Josstay: Nikah Muda
—The Beginning
Tawan melangkahkan kakinya memasuki rumah yang sudah ia tinggali selama 19 tahun ini. Tadi pulangnya ia menebeng pada Jumpol dan Gun. Memang biasanya mereka pulang bersama karena rumah mereka hanya berbeda beberapa blok.
Tawan melirik mobil ayahnya yang sudah terparkir dengan rapih, aneh sekali rasanya. Berapa banyak Tawan berpikirpun dia tidak bisa menebak kejutan apa yang dimaksud oleh ayahnya.
Sudah gitu bundanya juga terlihat pasif sekali, biasanya bundanya sama berisiknya dengan sang ayah. Apa mereka berdua sedang bertengkar? Atau Tawan dan Nanon akan mendapatkan adik baru?
Tawan membuka pintunya dan berteriak dengan cukup keras, “Te pulanggggg.”
Tawan melihat adiknya keluar dari dapur dengan semangkuk cemilan yang sudah pasti akan dimakannya sambil menonton anime kesukaannya. Tawan merasa iri, waktunya untuk menonton anime berkurang karena kesibukan kuliahnya.
“Te udah pulang sayang?” Sapa sang bunda.
“Udah bun.” Balas Tawan, tangannya menyalimi sang bunda. Sementara sang bunda membantu Tawan membawa tasnya.
Tawan dan Nanon memang sangat dimanja di rumah, karena ibunya seorang ibu rumah tangga jadi dia dan adiknya mendapat perhatian penuh dari sang bunda. Sementara itu ayahnya memang cukup sibuk karena sang ayah merupakan pemilik salah satu rumah sakit swasta terbesar di Jakarta.
“Ayah dimana bun? Ada apasih kok abang disuruh pulang bun.” Tanya Tawan saat tidak menemukan ayahnya di rumah.
“Ayah lagi di ruang kerja, nanti juga keluar. Udah abang bersih-bersih dulu gih kan baru pulang kuliah.” Perintah Ibunya.
“Okidi bunda.” Tawan menyeret langkahnya untuk menuju kamarnya di lantai 2. Ternyata kalau sedang lelah, kamarnya yang berada di lantai 2 terasa sangat menjengkelkan.
Tawan melihat pintu kamar Nanon yang terbuka sedikit memutuskan untuk mengintip kegiatan adiknya tersebut. Ia dan Nanon hanya berbeda 3 tahun, mereka terlihat mirip. Kesukaan mereka berdua juga sama, yaitu sama-sama suka menonton Anime.
“Dek.” Panggil Tawan saat melihat Nanon yang fokus melihat komputernya.
“Ngapa?” Jawab Nanon tanpa menolehkan kepalanya.
Tawan tidak menjawab, lelaki itu memutuskan untuk merebahkan tubuh lelahnya diatas kasur sang adik. Matanya memperhatikan kamar adiknya yang penuh dengan barang-barang berbau anime, tak jauh berbeda dengan kamarnya.
kamar Nanon
kamar Tawan
Yang membedakan mereka berdua adalah anime kesukaan mereka, jika Tawan lebih menyukai anime seperti Attack on Titan, Haikyuu, Kimetsu No Yaiba, Fire Force, Jujutsu Kaisen, dan anime-anime yang sedang jamannya sekali, adiknya suka anime-anime yang dengan episode super banyak seperti Black Clover, One Piece, dan Naruto.
“Kenapa sih bang aneh banget tiba-tiba diem.” Omel Nanon.
“Bentar, gue capek banget.” Jawab Tawan tidak jelas karena mata lelaki itu mulai menutup, siap untuk mendatangi alam mimpi.
Nanon hanya bergumam tidak perduli, dia membiarkan Tawan untuk tidur karena tau bahwa kakaknya memang lelah. Nanon pernah disuruh menjemput sang kakak di kampus saat prakteknya berlangsung hingga malam, Nanon saja yang menunggu capek, apalagi kakaknya yang menjalankannya.
“Dek, udah tau belum ayah mau kasih kejutan apa?” Tanya Tawan tiba-tiba.
Nanon terkejut mendengar pertanyaan Tawan, dia pikir Tawan sudah tidur.
“Gak tau, sejak pulang juga ayah di ruang kerja.” Jawab Nanon dengan wajah kebingungannya.
“Dek apa lo mau dipindahin ke Mars ya.” Celetuk Tawan.
Nanon mendengus kecil dan melempar bantal yang berada dipelukannya ke tubuh Tawan, “Ngaco lu.”
Tawan bangkit dengan cepat, tangannya memeluk boneka Luffy milik adiknya dengan erat.
“Abisnya aneh banget padahal akhir-akhir ini kita gak jajan banyak kan ya? Kok dia tiba-tiba begitu. Apa kita udah gaboleh jadi wibu ya dek?” Tanya Tawan menebak-nebak.
“Gak mungkin sih, tadi gua abis minta beliin asta statue ver a sama b dikasih kok.” Jawab Nanon dengan santai.
“Hah?!” Teriak Tawan tertahan.
“Lo beli apaan? KOK GAK NGAJAK GUE” Lanjut Tawan.
“Kan lu gak addicted sama black clover kayak gua bang..”
“Beli berapa?”
“Kalau ga salah sih tadi $53” Jawab Nanon lagi.
“Anjrit, gue juga mau minta ke ayah.” Gumam Tawan.
Tawan keluar dari kamar adiknya untuk mendatangi sang ayah, meminta dibelikan merch juga seharga yang sama dengan Nanon.
“Te kok belum mandi?” Tanya sang Bunda saat melihat anaknya turun tangga dengan pakaian yang sama.
“Iya bentar bun, ini lebih penting dari mandinya abang.” Jawab Tawan cepat.
Tawan sampai di ruang kerja ayahnya, dan mengetuk ruangan yang jarang sekali dimasukinya itu.
“Ayahhhhhh” Panggil Tawan.
“Masukkkk.” Jawab sang Ayah.
Tawan memasuki ruangan yang memiliki dua rak besar berisi buku-buku yang tidak pernah Tawan sentuh karena tidak begitu mengerti.
“Ayah tadi Nanon beli merch ya, abang juga mauuuuu.” Rengek Tawan.
“Yaudah abang pesen aja nanti ayah yang bayar, harganya samain sama Nanon loh ya.” Jawab sang Ayah tanpa melihat Tawan.
“Ayah tadi mau ngomong apa?” Tanya Tawan ketika mengingat kejutan yang dikatakan sang ayah.
“Oh iya. Sini abang duduk depan ayah.”
Tawan menurutinya dan duduk dengan gugup. Ayahnya jarang berbicara serius kepadanya kecuali hal-hal yang menyangkut kehidupan yang dijalaninya.
Awalnya Tawan disuruh ayahnya untuk kuliah bisnis rumah sakit, namun Tawan menolaknya karena dia tidak terlalu menyukai bisnis. Tawan sudah memiliki cita-cita sendiri yaitu menjadi seorang perawat.
Ayahnya juga membujuk Tawan, setidaknya jika tidak ingin kuliah bisnis dia masuk kedokteran, dan Tawan masih menolaknya. Dia hanya ingin menjadi seorang perawat. Akhirnya ayahnya mengalah karena tidak ingin anaknya merasa terbebani dengan kemauannya.
“Abang tau kan kalau ayah sama bunda itu sayang sama abang?” Tanya sang Ayah.
“Apasih ayah kok aneh, ya taulah.” Jawab Tawan sedikit ketus.
“Abang kan ayah udah tua, ayah juga punya rumah sakit yang harus diurus, bukan ayah mau guilt trip abang tapi karena abang gak mau masuk manajemen rumah sakit, dan Nanon juga sepertinya gak terlalu tertarik, jadi ayah cuma punya satu pilihan.”
“Pilihan?” Tanya Tawan.
“Ayah punya kolega, dia biasa supply alat kesehatan buat rumah sakit kita. Udah lama juga temenan di dunia bisnis. Ternyata beliau punya anak laki-laki yang usianya 22 tahun dan nerusin bisnisnya.”
Untuk kali ini otak Tawan merespon ucapan ayahnya dengan cepat, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang jelas.
Jangan mengatakan itu. Jangan. Pinta Tawan dalam hati.
“Beliau menawarkan untuk melakukan perjodohan dengan anaknya, nanti anaknya juga bisa mengurus rumah sakit milih ayah. Karena ayah memang kenal dengan beliau dan cukup tau latar keluarganya adalah keluarga baik-baik. Makanya ayah terima tawaran beliau.” Jelas ayahnya.
Tawan melemaskan bahunya. Benar. Firasatnya benar pasti hidupnya akan berubah.
“Ayahhhhhhh.” Lirih Tawan dengan lemas.
“Ayah tau pasti kamu nolak, tapi dicoba dulu ya? Ketemu sama anaknya kolega ayah. Ayah udah pernah liat. Anaknya mirip sama karakter anime favorite adek kamu.” Bujuk sang ayah.
“Karakter favorite adek yang mana?” Tanya Tawan dengan lesu.
“Itu yang anime bajak laut yang rambutnya ijo.”
“RORONOA ZORO?” Tanya Tawan tidak percaya.
“Iyaaaaa mirip dia tau bang, ayo liat dulu. Pasti abang suka.” Bujuk sang ayah lagi.
“Ayahhhhhhh, abang masih 19 tahun. Baru kuliah semester 3 ayahhhhhh.” Protes Tawan
“Nanti pas kita ke Jepang abang boleh beli apa aja deh, unlimited!!” Ayah Tawan masih belum menyerah membujuk anaknya.
“Tapi ketemu dulu ya? Kalau gak suka jangan paksa abang. Terus kalau ternyata gak mirip Zoro, ayah harus tambahin belanja abang dari $50 ke $100” Tawar Tawan.
“Iya iyaaa. Janji.” Ayah memberikan jari kelingkingnya sebagai bukti dia berjanji.
Tawan menyambut uluran kelingking ayahnya dengan wajah yang masih tertekuk.
“Makasih ya sayang, ayah cuma mau yang terbaik buat Te dan ayah tau kalau anak temennya ayah itu orang yang cocok buat Te.” Bisik sang ayah pelan.
Tawan hanya mengangguk kecil mengiyakan. Tawan sangat menyayangi ayahnya, dia juga merasa bertanggung jawab karena dirinyalah yang membuat ayahnya harus mengambil keputusan ini.
Kalau memang ini memang jalan terbaik, maka Tawan akan mengambilnya. Ia percaya bahwa ayahnya pasti memikirkan kebahagiaannya.
Lagipula kalau diambil sisi positifnya, dia tidak usah susah-susah memikirkan soal jodoh karena jodohnya sudah disiapkan oleh ayahnya. Jadi Tawan hanya tinggal fokus menjalani kuliahnya dan menjadi seorang perawat yang keren.