bahagia.
“Lu tuh bang bisa banget bikin gua jatuh cinta kenapa sih.” Lirih Joss dengan bahagia.
“Lebay.” Celetuk Tawan dengan senyuman lebar yang masih terlukis diwajahnya.
Tawan memeluk bahu lebar Joss dengan susah payah, lengannya tidak dapat mencapai seluruh punggung Joss karena tubuh bongsor lelaki itu.
“Udah ayo nanti keburu sore malah udah pada gaada di tempat.” Ucap Tawan menjauhkan tubuh mereka berdua.
Tawan menautkan jemari mereka berdua dan menarik Joss untuk mulai berjalan. Tangan lainnya membuka maps sebagai petunjuk tempat yang dicarinya.
“Hm sekitar 400 meter dari sini. Bentuknya kayak warung kelontong.” Gumam Tawan yang terfokus pada ponselnya.
Joss sendiri hanya memperhatikan tautan tangan mereka berdua dengan senyuman yang ia susah payah tahan. Jantungnya berdegub dengan sangat keras, entah kenapa namun perubahan Tawan semakin hari semakin terasa.
Perubahan itu membuat Joss semakin meninggikan harapan bahwa pada akhirnya mereka bisa bersama, seperti rencana yang telah disusunnya. Untuk menghabiskan waktu bersama dengan Tawan.
Mereka berjalan diselingi dengan obrolan seputar kampus dan tetek bengeknya, obrolan tersebut dikuasai oleh Tawan yang berbagi pengalaman mulai dari pengalaman memalukan hingga pengalaman yang paling membuatnya bangga.
“Ini kemana lagi ya?” Gumam Tawan.
Tawan melepaskan genggaman tangan mereka namun Joss menolaknya, Joss menarik Tawan untuk berdiri dibelakangnya, menyembunyikan lelaki kecil itu dibalik tubuh besarnya.
“Permisi Bu, sebelumnya maaf menganggu. Boleh bertanya bu?” Tanya Joss mewakili Tawan.
“Kenapa?”
“Mau tanya untuk lokasi prostitusi apakah dekat-dekat sini Bu?” Tanya Joss to the point.
Wanita paruh baya yang ditanya melihat Joss dan Tawan dengan penuh selidik, matanya menelisik penampilan mereka berdua dengan seksama.
“Lu pada mau daftar jadi gigolo ya?” Tanya Wanita paruh baya tersebut.
Joss menggeleng dengan cepat, begitu juga Tawan.
“Eh bukan bu, bukan begitu.” Tawab memotong obrolan mereka.
“Saya Tawan Bu, mahasiswa semester akhir di Universitas Monokrom. Saya disini mau mencari responden untuk skripsi saya bu, kebetulan responden saya adalah PSK. Jadi saya datang kesini untuk itu, bukan menjadi gigolo.” Jelas Tawan dengan senyum manisnya.
“Gak, gak ada prostitusi disini.” Jawab Ibu tersebut dengan sinis.
Tawan terkejut mendengar perubahan nada berbicara wanita paruh baya tersebut, apa dia melakukan kesalahan?
Joss hanya tersenyum kecil, “Mau berapa?” Tanya Joss.
“Maksud lu apa?” Jawab sang Ibu semakin sinis.
Tawan menarik Joss untuk mundur, dia mencubit lengan lelaki itu dengan sedikit keras.
“Joss bego, lo jangan bikin keadaan makin runyam dong.” Omel Tawan.
“Udah serahin ke gua, gua udah berpengalaman.” Balas Joss berbisik.
Joss Wayar melepas genggaman tangan mereka dan berjalan mendekati wanita paruh baya tersebut.
“2 juta cukup?” Tawar Joss.
Wanita tersebut masih memasang wajah tidak bersahabatnya.
“Tawaran terakhir, 5 juta dan lu anterin gua ke tempat prostitusinya. Kalau engga gua bisa panggil polisi sekarang juga.” Ucap Joss final.
Wanita paruh baya tersebut menghela nafasnya, siapa yang bisa menolak uang segitu banyak hanya dengan mengantar ke tempat prostitusi. Lagipula ancaman Joss membuatnya sedikit gemetar.
“Oke. Ayo ikutin gua.” Ajak Wanita tersebut.
Joss menerbitkan senyumannya dan kembali menyatukan jemarinya dengan jemari Tawan.
Tawan sendiri tidak mempercayai apa yang dilihatnya, karena demi Tuhan YME. Joss Wayar terlihat sangat seksi ketika sedang mengeluarkan aura dominasinya, dan Tawan akan melakukan apapun agar dia bisa melihat kembali sisi Joss yang satu ini.
“Nanti uangnya gua kasih.” Bisik Tawan.
Joss tidak mengindahkan perkataan Tawan, lelaki itu sibuk memperhatikan sekitar sembari mengeratkan genggamannya pada Tawan.
Permukiman ini terlihat sangat kumuh, wajar saja jika tempat prostitusi berada disekitar sini, siapa pula yang mau melakukan grebek di daerah padat dan kumuh.
“Nih udah sampe. Tunggu disini gua panggilin madam dulu.”
Tanpa mendengarkan jawaban mereka berdua, wanita itu masuk ke dalam ruko yang dari luar terlihat seperti warung pada umumnya.
“Joss ini beneran disini?” Tanya Tawan.
Tawan merapatkan tubuhnya pada Joss Wayar, mencari perlindungan jika tiba-tiba ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi.
“Ya gatau bang, gua juga pertama kali kesini kan.” Kekeh Joss.
“Oh iya bener juga.” Gumam Tawan.
Wanita paruh baya yang mengantarkan mereka tadi keluar dengan seorang wanita yang terlihat lebih berusia sekitar 40 tahunan, dengan dandanan yang tidak terlalu mencolok?
Jika wanita itu tidak mengatakan sebelumnya, Tawan tidak akan mempercayai bahwa dihadapan mereka saat ini adalah madam pemilik prostitusi yang dicarinya.
“Ini tadi katanya mau ketemu madam.” Ucap wanita paruh baya dengan nada yang masih kurang bersahabat.
Joss mengeluarkan uang tunai dari dompetnya dengan total 5 juta rupiah dan memberikannya pada wanita itu, “Thanks.” Ucap Joss pendek.
Wanita itu mengambilnya dan pergi meninggalkan mereka bertiga tanpa kata. Tawan hanya memutar matanya melihat kelakuan tidak sopan wanita itu.
“Tadi fina bilang ada yang mencari saya?” Suara wanita itu cukup lembut dan keibuan.
“Perkenalkan saya Joss Wayar, dan ini pacar saya Tawan Vihokratana. Kami mahasiswa di Universitas Monokrom semester 4 dan semester 8 madam.”
Joss memperkenalkan diri dengan sopan. Lelaki itu bisa membawa dirinya dengan baik, jika dia dihadapkan dengan keadaan yang memaksanya untuk menjadi kasar, dia akan menjadi kasar. Jika dia dihadapkan pada keadaan yang membuatnya harus menunjukkan attitude baiknya, dia akan menjadi seseorang dengan attitude super baik.
“Iya, saya madam Gie. Ada keperluan apa ya?” Ucap wanita yang menyebut dirinya sebagai madam Gie.
“Jadi gini madam, pacar saya sedang melakukan penelitian untuk skripsinya. Judul skripsinya adalah karakteristik pekerja seks komersil dan faktor yang berhubungan dengan penyakit menular seksual di Jakarta Pusat tahun 2020. Kebetulan dia sedang mencari responden untuk penelitiannya, terus kami mendapat informasi tentang tempat madam. Kami datang mau meminta izin untuk menjadikan pegawai madam sebagai penelitian.” Jelas Joss panjang lebar.
“Sini masuk dulu ke ruangan saya. Kita ngobrol di dalam saja. Kurang etis kalau ngobrol sambil berdiri.” Ajak madam Gie dengan ramah.
Joss melepaskan tautan tangan mereka dan memindahkan lengannya untuk merangkul pinggang Tawan. Agar lelaki itu aman disampingnya.
“Kebetulan kalau jam segini kita belum buka, jadi kalian bisa lebih rileks. Pasti rasanya gugup ya ke tempat seperti ini?” Canda madam Gie.
“Haha iya madam, ini pengalaman pertama datang ke tempat seperti ini.” Kekeh Joss.
“Siang madam, mereka siapa? Ganteng banget.” Sapa seorang wanita yang Tawan perkirakan seumuran dengannya.
“Klien gue ini, yang lain masih pada diatas kan?”
“Masih madam, ada apa emangnya?”
“Jangan cabut dulu, nanti gue masuk. Tungguin ya.” Perintah wanita itu dengan senyuman, sedangkan wanita yang lebih muda hanya memberikan ibu jarinya dan pergi menuju lantai atas.
“Ayo sini duduk dulu, mau minum gak?”
Tawan dan Joss menolaknya dengan halus, mereka duduk berhadap-hadapan.
“Jadi, kalian mau ambil data disini?” Tanya madam Gie.
“Iya madam, kalau diizinkan saya mau menjadikan pekerja madam responden dari penelitian saya.”
“Bawa surat izin dari kampusnya gak?” Tanya wanita itu lagi.
Tawan membuka tas yang masih berada dipangkuan Joss untuk mengambil dokumen yang dibutuhkan. Dia sudah mempersiapkannya dengan matang.
“Ini madam, tapi saya hanya ada surat izin secara umum. Untuk nama madamnya saya belum cantumkan karena sebelumnya saya tidak tahu dan saya perlu perizinan dari madam untuk mencantumkan nama madam.” Jelas Tawan.
“Iya tidak usah mencantumkan nama saya, surat izin umum aja cukup kok. Saya baca dulu ya.”
Joss meremas jemari Tawan memberikan kekuatan pada lelaki itu. Semoga saja Tawan diizinkan untuk mengambil data disini.
“Untuk proposal penelitiannya ada?” Tanya madam lagi.
“Ada madam, saya sudah siapkan proposal penelitian saya.”
Tawan menyerahkan proposal yang sudah dibuatnya.
“Untuk sampel responden yang saya butuhkan sekitar 135 responden madam.” Jelas Tawan.
“Waduh, pekerja saya tidak sampai 135 lima. Ada sekitar 45 saja. Ini hanya di Jakarta Pusat kan ya?” Jelas madam Gie.
Tawan mengulum bibirnya sengan gugup, “Iya madam. Apa madam punya kenalan yang masih di daerah Jakarta Pusat?”
“Ada, kita juga punya grup sesama pemilik tempat hiburan di wilayah Jakarta Pusat. Tapi punyanya Jakarta Pusat aja ya saya, soalnya kalau beda wilayah kadang suka di tegur karena bukan wilayah dagangnya.” Jelas madam lagi.
“Untuk ditempat madam saya beniat mengambil data dengan mengisi kuesioner berbentuk hardcopy, saya juga menyiapkan kuesioner berbentuk link google form madam. Kira-kira apa bisa madam bantu sebarkan?”
“Bisa, nanti kamu bikin surat izin 4 lagi ya. Dikirim ke alamat disini. Nanti masnya saya undang ke grup buat izin langsung ke mereka gimana?” Tawar madam Gie.
Tawan melebarkan matanya dengan terkejut, “Madam serius?”
Wanita itu terkekeh kecil, “Lho ya serius. Saya juga punya anak lho lagi kuliah di luar negeri. Saya tau susahnya gimana jadi yaudah. Asal pekerja sama identitasnya dirahasiakan saya sih oke.”
“Iya madam, saya rahasiakan kok. Madam bisa liat di proposal bagian belakang ada lampiran kuesioner, saya hanya meminta mencantumkan inisial nama. Ada lembar persetujuan juga.”
Madam Gie mengangguk saat melihat proposal dan surat-surat perizinan yang tersusun dengan rapi.
“Setelah ambil data, apa yang bisa mas kasih ke kita?” Tanya wanita itu.
Joss Wayar mengeraskan ekspresinya, “Madam mau apa? Kalau bisa kami penuhi dan tidak merugikan bagi kami. Pasti kami akan lakukan.” Jawab Joss datar.
“Woah, rileks mas. Saya gak minta aneh-aneh. Cuma kalau boleh izin, karena skripsi mas-nya ini tentang penyakit menular seksual. Bisa berikan sosialisasi pada pekerja saya mengenai pms? Saya baca sekilas pertanyaan kuesionernya juga cukup bagus.” Kekeh madam Gie.
Joss kembali melembutkan ekspresinya dan mengelus lehernya dengan gugup, “Maaf madam, terbawa ibu yang tadi diluar.”
“Ndak papa, jadi gimana? Apakah bisa?”
“Bisa madam, tapi kalau langsung penyuluhan hari ini sepertinya saya tidak yakin madam. Saya harus mempersiapkan materinya dulu sesuai pedoman dan teori. Karena saya takut ada salah informasi.” Jelas Tawan.
“Iya gak papa kalo gabisa hari ini, biasanya hari libur disini itu hari senin. Jadi kalau senin depan bagaimana?”
“Bisa madam nanti kabari saja ya madam via whatsapp.”
“Oke deh, yaudah sekarang naik ke atas dulu yuk. Kebetulan hari ini memang sedang kumpul semua disini karena ada pemeriksaan data dan laporan mingguan.” Ajak madam Gie.
Tawan merapikan barang bawannya dan berjalan mengikuti madam Gie. Joss juga tidak lupa mengikuti Tawan dengan tangan yang masih bertaut. Dia sangat bangga pada lelaki itu.
Tawan melarikan matanya untuk memerhatikan sekitar, lantai atas dari bangunan inj terlihat rapi. Hanya berisi ruangan besar yang dapat menampung 45 orang. Seperti aula di kampusnya.
Tawan mengeratkan genggaman tangannya pada Joss saat seluruh mata memandangnya dengan penasaran. Banyak sekali pekerja disini, tidak hanya wanita namun juga laki-laki. Mereka semua terlihat masih muda.
“Jangan gugup, mau gua aja yang ngomong?” Bisik Joss.
Tawan menggeleng dan menghela nafasnya dengan perlahan. Menenangkan diri.
“Guys, ayo diem dulu. Ini ada klien gue mau ngomong.”
“Siapa madam? Keliatannya muda banget. Pendatang baru?” Sahut sebuah suara dari belakang.
“Bukan Ben, anak kuliahan ini. Ayo dengerin dulu makanya.” Ujar madam Gie.
Madam Gie mempersilahkan Tawan untuk berdiri di tengah dan memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuannya datang kesini.
Joss berdiri di belakang Tawan dengan tangan terlipat di dada, memperhatikan keadaan sekitar mereka.
“Selamat siang menjelang sore semuanya. Perkenalkan saya Tawan Vihokratana. Saya mahasiswa Universitas Monokrom, Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Kesehatan. Saya sekarang sedang menempuh semester akhir, atau semester 8.” Mulai Tawan dengan lugas.
“Kiw kiw Tawan udah punya pacar belum...” Celetuk seseorang.
“Udah lah, liat noh dibelakangnya ada yang melototin lu Kin.” Celetuk yang lainnya.
Tawan terkekeh dengan malu, “Saya lanjutkan ya?”
“Jadi disini saya sedang melakukan penelitian untuk skripsi saya. Skripsi saya berjudul Karakteristik PSK dan Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Menular Seksual. Saya disini meminta izin pada kakak-kakak semua untuk menjadi responden penelitian yang akan saya lakukan. Untuk kerahasiaan akan terjaga dengan baik, saya mohon bantuan kakak-kakak untuk kelancaran skripsi saya.” Ujar Tawan dengan diakhiri dengan menundukkan kepalanya sebagai simbol kesopanan.
“Bener nih kerahasiaannya terjaga?” Tanya seorang pekerja.
“Bener kak, saya bawa materai 6000 jika kakak belum mempercayai saya sepenuhnya.”
Para pekerja berbisik dan berdiskusi bersama, sesekali mereka melirik Tawan yang masih berdiri dengan gugup di depan sana.
“Madam gimana?” Tanya seorang pekerja pada madam Gie.
“Kalau gue sih kasih izin, sekalian bantuin ini anak biar lulus cepet. Biar sukses, gak ngikutin jejak kita.” Ujar madam dengan santai.
Tawan membulatkan matanya tanda ia terkejut dengan ucapan pemilik tempat ini.
Joss tersenyum kecil, dimanapun Tawan pergi dia yakin Tawan akan selalu bertemu dengan orang-orang baik. Karena Tawan sendiri memang layak untuk mendapatkan semua kebaikan di dunia ini.
Joss mendekatkan diri ke madam Gie, “Madam ini pada udah makan siang?” Bisik Joss pelan, berusaha tidak terdengar oleh Tawan.
“Belum, biasanya pada makan siang jam setengah 4 atau jam 4 sih. Kenapa emang mas?” Jawab madam Gie berbisik mengikuti Joss.
“Saya mau beliin makanan siang madam sebagai bentuk terima kasih, kira-kira pada biasa makan apa ya madam? Apa Mcdonald's atau kfc atau apa madam?” Tanya Joss lagi.
Madam tertawa geli mendengar pertanyaan Joss, “Mas udah gila ya, masa makan Mcdonald's. Engga lah mas, biasanya pada makan nasi padang atau apalah itu yang ada nasinya.”
“Kalau mau beliin nasi padang aja mas.” Lanjut madam Gie.
“Oke oke, saya beliin nasi padang ya madam. Madam sendiri mau apa madam?”
“Samain aja.” Jawabnya acuh tak acuh.
Joss kembali berdiri dibelakang Tawan dengan ponsel digenggaman tangannya. Dia memutuskan untuk memesan makanan dengan aplikasi gofood, karena dia terlalu malas untuk pergi keluar, lagi pula dia tidak akan meninggalkan Tawan sendiri di tempat seperti ini.
“Jadi gimana, lu pada mau bantuin ini anak gak?” Tanya madam Gie sekali lagi saat melihat diskusi diantara pekerjanya tidak menemukan titik terang.
“Beneran terjaga kan madam? Gak bakal digrebek atau apalah? Madam kan tau ini penghasilan kita satu-satunya.” Tanya seseorang lagi memastikan.
“Kaga yaelah, gua udah liat surat izin dari kampusnya. Lagi kampusnya kampus ternama kan? Sesekali gapapa. Ntar lu pada dapet sosialisasi juga dari ini anak tentang penyakit menular seksual, biar jadi pencegahan juga buat kita semua.” Jelas madam Gie.
“Yaudah deh dek boleh.” Ujar seorang pekerja dengan senyuman kecilnya.
Tawan menampilkan senyuman lebarnya dan bergegas mengambil kuesioner yang sudah ia persiapkan.
Tawan menunjukkan kuesioner yang dimilikinya kepada semua pekerja yang ada disini.
“Jadi kak, ada beberapa pertanyaan disini yang harus kakak isi. Di halaman pertama ada penjelasan pengisian dan nama jelas saya sebagai peneliti, di lembar kedua ada lembar perizinan yang harus kakak isi. Ada inisial nama dan jenis kelamin dan tanda tangan kakak sebagai bukti bahwa kakak mengizinkan datanya untuk digunakan sebagai penelitian yang saya.”
“Selanjutnya adalah pertanyaan mengenai karakteristik responden, isinya seperti inisial, jenis kelamin, suku, agama, dan lain-lain. Setelah itu ada lembar pengetahuan mengenai penyakit menular seksual dan upaya pencegahan yang dilakukan.”
“Jika ada pertanyaan yang kurang jelas bisa ditanyakan pada saya, waktu pengisian tidak akan saya batasi. Tolong diisi dengan sejujurnya ya kak. Jadi nanti saat saya menyampaikan sosialisasi, saya bisa menyampaikan sesuai target dan tepat sasaran.” Jelas Tawan dengan senyuman lebarnya.
Joss ikut tersenyum melihat senyuman itu muncul di bibir kekasih hatinya, dia mengambil sebagian kuesioner ditangan Tawan dan membantu lelaki itu untuk menyebarkan kuesionernya kepada para pekerja.
“Tolong diisi ya kak.” Ucap Joss dengan ramah.
“Aduh adek ganteng banget walaupun pake masker. Pasti suka workout ya?” Goda salah satu pekerja lelaki disana.
“Haha iya nih bang, rajin kalau lagi gak kuliah.”
“Aduh endes banget deh.”
Joss mengucapkan terima kasih dan tertawa dengan kikuk. Untung saja dia tidak membiarkan Tawan datang sendiri, bisa berabe Tawan disukain banyak orang. Mana lelaki manis itu beramah tamah pada semua orang dengan senyuman mautnya.
Joss saja yang melihat rasanya sudah lemas karena terlalu banyak melihat Tawan tersenyum hari ini. Efek lelaki itu memang tidak ada tandingannya.
Pengisian kuesioner berjalan dengan cukup tertib, Tawan sudah bertukar kontak dengan madam Gie dan telah dimasukan ke grup berisi pemilik tempat prostitusi. Tawan juga sudah memperkenalkan dirinya secara tidak langsung digrup dan memberitahukan tujuannya. Untuk saat ini berjalan dengan cukup lancar.
“Bang, gua kebawah dulu ya?” Izin Joss.
“Hm, mau ngapain?”
“Ini gua mau ngambil makan siang, tadi gua pesen makan siang buat para pekerja disini. Udah izin madam Gie juga.”
Tawan menghela nafasnya pasrah, Joss ini memang selalu seenaknya sendiri. Tidak mendiskusikan padanya terlebih dahulu.
“Kenapa gak bilang?” Tanya Tawan.
“Tadi lo lagi sibuk jelasin ke para pekerja.”
“Tapi kan bisa bilang dulu?”
“Iya-iya maaf, yaudah udah terlanjur. Gua ambil dulu ya?” Ucap Joss dengan wajah yang ka buat semelas mungkin.
Suka tidak suka Tawan hanya bisa mengiyakan lelaki itu, nanti dia akan mengganti uang yang sudah Joss keluarkan untuk penelitiannya saat ini.
“Dek sudah nih” Ujar seorang pekerja.
Tawan kembali menampilkan senyumannya dan mendatangi pekerja tersebut, “Terima kasih banyak ya kak.”
“Sama-sama dek, semoga lancar skripsinya dan sukses terus ya.” Ucap perempuan itu dengan tepukan pelan di pundak Tawan.
“Aamiin” Sahut Tawan dengan sungguh-sungguh.
Satu persatu pekerja sudah menyelesaikan kuesionernya, Tawan tersenyum semakin lebar saat melihat kertas kuesioner yang tadinya bersih tanpa coretan kali ini ada coretan berisi data dari responden penelitiannya.
“Terima kasih banyak kakak kakak semuanya atas bantuannya buat penelitian saya. Semoga kita semua kebaikan yang kakak lakukan dapat berbalik kepada kakak.” Ujar Tawan.
“Oh iya ini ada sedikit hadiah dari saya dan pacar saya, makan siang untuk kakak-kakak semuanya. Mohon diterima ya.” Lanjutnya.
Tawan, Joss, dan madam Gie membagikan makan siang dan minuman yang telah Joss belikan pada para pekerja. Tawa dan obrolan masih terdengar diantara mereka semua.
Tawan juga mengobrol dengan beberapa pekerja tentang kuesioner yang ia isi tadi, ternyata ada beberapa pekerja yang mengetahui dan paham tentang penyakit menular seksual.
Tawan tidak menyangka, bahwa ditempat seperti inipun dia masih menemukan kebaikkan yang tidak pernah ia duga sebelumnya akan ia dapatkan.
Benar kata pepatah, Don't judge a book by it's cover. If you judge a book by it's cover, you might miss out an amazing story.”