Josstay: Nikah Muda

T's First Love.

Tawan dan teman-temannya saat ini sedang berjalan menuju kelas terakhir mereka yaitu keperawatan maternitas. Sejujurnya Tawan sedikit gugup, karena dosen mereka di maternitas ini biasa disebut sebagai “dosen killer”.

Tawan belum membaca materi yang akan mereka pelajari hari ini karena semalam pikirannya penuh dengan calon suaminya yang entah kenapa tidak mau meninggalkan otaknya barang sedetikpun.

“Duduk belakang apa depan?” Tanya Jumpol saat sudah berada di depan kelas.

“Belakang aja Jumpie” Jawab Tawan sambil melirik ke dalam kelas mereka yang masih kosong.

Memang masih kosong karena sebelum kelas tadi ada istirahat untuk sholat ashar bagi yang menjalankan, kebetulan mereka semua bukanlah seorang muslim jadi mereka memutuskan untuk langsung menuju kelas selanjutnya.

Tawan memutuskan untuk membuka materi yang diajarkan minggu lalu, takut tiba-tiba nanti dosennya mengulang materi dan bertanya pada mahasiswa.

Bukan hanya Tawan namun Metawin dan Gun juga melakukan hal yang sama, sementara Jumpol dan Arm sibuk bermain among us dengan berisiknya.

“Arm kayaknya si cyan deh impostornya” ucap Jumpol dengan serius.

“Kenapa?” Tanya Arm penasaran namun matanya tetap melihat layar ponsel.

“Gak tau, kinda sus aja cyan. Jelek lagi warnanya.” Jawab Jumpol dengan santai.

Tawan yang mendengarkan percakapan bodoh itu hanya menggelengkan kepalanya, biar saja nanti jika dosen bertanya kepada dua orang itu, Tawan tidak akan membantu mereka.

Tanpa mereka sadari kelas yang tadinya masih sepi sudah penuh dengan mahasiswa, PJ juga sudah diberikan informasi bahwa dosen mereka sedang menuju ke kelas.

Kelas hening saat pintu dibuka dan munculah Bu Davikah, dosen maternitas yang cantik namun dicap sebagai dosen killer.

“Selamat sore anak-anak.”

“Sore buuuu.”

“Hari ini perkuliahannya kita mulai dengan mengulang materi yang sudah dipelajari minggu lalu tentang konsep keperawatan maternitas.”

“Coba Metawin sebutkan sejarah keperawatan maternitas yang kamu ketahui.” Ucap Davikah menunjuk Metawin.

Metawin yang pada dasarnya adalah mahasiswa dengan kepintaran diatas rata-rata tidak merasa panik karena dia mencatat materi minggu kemarin di binder kuliahnya.

“Praktik obstretik pertama itu pada 1500 SM di Eygpt, Mesir. Sebelum abad 18 persalinan dibantu oleh wanita lain yang lebih tua. Pada 1700-1800 praktik persalinan pertama oleh bidan, pada 1800 praktik persalinan pertama oleh dokter dan bidan.”

“1900 persalinan pertama di rumah sakit dengan perawatan ibu dan bayi, 1950-1960 maternitas keperawatan, 1969 NAACOG, dan 1992 berubah menjadi AWHONN” Jawab Metawin dengan lancar.

“Coba Tawan sebutkan standar perawatan ibu dan bayi menurut AWHONN” Ucap Davikah lagi.

Tawan yang namanya dipanggil dengan segera membuka catatan kuliahnya dengan gugup, seingatnya dia mencatat standar AWHONN dengan lengkap.

“Standar 1 praktik keperawatan, standar 2 pendidikan kesehatan dan konseling, standar 3 kebijakan, prosedur, dan protokol, standar 4 tanggung jawab dan tanggung gugat profesional, standar 5 pemberdayaan tenaga perawat, standar 6 etik, standar 7 penelitian, dan standar 8 quality assurance.” Jawab Tawan dengan lancar.

“Tujuan keperawatan maternitas?” Tanya Davikah lagi.

Tawan mengutuk dalam hati, kenapa dia ditanya berkali-kali sih, kenapa bukan orang lain saja.

“Tujuan keperawatan maternitas adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin serta BBL (bayi baru lahir) dan membantu perkembangan dan keutuhan keluarga.” Jawab Tawan lagi.

“Terakhir Tawan, paradigma keperawatan maternitas pada lingkungan?”

“Pada lingkungan itu ada proses kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang melibatkan anggota keluarga dan masyarakat yang memiliki nilai dan perilaku setiap individu yaitu sosial dan budaya.” Tawan menjawab dengan pasti.

Davikah tersenyum kecil dan melanjutkan pertanyaannya ke mahasiswa lain. Tawan sendiri melemaskan bahunya, Jumpol disampingnya sudah menahan tawa akan kesialan Tawan yang ditanya 3 pertanyaan secara berturut-turut.

“Lu sial mulu anjir.” Bisik Jumpol.

Tawan hanya menendang kaki Jumpol dengan cukup keras dan kembali memperhatikan bu Davikah yang sudah memulai kelasnya. Materi kali ini tentang anatomi fisiologi alat reproduksi pada saat kehamilan. Tawan mencatat semua ucapan bu Davikah dengan teliti.

Sementara disebelahnya Jumpol memilih untuk merekam suara bu Davikah untuk dijadikan bahan pelajaran serta membantu teman-temannya yang suka sekali ketinggalan ucapan bu Davikah pada saat mencatat.

“Pulang ke kafetaria dulu ya.” Giliran Metawin yang berbisik kecil.

Tawan memberikan ibu jarinya menyetujui ajakan Metawin, hari ini memang sangat melelahkan. Mereka kelas dari pagi dan ada dua kuis hari ini, belum lagi mata kuliah yang semakin hari semakin rumit, rasanya Tawan ingin libur selama seminggu dan bergelung di dalam selimut kesukaannya.

Bu Davikah menutup kelas dengan memberikan informasi mengenai praktek anfis di hari jumat pagi jam 10. Mahasiswa diwajibkan menghafal setiap organ beserta fungsinya dan mampu menunjukkan organ-organ tersebut dengan lancar.

Tawan menghela nafasnya lagi, kenapa selalu diakhiri dengan tugas atau praktek. Tawan paling malas untuk menghafal organ-organ, tapi memang itu sebuah kewajiban untuk mahasiswa kesehatan apalagi keperawatan dan kedokteran menghafal organ tubuh manusia.

“Nanti sebelum jumat nginep bareng sih buat menghafal” Pinta Tawan.

“Ayooo” Metawin menyahuti Tawan dengan semangat.

“Mau dimana?” Kali gini Gun yang bertanya.

“Terakhir kita nginep di rumah Arm kan, sekarang siapa yang mau rumahnya dijadiin sarang.” Ucap Tawan dengan semangat 45.

“Rumah lo.” Jawab Arm datar.

“Iya rumah lo aja, biar dimasakin mama saro” Sahut Metawin menyetujui jawaban Arm yang juga disetujui Jumpol dan Gun.

Tawan mencebikkan bibirnya dengan malas, kalau mereka menginap ke kamarnya dia harus menyembunyikan boneka mikasa karena Jumpol suka sekali dengan bonekanya itu.

“Yaudah ayo dirumah gue nanti gue bilang ke bunda sama ayah.” Jawab Tawan dengan pasrah.

Mereka semua bersorak gembira, menginap di rumah Tawan memang sangat seru karena bunda Tawan selalu memberikan mereka makanan setiap waktunya, mereka tidak akan kekurangan gizi, belum lagi ayahnya yang suka membelikan mereka martabak dan makanan enak lainnya.

“Eh nginep sampe minggu aja gak sih sekalian? Kita ada presentasi kan senin sama tugas resume jurnal penelitian.” Usul Jumpol.

“Boleh juga tuh.” Gun menyetujuinya.

Tawan menggelengkan kepalanya dengan horror, “Engga engga gue mau pacaran sama Levi jangan ganggu gueeee.” Pekiknya tertahan.

Namun Jumpol dan yang lainnya tidak memperdulikan Tawan, mereka masuk ke kafetaria dan memesan makanan untuk menghilangkan rasa lapar yang sejak tadi bersarang diperutnya, meninggalkan Tawan yang sudah pasrah akibat keputusan sepihak teman-temannya.

“Males banget sih” Protes Tawan tertahan, namun kakinya tetap mengikuti teman-temannya yang sudah berpencar untuk memesan makanan.

Mereka semua duduk dikursi paling pojok, memang spot favorite mereka di kafetaria adalah pojok karena lebih leluasa untuk mengobrol.

Tawan sudah melihat nasi goreng seafoodnya dengan sangat serius, begitupun dengan teman-temannya yang sudah mulai memakan makanannya.

“Te, kemarin gimana acara ketemu calon suami lo?” Tanya Jumpol tiba-tiba.

Tawan yang sedang mengunyah makanannya kaget akan pertanyaan Jumpol dan hampir saja tersedak. Tawan dengan terburu menelan makanannya dan menatap Jumpol dengan sinis.

“Kalau nanya pake aba-aba dong, temen lo hampir keselek nih.” Protes Tawan kesekian kalinya hari ini.

“Iya iya maaf, cepet ayo ceritaaa.” Jawab Jumpol tidak serius.

Tawan menghela nafasnya dan memutuskan untuk menceritakan pertemuannya kemarin, dia memang hutang cerita dengan teman-temannya dan baru memiliki waktu untuk berbagi kisah saat ini.

“Gitu deh kemarin pas pertama kali ngeliat gue sampe pangling, soalnya beneran ganteng. Kata ayah mirip zoro kan, terus beneran mirip zoro. Yaudah gue terima lah gak pake ba bi bu.” Tawan mulai bercerita.

“First impression lo?” Tanya Metawin.

Tawan berpikir sejenak, kata tampan terlintas diotaknya.

“Ganteng, beneran ini tuh yang ganteng banget gitu. Orangnya tinggi, 190cm kali ya? Terus badannya tegap, berotot gitu tapi gak too much. Terus fashion juga gak boomer sih, kayak umur 22an gitu masih trendy.”

“Kalau urusan wajah, gila deh top banget. Beneran top, apalagi senyumnya anjir gue bilang kan gue sampe pangling. Terus dia tuh beneran soft gitu kayak mengayomi gue?” Jelas Tawan panjang lebar.

Metawin, Gun, Jumpol, dan Arm menatap Tawan tidak percaya. Seorang Tawan Vihokratana yang selama ini mereka kenal tidak tertarik akan lelaki selain 2D bisa mendeskripsikan seseorang dengan begitu detailnya? Dunia pasti sedang sakit.

Arm yang duduk disebelah Tawan dengan refleks mendaratkan tangannya di dahi Tawan, memeriksa apakah temannya sedang sakit atau tidak.

“Lo ngapain?” Tanya Tawan kebingungan tapi dia tidak menyingkirkan tangan Arm.

“Ini lo lagi sakit ya Te, kok kayak orang jatuh cinta sama manusia?” Ucap Arm dengan polos.

“MAKSUD LO?” Ucap Tawan dengan penuh tekanan sambil menyingkirkan tangan Arm dari dahinya.

“Ya selama ini kan lo spesies aneh yang cuma tertarik sama makhluk 2D, kok tiba-tiba jadi simping ke manusia. Kita takut.” Jelas Arm yang disetujui oleh Metawin, Gun, dan Jumpol.

Tawan menaikkan alisnya dan berpikir, benar juga. Kok dia tiba-tiba simping ke Kak J, padahal mereka baru ketemu semalam.

“Aneh gak sih?” Gumam Tawan.

“Gak aneh yang bad side gitu kok” Gun dengan terburu menyanggah Tawan.

“Kayak bersyukur gitu sih lebih tepatnya, tapi masih perlu beradaptasi soalnya yang lo ceritain kali ini kan manusia, chance lo ketemu dia banyak banget apalagi dia calon suami lo. Amaze gitu lah karena lo sekalinya jatuh cinta sama calon suami, keren.” Jelas Gun dengan senyumannya.

“Tapi gue belum jatuh cinta....” Jawab Tawan.

Metawin mendengus mendengar kebodohan temannya, mungkin memang belum jatuh cinta yang sedalam itu tapi Tawan sudah memiliki rasa ketertarikan, dan itu bagus.

“Tapi udah tertarik kan?” Tanya Metawin.

“Ya udah sih, soalnya ganteng gitu. Wangi.”

“Yeehhhhhh” Celetuk Jumpol dengan menoyor dahi Tawan dengan cukup keras.

Tawan maju dan memukul Jumpol dengan cukup keras yang dibalas dengan kekehan keras lelaki itu. Tawan melanjutkan makannya dengan pikiran yang penuh dengan Joss.

Tawan juga menyadarinya kok kalau dirinya tertarik dengan lelaki berusia 22 tahun itu, tapi Tawan masih menahannya, setidaknya sampai dirinya yakin bahwa Joss juga memiliki rasa ketertarikan yang sama dengannya.