Josstay: Bad Boys
“I'm falling in love... I'm falling in love with you.”
FLASHBACK PART 2
October 2019
Hari Kamis.
Sebenarnya hari ini bukanlah tanggal merah maupun hari libur. Seharusnya hari ini mereka sekolah, tapi mereka memutuskan untuk membolos.
Mereka memutuskan untuk pergi ke Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara berdua.
Semua ini berasal dari Joss yang entah memiliki ide darimana namun lelaki itu menggunakan mesin percarian di ponselnya untuk mencari kawasan persawahan di Jakarta, dan beberapa berita menyatakan bahwa sawah terluas di Jakarta berada di Cilincing dengan luas 341 hektar.
Joss yang memang memiliki tingkah sedikit ajaib langsung mengajak Tawan untuk bermain di sawah dihari sekolah yang sudah pasti tidak bisa ditolak lelaki kecil itu. Tawan dengan bodohnya mengiyakan permintaan Joss dan mengirimkan surat sakit (ide Joss untuk membeli surat sakit) ke sekolahnya dan sekolah Joss.
Tawan sudah siap dengan kaos putih dan celana ripped jeansnya, dia juga membawa tas berisi pakaian ganti untuk diganti ketika ia dan Joss turun ke sawah nanti.
Kali ini Tawan dan Joss memutuskan untuk naik kereta ke Cilincing, karena mereka tidak ingin mengambil risiko naik motor ke sana sementara Joss belum memiliki SIM. Bukannya malah bersenang-senang, mereka pasti sudah dirazia di kantor polisi, sudah gitu pasti ketahuan membolos.
Tawan melihat mobil berwarna hitam yang ia kenali sebagai mobil keluarga Joss mendekati rumahnya dari kejauhan, senyumnya terbit dengan lebar, Tawan melambaikan tangannya dengan semangat. Lalu kaca penumpang dibuka dan Joss sendiri membalas lambaian tangan Tawan tidak kalah semangat. Mereka tertawa bersama setelah mobil Joss berhenti tepat di depan pagar rumah Tawan.
“Udah siap, boss?” Joss bertanya dengan intonasi semangat.
“Udah dong!!!! Let's GOOOO!!!” Tawan berteriak cukup keras hingga membuat ibu-ibu yang lewat di depan rumahnya menolehkan wajahnya hanya untuk melihat mereka dengan pandangan aneh.
Tawan membuka pintu mobil dan memberikan sapaan ramah kepada supir keluarga Joss. Joss sendiri hanya tertawa kecil melihat betapa semangatnya Tawan saat lelaki itu diajak berjalan-jalan ke tempat yang belum pernah ia datangi. Sejujurnya Joss juga belum pernah ke sawah ini, namun dia tetap nekat karena dipikirnya masih banyak orang yang bisa mereka tanya saat mereka tersesat.
Tujuan pertama mereka adalah MRT Istora Mandiri. Setelah melihat rute tercepat di google maps, mereka memutuskan untuk menggunakan MRT menuju Stasiun Sudirman. Sepertinya ini juga kali pertamanya Tawan menggunakan MRT, sebelumnya ia hanya mengajak Tawan menggunakan Busway, bukan MRT.
Awalnya supirnya memberikan saran bahwa ia akan langsung mengantar Joss ke Stasiun Sudirman sehingga lelaki itu tidak harus naik MRT, tapi Joss menolaknya karena ia ingin Tawan merasakan naik MRT pertama kali dengannya.
Jalanan ramai seperti biasanya, namun beruntungnya mereka tidak harus terjebak macet hingga berjam-jam lamanya. Joss dan Tawan turun dari mobil setelah sampai di Istora Mandiri, mereka melambaikan tangan pada supir keluarga dan berpesan untuk menjemput mereka di Stasiun Sudirman.
Joss menggenggam tangan Tawan untuk masuk, Tawan sendiri memperhatikan bangunan dalam MRT yang belum pernah dilihatnya. Selama ini ia hanya melihat dari luar saja, itupun sekilas saat melewatinya.
“Bawa kartu flazz lu kan?” Tanya Joss dengan santai. Ia tidak melepaskan pegangan tangannya pada Tawan, seolah itu adalah hal yang biasa mereka lakukan. Tawan pun tidak terlalu mangambil pusing karena masih ada stasiun MRT yang memerlukan atensinya daripada genggaman tangan mereka berdua.
“Bawa, udah gue isi 200 ribu. Cukup kan?” Tanya Tawan dengan semangat.
Joss sendiri hanya tertawa, dia bahkan hanya mengisi 100 ribu, “Cukup banget buat lu bolak balik Jakarta Utara sampe muak.”
Tawan hanya tertawa kecil, ia melihat Indomaret di dalam MRT dan menarik Joss ke arah sana, ia lupa membeli permen dan beberapa camilan yang bisa dimakan selama perjalanan.
“Ke Indomaret dulu ya? I need some sweets and water.” Ajak Tawan.
Joss hanya berjalan mengikuti Tawan yang menariknya, ia menyadari ada beberapa orang yang memperhatikan mereka berdua, namun dia memilih untuk tidak memperdulikannya. Toh mereka tidak memiliki andil dalam hidupnya, untuk apa diperdulikan.
Tawan melepaskan genggaman tangan mereka saat mereka sudah masuk di Indomaret, Tawan langsung berlari kecil ke tempat yang berisi permen dan lelaki itu mengambil beberapa bungkus permen. Tawan juga memasukkan dua buah roti dan kacang di dalam tas mereka, tidak lupa makanan ringan, onigiri, dan juga minum.
Joss sendiri tidak melarangnya, toh mereka berdua membawa tas ransel sehingga makanan yang mereka beli bisa dimasukkan ke dalam ransel. Mungkin alasan Tawan membeli makanan banyak karena ia berpikir bahwa setelah main di sawah yang melelahkan mereka langsung bisa memakan camilan yang mereka beli.
Joss sendiri memisahkan diri dan berjalan menuju rak yang berisi obat obatan, ia mengambil vitacimin, handsaplast, salonplast, dan juga minyak kayu putih, untuk berjaga jika Tawan mengalami pegal saat perjalanan nanti.
Joss mendekati Tawan yang sudah berada di kasir untuk membayar, lelaki itu menggabungkan belanjaan mereka dan mengeluarkan dompetnya untuk membayar sebelum tangan Tawan menahannya, “Buat kali ini, gue yang bayar oke?” Ucap Tawan dengan semangat.
Joss tidak bisa menolak lelaki itu jadi ia menyimpan kembali dompetnya. Mereka membagi dua belanjaan yang mereka beli dan tertawa bersama menyadari tingkah mereka yang seperti ingin bertamasya ke Bandung padahal hanya ke Jakarta Utara.
Joss berdiri di pintu peron masuk ke MRT, menunggu antrian untuk tap in. Di depannya ada Tawan yang sengaja ia dahulukan, jika lelaki itu membutuhkan bantuan maka ia dengan mudah akan membantunya.
“Nanti tap flazznya disitu ya?” Ujar Joss memberikan arahan dan menunjuk orang lain yang sedang melakukan hal yang sama. Tawan mengangguk paham dan menempelkan kartunya ketika gilirannya sudah tiba.
Joss tersenyum dengan bangga melihat Tawan melewati pintu tanpa hambatan, karena sejujurnya dulu ia bersama teman-temannya saat pertama kali ke MRT sempat mengalami masalah dengan jalur tap in dan tap out. Dia belum punya kartu flazz saat itu, jadi dia membeli kartu MRT yang double trip, dia naik dari stasiun Blok M ke Dukuh Atas, lalu saat pulang ia memutuskan untuk naik dari Bundaran HI ke Blok M, namun ternyata tidak bisa, jadi ia dan teman-temannya bejalan lagi ke Dukuh Atas untuk pulang.
Mereka berdua berjalan beriringan disertai cerita-cerita konyol yang tentu saja dimiliki oleh Joss, Tawan sendiri mengakui kalau dulu dia adalah anak yang sedikit kutu buku dan ambisius dengan nilai, lelaki itu tidak banyak memiliki kisah lucu, tidak seperti Joss yang mungkin 70% dari hidupnya adalah kekonyolan yang dilakukan dengan teman-temannya.
Tawan dan Joss masuk ke dalam kereta setelah kereta cepat itu berhenti di depan mereka, mereka berdua memutuskan untuk berdiri, memberikan kesempatan untuk penumpang prioritas dan perempuan mendapatkan tempat duduk.
Tawan memegang erat pegangan saat kereta mulai berjalan, Joss sendiri juga tidak lupa memegang pundak Tawan agar lelaki itu sedikit lebih rileks selama perjalanan pertamanya.
“Cepet banget.” Komentar Tawan saat melihat gedung-gedung yang berganti dengan cepat lewat kaca. Langit hari ini berwarna biru cerah, tidak panas namun juga tidak mendung. Awan berlomba-lomba menunjukkan kecantikkannya dan Tawan tidak bisa tidak tersenyum melihat keindahan di depan matanya saat ini.
Hanya 7 menit waktu yang dibutuhkan dari Istora Mandiri ke Dukuh Atas. Tawan dan Joss keluar dari stasiun dengan senyuman yang tak luput dari wajah sempurna mereka berdua. Untuk menuju tempat selanjutnya yaitu Stasiun Sudirman, mereka membutuhkan waktu berjalan sekitar 5 menit dengan jarak 270 meter dari Dukuh Atas.
note: kalau mau liat gambaran perjalanan mereka bisa ke google satelit dan liat perjalanan dari Dukuh Atas BNI ke Stasiun Sudirman
Saat mereka keluar dari Dukuh Atas BNI mereka dihadapkan dengan gedung bertingkat tinggi dengan plang partai Nasdem, Joss dan Tawan terus berjalan beriringan menikmati pemandangan kota. Beberapa kali Joss menyeka keringat karena padatnya jalanan yang membuatnya sesak, beruntungnya ia dan Tawan memakai masker wajah untuk melindungi mereka dari debu-debu jalan raya.
Joss dan Tawan menempelkan kartu flazz pada reader di gate in stasiun, mereka berdua berjalan dengan cukup terburu karena kereta mereka akan berangkat dalam 10 menit ke depan. Bahkan Joss menarik pelan tangan Tawan dan berlari kecil yang dipastikan mendapatkan teguran dari satpam yang bertugas.
Tujuan mereka kali ini adalah Stasiun Kampung Bandan yang membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit menuju ke sana. Kali ini Tawan dan Joss masuk ke dalam gerbong khusus laki-laki, mereka berdua mendapat tempat duduk.
“Terakhir naik kereta, kapan?” Joss memulai pembicaraan.
Tawan mengerutkan dahinya, “Gak tau... udah lama banget pokoknya gak naik kereta? Selama ini dianterin soalnya. Tau lah Tangerang Selatan gak ada busway gitu-gitu, cuma ada angkutan umum kayak gini. Paling ya stasiun sudimara tapi mau kemana juga...” Jelasnya dengan rinci.
Joss menatap Tawan dengan pandangan penuh kagum, siapapun bisa melihat kalau lelaki tinggi itu mengagumi lelaki yang saat ini duduk disebelahnya dan bercerita dengan antusias.
“Pas itu gue udah hopeless banget team gue bakal menang lawan kakak kelas, abisnya kakak kelasnya tuh jago banget? Padahal mereka masih SMP sama kayak gue tapi main futsalnya udah kayak pro. Belum lagi temen-temen gue udah capek duluan karena sebelumnya kita udah main sekali lawan kelas samping, sementara kakak kelasnya baru main karena tahun lalu mereka yang juara class meeting jadi tahun ini mereka langsung masuk semi final. Kan jadi makin insecure-”
“Joss? Joss?” Tawan memanggil lelaki yang saat ini menatapnya tanpa kedip.
“Dengerin gue ngomong gak sih?” Tawan bertanya dengan sedikit kesal.
Bukannya meminta maaf, Joss malah melebarkan senyumannya dan mendaratkan tangannya pada rambut halus sang teman dan mengacaknya tanpa perasaan, “Denger kok, little Orca. Terus gimana? Insecure lu jadinya gimana?”
Tawan memutar bola matanya dan memilih untuk menatap hal lain selain seseorang yang duduk disampingnya saat ini. Joss menaikkan alisnya tertarik, apa saat ini Tawan sedang merajuk? Jika iya, maka lelaki itu ia nobatkan sebagai lelaki dengan cara merajuk paling menggemaskan yang pernah ia lihat.
“Ini lagi ngambek apa gimana?” Tanya Joss tertarik. Joss menusuk-nusuk lengan Tawan dengan jari telunjuknya, Tawan yang memang sedang sedikit merajuk menjauhkan lengannya dari jangkauan jari telunjuk Joss.
Joss terkekeh kecil, “Ayo cerita lagi, tadi belum selesai kan ceritanya?”
“Gak. Udah lupa tadi mau cerita apa.” Balas Tawan dengan sedikit ketus. Hal tersebut mengundang tawa lebih keras dari Joss.
Joss mencoba menghentikan tawanya, lelaki itu membuka tas miliknya dan mengambil beberapa permen untuk membujuk Tawan agar berhenti merajuk, “Nih permen yupi?”
Tawan melirik sedikit dan langsung mengambil permen yang diberikan Joss dengan cepat, lelaki itu menahan senyumannya sementara tangannya fokus membuka bungkus permen. Joss sendiri menahan dirinya untuk tidak memeluk lelaki menggemaskan disampingnya ini.
Sisa perjalanan mereka habiskan untuk melanjutkan cerita Tawan semasa SMP, akhirnya setelah beberapa kali bujukan, Tawan melanjutkan ceritanya dengan senyuman yang tak hilang dari wajah tampannya.
Mereka sampai di Stasiun Kampung Bandan setelah 30 menit perjalanan. Mereka turun untuk transit dan pindah kereta untuk melanjutkan perjalanan ke Stasiun Tanjung Priok yang membutuhkan waktu sekitar 15 menit.
Tidak ada yang berbicara selama perjalanan ke Stasiun Tanjung Priok, mungkin sudah mulai merasakan lelah karena perjalanan yang begitu jauh hanya untuk melihat sawah. Inilah salah satu hal yang disayangkan sebagai orang yang tinggal di Ibukota, sangat sulit untuk melihat berhektar-hektar kebun sayur ataupun sawah. Sekeliling tempat tinggal hanya ada tembok dan pagar rumah, belum lagi sepanjang jalan hanya ada gedung-gedung pencakar langit, terkadang rasanya menyesakkan namun juga indah secara bersamaan.
Kereta sudah berhenti di stasiun terakhir perjalanan mereka berdua, Joss merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal. Rasanya mulai menyesali mengapa tadi ia tidak menerima tawaran supirnya untuk diantarkan sampai ke Cililing.
“Capek? Mau istirahat dulu gak?” Tanya Joss ketika melihat Tawan yang terlihat merenggangkan tubuhnya juga.
Tawan melihat jam ditangannya, waktu menunjukkan pukul 9 pagi dan dia sudah merasa lapar karena perjalanan yang sangat panjang, “Nyari tempat duduk sebentar mau gak? Laper mau makan roti yang tadi kita beli.”
Joss hanya menarik tangan Tawan sebagai balasan, lelaki itu menarik Tawan ke arah tempat duduk di dekat food tenant yang memang disediakan oleh Stasiun, entah untuk menikmati makanan atau hanya untuk beristirahat setelah perjalanan jauh.
Mereka berdua duduk dengan helaan nafas berat, “Jauh banget gila kalau naik kendaraan umum.” Keluh Joss.
Tawan sendiri hanya terkekeh, “Ya ini kan usulan lo mau liat sawah naik kendaraan umum.”
Joss mengerutkan dahinya, “Gak tau kalau bakal secapek ini buset.” Protesnya pelan. Joss menerima roti yang diberikan Tawan dan mulai memakannya dengan suapan besar, Tawan sendiri hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah lelaki itu. Jelas saja dia akan kelelahan, selama ini Joss memiliki fasilitas yang lengkap, sekalipun ia naik kendaraan umum itu hanya bus sekolah, dan busway beberapa kali, sisanya ia akan pergi dengan kendaraan pribadi, entah membawa kendaraan sendiri atau diantarkan oleh supir keluarganya.
Tawan juga sama seperti Joss, namun ia pernah sekali naik kereta ke Yogyakarta bersama teman-temannya dan rasanya memang lebih melelahkan walaupun ia sudah naik di kelas eksekutif. Namun perjalanan ini super melelahkan karena matahari yang mulai naik ke permukaan, belum lagi suhu yang panas dan juga mereka harus berjalan kaki dan belum lagi mereka harus naik bus.
Dua remaja itu beristirahat selama 10 menit sebelum melanjutkan perjalanannya ke terminal tanjung priok untuk menuju simpang pasar bebek. Sisa perjalanan mereka habiskan untuk tidur dengan kedua tangan yang memeluk erat kedua tas. Siapapun yang melihat mereka tanpa masker yang menutupi pasti bisa menebak kalau mereka merupakan anak kota kelas atas yang tidak pernah menaiki kendaraan umum.
Setelah perjalanan panjang akhirnya mereka dapat melihat hamparan luas sawah hijau yang selama ini diimpikan Joss, lelaki itu merentangkan tangannya merasakan hembusan angin beraroma hijau. Tawan sendiri memejamkan matanya, sudah berapa lama ia tidak melihat hamparan hijau yang menyegarkan seperti ini?
“Gila. worth it abis.” Bisik Joss pelan. Matanya menatap sekelilingnya dengan pandangan mata memuja. Tawan bahkan sempat terpesona melihat betapa senangnya Joss berada disini.
“Jarang banget kan liat ini di kota?” Kekeh Tawan.
Joss mengangguk pelan, dia mengambil ponselnya dan mulai merekam sekelilingnya. Tawa lelaki itu terdengar sangat indah, Tawan bahkan tidak paham, apa benar-benar jatuh cinta rasanya seperti ini? Setiap detik waktu yang dihabiskan bersama, selalu ada satu hal yang membuatnya seakan ingin bersyukur kepada alam semesta karena telah dipertemukan.
“Little orca, berdiri disana cepet, gua fotoin.” Perintah Joss dengan senyuman yang tak lepas dari wajah tampannya.
Tawan melangkah menjauhi Joss, tubuhnya membelakangi sawah. Ia tersenyum dengan lebar dan berpose sesuai dengan arahan Joss. Setelah beberapa saat, giliran Joss yang berpose dengan semangat.
Tawan beberapa kali mendorong Joss sehingga lelaki itu merasakan lumpur pada sepatunya, mereka bahkan membantu petani membersihkan sawahnya sebelum kembali ditanam. Mereka juga mendapatkan tutut (siput sawah) dan mencicipinya setelah salah seorang petani merebusnya untuk mereka. Rasanya seperti bermain di kampung halaman, Tawan dan Joss akhirnya merasakan bagaimana rasanya tinggal di perdesaan walaupun hanya sebentar.
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama, saling tertawa dan meledek. Seakan dunia hanyalah milik mereka seorang, baik Joss dan Tawan tidak menyia-nyiakan waktu yang saat ini tersedia. Rasanya ribuan kupu-kupu hinggap ke hidup mereka, senyuman dan pancaran kebahagiaan terlihat sangat cocok berada diantara keduanya. Hari itu, mereka tetapkan menjadi hari paling bahagia yang pernah mereka jalani berdua.
November 2019
Setiap hari adalah hari baru untuk Tawan dan Joss, mereka berdua selalu menghabiskan waktu bersama entah sebelum berangkat sekolah maupun sesudah pulang sekolah. Satu kegiatan yang mereka selalu lakukan setiap hari adalah sarapan bubur ataupun nasi uduk bersama. Tidak pernah absen, walaupun mereka berdua sudah pasti kena ceramah orang tua mereka karena melewatkan sarapan, namun mereka berdua tidak perduli.
Hari ini Joss akan mengajak Tawan untuk pergi ke pasar malam di daerah Jagakarsa. Mereka belum pernah pergi ke pasar malam, dan saat temannya- Luke memberikan informasi bahwa pasar malam hari ini akan buka maka detik itu juga Joss langsung berencana menjemput Tawan.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore dan Joss sudah berada di depan rumah Tawan untuk menjemput lelaki itu. Mereka berangkat lebih awal karena mungkin jalanan akan macet karena arus pulang kantor.
Joss!”
Joss menoleh mendengar panggilan keras yang berasal dari orang yang sedari tadi ditunggunya. Joss tersenyum lebar saat melihat penampilan Tawan yang tidak jauh berbeda dengannya. Mereka janjian untuk memakai short jeans dan kaos oblong berwarna hitam.
“Udah izin?” Tanya Joss saat Tawan berdiri disamping motornya menenteng helmnya.
“Udah tapi katanya jangan sampe jam 9 malem lebih, besok masih sekolah.” Ucap Tawan. Lelaki itu memasang helmnya dan naik ke motor Joss tanpa masalah berarti.
Perjalanan mereka selalu ramai, entah membicarakan sekolah atau hal-hal random yang mereka lihat selama perjalanan. Seperti saat ini,
“Joss, lo menurut lo gimana.” Ucap Tawan.
“Gimana apanya?” Balas Joss agak berteriak.
“Kalau bubur bayi kan untuk bayi, kalau bubur ayam itu apa buat ayam?” Tanya Tawan dengan keras disertai kekehannya.
Joss sendiri hanya tertawa tanpa membalas ucapan konyol Tawan, sudah sangat biasa jika Tawan mengatakan hal-hal yang diluar logika- terkadang lelaki itu memaksa otaknya untuk melakukan konspirasi-konspirasi yang tidak berdasar.
Dan konspirasi atau pertanyaan tidak masuk akal Tawan yang paling membuatnya kaget adalah saat lelaki itu bertanya- lebih dahulu zaman Nabi Adam atau zaman dinasaurus. Joss sendiri langsung terdian dan bersiap untuk tobat saat mendengarnya- sedangkan Tawan sang pelaku hanya tersenyum lebar dengan mata berbinarnya.
“Sampe!!” Ucap Joss saat motornya terparkir dengan rapi di lahan parkir yang disedikan. Tawan turun dari motor dan melepas helmnya dengan semangat.
Perjalanan mereka membutuhkan waktu setengah jam yang artinya saat ini pukul setengah enam sore.
“Wah rame ya jam segini juga.” Ucap Tawan dengan terpukau.
“Biasanya sih pada mau kulineran dulu jam segini, liat udah pada ada pembelinya kan.” Ucap Joss menunjuk tukang kerak telor yang sudah mendapatkan antrian dari beberapa orang.
“KERAK TELOR MAUUU.” Tawan berlari ke arah penjual kerak telor saat Joss menunjuknya. Dia sudah sangat lama ingin sekali membeli kerak telor namun begitu malas untuk mencari tukang keraj telor keliling.
Joss hanya terkekeh dan mengikuti Tawan yang saat ini sudah mengantri untuk membeli makanan khas Jakarta itu.
Joss melirik sekitarnya dan menemukan tukang es krim yang sudah jarang sekali ia lihat, tukang es krim yang berjualan dengan mobil pick up dan dengan mesin besar yang menghasilkan es krim seperti es krim cone McDonalds.
“Mau es krim gak?” Tanya Joss.
“Es krim?”
Joss menunjuk lahan yang menjadi tempat untuk menjual es krim yang banyak didatangi anak kecil.
“MAU!!” Jawab Tawan tanpa banyak berpikir.
Joss terkekeh dan mengusak rambut Tawan dengan gemas, lelaki itu sangat menggemaskan jika sedang merasa excited pada suatu hal.
“Yaudah tunggu, gua beliin dulu oke.”
Joss meninggalkan Tawan untuk membeli es krim yang diinginkan lelaki itu, sesekali dia melirik Tawan yang saat ini mengobrol dengan seseorang yang juga membeli kerak telor. Tawan memang selalu seramah itu, walaupun terkadang orang salah menilai lelaki itu karena wajahnya yang sering kali tanpa senyuman, namun saat lelaki itu tersenyum- siapapun bisa melihat bahwa dia adalah salah satu orang yang memiliki senyuman terbaik.
“Thank you mas.” Joss menerima pesanannya bersamaan dengan Tawan yang berjalan ke arahnya dengan menenteng plastik berisi kerak telor.
Joss menyerahkan es krimnya pada Tawan yang diterima lelaki itu dengan pekikan senang dan dia juga mengambil alih kantong plastik yang dibawa oleh Tawan.
“Ayo keliling lagi, kalau malem disini ada wahana ombak.” Jelas Joss.
Tawan memutar tubuhnya ke arah Joss, “Wahana ombak yang kayak di tiktok? yang diputer gitu terus kita cuma pegangan besi?” Tanya Tawan dengan sangat antusias.
“Iya yang kayak di tiktok itu bener. Mau naik?” Tawar Joss.
Tawan memegang lengan Joss dan mengangguk dengan semangat, “MAU MAU MAUUUUUU.” Ucapnya penuh semangat.
Joss kembali mengusak rambut Tawan, entah sejak kapan namun kebiasaannya yang satu itu seringkali dilakukannya tanpa sadar. Mereka kembali berjalan berkeliling melihat dagangan yang ditawarkan di pasar malam. Beberapa kali Tawan berhenti hanya untuk melihat baju-baju yang dijual dengan harga dibawah 50rb dan dia bertanya bagaimana bisa baju selucu itu dijual dengan harga murah?
Mereka berjalan dengan es krim yang hanya sudah habis sejak menit ketiga mereka berjalan, dan sekarang mereka bergantian menyuapi kerak telor yang ternyata pewadahannya menggunakan wadah yang memiliki tutup dan kerak telornya juga sudah dipotong dengan ukuran bite size.
Perjalanan mereka sampai di barisan permainan- tidak usah ditanya bagaimana ekspresi Tawan karena lelaki itu saat ini sudah menarik Joss ke booth yang berisi kolam plastik mini dan ada ikan-ikan plastik didalamnya. Ya, booth pemancingan magnet yang berisi anak-anak kecil yang sedang diajari oleh orang tuanya untuk melatih konsentrasi dan kesabaran.
“Pak, saya mau main untuk dua orang.” Ucap Tawan dengan semangat. Dia tidak menyadari bahwa ibu-ibu disekitarnya memandangnya dengan aneh. Lagi siapa pula yang menyangka dua lelaki remaja akan bermain permainan anak-anak seperti ini?
Joss sendiri hanya meringis dan memberikan senyuman sungkan pada ibu-ibu disekitarnya. Permainan ini menyediakan hadiahnya pada orang yang berhasil mengambil ikan terbanyak.
“Terima kasih pak.” Ucap Tawan dengan ramah.
Tawan menarik Joss ke tempat yang agak pojok dan sepi, dia memberikan Joss alat pancing plastik dengan magnet di ujungnya, “Ambil yang banyak biar kita menang tamaguchi itu.” Perintah Tawan. Lelaki itu sudah serius memancing ikan mainannya.
Joss mengusap tengkuknya, “Beli aja yuk? Diliatin ibu-ibu daritadi.” Ajak Joss dengan pelan.
Tawan mendongkak saat mendengar bisikan Joss, matanya langsung menatap ibu-ibu yang ternyata memang benar sedang memandanginya. Bukannya takut atau merasa sungkan Tawan malah meninggikan dagunya, memperlihatkan tatapan mata persaingan yang ketara, “Ngapain mikirin orang lain? toh kita disini bayar. Gue juga bayar lebih mahal kok karena sesuaiin sama umur.” Ucap Tawan dengan keras yang sudah dipastikan dapat terdengar oleh orang-orang sekelilingnya.
Joss kembali menampilkan senyumannya, “Ok. Ok. Calm down little Orca..”
Tawan akhirnya tetap melanjutkan acara memancing ikan magnetnya, tadi abang penjual mengatakan dia setidaknya harus mendapatkan 50 ikan untuk ditukar dengan tamaguchi, sementara saat ini dia sudah mendapat 43 ikan, hanya kurang 7 ikan untuk menukarkan hadiah.
44
45
46
47
48
49
dan ikan terakhir Joss yang mendapatkannya dan memberikannya pada Tawan dengan senyuman lebar- merespon ekspresi bahagia Tawan karena sudah mencapai target untuk mendapatkan tamaguchi yang menjadi incarannya sejak tadi.
Tawan menerima tamaguchi dengan riang dan menjulurkan lidahnya pada ibu-ibu yang masih melihatnya dengan pandangan mengkritik, lalu Tawan menarik Joss untuk berlari menjauhi booth ikan magnet sebelum dikeroyok oleh ibu-ibu.
Joss menepuk lengan Tawan, “Iseng banget sih? Untung gak disiram air sama ibu-ibu. Daritadi mereka udah jengkel banget itu.”
Tawan hanya memutar bola matanya dengan bosan, “They're just being jealous soalnya gak bisa menikmati hal yang seru kayak gitu dengan alasan 'malu udah tua'.”
Joss hanya tertawa dan kembali mendaratkan tangannya pada rambut Tawan dan mengusaknya dengan gemas, “Yaudah sekarang ayo kita naik ombak. Abis itu nyari makan malem, terus keliling sekali dan pulang? Gimana?” Tawar Joss.
Tawan sendiri tanpa banyak protes langsung mengiyakan ajakan Joss karena dia mempercayai lelaki itu. Mereka berdua membayar tiket dan menunggu giliran untuk naik ke wahana ombak.
Suara teriaka diselingi oleh lagu Kotak – Pelan Pelan Saja terdengar bersahut-sahutan dilahan yang luas itu. Tawan sendiri sangat fokus memperhatikan arah wahana itu saat ini, jika ombak ke berayun ke kiri maka dia akan mengikuti, jika ombak ke atas dia juga mengikutinya.
Setelah 10 menit akhirnya wahana itu berhenti dengan sangat tiba-tiba. Karena sebelumnya wahana itu sudah mengambil ancang-ancang untuk kembali ke arah atas namun ternyata malah berhenti.
Tangan Tawan ditarik untuk berebut kursi wahana yang berada di dekat pegangan yaitu di pinggir, Tawan juga melihatnya bahwa kursi di pinggir memberikan lebih banyak benefit dibandingkan kursi yang berada ditengah.
“Udah siap?” Tanya Joss saat sepasang tali sudah diikat didepan keduanya.
Joss berpegangan pada besi disebelah Tawan dan pada besi dibelakangnya, sementara Tawan kedua tangannya berpegangan pada besi disebelahnya.
“Udah.” Suara Tawan mengandung banyak sekali emosi, antara senang dan juga takut.
“SO GUYSSS ARE YOU READY???”
“READYYYYYYYY!!” Ucap Joss dan Tawan bersamaan.
Wahana mulai berputar, kali ini lagu yang dipasang untuk menemani teriakan para penikmat wahana ini adalah lagu dari J-Rocks – Fallin' In Love.
Tawan tertawa mendengar lagu yang tidak sesuai dengan kondisi para penaik wahana yang sedang berteriak ketakutan karena wahana yang semakin cepat setiap menitnya.
“AAAAAAAA SIALANNNNNN”
“AAAAA BANG PELANIN BANG PELANIN PLEASE”
“SIAPAPUN YANG CIPTAIN WAHANA INI ASU KABEH.”
“HAHAHAHAHA” Tawan sendiri tertawa saat mendengar ucapan-ucapan yang sangat lucu itu. Tawan melirik ke arah Joss yang juga tertawa dengan rambut yang berkibar karena ombak yang berputar semakin cepat.
Suara vokalis J-Rocks, Iman bersenandung dengan keras dilahan yang tidak terlalu besar ini. Tawan menikmatinya- sangat menikmatinya. Lagunya sangat sesuai untuknya saat ini.
“AKU JATUH CINTAAA, TLAH JATUH CINTA- CINTA KEPADAMU- KU JATUH CINTA. I'M FALLING IN LOVE, I'M FALLING IN LOVE WITH YOU.” Tawan bernyanyi dengan suara super keras mengikuti lagu yang sedang berputar.
Joss melirik Tawan dan tertawa semakin keras, “ORANG GILA, YANG LAIN LAGI KETAKUTAN LU MALAH NYANYI.” Ucapnya tidak habis pikir.
Orang-orang yang disekitar Tawan juga menyempatkan diri untuk meliriknya saat sedang bernyanyi dengan keras, menatap takjub lelaki yang tidak terlihat takut itu.
Suara teriakan semakin nyaring terdengar karena ombak yang berputar semakin cepat dan semakin cepat. Volume lagu juga dikeraskan- seakan merangsang adrenalin untuk berpacu lebih cepat.
“WOHOOOOOOOO” Teriak Tawan dan Joss bersamaan saat pegangan mereka pada besi mulai mengendur karena pergerakan ombak yang terlalu cepat.
“AYO NANYI BARENG GUE.” Ajak Tawan dengan suara keras. Joss hanya mengangguk dan mulai bernyanyi mengikuti Tawan.
“AKU JATUH CINTAA, TLAH JATUH CINTAA. CINTA KEPADAMU- KU JATUH CINTA. I'M FALLING IN LOVE, FALLING IN LOVE WITH YOU.”
“AKU JATUH CINTAA, TLAH JATUH CINTAA. CINTA KEPADAMU- KU JATUH CINTA. I'M FALLING IN LOVE, FALLING IN LOVE WITH YOUUUUUUU. WITH YOUUUUUU.”
Mereka berdua tertawa dengan keras. Berhentinya lagu bersamaan dengan sesi pertama wahana selesai. Wahana ombak ini memang memiliki dua sesi, ada jeda diantara sesi tersebut untuk orang-orang yang menaikinya bernafas ataupun berhenti bermain.
“Tadi gua denger ada yang nyanyi nih pas naik wahana, keren banget buset. Dua kakak-kakak yang disana, aman kak?” Suara MC mengangetkan Tawan dan Joss yang masih tertawa.
“AMANNNN” Jawab Tawan dengan semangat.
“Widih keren banget, bisa jadi brand ambassador wahana ombak nih. Mau nyanyi gak kak?” Tawar MC pada Tawan yang masih menampilkan senyumannya.
“GAK AH MALUUUU.” Jawab Tawan lagi.
Namun MC-nya seakan tidak mendengarkan Tawan, ia mendekati Tawan dan memberikan mikrofon untuk Tawan bernyanyi, “Sedikit aja kak biar yang lain terinspirasi nih sama kakak buat nyanyi instead of teriak haha”
Tawan melirik Joss sebentar dan lelaki itu memberikan anggukan pasti pada Tawan, “Oke tapi dikit aja ya? Suara gue agak mahal soalnya otw jadi artis.”
MC-nya hanya tertawa dan memberikan jempolnya.
“HAI. Disini gue mau nyanyi dikitttt, lagunya falling in love dari J-Rocks, walaupun gue tau kalian bukan ngerasain falling in love tapi falling from ombak but yaudahlah ya.” Ucap Tawan saat mikrofon sudah dipegangnya.
Tawan menatap Joss yang saat ini menatapnya dengan pandangan berbinar bahagia.
“Kurasakan kujatuh cinta, sejak pertama berjumpa. Senyumanmu yang selalu menghiasi hariku.” Tawan mulai bernyanyi dengan suara cukup merdunya. Matanya tidak lepas dari wajah Joss yang terlihat sangat bangga padanya saat ini.
Lagu ini benar-benar menggambarkan perasaan Tawan saat ini, karena dia benar-benar mengakui bahwa dia jatuh cinta pada lelaki disampingnya ini.
“Kau ciptaan-Nya yang terindah, yang menghanyutkan hatiku. Semua telah terjadi, aku tak bisa berhenti memikirkanmu...”
“Dan kuharapkan engkau tau...”
Jika ada seribu kata yang dapat menggambarkan betapa dia bersyukur mengenal Joss dihidupnya maka Tawan akan menggunakannya untuk mengapresiasi kehadiran Joss setiap detiknya.
“Kau yang kuinginkan, meski tak ku ungkapkan. Kau yang kubayangkan, yang slalu kuimpikan.”
Tawan ingin sekali mengatakan dengan lantang pada lelaki itu bahwa dia jatuh cinta. Dia hanya menginginkan Joss untuk dirinya sendiri. Ingin menghabiskan waktu bersama lelaki itu sebagai sepasang kekasih. Tawan tersenyum ke arah Joss dan melanjutkan nyanyiannya dengan kedua mata mereka yang saling bertatapan.
“Aku jatuh cinta, tlah jatuh cinta. Cinta kepadamu, ku jatuh cinta. I'm falling in love, I'm falling in love with you.”
Tawan menyelesaikan lagunya dengan mata yang tidak berhenti menatap Joss dengan penuh pemujaan. Tawan jatuh cinta- dia jatuh cinta terlalu dalam pada lelaki bernama Joss Wayar Sangngern.