Josstay: Nikah Muda

—When T Meet J

Tawan sudah rapih dengan kemeja berwarna mustard dan celana hitam yang sudah disiapkan oleh bundanya. Awalnya rambut Tawan juga ditata sedemikian rupa, namun Tawan menolaknya dan kembali mengacak rambutnya dengan asal.

Tawan gugup? Tentu saja. Siapa yang tidak gugup saat ingin bertemu dengan lelaki yang nantinya berkemungkinan menjadi calon suaminya di masa mendatang.

“Te, udah siap?” Tanya sang Bunda.

“Udah bun.” Jawab Tawan dengan lesu.

Tawan melihat Nanon memberikan isyarat untuk memperhatikan gerak bibirnya.

“Ta-wa-ran gua ma-sih ber-laku.” Ucap Nanon tanpa suara.

Tawan menahan senyumnya melihat raut khawatir sang adik. Biasanya Nanon tidàk terlalu perduli, namun kali ini remaja lelaki itu terlihat sangat mengkhawatirkannya. Mungkin Nanon sedih kehilangan teman untuk menjadi wibu kalau dia menikah dan tinggal bersama calon suaminya.

“Te, nanti jadi jadi anak baik tapi harus tetep jadi diri sendiri oke? Jangan terlalu sopan pokoknya yang penting normal-normal aja.” Pinta Ayahnya.

Tawan melotot mendengar kalimat terakhir dari Ayahnya, sementara Bunda dan Nanon sudah tertawa dengan puas.

“Jadi maksud ayah selama ini aku gak normal?!” Protes Tawan.

“Ya gimana Te.” Ayah Tawan menghebuskan nafasnya dengan berat seolah-olah sudah lelah dengan tingkah laku yang ditunjukkan oleh anak sulungnya.

“Ayaahhhhhhh” Teriak Tawan dengan keras.

Ayahnya membengkap mulut Tawan saat mendengar sebuah mobil masuk kedalam pekarangan rumahnya. Rumah Tawan memang tipe rumah yang tidak memiliki gerbang, lebih tepatnya perumahan yang mereka tempati memang memiliki desain rumah tidak memiliki gerbang.

Ayah dan Bunda Tawan membuka pintu rumahnya untuk menyambut calon besannya. Tawan dan Nanon mengikuti dari belakang.

Jantung Tawan semakin berdetak dengan kencang. Bahkan sepertinya suaranyà dapat didengar siapapun yang berdekatan dengannya.

“Non, denger suara jantung gue gak?” Pertanyaan bodoh Tawan terlontar tanpa ia sadari.

Nanon yang sudah tau kebiasaan sang kakak jika sedang gugup hanya mencubit lengan Tawan agar Tawan dapat berpikir dengan normal kembali.

“Lu jangan aneh-aneh ntar gua gebuk pake sapu, tuh liat kan ada sapu disitu.” Bisik Nanon menunjuk sapu lidi untuk menyapu halaman.

Tawan hanya mengangguk dan kembali fokus melihat ayah dan ibunya yang terlihat sangat sumringah. Aneh sekali kenapa mereka berdua terlihat sangat bahagia, padahal yang mau dijodohkan adalah dirinya.

“Selamat datang pak Banjong, bu Siri, dan nak Joss.” Sapa Ayah Tawan pada keluarga yang baru keluar dari mobilnya.

Tawan yang berdiri tidak jauh dari sang ayah dapat dengan jelas melihat lelaki dewasa yang keluar dari kursi penumpang. Lelaki tampan dengan tubuh besar dan tinggi memakai kemeja hitam dan celana jeans yang juga berwarna hitam.

Tawan tidak terlalu mendengar sapaan ayahnya. Dia tidak tau siapa nama lelaki itu, tapi sumpah demi kekasihnya yaitu Levi Ackerman. Bahwa lelaki ini dimatanya benar mirip dengan Zoro. Ayahnya tidak bercanda dengan ucapannya.

Lelaki itu tersenyum membalas sapaan Ayahnya. Tawan masih menatap lelaki itu dengan pandangan terpesona sampai pada akhirnya lelaki itu menyadari kehadirannya dan tersenyum dengan sopan.

Tawan yang tertanggap basah sedang melihat tanpa berkedip sontak merasa malu dengan pipi yang memerah, Tawan mengelus tengkuknya dengan gugup dan membalas senyuman lelaki itu.

“Te sini ayo sapa dulu Om, Tante, sama anaknya.” Panggil sang ayah.

Tawan merasakan punggungnya didorong pelan oleh Nanon hanya memelototi adeknya dengan kesal, dia mengerti tatapan jahil Nanon. Pasti Nanon melihat tingkah lakunya tadi.

“Selamat malam, om, tante, dan kak?” Ucapan Tawan terhenti karena dia tadi tidak terlalu dengar nama dari lelaki yang akan menjadi calon suaminya ini.

“Joss Wayar Sangngern.” Ucap Joss memperkenalkan dirinya.

“Ah iya, selamat malam kak Joss” Sapa Tawan dengan pipi yang memerah.

“Selamat malam juga, Tawan.” Balas Joss dengan senyuman kecilnya.

Tawan dibuat pusing dengan suara lelaki itu yang terdengar berat, belum lagi senyumannya yang membuat wajahnya berkali lipat lebih tampan. Lelaki ini sempurna.

“Ini nak Tawan ya? Aduh manis sekali.” Ucap Siri.

“Iya tante terima kasih.” Jawab Tawan dengan malu.

“Kalau ini anak saya yang kedua, namanya Nanon.” Ujar ayah Tawan memperkenalkan Nanon.

Setelah perkenalan secara singkat, keluarga Joss dipersilahkan masuk ke dalam rumah keluarga Tawan.

Mereka semua berkumpul di ruang tamu, menunggu bunda Tawan yang sedang menyiapkan makan malam dan dibantu oleh Ibu Joss yang menawarkan bantuan.

Ayah Tawan dan Ayah Joss berbincang mengenai bisnis yang tidak dimengerti Tawan, sementara adiknya sibuk bermain Nintendo Switch. Tawan melirik lelaki yang dijodohkan dengannya, lelaki itu sibuk bermain ponsel, sesekali menanggapi obrolan kedua ayah mereka.

Tawan mengigit bibirnya dengan gugup, sungguh dia tidak menyukai keadaan hening seperti ini. Rasanya sangat menyebalkan, dia memang suka berbicara.

“Teeee, abang? Abang kesini dulu bantu bunda sama tante siri sebentar.” Suara Bundanya terdengar jelas dari arah dapur.

Seluruh orang yang berada di ruang tamu sontak menoleh ke arah sumber suara. Tawan meringis kecil dan berpamitan dengan sopan untuk mendatangi bundanya.

Kakinya dihentakkan kecil, kesal karena Bundanya memanggilnya dengan sangat keras. Sampai-sampai Kak Joss menoleh ke arahnya.

Tawan yang sibuk menggerutu tidak menyadari bahwa pada setiap langkahnya ada sepasang mata yang memandanginya intens disertai senyuman yang ditahan dengan susah payah.