Josstay: I Have Question
tags: friendzone, unrequited love. little bit angst. dan please ada beberapa bagian yang sedikit 🔞 jadi minta tolong diskip aja kalau merasa engga nyaman ya.
I love him but we're friends.
Tawan dan Joss, dua manusia yang dipertemukan dengan ketidaksengajaan yang berujung dengan rentetan kenangan yang diciptakan dalam satu pandangan yang sama.
Tawan tidak pernah bertanya tentang alasan Joss menyapanya terlebih dahulu saat itu, saat dimana dirinya sedang duduk di pinggir trotoar karena menunggu Off yang tak kunjung menjemputnya.
Tawan juga tidak pernah bertanya tentang alasan Joss meminta nomornya saat itu, yang ia tahu dia hanya memberikannya dengan sukarela karena Joss yang terlihat seperti lelaki yang baik.
Tawan juga tidak pernah bertanya tentang alasan Joss memintanya untuk bertemu tepat setelah tiga hari pertemuan pertama mereka di trotoar saat itu, dan entah untuk sekian kalinya Tawan hanya mengiyakan tanpa pernah bisa menolak.
Tawan juga tidak pernah bertanya tentang alasan Joss sering membelikannya susu cokelat— saat laki-laki itu tau Tawan menyukai susu cokelat dan ditambah dengan berbagai makanan ringan kesukaan Tawan yang diketahui lelaki itu dari menodong banyak pertanyaan saat Tawan sedang lengah.
Tawan juga tidak pernah bertanya tentang alasan Joss menemaninya tidur saat hujan petir saat itu, Joss bahkan mengendarai mobilnya dari luar kota— karena saat itu Joss sedang memiliki acara dengan teman-temannya dan dia meninggalkan acara itu demi menemani Tawan yang ketakutan di rumah.
Tawan juga tidak pernah bertanya tentang alasan Joss memeluknya saat tidur, memeluk tubuhnya dengan erat hingga tubuhnya tenggelam dalam pelukan lelaki itu, beserta kecupan kecil dan kalimat penenang yang diberikan lelaki itu untuk dirinya.
Tawan juga tidak pernah bertanya tentang alasan Joss senang memeluknya dengan erat, beserta dengan kecupan ringan yang lelaki itu berikan di pucuk kepalanya serta elusan ringan di kepala yang diterimanya saat lelaki itu memeluknya.
Tawan tidak pernah bertanya tentang alasan Joss mengecup keningnya lama saat lelaki itu meninggalkan rumahnya untuk kembali ke acara bersama teman-temannya, beserta janji yang lelaki itu ucapkan untuk datang kembali ke rumah Tawan.
Tawan tidak pernah menanyakan alasan Joss memperlakukannya dengan berbeda, dia tidak pernah bertanya. Bukan karena dia tidak ingin tahu, tapi karena dia tidak ingin mengecewakan dirinya sendiri dengan ekspetasi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Dia takut bahwa Joss memang sebaik itu, dia takut bahwa hanya dirinya lah yang terbawa suasana dengan hal ini.
Seperti saat ini, Joss memeluknya dari belakang dengan lengan yang melingkari pundaknya dan kakinya yang memeluk pinggangnya, dan lelaki itu masih tertidur dengan pulas. Mengukung Tawan secara total. Tawan yang tubuhnya sakit akibat kaki Joss yang ditumpukan padanya. Bagaimanapun Joss memiliki tubuh yang lebih besar dari pada dirinya, disertai otot-otot yang membingkai tubuhnya itu terasa sangat berat saat ini.
“Joss…” Panggil Tawan setengah kesal berusaha belitan kaki Joss pada tubuhnya.
“Hm, masih pagi Te. Tidur lagi.” Suara serak khas orang bangun tidur menyapa gendang telinganya.
“Berat Joss….” Omel Tawan lagi. Kali ini dia berhasil melepaskan salah satu kaki Joss dan bergeser agak menjauh dari lelaki itu. Joss mengerang kecil merasa posisi kesukaannya terganggu, dia menarik kembali Tawan dan memeluk lelaki itu lebih erat daripada sebelumnya.
Tawan berteriak kecil saat wajahnya tertutupi lengan bertato Joss. “Joss lepasin gak, nanti aku gigit nih lengan kamu.” Kesal Tawan karena lelaki itu tak kunjung melepaskan pelukannya.
“Te diem dulu, aku masih ngantuk. Sebentar lagi sebentar.” Erang Joss memelas.
“Siapa suruh dateng tengah malem? Aku gak nyuruh kamu dateng ya. Cepetan minggir. Aku mau buat sarapan.” Jutek Tawan. Dia masih kesal karena Joss datang kerumahnya saat jarum jam menunjukkan angka 2 pagi. Tawan yang sedang tidur dengan nyaman harus terganggu karena suara bel beruntun yang dibunyikan oleh Joss.
“Kangen. Udah tiga hari gak ketemu.” Jawab Joss.
“Urusan kamu itu. Minggir cepet aku mau buat sarapan.” Omel Tawan lagi dan lagi.
Joss yang tidak tahan mendengar omelan Tawan dipagi hari membalikkan tubuh Tawan kearahnya. Matanya menatap Tawan yang memasang wajah cemberut dengan tatapan kekesalan yang nyata.
Joss terkekeh kecil, meskipun sedang marah Tawan tetap saja menggemaskan. Seperti macan kecil, “Marah-marah mulu hm?” Tanya Joss, tangannya mengelus pelan pipi Tawan.
“Kamunya nyebelin.” Balas Tawan jutek.
“Hehehe kangen aku ya?” Tanya Joss lagi, kali ini dia mengusak hidungnya pada hidung Tawan. Afeksi favorite mereka berdua selain kecupan kecil di dagu.
Tawan enggan menjawab, lelaki itu memilih membenamkan wajahnya pada leher Joss dan mengumpat pelan. Umpatannya pun tidak jauh dari betapa menyebalkannya Joss, betapa kesalnya Tawan pada lelaki itu.
Joss yang mendengar hanya bisa tertawa kecil dan mengusap rambut Tawan dengan sayang. “Iya iya aku minta maaf, aku kangen kamu banget makanya pelukan ya.” Bisik Joss tepat ditelinga Tawan yang sudah memerah sejak tadi.
Tawan akhirnya mengangguk dan memeluk Joss erat dengan wajah yang semakin dibenamkan di leher Joss. Tempat kesukaannya, dia mengecup ringan leher Joss dan dibalas erangan kecil dari lelaki itu. Joss menurunkan lengannya pada bokong Tawan dan meremasnya pelan, “Jangan mancing. Sekarang aku cuma mau peluk kamu. Kangen.” Ucap Joss tegas pada Tawan yang terkekeh jahil.
“Nanti lagi peluknya, sekarang aku laper.” Rengek Tawan kecil. Joss terkekeh kecil melihat kelakuan menggemaskan Tawan. Tawan berubah sangat banyak dari pertama kali mereka bertemu, Tawan saat ini dengan mudah merajuk dan selalu mengomel. Sementara Tawan yang lalu hanya mengiyakan semua permintaannya tanpa banyak protes.
“Oke oke aku nyerah. Buat sarapan yang enak ya? Aku mandi dulu.” Usir Joss jahil. Dia mendorong Tawan agak keras ke pinggir tempat tidur mereka.
“Gak bakal aku buatin.” Kesal Tawan. Lelaki itu meninggalkan kamarnya dengan kaki dihentakkan disertai suara tawa Joss yang terdengar hingga luar kamar.
Tawan sibuk memasak makanan kesukaan Joss, nasi goreng dengan telur setengah matang. Meskipun dia bilang tidak akan membuatkan Joss sarapan tapi dirinya mana tega? Joss datang tengah malam, tidurnya tidak penuh 8 jam, belum lagi Tawan yang memaksanya untuk bangun pagi, oleh karena itu Tawan memutuskan untuk memberikan sarapan yang layak untuk Joss agar Joss semangat menjalani harinya.
See the line where the sky meets the sea it calls me And no one knows, how far it goes If the wind in my sail on the sea stays behind me One day I’ll know, If I go there’s just no telling how far I’ll go.
Tawan bersenandung lirih, dia baru saja menonton moana semalam dan soundtrack film itu terngiang-ngiang diotaknya seperti kaset rusak. Tawan bersenandung terus menerus. Walaupun nasi gorengnya sudah matang, namun dia saat ini sedang menggoreng nugget dan sosis sebagai tambahan menu sarapan mereka.
Tawan tidak sadar bahwa Joss sudah memperhatikannya sejak tadi, lelaki itu berdiri melipat tangan didada dengan rambut yang masih basah dan hanya mengunakan celana jeans robeknya tanpa atasan apapun.
Joss menahan senyumnya saat melihat Tawan memasak sambil bernyanyi dan menggoyangkan bokongnya ke kanan dan ke kiri mengikuti irama lagu yang dinyanyikannya. Pemandangan seperti ini cukup jarang ia temukan karena biasanya Tawan membangunkannya saat lelaki itu sudah selesai memasak.
Joss berjalan mendekat tanpa suara. Dia meletakkan handuknya di meja makan dan berjalan pelan menuju lelaki itu dengan tatapan mata yang lurus menuju Tawan.
Joss memeluk pinggang Tawan dengan erat dan membenamkan wajahnya pada bahu Tawan yang terbuka karena lelaki itu menggunakan kaos yang melebihi ukuran tubuhnya.
“Ngapain sih? Lepas aku lagi masak Joss.” Marah Tawan sambil berusaha melepaskan pelukan Joss pada pinggangnya. Lelaki yang lebih pendek itu juga menjauhkan lehernya dari usapan sehalus kapas dari hidung mancung lelaki yang memeluknya.
“Joss kalo kamu gak lepas aku cubit ya. Lihat nih baju aku basah karena rambut kamu, kamu juga kenapa belum pake baju sih? Nanti kalo sakit gimana?” Omel Tawan tanpa henti.
Joss tersenyum kecil dan semakin membenamkan wajahnya pada leher Tawan. Tak lupa ia juga membenamkan kecupan ringan pada leher Tawan, “Katanya tadi boleh peluk.” Bisik Joss.
Tawan meloloskan erangannya karena Joss yang tiba-tiba menggigit lehernya dengan cukup keras, “Sakit oi.” Protes Tawan.
“Maaf, aku gemes banget sama kamu.” Ucap Joss tanpa penyesalan. Dia kembali membubuhkan kecupan ringan pada bahu dan leher Tawan, tidak ketinggalan juga telinga Tawan yang sudah semerah tomat.
Tawan memutuskan untuk membiarkan Joss bertingkah sesukanya, karena percuma meskipun dia larang Joss juga tidak akan mendengarkannya.
“Nanti keringin rambut dulu ya sebelum makan, kamu nanti flu.” Ucap Tawan yang dijawab anggukkan kepala Joss yang menempel pada pundaknya.
Tawan mengelus pelan lengan Joss yang melingkar erat di pinggangnya. Sebenarnya Tawan sangat menyukai Joss yang bertingkah manja seperti ini. Biasanya dia yang dimanjakan Joss padahal kalau boleh jujur Tawan lebih senang memberikan afeksi dibandingkan menerima afeksi. Namun jika itu Joss yang memberikannya, maka hal itu akan menjadi hal favoritenya.
“Lepas dulu sebentar, aku mau pindahin nugget.” Ucap Tawan lembut pada lelaki yang masih memeluknya ini. Joss menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, namun Tawan menangkap aura kecemasan yang dikeluarkan oleh Joss.
Tawan melepas paksa lengan Joss dan membalikkan tubuhnya ke arah lelaki itu. Tawan menangkup wajah Joss yang terlihat ingin protes dan terkekeh kecil.
Tawan memandang wajah itu lama sambil mengagumi betapa tampannya lelaki yang berdiri di hadapannya ini. Tawan selalu merasa kecil jika berhadapan dengan Joss dan seluruh aura mendominasinya. Tawan mendekatkan wajahnya dan mencium Joss dengan lama. Tawan menghisap bibir atas Joss dengan lembut. Joss awalnya terkejut namun lelaki itu dengan cepat melingkarkan tangannya di pinggang Tawan dan memperdalam ciuman mereka.
Suara cipakan bibir terdengar nyaring, saliva sudah turun ke dagu, entah milik siapa mereka tidak perduli. Tawan membenamkan tangannya pada rambut tebal Joss yang masih basah dan meremasnya pelan. Joss juga tak kalah, lengannya sudah masuk ke dalam celana Tawan dan meremas bokong lelaki yang lebih pendek darinya.
Suara erangan Tawan semakin membangkitkan nafsu Joss, erangan lirih yang tak kunjung berhenti sejak Joss mulai menjalankan tangan nakalnya di seluruh tubuh Tawan. Tawan memang selalu sesensitif ini, tidak perduli sudah berapa banyak mereka melakukannya Tawan selalu menjadi satu-satunya yang vocal dalam mengekspresikan rasa nikmatnya.
Tawan memukul pelan bahu Joss karena pasokan oksigen yang menipis. Joss memperdalam ciuman mereka sekali lagi dan menggigit bibir Tawan keras sebelum menyudahi ciuman pagi mereka. Mereka berdua terengah, Joss menyatukan dahi mereka berdua dan bernafas dengan rakus. Bibirnya mengecup pelan hidung Tawan dan menjauhkan tubuhnya.
Joss memperhatikan Tawan yang masih terengah dengan bibir membengkak dan merah dan jangan lupakan saliva yang terdapat di dagunya. Joss terkekeh dan membersihkan saliva di wajah Tawan dengan tangannya.
“Ayo? Katanya laper?” Ajak Joss menyadarkan Tawan yang masih terdiam ditempatnya. Tawan mendelik ke arah Joss dan menarik lelaki itu ke kamarnya.
“Eh mau apa?” Tanya Joss yang kebingungan karena Tawan menariknya kea rah kamar lelaki itu. Apa mereka mau melanjutkan kegiatan yang tadi?
“Keringin rambut kamu lah, basah gitu nanti sakit.” Jawab Tawan jutek. Joss tertawa kecil karena pikirannya tidak sesuai kenyataan.
Tawan mengantar Joss sampai depan pintu, sarapan mereka berjalan seperti biasanya. Dengan Joss yang bertanya beberapa hal tentang kegiataannya dan Tawan yang hampir tak pernah bertanya kegiatan yang Joss lakukan.
Tawan merebahkan dirinya di sofa. Pikirannya melayang mengenai hal yang mereka lakukan selama ini. Bukankah mereka terlalu jauh untuk disebut sebagai teman? Teman tidak melakukan semua yang dilakukannya dengan Joss.
Teman tidak berpelukan dengan erat, teman tidak tidur bersama, dan teman tidak berbagi kecupan. Lalu dia dan Joss ini apa? Berapa banyak Tawan berpikir pun otaknya tidak pernah sampai pada suatu kesimpulan. Tawan tidak pernah bertanya alasan Joss memperlakukannya sedemikian intim. Dia tidak pernah ingin bertanya.
Tawan memutuskan untuk menjelajahi Instagram kali ini. Sudah berapa lama dirinya tidak membuka sosial media tersebut? Tawan terlalu focus akan kehidupan nyatanya dan Joss hingga dia lupa akan hal lainnya.
Tawan terkekeh kecil melihat postingan Off dan Gun yang selalu seperti kucing dan anjing. Mereka saling menyayangi namun dalam cara yang berbeda, terkadang saat dirinya melihat mereka bersama Tawan seringkali merasakan perasaan iri. Dia juga ingin seperti Gun yang dapat mengumumkan kepada seluruh orang bahwa Off adalah miliknya, dia juga ingin seperti itu namun Tawan tidak akan pernah bisa mengatakannya, baik saat ini maupun nanti.
Lalu jarinya kembali meluncur di dunia Instagram, hingga satu postingan dari akun yang sudah dihafalnya di luar kepala muncul didepan matanya.
“I am willing to save money to support all your dreams. Give you what you need even if it's not completely. Starting from zero the dream foundation that we are trying to uphold together, so that later when our hair turns white we only have to enjoy the results. For you, someone I am now fighting for. You are the highest part of all the dreams that I have always wanted to realize.
Tawan membaca caption yang tertera dalam foto tersebut dengan jantung yang tak berhenti berdetak dengan keras. Bukan— bukan detak yang menyenangkan. Bukan detak yang membuat Tawan merasakan kupu-kupu berterbangan di perut. Bukan bukan yang seperti itu.
Detak ini menyakitkan, rasanya seperti jantungnya dipaksa untuk berdetak meskipun dirinya sudah menyerah. Tawan menatap foto yang diberik efek black and white itu dengan pandangan datar.
Ini kan yang selama ini Tawan selalu waspadai? Dirinya bukanlah satu-satunya yang dekat dengan Joss. Dan lelaki itu bertindak manis bukan hanya pada dirinya. Dia bertingkah manis kepada semua orang.
Lelaki itu— memiliki seseorang yang dicintainya. Dan itu bukan Tawan, atau lebih tepatnya lelaki yang dicintai Joss sejak awal memang tidak akan pernah menjadi seorang Tawan Vihokratana.
Tawan tidak ingin jatuh cinta pada lelaki itu awalnya, namun siapa Tawan memangnya? Dia hanya manusia biasa. Diberi banyak kasih sayang dan perlakuan manis oleh Joss membuat Tawan terlena dan akhirnya jatuh cinta sedalam-dalamnya pada lelaki itu.
Tawan memutuskan untuk mengeluarkan akun instagramnya dan menutup aplikasi itu. Tangannya bergetar, masih terkejut dengan kenyataan pahit yang baru diterimanya. Inilah alasan Tawan tidak pernah bertanya alasan Joss, dia tidak ingin tersakiti. Lebih baik dia bermain aman, namun kali ini… entah Tawan mungkin akan bertanya?
Sebelum hubungan mereka terlalu jauh, dan sebelum Tawan jatuh lebih dalam lagi pada pesona lelaki itu.
Joss menghubunginya, katanya ingin menginap lagi. Sejujurnya Tawan ingin menolak, namun sejak kapan Tawan dapat menolak permintaan lelaki itu?
Jarum jam menunjukkan angka 5, dan suara bel di luar rumahnya menandakkan bahwa lelaki itu sudah datang. Tawan dan Joss memang lebih sering menghabiskan waktu berdua dirrumah, menonton film, berpelukan, tidur, dan bermain game bersama. Tawan tidak pernah mengeluh akan intensitas interaksi mereka berdua di luar rumah, karena Tawan pikir dia sudah mendapatkannya di rumah.
Tawan membukakan pintu dan disambut dengan cengiran lebar Joss berserta 2 kantung besar kfc yang dibawanya.
“Movie marathon?” Ajak Joss dengan kerlingan kecil di matanya.
Tawan terkekeh dan membukakan pintu lebih lebar agar lelaki itu dapat masuk ke dalam rumahnya. Joss meletakkan makanan yang dibawanya dan langsung merebahkan dirinya di sofa. Tawan hanya bisa menggelengkan kepala dan merapikan barang yang di bawa lelaki itu.
Tawan mendekati Joss dan meletakkan kepala lelaki itu diatas pahanya, tangannya mengelus pelan rambut Joss. Matanya menatap wajah Joss yang sedang beristirahat. Betapa Tawan sangat menyayangi lelaki itu. Tawan merasakan jantungnya berdetak keras lagi, memori tentang caption lelaki itu berputar lagi diotaknya tanpa bisa di cegah.
“Joss…” Panggil Tawan.
Joss membuka matanya dan menatap balik Tawan yang masih menatapnya, dia bertanya mengapa Tawan memanggilnya dengan suara tertahan seperti itu.
“J…” Panggil Tawan lagi. Kali ini dia memanggil panggilan masa kecil lelaki itu. Tawan memberikan senyumannya pada Joss yang menampilkan wajah kebingungan. Tawan mengelus pelan pipi Joss, memberikan kasih sayang sebanyak-banyaknya pada lelaki yang dicintainya ini.
“J…” Panggil Tawan sekali lagi, senyum tak kunjung luntur dari wajah tampannya.
“Kenapa?” Joss bertanya dengan wajah cemas luar biasa. Lelaki itu takut Tawan sedang sakit atau semacamnya.
“Gapapa hehe, aku suka aja manggil nama kamu.” Kekeh Tawan pelan. Tawan belum siap, dia belum siap untuk bertanya pada Joss.
“Jangan gitu, rasanya kaya kamu mau ninggalin aku atau aku punya salah ke kamu.” Balas Joss lembut. Tatapannya menatap Tawan yang saat ini memalingkan wajahnya dari Joss.
“Istirahat lagi gih, pasti capek kan seharian?” Tanya Tawan. Tawan menyenderkan tubuhnya pada sofa di belakangnya. Tangannya tidak berhenti mengelus pelan rambut Joss.
“Capek.” Balas Joss, lelaki itu membenamkan wajahnya pada perut Tawan. Dia juga memeluk pinggang Tawan dengan erat. Tawan adalah rumahnya saat dia lelah, tempat Joss menyandarkan seluruh bebannya.
“Mau istirahat dulu atau mau makan dulu?” Tanya Tawan lembut.
Joss hanya bergumam kecil dan semakin membenamkan wajahnya pada perut Tawan. Tawan tersenyum kecil. Lelaki itu menatap langit-langit rumahnya dengan pikiran bercabang. Keheningan menyapa mereka berdua. Tawan menyukai suasana seperti ini, dimana mereka terdiam dan menikmati suasana yang tercipta diantara keduanya.
“J…” Panggil Tawan setelah 10 menit keheningan yang tercipta. Joss memeluk Tawan erat sebagai balasan akan panggilan lelaki itu.
“Joss Wayar..” Panggil Tawan lagi, lelaki itu tetap menatap langit-langit rumah.
“Apa?” Jawab Joss setelah terdiam cukup lama.
“Aku boleh nanya gak?” Ucap Tawan pelan. Joss menganggukkan kepalanya, mengizinkan Tawan untuk bertanya padanya.
“Joss….” Tawan kembali menggumamkan nama itu. Nama yang selalu Tawan selipkan dalam doa di setiap minggunya. Doa yang berisikan kebahagiaaan untuknya. Tawan tau betapa sulitnya Joss bertahan untuk tetap berada di posisi ini, oleh sebab itu hanya satu yang selalu Tawan rapalkan; kebahagiaan Joss.
“Joss. Joss Joss.” Gumam Tawan lagi. Dia menggumamkan nama Joss tanpa sadar bahwa Joss memperhatikannya sedari tadi.
“Tawan. Tawan. Tawan.” Joss bergumam mengikuti Tawan yang dibalas lelaki itu dengan kekehan pelan.
“Joss. Kita udah kenal berapa lama ya?” Tanya Tawan tiba-tiba.
Joss membulatkan matanya karena pertanyaan Tawan yang tidak seperti biasanya, “8 bulanan kayaknya Te.” Jawab Joss tidak yakin.
“8 bulan ya?” Gumam Tawan.
“Hm iya, dari pas aku ketemu kamu di trotoar lagi duduk.” Jawab Joss lagi.
“Kenapa kamu samperin aku saat itu?” Tanya Tawan. Tangannya mengelus wajah Joss yang menatapnya saat ini.
“Kamu kayak anak ilang, aku pikir kamu anak sma yang ponselnya kehabisan baterai pas mau order ojek jadi aku samperin kamu.” Jawab Joss enteng.
Tawan terkekeh kecil, dia mengingat saat itu dia sedang pakai hoodie kebesaran dengan gambar beruang di depannya. Apa karena hal itu Joss jadi menganggapnya seperti anak sekolah?
“Tapi ternyata kamu seumuran sama aku, aku masih heran di halte kan ada bangku. Kenapa kamu milih duduk di trotoar coba.” Keluh Joss.
Tawan tersenyum kecil, ini udah sekian kalinya Joss mempertanyakan dirinya yang duduk di trotoar saat pertama kali mereka bertemu, “Kan udah aku bilang kalo aku—“
“Nyari angin dari kendaraan yang lewat soalnya panas banget.” Potong Joss sebelum Tawan dapat menyelesaikan perkataannya. Mereka bertatapan sebentar lalu tertawa bersama, mentertawakan keadaan di masa lalu.
“Udah lama banget ya Joss?” Kekeh Tawan.
“Iya, udah delapan bulan lalu.”
“Kalo saat itu aku gak duduk di trotoar, apa kamu bakal tetep samperin aku?” Tanya Tawan lagi.
Joss menghentikan tawanya, dia menampilkan raut tidak mengerti akan pertanyaan yang diajukan Tawan, “Ya kalo emang udah takdirnya aku ketemu kamu gimanapun caranya pasti bakal ketemu kan?” Jawab Joss dengan wajah serius.
Tawan menganggukkan kepalanya membenarkan, kalau memang sudah takdir dirinya mencintai lelaki itu mau sekeras apapun Tawan menolaknya akhirnya Tawan akan tetap jatuh cinta pada Joss.
“Tawan, kalo di kepala kamu saat ini lagi ada pikiran jelek. Tolong dibuang dulu. Aku gak akan ninggalin kamu, kalo itu yang kamu pikirin saat ini.” Jelas Joss, dirinya menatap Tawan dengan harapan Tawan mempercayai semua perkataannya. Karena memang benar, dia tidak akan meninggalkan Tawan. Tawan adalah rumahnya, bagaimana dia bisa meninggalkan rumah tempatnya untuk pulang?
Tawan tersenyum kecil, “Iya bawel. Gak ada yang mau ninggalin juga heh.”
“Tawan, tau kan kalo aku sayang kamu?” Tanya Joss.
Tawan menganggukkan kepalanya, dadanya berdegub kencang. Kupu-kupu berterbangan di perutnya. Dia tidak menatap Joss dan memilih menatap langit-langit meskipun dia tau saat ini Joss sedang menatapnya dengan tatapan teduh.
“Jangan mikirin apapun yang jelek, aku sayang kamu dan gak akan ninggalin kamu.” Tegas Joss.
“Joss….” Panggil Tawan tiba-tiba.
“Hm?”
“Joss—What are we?”
Pertanyaan yang selama ini Tawan simpan sedalam mungkin akhirnya dapat terucap. Tawan tidak pernah bertanya, namun jika akhirnya dia bertanya berarti Tawan siap menerima konsekuensinya. Entah ditinggalkan, atau menghapus paksa perasaan yang dimilikinya agar tetap dapat bersama Joss.
Joss tersenyum kecil mendengar pertanyaan Tawan, dia mengeratkan pelukannya pada pinggang Tawan, dia menatap Tawan yang saat ini juga menatapnya,
“Friends. We always be friends aren’t we?” Jawab Joss dengan lugas. Suaranya lantang tanpa ada keraguan sedikitpun.
Tawan sudah menduganya. Memang dialah yang sejak awal jatuh cinta sendirian. Dia terlalu membawa perasaan, padahal jika ia perhatikan lagi. Joss memang selalu memperlakukan sahabatnya semanis perlakuannya kepada Tawan.
Tawan sebisa mungkin menyembunyikan raut sedihnya, dia tersenyum dengan lebar seakan-akan jawaban Joss tidak memiliki dampak apapun padanya, “Iya, kita selalu jadi temen, Joss.” Ucap Tawan dengan intonasi ceria.
Siapapun tau bahwa lelaki itu sedang menahan dirinya, siapapun tau kecuali lelaki yang masih meletakkan kepalanya di pangkuan Tawan.
Joss menampilkan cengirannya, “Friends forever, Te.” Gumam Joss pelan. Lelaki itu memberikan jari kelingkingknya ada Tawan, meminta sang sahabat untuk mengait janji pertemanan selamanya dengannya.
Tawan mendekatkan jari kelingkingnya yang bergetar pelan pada jari kelingking Joss, kedua jari tersebut membelit dengan kuat, seakan menandakan pertemanan mereka yang berlangsung seumur hidup.
Tawan tersenyum getir, kali ini tidak berusaha menyembunyikan kesedihannya, “Ya, friends forever.” Balasnya pelan.
Tawan tidak pernah bertanya alasan Joss selama ini karena dia yakin bahwa selama ini hanya dirinya lah yang jatuh cinta, dia berusaha menekan semua keingintahuannya demi menyelamatkan pertemanan mereka. Berusaha tutup mata akan segalanya, namun kini Tawan tidak bisa menahannya lebih lama. Ia bertanya, dan sekarang semua asumsi yang dibuat oleh dirinya sendiri sudah terkonfirmasi dengan jelas. Mereka berdua adalah teman, dan teman selalu bersama dalam suka dan duka.
Tawan memilih menyerah dan mungkin akan menghilangkan paksa perasaan yang dimilikinya, jawaban Joss cukup menjadi alasan Tawan. Mereka berdua adalah teman, dan tidak ada teman yang memiliki perasaan cinta kepada teman lainnya. Hal tersebut hanya akan menghancurkan tali pertemanan yang terjalin.
Tawan mengerti, dia hanya bisa menemani Joss untuk menggapai semua impian yang dimilikinya. Dia hanya bisa menemani Joss sebagai temannya, bukan sebagai seseorang yang sekarang lelaki itu perjuangkan, dan bukan juga sebagai tertinggi dari segala mimpi yang selalu ingin lelaki itu realisasikan.
Tawan hanya bisa berjalan disamping Joss, menemani lelaki itu menggapai semua impiannya,
sebagai seorang teman.