Josstay: Nine Feet Apart
Major Character Death, Angst, Car Accident.
9 Agustus untuk ketiga kalinya. Sudah 3 kali Tawan melakukan perayaan bersama lelaki paling ia sayangi di semesta raya setelah ayahnya sendiri. 9 untuk 36, begitu sekiranya mereka menjalani suka dan duka bersama.
Te (panggilan sayang yang diberikan oleh Joss hingga sekarang Tawan lebih sering menyebut dirinya sendiri sebagai Te dibandingkan Tawan) ingat sekali, saat itu kalau tidak salah pada saat sekolah menengah atas tingkat pertama semester dua, Tawan mendapatkan pengakuan cinta tiba-tiba dari seseorang yang bahkan namanya saja Tawan tidak kenal.
Awalnya Tawan mencurigai bahwa lelaki sedang melakukan taruhan atau bermain truth or dare, seperti yang biasa dilakukan oleh anak-anak seusianya. Namun ternyata lelaki itu sedang tidak melakukan kedua hal tersebut.
Pada saat kejadian Tawan tidak menerima ataupun menolak, Tawan hanya diam dan menatap lelaki yang mengaku bahwa namanya itu Joss cukup lama. Teman-teman disekitarnya sudah menyoraki mereka berdua untuk pacaran saja, yang Tawan pahami saat itu adalah Joss bawa pasukan untuk mendukung tingkahnya.
Tawan juga paham, jika ia menolak Joss pasti hal tersebut akan menjatuhkan harga diri serta kepercayaan diri Joss, namun jika Tawan menerimanya itu sama saja membohongi dirinya sendiri. Karena Tawan tau dia tidak menyukai apalagi mencintai Joss, atau lebih tepatnya belum menyukai lelaki itu.
Jadi yang terjadi saat itu, Tawan mendekati Joss hingga hampir tidak ada jarak diantara mereka dan berbisik,
“Joss, gue belum bisa jawab sekarang tapi jalanin dulu aja ya. Makasih udah suka sama gue.”
Dan dari situlah awal dimulai adanya perayaan setiap tanggal 9 Agustus.
Hari-hari Tawan dijalani dengan setiap tingkah dan kejutan yang Joss lakukan. Entah memang sengaja dilakukan untuk menarik perhatiannya atau memang sudah habit dari Joss untuk bertingkah aneh. Tawan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Joss yang aneh.
Banyak orang bertanya, “Te, kok bisa tahan sama Joss?” Tawan hanya bisa tertawa canggung dan menjawab, “Gak paham. Semakin aneh Joss, malah makin sayang.”
Lalu orang-orang tidak pernah mempertanyakannya lagi. Mungkin lelah akan jawaban Tawan yang selalu sama dan terkesan terlalu mencintai Joss. Padahal memang kenyataannya Tawan terlalu mencintai lelaki itu, siapa juga yang tidak mencintai lelaki sehangat dan sebaik Joss Wayar Sangngern?
Hubungan tanpa status mereka usianya mencapai 5 bulan, sampai Joss sekali lagi bertanya pada Tawan. Kali ini Joss tidak membawa pasukan, hanya ada dirinya, Tawan, dan burger kfc yang sisa setengah.
Joss memulai, “Te. ini gak romantis soalnya gua gak pernah jadi cowok romantis, karena jadi romantis itu no fun. Kalau kemarin saksinya banyak orang, kali ini saksinya cukup burger kfc harga sepuluh ribuan aja. Gapapa kan? Aduh anjir gua gugup banget.”
“Burgernya sisa setengah, sekarang tanggal 9 Agustus dan tepat 5 bulan setelah pernyataan cinta yang lalu. Kali ini pertanyaannya sama, tapi udah dimodifikasi soalnya kalau pake yang lama pasti lu bosen.”
Joss masih berbicara panjang lebar, dia terlalu fokus menatap burger hingga tidak memberi perhatian lebih pada pipi Tawan yang sudah memerah, semerah saus tomat di dalam burger yang menjadi saksi saat ini.
“Tawan Vihokratana, mau gak jadi batu penambal untuk aspal-aspal yang bolong? Jadi kompas buat para penglana, atau bahkan jadi rambu-rambu lalu lintas buat para pengendara kendaraan bermotor?” Tanya Joss dengan wajah paling seriusnya.
Tawan tertawa, suaranya tawanya begitu renyah, sangat nyaman untuk didengar. Joss selalu mempertanyakan mengapa Tuhan tidak adil. Dia menciptakan Tawan terlalu sempurna hingga untuk melengkapi kekurangan Tawan, Joss harus bisa menjadi seperti Leonardo DiCaprio (karena Tawan bilang DiCaprio adalah lelaki paling sempurna di bumi pertiwi jadi Joss memutuskan role modelnya adalah DiCaprio).
“Gak mau Joss.” Balas Tawan saat itu. Mendengar hal itu membuat pundak Joss merosot turun seperti harapannya yang mulai menipis.
Joss sudah menundukkan kepalanya, dibenaknya ia menyalahkan burger yang tinggal setengah, karena mungkin saja karena burger yang tinggal sedikit itu keberuntungannya saat ini juga berkurang.
“Gue gak mau jadi batu penambal, kompas, atau bahkan rambu-rambu lalu lintas, enak aja masa secakep gue jadi batu penambal. Gue maunya jadi pacar Joss. Joss Wayar Sangngern, siswa kelas 10-3 IPA di BM400 dan Joss yang 5 bulan lalu nyatain cinta ke siswa kelas 10-1 IPA yang namanya Tawan Vihokratana.” Balas Tawan panjang lebar.
Joss? Jangan ditanya, senyuman lelaki itu adalah senyuman terlebar yang pernah Tawan liat. Mata lelaki itu menyipit dengan indah, indah sekali, warnanya seperti kayu-kayu pinus di hutan. Joss sangat indah dan entah berapa banyak Tawan harus bersyukur dengan kenyataan bahwa dia dicintai dengan begitu banyak oleh lelaki sebaik Joss.
Joss masih tersenyum, tangannya dengan berani menggenggam erat jemari Tawan yang menganggur diatas meja.
“Te jangan gitu ya, kasian tadi burgernya sempet gua mau marahin karena gua kira lo bakalan nolak gua anjir.” Bisik Joss kecil.
Tawan hanya tertawa dan mengeratkan genggaman tangan mereka berdua, pipi hingga telinganya memerah namun lelaki itu tidak perduli karena dia sedang mencapai level tertinggi dalam kebahagiaan.
Joss kembali menghabiskan burgernya, tangannya masih menggenggam erat jemari Tawan dan sore hari itu mereka berdua habiskan dengan tawa serta keluhan-keluhan kecil tentang hidup.
Dan kali ini mereka sudah 3 tahun bersama menjalani kisah yang tidak pernah terpikirkan bahkan oleh alam bawah sadar Tawan, Tawan awalnya ingin fokus sekolah dan mengejar PTN agar membahagiakan orang tuanya, namun kini ia harus terjebak bersama lelaki aneh yang sayangnya dia cintai.
Tawan tidak pernah menyesal, bahkan dengan implusifnya Tawan pernah mengeluh mengapa dia tidak mengenal dan bersama dengan Joss sejak sekolah mengengah pertama atau bahkan sejak sekolah dasar sehingga banyak waktu yang bisa Tawan habiskan bersama lelaki itu.
Pada tahun pertama perayaan tanggal 9, Joss mengajak Tawan ke daerah perbatasan antara Jakarta Selatan dengan Depok. Iya, yang dekat Cinere Mall itu yang bertulisan Selamat datang di Kota Depok. Joss berdiri di bagian kota Depok sementara Tawan berdiri di bagian kota Jakarta Selatan, dan saat itu pukul 2 dini hari.
Joss sengaja, katanya biar istimewa. Ada jarak yang membentang diantara mereka, diantara dua kota besar dan ada dua hati juga yang telah disatukan dalam satu hubungan. Joss tersenyum lebar, tangannya menggenggam erat tangan Tawan.
Tawan ingat betul apa yang Joss ucapkan saat itu, “Te. Ini perbatasan dua kota pertama yang kita datengin bareng-bareng. Nanti kita terus datengin perbatasan ya, sampe di perbatasan akhir yang terkenal itu, antara Indonesia dan Malaysia.”
Joss mengucapkannya lagi-lagi dengan wajah paling serius, seakan-akan dia sedang mengucapkan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Te dicatet ya, dengan ini Joss Wayar di perbatasan kota pertama yaitu Depok dan Jakarta Selatan mengucapkan selamat tanggal 9 Agustus untuk pertama kalinya. Semoga ada 1000 perbatasan kota lagi yang bakal kita datengin bareng-bareng, dan kali ini biarin gua jadi cowok paling romantis di bumi pertiwi.” “Te, you were my proof that somewhere, deep inside myself, I still existed. Reaching for you wasn't a need to connect so much as a demonstration of protest from some repressed inner shadow, screaming victorious that I was still alive. Finally I had proof that I was not a figment of my own imagination because here was a person who could see me and hear me. And it was glorious, finally someone had looked into my eyes and acknowledged that I was there.”
“Te, I could tell you I love you like drowning at the bottom of the deepest ocean or I could tell you I love you from the forgotten dreams that only deepest of sleep can bring.. I could tell you how deeply I love you with a thousand different metaphore and the thousand tears they bring, or I could just tell you the simple truth.. as it honestly is—That I love you as deep as it can possibly go.”
Dan saat itu di perbatasan kota Depok dan Jakarta Selatan pada pukul 02:16 Waktu Indonesia Barat, Tawan memberikan ciuman pertamanya pada lelaki yang sampai saat ini masih mengisi bagian terdalam di relung hatinya, dan Tawan tidak pernah menyesal, karena mengenal dan mencintai Joss adalah salah satu bagian terbaik dalam hidupnya.
Pada tahun kedua perayaan tanggal 9, Joss kembali menjadi manusia paling tidak bisa ditebak. Untuk tahun yang kedua Joss mengajak Tawan untuk melakukan skydiving, katanya agar Tawan paham bahwa dunia itu indah bukan hanya di permukaan dan lautan saja, namun di langit juga sama indahnya.
Tawan awalnya menolak, orang gila mana yang mengajak untuk melakukan skydiving disela-sela jam pelajaran masih berlangsung sudah gitu mengajaknya lewat pesan coba. Jika Joss lupa, mereka itu masih sekolah.
Namun siapa memangnya Tawan ini kalau dia mampu menolak pesona Joss yang sengaja dia keluarkan untuk meyakinkan Tawan bahwa mereka akan melakukan skydiving bersama? Joss itu ibarat sebuah narkoba, semakin kita mencoba untuk menolaknya semakin besar godaannya.
Sore itu, sepulang sekolah Joss membeli tiket pesawat dari Jakarta ke Cijulang. Gila? Memang. Tawan juga tidak paham kenapa ia menurut saja saat Joss memintanya untuk membolos dengan alasan merayakan hari perayaan 9 Agustus untuk kedua kalinya.
Tawan mendapatkan izin dari orang tuanya, tentu saja semuanya berkat Joss dan tingkah sopan dan santun di depan orang tuanya. Joss dengan senyuman yang mencapai mata dengan suara sehalus kapas adalah versi terbaik dari Joss yang dicintai oleh hampir seluruh orang, tak terkecuali Tawan. Karena demi nama Tuhan yang paling Agung, Joss benar-benar definisi sesungguhnya dari kata sempurna yang ada di kamus besar bahasa Indonesia.
Tawan juga ingat saat itu, saat di pesawat Tawan bertanya pada Joss,
“Joss, kenapa kok tiba-tiba mau skydiving?” Tanya Tawan penasaran, tangannya berada digenggaman jemari Joss, dan seperti biasaya genggaman itu diletakkan di atas debaran jantungnya.
“Gak tiba-tiba, sebenernya udah lama mau ngajak lo skydiving tapi karena momentumnya belum tepat dan sekarang baru dapet waktu yang pas. Sekalian ngerayain 2 tahunan kita” Jawab Joss kelewat santai saat itu.
“Terus ada lagi gak?” Tanya Tawan yang merasa belum puas dengan jawaban Joss.
“Karena gua mau lo liat pemandangan indah.” Jawab Joss sambil tersenyum, sesekali lelaki itu mengecup jemari Tawan yang masih saja digenggamnya dengan posesif.
Dahi Tawan mengkerut kecil, “Kan kalau pemandangan indah udah sering?” Sangkal Tawan lagi.
Joss tersenyum kecil dan mengusak pelan rambut hitam Tawan.
“Iya tau. Di daratan lo udah sering liat pemandangan indah dari langit, di darat juga lo udah sering liat pemandangan dari laut, dan bahkan lo juga udah liat pemandangan dari laut ke langit. Tapi kurang lengkap kan? lo belum pernah liat pemandangan indah dari langit ke daratan ataupun langit ke lautan. Makanya gua mau ngajak lo buat mencintai pemandangan dari sudut sempurna yaitu 360 derajat.” Jelas Joss panjang lebar
“Yaelah masih berkerut aja dahi lo, gua tuh mau lo belajar dari seluruh sudut pandang yang ada di bumi pertiwi. Gua mau lo liat ke segala sudut arah sebelum melakukan atau mengambil keputusan tertentu. Eh, korelasinya kurang ya?” Joss terkekeh kecil melihat dahi Tawan yang semakin mengkerut saat mendengar penjelasannya.
“Te, gak seluruh hal harus punya alasan yang kuat. Kadang hal-hal abstrak yang bahkan gak bisa dijelasin secara logika itu bisa menjadi sumber pembelajaran yang kuat, bukan pelajaran sekolah ya tapi pelajaran hidup. Kapan lagi yakan lo dapet pelajaran hidup dari gua.” Kekeh Joss.
“Intinya, gua ngajak lo ke perbatasan kota dan skydiving tuh karena gua mau lo mencintai semua hal tanpa membeda-bedakannya. Karena lo udah ngerasain semua sudut pandang berarti bisa dikatakan lo udah paham kalau di seluruh sudut pandang, kebahagiaan itu bakal ada porsinya masing-masing. Jangan takut buat coba hal baru karena dimanapun lo berdiri, karena kebahagiaan kebahagiaan bakal terus ada mengikuti.”
Penjelasan Joss mengakhiri percakapan sore itu, Tawan tertidur di bahu Joss dengan seluruh doa yang tak henti ia panjatkan dalam hati. Satu kalimat yang sama sejak awal hingga saat ini; semoga kebahagiaan Joss selalu kekal abadi.
Joss dan Tawan sampai saat matahari sudah siap untuk menenggelamkan diri. Joss langsung dan Tawan langsung menuju penginapan yang Joss persiapkan dengan waktu kurang dari 24 jam.
“Te, gua pesen kamarnya satu tapi bed-nya dua. Jadi pisah dulu ya. Terus nanti kalau lo mau tidur tapi gak bisa tidur lo boleh kok pegangan tangan sama gua selama tidur.” Ucap Joss tiba-tiba dengan percaya diri saat Tawan hendak mempertanyakan alasan kunci hanya ada satu.
Tawan hanya memutar bola matanya dan masuk terlebih dahulu, di dalam hati sedikit mencibir Joss. Padahal selama ini yang selalu mencari jemari tangan Tawan adalah Joss tetapi lelaki itu malah bertingkah seakan-akan Tawan-lah yang senang menyatukan jemari tangan mereka.
“Nanti pas mau tidur pake sarung tangan ah, kan dingin.” Celetuk Tawan tanpa pikir panjang. Sepanjang malam itu dihabiskan dengan suara rengekan Joss yang berisi penyesalan atas godaan pada Tawan sore tadi dan bibirnya tidak berhenti mengucapkan permintaan maaf serta rengekan meminta jemari untuk digenggam.
Namun, Tawan tetap pada pendiriannya untuk tidur menggunakan sarung tangan, dan malam itu Joss tidur tanpa memegang tangan Tawan karena kekasihnya sedang merajuk padanya.
*****
Keesokan harinya, Joss sudah bangun sejak pukul 6 pagi karena Nusawiru Paracenter buka pada pukul 8 pagi. Joss merupakan salah satu yang memiliki semangat paling tinggi di pagi hari ini, dibandingkan Tawan yang masih bergelut dengan selimut.
Membangunkan Tawan cukup mudah, begitulah kata Joss yang selama 24 bulan ini sudah sering membangunkan lelaki itu untuk pergi ke sekolah ataupun nongkrong bersama teman-temannya.
Tawan hanya butuh dipeluk dan dibangunkan ke posisi duduk dari posisi tidurnya lalu lelaki itu akan bangun dengan sendirinya. Cukup mudah bukan?
Setelah menunggu Tawan untuk merapikan diri, akhirnya mereka berangkat menuju Nusawiru Paracenter dengan menggunakan mobil yang sudah Joss sewa.
Selama perjalanan menuju Nusawiru, Tawan kerap bertanya mengenai skydiving. Dari semua pertanyaan yang Tawan ajukan kepada Joss satu hal yang Tawan pahami.
Joss mendatangi Nusawiru Paracenter karena lokasi inilah yang paling dekat dengan Jakarta. Joss berkata bahwa lokasi rekomendasi untuk skydiving lainnya terlalu jauh untuk digapai, seperti Batam, Manado, dan Gunung Bromo. Jadi Joss memilih Nusawiru bukan hanya karena dekat dengan Jakarta namun karena beban tanggung jawab Joss sedikit berkurang.
Jujur, Joss merasa jika dia membawa Tawan ke Batam ataupun Manado ia merasa beban itu terlalu berat, Joss tidak bisa mengembannya seorang diri. Ia takut Tawan terluka atau 1001 hal lain yang dapat membuat hormon adrenalinnya bekerja dua kali lipat, karena hal tersebutlah Nusawiru menjadi pilihan satu-satunya untuk mereka.
“Te, nanti pas skydiving berdua aja ya sama gua?” Tanya Joss tiba-tiba disela suara Adam Levine yang mengalun dari radio.
“Loh kok berdua?” Tanya Tawan penasaran.
“Gapapa, takut lo jatuh sendirian.” Balas Joss tidak jelas.
Tawan hanya menghela nafasnya pasrah, tidak mencoba membantah perkataan lelaki itu. Karena terkadang ucapan Joss memang setidak jelas itu. Sudah pasti mereka akan jatuh, namanya juga skydiving kan?
Mereka sampai di Nusawiru Paracenter sekitar pukul 8 kurang 20 menit. Tawan sudah siap untuk melakukan skydiving tapi dia merasa aneh dengan Joss yang sedari tadi hanya diam tanpa bersuara sedikitpun.
“Joss?” Panggil Tawan.
Joss tersentak dan menatap Tawan dengan penuh tanda tanya, “Te, kenapa?”
“Lah lo yang kenapa? Kok keliatan gak nyaman gitu?” Tawan bertanya tanpa basa basi. Tawan memang bukan orang yang harus memutarkan percakapan hanya untuk bertanya hal yang mengganggunya.
“Takut lo luka.” Jawab Joss dengan suara pelan.
Tawan terkekeh kecil mendengar jawaban Joss, “Kenapa takut? Kan gua sama lo terus? Udah pasti baik-baik aja kan?” Tanya Tawan lembut.
Joss memang banyak sekali memiliki pikiran buruk, Tawan sudah terbiasa. Dibalik sosok Joss yang penuh kejutan dia selalu menyimpan seribu kecemasan pada seluruh hal yang terjadi di dunia. Untuk saat ini, Tawan hanya perlu meyakinkan lelaki itu bahwa mereka akan baik-baik saja, tepatnya dirinya sendiri akan baik-baik saja.
“Tetep aja.” Balas Joss lagi.
“Joss, liat gua.” Perintah Tawan.
Joss menatap Tawan seperti yang disuruh oleh lelaki yang lebih kecil itu.
“Joss, dengerin baik-baik oke. Gua bakalan baik-baik aja. Gak ada luka gores, gak ada luka lebam. Gua bakal baik-baik aja selama ada lo disamping gua. Te-nya Joss bakalan baik-baik aja.” Tegas Tawan dengan tatapan mata penuh keyakinan.
Joss meragu, namun dia tetap menganggukkan kepalanya.
“Te, lo harus baik-baik aja ya.” Bisik Joss.
“Iya, Joss. Lo juga harus baik-baik aja ya.” Balas Tawan dengan penuh keyakinan.
Mereka menghabiskan waktu menunggu dibukanya gate dengan keheningan. Bibir Joss tidak berhenti mengecup pelan jemari Tawan yang tidak pernah dilepaskannya. Sementara Tawan hanya bersandar pada Joss dan sesekali tersenyum melihat kekhawatiran Joss yang menguar dari tubuhnya.
Joss dan Tawan sudah berada di pesawat yang akan membawa mereka terjun dari langit. Tawan sudah dipeluk erat oleh Joss, genggaman lelaki itu pada pinggangnya terlalu kuat, mungkin dapat menimbulkan kemerahan pada kulitnya, tapi Tawan tidak perduli. Dia paham kecemasan yang Joss rasakan, karena sejujurnya Tawan juga takut Joss terluka.
Wisata ini terlalu berbahaya, ada 1001 kemungkinan yang bisa terjadi. Namun, Tawan tetap percaya akan takdir dari Tuhan, bahwa dia dan Joss akan baik-baik saja. Mereka akan melewati hal ini bersama, dan akan tertawa di akhir nanti.
“Te, are you ready?” Bisik Joss ditelinga Tawan. Tidak ada jarak yang memisahkan mereka. Sesekali bibir Joss menyentuh telinga Tawan yang tertutup oleh penutup kepala yang diberikan oleh penyedia jasa.
“I’m ready, Joss. Let’s make an amazing memories together.” Balas Tawan sedikit berteriak karena mereka sudah menjatuhkan diri ke langit yang luas.
Joss dan Tawan sama-sama berteriak heboh, selain karena jantung yang berdegub sangat keras pemandangan di depan matanya sangat tidak bisa diterima oleh akal sehat.
Pemandangan yang belum pernah Tawan lihat, pemandangan yang ingin Joss tunjukkan padanya memang sebagus itu. Lagi-lagi Tawan harus mengungkapkan rasa terima kasihnya pada Tuhan karena telah diberikan kesempatan untuk melihat pemandangan semenakjubkan ini.
“TEEEEEE” Panggil Joss berteriak
“APA JOSS.” Balas Tawan tidak kalah kerasnya.
“Gimana? Suka gak sama apa yang lo liat sekarang?” Tanya Joss.
“SUKA BANGET JOSS????” Tawan berteriak lebih keras dari sebelumnya.
Jadi seperti ini rasanya terbang, dulu saat kecil Tawan pernah berangan-angan. Bagaimana rasanya menjadi burung? Terbang bebas di langit? Melihat dunia dari berbagai sudut pandang? Rasanya terlalu menakjubkan. Tawan rasanya ingin terbang selamanya, menjelajahi seluruh sudut dunia bersama dengan Joss. Merasakan kebebasan dan kebahagiaan bersama.
Parasut telah dibuka, kali ini rasanya seperti melayang di udara. Posisi Joss dan Tawan sudah seperti orang yang sedang duduk, berbeda dari posisi terbang tadi yang seperti orang sedang telungkup. Tawan merasakan tangannya digenggam erat, begitu juga pinggangnya.
Tawan tersenyum kecil dan membalas pegangan tangan Joss tak kalah eratnya, seakan tidak ingin melepaskan barang satu detikpun. Apa yang mereka lakukan saat ini tidak akan terulang setiap hari, maka Tawan akan waktu ini sebaik mungkin, dan akan menyimpan kenangannya dengan baik didalam memori otaknya.
“Tawan Vihokratana.” Panggil Joss dengan suara yang sudah tidak sekeras tadi.
“Hm?”
“Selamat tanggal 9 Agustus untuk kedua kalinya, Te.” Bisik Joss lembut.
“Te, you’re exist. Past my own horizons on what feels like the edge of the world. Further than the streets and roads between us, yet somehow closer. You exist. Brighter that undiscovered stars with a smile that lights worlds and a touch that sets bodies alight. In your wake I have smouldered to ash. You exist. As a parable, a myth, a bedtime tale. A collection of words strung together by an inadequate poet.”
“No words could ever do you justice. You exist. And that has always been, and continues to be my reason to smile. And weather you exist in my world or not, I will always be forever grateful… that you exist in this universe.”
“Te, I don’t know how much words that I need to describe you, to describe how much I love you. Te, I love you. I love you with all my life. I love you, Tawan Vihokratana.” Bisik Joss semanis madu.
Tawan tidak bisa tidak menangis. Joss— lelaki itu selalu mengatakan bahwa dia bukanlah lelaki yang romantis, bahwa dia tidak berkata-kata dengan manis. Namun rasanya Tawan harus memberi label pembohong pada lelaki itu, karena demi Tuhan semua kalimat yang Joss ucapkan padanya terdengar seperti untaian kata romantis yang berdasar dari hati paling tulus dari lelaki itu.
“Joss..” Panggil Tawan dengan suara serak dan isakan yang masih terdengar dengan jelas. Tawan tidak bisa melihat Joss namun dia yakin saat ini Joss sedang tersenyum dengan bahagia.
“Joss, Te is going to love you. Te is going to love you in your weakest moments to your strongest one. Te is going to love you when you’re happy and still going to love you the most when you’re sad. Don’t you understand? Te is here, and Te not going anywhere. Te want to love Joss, each and every piece of Joss. Te want Joss with all Joss’s imperfections as much as Te want Joss for Joss. And Te always going to want Joss, and Te always going to be here loving Joss with everything. Joss Wayar, selamat tanggal 9 Agustus untuk ke dua kalinya. Terima kasih atas semua hadiah dan kejutan bahkan semua cinta yang Joss kasih buat Te.” Ucap Tawan disertai isakan kecil.
Joss rasanya ingin menjatuhkan diri secara bebas mendengar ungkapan kata cinta dari Tawan yang sejujurnya jarang Joss dapatkan.
Tawan adalah epitome dari kesempurnaan yang sesungguhnya. Jika ada yang bertanya pada Joss alasan dia mencintai Tawan, maka Joss pasti membutuhkan waktu sepertiga abad untuk mendeskripsikan alasan kenapa Tawan harus dicintai.
“Te, let’s grow old together.”
Banyak orang mengatakan bahwa kisah asmara saat sekolah tidak usah dibawa serius, namun Joss bukanlah salah satunya. Joss sudah meyakinkan diri bahwa pelabuhan terakhirnya adalah Tawan.
Meskipun perjalanan mereka masih sangat panjang, namun Joss tetap akan memanjatkan ribuan doa kepada Sang Pencipta bahwasanya dia hanya ingin Tawan sebagai satu-satunya lelaki yang akan dirinya cintai di sepanjang hidupnya.
2 Agustus, 2020.
Tanggal 9 Agustus selalu menjadi hari paling istimewa dalam satu tahun, baik bagi Tawan ataupun Joss.
Joss selalu memiliki sejuta kejutan untukknya disetap tahunnya, dan untuk tahun ini mungkin akan lebih istimewa karena setelah 6 bulan tidak bertatap muka karena perbedaan jarak yang membentang diantara keduanya.
Joss mendapat libur, akhirnya. Tawan sangat bersyukur karena selama ini Joss sangat sulit untuk ditemui dan dihubungi, dikarenakan jadwal kuliahnya yang padat dan juga himpunan kebanggannya yang selalu menjadi prioritas nomor satu lelaki itu.
Tawan tidak protes, karena apapun hal yang dapat membahagiakan Joss diluar sana bahkan walaupun tanpa ada Tawan didalamnya akan tetap dia dukung, lagipula Joss terlihat sangat tampan dengan jaket biru himpunan kebanggannya.
Untuk perayaan kali ini Joss memiliki sebuah permintaan bahwa mereka akan bertemu di tengah kota North Carolina, ditempat yang sudah Joss tentukan sebagai labirin diantara mereka dan akan bertemu secara tidak sengaja, sesuai takdir yang sudah disusun oleh alam semesta. Joss datang sendiri, begitupun dengan Tawan. Joss menjelaskan bahwa jikalau memang ditakdirkan untuk bertemu pada hari itu maka selama apapun mereka mencari satu sama lain, pasti akhirnya akan tetap bertemu.
Tawan tidak sabar untuk bertemu Joss, di negara orang lain yang luas. Tawan tidak sabar menanti hari dimana akhirnya dia dapat bertatap muka dengan salah satu manusia yang dia puja dari ujung kaki hingga kepala, ada sejuta doa yang selalu dia panjatkan setiap harinya, dan diantara doa-doa tersebut, nama Joss tidak pernah absen menemani seluruh doanya pada Tuhan. 4 Agustus 2020.
Hari ini Tawan berangkat ke North Carolina seorang diri, Joss sudah berangkat dini hari tadi. Sementara Tawan mendapatkan penerbangan pada pukul 11 Malam. Tawan diantar oleh sahabat beserta orang tuanya. Padahal Tawan hanya 4 hari disana, namun teman terdekatnya bertingkah seakan-akan Tawan akan pindah dalam kurun waktu yang lama.
Perjalanan ini Tawan ambil dengan risiko yang besar, dia bahkan berani meninggalkan kuliahnya demi merayakan hari jadi mereka yang ketiga.
Tawan sudah bosan diberi label budak cinta oleh orang sekitarnya, padahal sebenarnya bukan budak cinta tapi hanya mencintai terlalu banyak. Bukankah begitu?
Ini pertama kalinya Tawan berpergian ke Amerika Serikat seorang diri, Tawan gugup dan juga bersemangat. Dia bersemangat untuk menghabiskan hari liburnya dan bersemangat untuk menghabiskan waktu berdua dengan Joss. Tawan juga sudah memantapkan diri untuk menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Joss, sebagai hadiah untuk lelaki itu.
Tawan sudah melakukan pencarian terhadap tempat-tempat wisata yang akan didatanginya seorang diri. Tidak begitu banyak namun Tawan rasa itu sudah cukup untuk membahagiakan dirinya, dia berniat untuk datang ke The Biltmore Estate, dia juga akan mendatangi kota New Bern yang dianggap sebagai salah satu kota terindah di North Carolina, Billy Graham Library, Tweetsie Railroad dan Duke University Chapel juga menjadi tempat tujuan yang akan Tawan datangi.
Sementara itu tempat pertemuan antara dirinya dan Joss adalah Downtown Raleigh. Tawan sudah mempelajari seluk beluk dari Raleigh, di Downtown Raleigh terdapat 10 bar terkenal.
Jalanan malam yang cukup ramai, karena Tawan dan Joss akan bertemu malam hari, untuk menghabiskan malam bersama sekaligus langsung mendatangi perbatasan antara North Carolina dan Virginia agar sampai disana tepat pada tanggal 9 Agustus.
Setelah perjalanan yang panjang akhirnya Tawan dapat menginjakkan kakinya di North Carolina, dia sedikit merasakan jet lag. Untuk hari ini dia akan istirahat di hotel dan mulai berpetualang esok hari. Tawan memberikan kabar pada Joss, Joss sendiri sampai 6 jam terlebih dahulu daripada dirinya.
Selama perjalanan tak hentinya Tawan tersenyum, salah satu impiannya tercapai. Jangan bilang siapapun ya, bahkan Joss sekalipun. Dia sangat ingin mengijakkan kaki di North Carolina, semuanya berasal dari film A Walk to Remember yang sudah ditontonnya sejak SMP. Dan ketujan dari Joss benar-benar membuatnya terkejut, siapa yang menyangka dia akan merayakan hari jadinya di negara impiannya? Bahkan di alam bawah sadarnya dia tidak pernah berharap akan mendapatkan kesempatan langka seperti saat ini. Terima kasih, Joss.
6 Agustus 2020
Tawan menghabiskan petualangan hari pertama dengan begitu baik, entah berapa kata “wow” yang terucap dari kedua belah bibir ranumnya hari ini. Tawan benar-benar menikmati perjalanannya detik demi detik, kota demi kota, wisata demi wisata. Hari ini dia tidak menghubungi Joss, begitu juga dengan Joss. Bahkan mereka saling mute akun sosial media satu sama lain, agar tidak mengetahui kegiatan masing-masing.
Sebenarnya tidak harus mute sosial media, namun baik Joss maupun Tawan hanya memiliki pertahanan diri yang tipis dikarenakan rasa rindu yang menggebu-gebu di dada. Jadi daripada mereka menyusun skenario ketidaksengajaan bersitatap di lokasi wisata lebih baik mereka saling menjauhkan diri mereka satu sama lain.
Awalnya Tawan akan mendatangi lokasi tempat dibuatnya film A Walk to Remember, namun Joss bilang mereka akan mendatanginya berdua. Setelah pulang dari perbatasan nanti, Tawan menyetujuinya, dia sangat tidak sabar untuk datang menghabiskan waktu bersama Joss sebagai Landon dan Jamie. Semoga semuanya tetap berjalan dengan lancar. Tawan benar-benar mengharapkan hal tersebut untuk terjadi.
7 Agustus 2020
Hari kedua tidak kalah membahagiakannya baik bagi Tawan maupun Joss. Rasa rindu mereka semakin banyak namun mereka semakin bahagia menjalani hari-hari yang tersisa. Seperti saat ini, Tawan sedang mengunjungi Tweetsie Railroad yang diapun baru mengetahui ada tempat wisata selucu ini?
Sedangkan Joss hari ini lebih santai, lelaki itu banyak mengunjungi mingo falls yang direkomendasikan banyak orang dan dia juga mengunjungi biltmore sebagai wisata terakhir untuk hari kedua disini. Dua hari ini mereka tidak memberi kabar satu sama lain, namun mereka percaya bahwa masing-masing dari mereka pasti akan baik-baik saja.
8 Agustus 2020
Hari ini adalah harinya, hari dimana akhirnya Tawan dapat bersitatap dengan Joss. Tawan sudah rapi, handy talky, ponsel, airpods dan hadiah untuk Joss sudah berada di dalam tasnya. Tawan hari ini memakai sweater berwarna biru dengan celana jeans berwarna putih gading favoritnya.
Tawan juga sudah makan malam, karena Joss menyuruhnya untuk makan malam terlebih dahulu. Jarum jam sudah menujukkan pukul 6 sore, dan Tawan sudah akan berangkat ke Downtown Raleigh menggunakan bus. Dia sudah mempelajari seluk beluk Downtown Raleigh semalaman, begitu pula rute yang harus ditempuhnya untuk sampai di Raleigh.
Tawan memasang airpods dan mendengarkan playlist yang diberikan oleh Joss, dia juga sudah menambah beberapa lagu favoritenya. Beberapa kali dia juga ikut bernyanyi mengikuti suara yang mengalun ditelinganya.
Sejak pagi tadi wajah Tawan selalu disertai dengan senyuman, bahkan ia merasa tulang-tulang pipinya pegal karena terlalu banyak tersenyum. Namun dia tidak bisa menahannya, hari ini akan menjadi hari paling membahagiakan untuknya dan Joss. Dia akan bertemu Joss, dan ingatkan Tawan untuk mencium lelaki itu tepat di bibir sebagai hadiah dari semua kejutan yang diberikan kepadanya.
Suara ponsel menyadarkannya, nama Joss terlihat dilayar ponsel. Senyum Tawan semakin merekah. Tanpa banyak berpikir dia langsung mengangkat penggilan dari Joss.
“Halo, Te?” Suara Joss terdengar ponselnya. Suara yang dia rindukan.
“Iya Joss, kenapa?”
“Te, lo udah berangkat belum?”
“Lagi di bus, kalau lo?” Jawab Tawan dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari bibirnya.
“Lagi nyetir mobil ini.”
“Okay Joss, hati-hati ya nyetirnya. Jangan ngebut.”
“Roger that Te. Oh iya nanti kalau memungkinkan handy talkynya dipake ya, kalau gak dapet sinyal nanti telfonan aja kalau ada hal penting. See you in 2 hours, Te.” Ucap Joss dengan suara lembutnya.
“Okay! See you, Joss.”
Suara panggilan telfon terputus, bibir ranum Tawan selalu merekahkan senyumannya, bertanya-tanya kepada sang semesta. Apakah jatuh cinta bisa sedalam ini?
Banyak yang pernah mengatakan hal ini pada Tawan, kata mereka jangan terlalu serius menjalani hubungan karena perasaan dapat berubah setelah satu tahun pacaran. Namun mengapa dia tidam merasakan hal itu?
Jangankan berubah, dia tidak pernah merasa bosan dengan Joss. Makanya Tawan bertanya, apakah jatuh cinta bisa sedalam ini?
Karena rasanya Tawan jatuh terlalu dalam, dia terlalu dalam meletakkan Joss pada hidupnya. Dia terlalu bergantung pada lelaki itu.
Hari-harinya dihabiskan bersama Joss. Tidak ada sedetikpun dibenaknya akan berpisah dengan Joss, dia selalu berdoa pada Tuhan agar Joss menjadi satu-satunya dan lelaki terakhir di hidupnya.
Halte pemberhentian yang menjadi tujuan Tawan telah tiba. Tawan sudah berada di Downtown Raleigh. Dia menghirup udara dengan banyak, senyumannya masih tidak juga luntur dari wajah tanpa cacatnya. Tawan melihat sekeliling, gedung-gedung dan café bertebaran.
Bahkan jalanan-pun masih ramai akan kendaraan. Tawan dengar-dengar juga jalanan Raleigh dijadikan ajang untuk balap mobil, namun Tawan tidak tau pasti pukul berapa.
Tawan mengeluarkan handy talky-nya, dia mau mengetest apakah handy talky-nya sudah dapat digunakan atau belum.
T: Te to Joss, test test. Udah bisa dipake belum ya, over.
Hening, belum ada jawaban. Tawan terkekeh kecil atas ketidaksabarannya bertemu dengan Joss. Lelaki itu memasukkan kembali HT-nya kedalam tas dan mulai berjalan menyusuri kota dengan riang. Sesekali Tawan bernyanyi mengikuti irama lagu dan mengambil foto spot-spot yang menurutnya bagus.
Tawan sedikit meringis ngeri karena pengendara mobil di daerah ini mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang tidak main-main, bahkan ada beberapa mobil yang suara mesinnya sengaja dibuat keras dan meraum entah mungkin maksudnya untuk menakuti para pejalan kaki agar menjauh dari jalan utama, tapi bagi Tawan itu terlalu berlebihan karena selain berisik hal itu juga membahayakan.
Tawan kembali mencoba HT-nya, dia lama-lama merasa takut juga berjalan seorang diri di malam hari di negara orang lain.
T: Te to Joss. Joss, Joss, udah nyambung belum? Over.
Terdengar suara berisik disebrang, Tawan tersenyum kecil.
J: Joss to Te. Hi, Te? Over.
T: Te to Joss. JOSS!!!! Over.
J: Te gak usah teriak, gua kaget. Over.
T: Hehehe iya Joss maaf ya. Gue tadi terlalu semangat pas lo udah bisa dihubungin pake HT. Over.
J: Te, lo gapapa kan? Gaada yang ganggu lo kan di jalan? Over.
T: Gak ada Joss. Btw Joss kita udah deketan ya? HT kan jaraknya 3km-an? Over.
J: Hm bisa jadi. Lo udah jalan berapa lama sebelum gua bales? Over.
T: Gak inget hehehe tapi udah lewatin banyak café terus juga tadi banyak mobil gitu, masih rame tau jam segini. Over.
J: Iya masih rame makanya seru kan? Over.
T: Seru banget hehehe. Over.
J: Te, ayo mulai? Over.
T: Ayo. Over.
J: Bar paling terkenal? Over.
T: Bar paling terkenal. Over.
J: Take care, Te. See you in minutes. Over.
T: See you in minutes, Joss. Over.
Tawan menyimpan kembali HT-nya ke dalam tas. Dia melihat sekeliling untuk mencari bar yang menjadi tujuannya. Sebenarnya kemarin clue yang disepakati mereka berdua adalah mencari pub atau bar terkenal di pusat kota Raleigh, mereka akan memilih masing-masing dan tidak memberitahukan pilihannya.
Jadi kalau mereka bertemu di satu bar yang sama berarti memang mereka memang ditakdirkan untuk bertemu, jika tidak mereka berdua harus mencari lagi ke seluruh bar yang ada direkomendasikan situs tersebut.
Tawan gugup, apakah dirinya dan Joss akan bertemu dalam satu kali percobaan? Jujur saja Tawan tidak memilih rekomendasi teratas karena menurutnya itu terlalu mainstream, jadi Tawan memilih rekomendasi ketiga atau keempat dari situs tersebut. Tawan sudah memikirkannya secara matang-matang. Ia harap Joss akan memilih bar yang sama dengannya.
Tawan mengikuti jalan setapak yang ditunjukkan google maps padanya, dia punya 1001 keyakinan mengapa Joss akan memilih bar ini. Dia paham betul bar yang menjadi style dari Joss. Kalau dia salah berarti Tawan harus belajar kembali tentang kepribadian Joss, karena demi Tuhan lelaki itu benar-benar susah ditebak.
Lagu The one that got away berputar ditelinganya yang masih terpasang airpods. Tawan bernyanyi kecil, kepalanya tidak berhenti menengok kanan dan kiri guna mencari patokan dan petunjuk jalan menuju bar yang ia tuju.
“In another life, I would make you stay. So I don't have to say you were the one that got away.” Lirih Tawan pelan. Ini adalah salah satu lagu favorite Joss. Dia tidak mengerti namun Joss selalu menyanyikan ini, kapanpun dan dimanapun.
Google maps menunjukkan bahwa perjalanan Tawan sudah hampir sampai, sekitar 7 menit lagi dia akan sampai pada bar yang dituju.
Jantungnya berdegub sangat keras. Dia tidak sabar dan sangat bahagia. Entah kenapa. Dia merasa malam ini akan ada kejutan besar yang menantinya. Tawan kembali tersenyum dengan lebar.
Tawan berjalan perlahan, destinasi yang akan dia tuju hampir sampai. Hanya perlu jalan 500 meter dari tempatnnya saat ini lalu dia akan sampai pada Hibernian Pub, yang menjadi tujuannya sejak awal. Banyak mobil berlalu lalang, anak muda dengan botol-botol alkohol juga banyak keluar masuk dari club yang berada terpisah dua toko dari Hibernian Pub.
Tawan sedikit meringis ngeri saat ada perempuan yang mengerling padanya, sungguh apa dia salah memilih tempat? karena rasa-rasanya Joss tidak mungkin ke tempat ini. Apa Joss menuju Deep South the Bar yang memiliki musisi setiap hari selasa, dan rabu.
Tawan memutuskan untuk menepi ditoko ice cream yang sudah tutup, dia melihat jalanan yang ramai dan sepertinya di daerah ini akan diadakan balapan. Dilihat dari ada beberapa orang yang berpapasan dijalan tadi membicarakan agenda balapan yang akan dimulai sekitar 20 menit lagi.
Tawan menggigit bibirnya dengan gugup, dia menunggu Joss. Jika menggunakan feeling. Tawan yakin bahwa Joss akan kesini, namun jika dengan logika sepertinya tempat seperti ini akan Joss jauhi.
“TAWAN VIHOKRATANA.” Sebuah suara memanggil nama Tawan.
Tawan takut dirinya berhalusinasi karena rasa rindu yang terlalu menggebu di dada, maka lelaki itu menundukkan kepalanya dan berdoa kecil agar dia segera dipertemukan dengan Joss.
J: Joss to Te. Te tengok ke depan. Over.
Suara dari HT mengagetkan Tawan yang masih menunduk. Lelaki itu dengan cepat menyusuri area sekitarnya untuk mencari Joss. Joss, tepat berada disebrang jalanan yang saat ini sedang Tawan pijaki. Senyuman Tawan merekah dengan sangat lebar. Tawan berlari kecil menuju pertigaan jalan. Hanya tinggal 20 meter lagi dari tempat Joss saat ini. Lelaki itu tampan. Sangat tampan.
Joss memakai Kaos putih dan celana jeans yang membungkus indah tubuh besarnya. Tattoo Joss dibiarkan terlihat, jarang sekali Joss memperlihatkan tattoonya dengan gamblang. Melihat hal tersebut benar-benar membuat senyuman Tawan semakin lebar.
“JOSS.” Teriak Tawan yang dibalas Joss dengan kekehan pelan. Keduanya tersenyum satu sama lain, meskipun banyak mobil yang menghalangi pandangan mereka berdua namun mereka puas, karena setelah sekian lama mereka akhirnya dapat bertatap muka dalam jarak yang dekat.
“JOSS MAU KESANAAA.” Ucap Tawan dengan sedikit teriakan. Agar suaranya terdengar kesebrang, agar suaranya mengalahkan suara mobil yang sejak tadi mengaum disekelilingnya.
“TUNGGU DISITU TE. BIAR GUA YANG KESANA.” Balas Joss dengan suara yang tidak kalah kerasnya. Tawan terkekeh dan mengacungkan ibu jarinya.
Joss mengeluarkan HT dan memberikan aba-aba pada Tawan agar melakukan hal yang sama.
J: Joss to Te. Lapor. Joss Wayar Sangngern sudah bertemu Tawan Vihokratana di depan Hibernian Pub. Over.
T: Te to Joss. Laporan diterima. Tawan Vihokratana juga sudah melihat Joss Wayar Sangngern di depan Hibernian Pub. Over.
Mereka terkekeh kembali, mentertawakan takdir yang benar-benar membawa mereka kesatu kali pertemuan dibanyaknya bar terkenal di pusat kota Raleigh. J: Te. Kenapa lo pilih Hibernian? Over.
T: Soalnya kalau pub yang pertama disitus pasti mainstream, udah gitu Pub ini keliatan classy dan namanya bagus. Jadi gua pilih ini. Over.
J: As expected my Te. Over.
T: Hehehehe. Joss. Kangen. Over.
J: Sama, Te. Gua juga kangen banget. Over.
J: Te, gimana challenge dua hari tanpa gua kemarin, baik-baik ajakan? Over.
T: Baik-baik ajalah gila gue menikmati waktu sendiri. Kalau lo sendiri gimana? Over.
J: Amazing. Over.
T: Glad to hear that, Joss. Over.
Keheningan terjadi, kali ini mereka berdua bersitatap. Tidak melepaskan pandangan masing-masing. Joss tersenyum dengan lembut melihat Tawan yang seperti malaikat disebrang sana.
Suara mobil yang memekakkan telinga seakan-akan tidak terdengar, pusat perhatiannya hanya pada Tawan yang saat ini sedang tersenyum dengan lebar. Memamerkan wajah manisnya. Wajah yang selama ini menjadi favorite Joss.
“Te….” Panggil Joss masih melalui HT-nya.
“Apa Joss?” Jawab Tawan lembut.
“Te. Udah mau tiga tahun ya?” Tanya Joss.
“Iya. Udah mau tiga tahun.” Balas Tawan.
“Tawan, it’s been three years and I keep thinking of how much I love talking to you, how good you look when you smile; how much I love your laugh. I day dream about you off and on, replaying our conversation; laughing at funny things you said or did. I’ve memorized your face and the way that you look at me. I catch myself smiling again what I imagined. I wonder what will happen the next time we’re together and even though neither of us know what the future holds. I know one thing for sure; you’re the best thing that’s ever happened to me.” Joss menyelesaikan kalimatnya dengan tegas.
Tawan yang mendengar perkataan Joss hanya bisa menahan tangisan, setiap tahun rasanya Tawan selalu diberi banyak-banyak kata manis. Tawan sangat menyukainya. Dia benar-benar menyukainya.
“Joss….” Bisik Tawan pelan.
“Te, ayo main game.” Ajak Joss.
“Game apa?” Jawab Tawan penuh kebingungan.
“Nine feet apart of truth. Setiap satu langkah, satu kalimat pengakuan apapun itu. Setiap gua ungkapin satu kejujuran, lo harus mundur karena jarak kita harus nine feet. Kalau lo ungkapin satu kejujuran, lo boleh maju deketin gua. Kalau jaraknya kurang atau lebih berarti lo kalah. Inget Te, When I walk closer to you, you should step back until the distance between us is nine feet apart.” Jelas Joss.
“Well, oke. Lo mau pengakuan dosa ya?” Tanya Tawan.
“Kind of” Kekeh Joss.
“Mulai ya.” Lanjut Joss.
“Te, I love you.” Joss memulai pertama kali. Lelaki itu melangkahkan kakinya satu kali. Langkah pertama. Matanya terfokus pada Tawan yang terlihat sangat menawan malam ini.
“You're weird but I love you.” Ucap Tawan. Tawan maju satu langkah mendekati Joss yang berada disebrang jalan.
“Te, gua gak pernah nyesel buat jadiin lo pacar saat itu. Itu adalah keputusan terbaik yang pernah gua buat.” Ucap Joss lagi. Lelaki itu melangkahkan kakinya satu kali. Langkah kedua.
“Te, mungkin lo gak pernah sadar tapi kehadiran lo dihidup gua itu seberarti itu. Lo selalu bisa bikin gua bertahan hidup.” Ucap Joss lagi, pada langkah ketiga Joss tidak memberikan Tawan waktu untuk berucap.
“Te, orang tua gua mau cerai.” Ucap Joss lagi. Langkah keempat.
Tawan berhenti melangkah mendengar ucapan Joss. Namun Joss menggelengkan kepalanya tanda Tawan mengingkari rules yang ada.
Suara mobil terdengar dari kejauhan entah mengapa jalanan yang mereka lewati saat ini sangat sepi dari kendaraan. Tawan berpikir mungkin semakin malam memang semakin sepi.
“Te, don't ever leave me. You're my home. The only home that makes me happy.” Bisik Joss lagi pada Tawan. Langkah kelima, Joss tetap menatap Tawan tepat dimata.
Tawan mundur dengan perlahan, mata lelaki itu menatap mata Joss yang masih menatapnya dengan intens. Tawan sengaja diam, membiarkan Joss mengungkapkan perasaannya. Joss memang sangat jarang menceritakan keluarganya, lelaki itu lebih sering mendengarkan keluh kesah Tawan daripada menceritakan keluh kesah dirinya sendiri.
Langkah keenam yang diambil Joss.
“Te, you promise to love me till the end of the day?” Tanya Joss memastikan.
“Yes.” Balas Tawan.
Te, gua udah pernah bilang belum kalau gua bangga banget punya pacar kayak lo? Gua bangga. Bangga banget sama lo.” Ucap Joss pada langkah ketujuhnya.
Tawan hanya mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca. Melihat Joss dalam jarak seperti ini sungguh menyiksanya. Tawan ingin memeluk lelaki itu dan mengatakan padanya bahwa dia tidak perlu khawatir karena semuanya akan baik-baik saja.
Langkah kedelapan yang diambil oleh Joss.
“Te, setelah semua ini. Tolong peluk gua ya? I need your hug. A lot.” Bisik Joss.
Tawan mengangguk dengan air mata yang mulai turun dari wajah rupawannya. Joss terlihat sangat menakjubkan saat ini. Lelaki itu terlihat bersinar diantara gelapnya malam.
Langkah terakhir, langkah kesembilan. Joss sudah berada di jalan setapak yang sama dengan Tawan. Lelaki itu berada tepat dipinggir jalan. Sementara Tawan berada di pintu masuk Hibernian Pub. Joss tersenyum dengan manis.
“Tawan Vihokratana, please live your life happily and please stay alive ya?” Ucap Joss dengan suara tercekat.
Tawan sempat tidak mengerti, namun lelaki itu mengabaikannya. Sudah langkah kesembilan. Tawan sudah bisa mendekati Joss. Tawan tersenyum lebar, berjalan selangkah demi selangkah.
Baik Tawan maupun Joss tidak menyadari suara mobil semakin terdengar disertai sirine mobil polisi yang mengikuti. Tawan yang terfokus pada hitungan langkah kaki dan terfokus pada Joss yang menatapnya dengan wajah bahagia.
“Te….” Teriak Joss pelan. HT lelaki itu sudah ia simpan di kantung celananya. Joss tersenyum lebar dan menatap Tawan dengan penuh pemujaan.
“Te, we’re only nine feet apart. I love you with all my life. You’re the reason why my life become so beautiful. I love you Te.” Teriak Joss. Lelaki itu memberikan senyuman termanisnya pada Tawan.
Tawan berhenti melangkah karena melihat mobil dengan kecepatan tinggi melaju kencang ke arah tubuh kekasihnya. Mobil itu seakan kehilangan kendalinya.
“No no no.” Bisik Tawan.
“JOSS RUN!! JOSS PLEASE RUN!!! JOSS COME HERE!!!” Teriak Tawan kesetanan. Lelaki itu berlari kearah Joss dengan air mata yang sudah menggenang di wajahnya.
Namun Tawan terlambat, tubuh lelaki yang disayanginya terpental dengan keras. Suara tabrakan terdengar sangat jelas. Tepat dihadapan Tawan, Tawan melihat bagaimana sebuah mobil balap menabrak tubuh kekasihnya tanpa ampun. Suara orang-orang terkesiap memenuhi telinga Tawan. Tawan berdiri dengan kaku.
Matanya menatap nanar kecelakaan yang terjadi dihadapannya. Bibirnya kelu, air matanya tidak berhenti menetes. Tawan melangkah mendekati Joss, langkahnya pelan.
“No. Joss. No. Please. Please. You said you'd grow old with me. No please.” Tangis Tawan tanpa henti.
Tak lama suara sirine mobil polisi terdengar. Orang-orang berlari mendekati tubuh kekasihnya yang terkapar tidak berdaya. Kaki Tawan seakan lumpuh. Air matanya tidak bisa tertahankan. Tubuh kekasihnya berlumuran darah. Tubuh itu terpental dan menabrak mobil lain yang sedang melintas. Tawan berharap bahwa ini adalah mimpi.
Tawan berharap bahwa tubuh yang terkapar tidak berdaya itu bukanlah kekasihnya. Tawan berharap bahwa dia hanya berhalusinasi. Tawan berharap bahwa dia saat ini masih mencari Pub untuk bertemu dengan Joss. Tawan berharap, bahwa lelaki yang terkapar tidak berdaya itu bukanlah Joss Wayar Sangngern, kekasihnya.
8 Agustus 2020
Tawan seperti mayat hidup, sejak tadi dia ditanya-tanya mengenai kekasihnya namun tak sepatah katapun terucap dari bibir ranumnya. Kepalanya masih memproses seluruh hal yang terjadi.
Untuk menangispun rasanya Tawan sudah tidak sanggup. Lidahnya kelu, matanya sudah perih. Tawan hanya bisa menatapi tubuh kaku sang kekasih di hadapannya.
Mereka sedang perjalanan pulang menuju Indonesia. Harusnya tidak seperti ini bukan? Harusnya malam ini mereka sedang menuju state line antara North Carolina dan Virginia. Harusnya saat ini mereka sedang menjadi Landon dan Jamie untuk satu hari penuh.
“Joss, bercandanya gak lucu. Ayo bangun. Pegang tangan gue. Gapapa pegang sampe 5 jam penuh, gue gak bakal protes. Tapi bangun dulu ya?” Isak Tawan.
Jemari lelaki itu masih menggenggam erat telapak tangan Joss yang terasa dingin. Tangan itu biasanya mengenggam balik jemarinya, terkadang mengelus pelan punggung tangannya. Namun, saat ini hanya dia yang mengenggam erat tangan lelaki itu.
“Joss. Joss. Mana hadiah 3 tahunnya? Ini bukan hadiah loh, gue gak mau terima. Gak mau sampe kapanpun.” Bisik Tawan lagi.
“Joss, gue belum sempet bilang kalau gue sayang banget sama lo. Kalau gue bangga punya pacar kayak lo, kalau gue selalu bersyukur atas kehadiran lo disisi gue. Gue sayang banget sama lo. Kenapa lo jahat hm?”
Tawan menutup wajahnya dan terisak dengan keras. Tidak. Dia tidak mau menerima realita yang ada. Joss masih terlalu muda, perjalanan mereka masih panjang. Joss masih memiliki segudang janji padanya. Joss berjanji untuk menua bersamanya.
Tawan hanya tidak ingin menerima kenyataan bahwa dia tidak akan pernah bisa memeluk Joss, tidak bisa melihat Joss, dan tidak akan pernah bisa mendengar suara kekasihnya lagi.
Tawan mencintai Joss dengan seluruh hatinya, namun sepertinya Tuhan lebih mencintai Joss lebih dari siapapun itu.
11 Agustus 2020
Pemakaman berjalan dengan sendu, banyak orang yang mengantarkan Joss menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Lelaki itu dikenal sebagai lelaki yang baik dan juga ramah, dia memiliki banyak relasi pertemanan, sehingga teman-temannya berbondong-bondong mengikuti pemakamannya.
Tawan berdiri dengan Jumpol dan Arm yang berada di sisinya, lelaki kecil itu memakai kacamata untuk menutupi mata bengkaknya. Sejak kepulangannya Tawan hanya bisa menangis dan menangis.
Bahkan lelaki itu sempat dilarikan kerumah sakit karena pingsan.
Satu-satu orang terdekat Joss menyampaikan kalimat perpisahan pada lelaki itu. Tawan menyadari banyak pasang mata yang menatapnya dengan pandangan sendu, namun lelaki itu tidak perduli.
Matanya hanya terpaku pada Joss yang terlihat tampan dan gagah dengan tuksedo putih yang membalut tubuh tegapnya. Joss terlihat seperti tidur, Tawan lagi-lagi berharap bahwa semua yang ia lalui hanya mimpi belaka.
“Tay, Tay” Panggil Jumpol pada Tawan yang melamun.
Tawan hanya menoleh sebentar mempertanyakan alasan Jumpol memanggilnya.
“Maju, mau ditemenin gak?” Tanya Jumpol.
Tawan menggeleng dan maju ke podium untuk menyampaikan beberapa kata.
“Joss Wayar, Sometimes I wonder what I would say if we had just one more day, would I tell you all the things left unsaid? Those special memories of you will always bring a smile if only I could have you back for just a little while. Then we could sit and talk again just like we used to do. You always meant so very much and always will do too. The fact that you're no longer here will always cause me pain but you're forever in my heart.” Tawan mengambil nafas dengan banyak untuk menghilangkan rasa sesak yang menderanya.
“Joss, you never said that you're leaving. You never said goodbye, you were gone before I knew it and only God know why. A million times I needed you, a millions times I cried, If love could have saved you, you never have died. In life I loved you so dearly, In death I loved you still. In my heart you hold a place, that one one could ever fill. I love you, Joss Wayar.” Tawan menyelesaikan ucapannya dengan senyuman sendu yang menghiasi wajah rupawannya.
Tawan turun podium dengan kaki bergetar, peti Joss mulai diturunkan ke tanah. Tawan menolak untuk melihat kekasihnya di tempat peristirahatan terakhirnya. Tawan memejamkan matanya dengan erat.
Tawan menahan tangisannya dengan sangat baik, dikepala lelaki itu memutar seluruh memori tentang Joss, tentang mereka berdua. Rasanya Tuhan tidak adil padanya, kepada siapa Tawan harus mengadu tentang rasa kehilangan yang bersarang didadanya? Tentang kilasan kecelakaan yang selalu menghantuinya ketika menutup mata?
Joss dikebumikan dengan tangisan kehilangan dari orang-orang terdekatnya. Tawan sudah membuka matanya, dia menatap nisan Joss dengan pandangan kesedihan yang mendalam.
Bahkan ketika orang-orang beranjak meninggalkan makam, Tawan masih diam tanpa bergerak sedikitpun. Rasanya kakinya mati rasa, dia tidak bisa beranjak meninggalkan Joss sendirian.
Jumpol menepuk pundaknya sekali, memberikan waktu untuk Tawan sendirian.
Kaki Tawan rasanya lemas, lelaki itu jatuh terduduk disamping makam kekasih hatinya. Bahunya bergetar, Tawan menangis dengan keras disaat semua orang telah pergi meninggalkan makam. Hatinya hancur, tangisan Tawan terdengar seperti keputusasaan akan hidup.
“Lo jahat banget. Lo jahat banget sama gue..” Isak Tawan.
“Setelah 6 bulan gak ketemu, lo bahkan jadiin pertemuan kita jadi pertemuan terakhir. Lo bahkan gak sempet kasih gue pelukan. Lo jahat banget Joss Wayar. Lo paling jahat.” Teriak Tawan dengan air mata bercucuran.
“Lo jahat banget, lo belum sempet ngucapin happy anniversary ke gue. Lo belum ngucapin kata-kata manis yang selalu lo keluarin setiap perayaan hari jadi kita. Lo jahat banget Joss.”
“Katanya lo mau ngajak gue skydiving di gunung everest? Katanya lo mau ngajak gue ke disney land? Katanya lo mau ngajak gue ke perbatasan Malaysia Indonesia? Kenapa lo ninggalin gue dengan segudang janji lo.”
“Lo paling jahat. Lo paling jahat.” Ucap Tawan terbata. Nafasnya terputus-putus karena terlalu banyak menangis.
Pundaknya ditepuk, Tawan menoleh dengan air mata yang masih mengalir dari mata indahnya.
Jumpol- orang yang menepuk pundaknya. Tangisan Tawan semakin keras. Temannya itu berjongkok dan membawa Tawan pada pelukan hangatnya.
“Gapapa Tay, gapapa. Nangis yang banyak.” Bisik Jumpol dengan pelan. Tangan lelaki itu mengusap punggung Tawan dengan penuh kasih sayang. Menyalurkan kekuatan pada teman dekatnya.
Tawan menangis tanpa henti, hingga lelaki itu jatuh tertidur di pelukan Jumpol dengan harapan bahwa semuanya hanyalah mimpi belaka. Dia berharap bahwa Joss masih bersamanya, masih tertawa dan melontarkan candaan garingnya. Tawan berharap bahwa semua kejadian ini adalah mimpinya belaka.