Epilog: You've Got Mail Chapter 1
“Lo tuh kenapa gak pernah nerima tawaran kencan orang-orang deh?”
Pertanyaan itu terlontar saat Tawan baru ingin meletakkan secangkir kopinya. Dua hari ini teamnya harus lembur karena harus membuat laporan dari kejadian foodborne disease disekitaran Boston karena restoran seafood yang tidak memerhatikan hygiene bahan baku yang digunakannya.
“Gak ada waktu, Micha..” Ucap Tawan menanggapi pertanyaan yang seringkali ditanyakan padanya dengan santai.
“Gak ada waktu gimana? Lo masih bisa ikut bakti sosial dimana-mana kok, masih mau ditempatin di daerah yang jauh juga. Padahal lo bisa dikantor aja udah tinggi juga jabatan lo.” Protes lelaki yang dipanggil Micha itu, lebih tepatnya Michael.
Michael adalah teman satu team Tawan sejak lelaki itu diterima di EIS. Satu team mereka terdiri dari 10 orang, dengan 5 orang warga negara asing sama seperti dirinya.
Tawan hanya tertawa kecil, memang benar sih dia mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut untuk menghabiskan waktu agar terus sibuk jadi tidak terlalu memikirkan masa lalunya.
“Jangan-jangan lo udah punya pacar ya?” Tuduh Michael.
Tawa Tawan berhenti dengan sekejap, memori otaknya secara tiba-tiba memberikan gambaran tentang lelaki yang dicintainya beberapa tahun belakangan ini.
“Ya anggap aja begitu.” Jawab Tawan pelan.
Michael yang mendengar berjengkit tidak percaya, tubuh lelaki itu mendekati Tawan dengan cepat.
“Eh beneran? Beneran lo udah punya pacar? Kok gak pernah cerita sih sama gue?” Tanya Michael bertubi-tubi.
Tawan kembali terkekeh dan melanjutkan pekerjaannya, “Cepet gih selesaiin bagian lo, nanti kalau selesai hari ini bisa pulang cepet tau. Katanya lo mau kencan sama Evan?.” Perintah Tawan.
Michael hanya mencebikkan bibirnya kecewa, dia kan mau tau tentang kisah asmara ketua teamnya karena selama ini ketuanya itu hanya kerja, kerja, dan kerja.
“Iya iya.” Pasrah Michael.
“Someday in the future, kan?” Bisik Tawan dalam hati. Senyuman lelaki itu tidak pernah hilang sejak memori tentang mantan kekasihnya muncul tiba-tiba di otaknya.
“Tapi Tay, apa lo gak pernah nyadar kalau disekeliling lo banyak banget yang mau jadi pacar lo? Contohnya deputy director kita tuh yang sering bolak-balik kesini.” Celetuk Michael lagi merasa belum puas.
“Deputy director?”
“Iya!!! Dia kan baiknya ke lo doang tau Tay, apa lo gak sadar? Semuanya disini ngira kalian pacaran sih, kecuali anak team kita sih. Lagian lo apa-apa bareng dia terus, makan siang, pulang, terus dia sering bawain makanan atau kopi kesini juga padahal kan kita bukan dibawah naungan dia.” Lanjut Michael.
“Masa sih?” Tanya Tawan penasaran.
“Iya ih mulai besok perhatiin deh.”
“Yaudah nanti. Lagian gua gak ada ketertarikan juga, like I said, anggap aja gua punya pacar makanya gak pernah pacaran selama kerja disini.”
“Hadah keliatan orang gagal move on ini mah.” Pasrah Michael. Lelaki itu melanjutkan pekerjaannya membiarkan Tawan tersenyum hanya karena memikirkan mantan kekasihnya.
Sudah 6 tahun sejak perpisahan mereka, namun Tawan tetap menunggu lelaki itu seperti yang lelaki itu suruh. Dia tidak keberatan menunggu Joss Wayar selama apapun itu, karena Joss Wayar memang sepantas itu untuk menjadi kisah terakhirnya.
****
Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Tawan merapikan barang-barangnya. Rekan kerjanya sudah kembali terlebih dahulu, sementara dia harus menyelesaikan beberapa hal sekaligus mengecek seluruh pekerjaan teman-temannya.
Suara pintu ruangan yang dibuka membuat Tawan dengan cepat menolehkan kepalanya, senyumannya melebar melihat siapa yang datang dengan segelas ice americano ditangannya.
“Ngapain mas? telat dih, gua udah mau pulang.” Ledek Tawan saat melihat lawan bicaranya kebingungan karena ruangan yang biasa ramai hanya tinggal dirinya seorang.
“Pada kemana? Kok tumben sepi, biasanya paling rame.” Tanya orang itu dengan kebingungan yang jelas.
“Udah pada pulang mas, semalem kita lembur ngejar deadline jadi hari ini gua suruh pada pulang cepet.” Jawab Tawan santai.
Lelaki yang baru saja datang itu berjalan mendekati Tawan dan memberikan kopi yang dibawanya, “Pantes. Kemarin gua kan gak ke kantor.”
“Lo sih mas, bolos terus.” Ledek Tawan. Tangannya menerima minuman yang dibawakan untuknya.
“Thanks for the coffee btw, kenapa mas tumben kesini jam segini? Seorang deputy director bisa-bisanya bolak balik ke divisi orang mulu.” Lanjut Tawan.
“Mau ngajak pulang bareng, sekalian tadi turun beli americano buat yang lain.”
“Not today mas, karena gua udah mau pulang.” Kekeh Tawan sambil memperlihatkan mejanya yang sudah rapi begitu juga dengan tas kerjanya.
Lelaki itu hanya terkekeh dan mengelus rambut Tawan dengan gemas, “Oke oke you won. Take care ya. Kalau udah dirumah kabarin gua oke?” Ucapnya dengan senyuman tampan yang terpasang diwajah tampannya.
“Oke mas, pulang duluan ya. Thank you sekali lagi buat kopinya, mas Thanat.” Balas Tawan dengan senyuman manisnya.
Lelaki yang dipanggil mas Thanat itu hanya tersenyum dan memberikan jempolnya pada Tawan. Tawan melambaikan tangannya dan berjalan keluar meninggalkan lelaki itu di ruangannya.
“Tay, besok pulang bareng oke?” Teriak Thanat sebelum Tawan masuk ke dalam lift.
“Dinner on you?” Tanya Tawan dengan senyuman miring yang terpasang di wajah tampannya.
“It's on me. See you tomorrow, Tay. Hati-hati pulangnya.”
Tawan masuk ke dalam lift dengan senyuman yang tidak berhenti di wajahnya. Lee Thanat adalah Deputy Director untuk divisi infection disease. Mereka mulai dekat satu tahun setelah Tawan bekerja di CDC. Kebetulan Thanat adalah orang Indonesia seperti dirinya, tepatnya orang Yogyakarta.
Thanat banyak membantunya disini, Tawan sudah menganggap Thanat sebagai kakaknya sendiri karena lelaki itu sangat baik padanya. Bahkan mereka beberapa kali pulang ke Indonesia bersama. Selain itu karena bantuan Thanat pula lah dia bisa menjadi Chief dari Divisi yang dia inginkan, yaitu Health informatics and Surveillance System.
Sebenarnya Tawan sudah mendengar banyak desas desus tentang dirinya dengan mas Thanat. Namun lelaki itu memilih abai dan fokus menjalani karirnya. Lagipula mana mungkin seorang dengan jabatan super tinggi seperti mas Thanat suka pada team leader biasa seperti dirinya.
Dia hanya berusaha membalas kebaikkan Thanat sebaik mungkin karena memang hidup dia lebih muda disini karena power dan relasi yang lelaki itu miliki. Sampai dia memiliki divisi sendiri dan menjadi ketua team didivisinya yang berisi 10 orang hebat, salah satunya adalah Michael Lee.
Tawan mengulik kembali perjalanannya sampai pada tahap ini, saat itu setelah dia menyelesaikan volunteernya, Tawan langsung mengambil program masternya di Stanford University dengan Dual Medical Doctor and Master of Public Health (MD/MPH).
Selama dia menempuh pendidikannya, dia juga bekerja sebagai EIS Officer selama 2 tahun. Berdasarkan pengalaman yang dimilikinya tersebut, Tawan mendaftar langsung di Departmen of Health and Human Service.
Dia memulai karirnya di CDC awalnya menjadi anggota team yang diketuai oleh Thanat, dibagian Divisi TB eliminations. Lalu dia kembali dipindah kebagian Zoonotic Infectious Disease sampai akhirnya dia mengajukan diri untuk pindah ke bagian Health science and surveillance karena Tawan merasa lebih menguasai tentang Surveillance System.
Dan itu merupakan keputusan yang tepat, karena belum lama dari Tawan dipindah tugaskan, Tawan sudah diangkat menjadi chief dari salah satu divisi di HSS yaitu Health informatics and Surveillance System.
Tawan juga selalu pulang ke Indonesia setiap 6 bulan sekali, kakaknya sudah menikah dan sekarang dia memiliki satu keponakan perempuan yang sangat menggemaskan. Kakaknya menjadi dokter spesialis anak di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Selain itu adiknya, saat ini sedang menempuh kuliahnya di semester akhir.
Terakhir dia kembali ke Indonesia, Tawan mengunjungi Jumpol dan Gun di Sumatera Utara. Kedua temannya tersebut pindah kesana karena Jumpol menjadi seorang safety inspector and auditor di salah satu perusahaan pertambangan emas disana.
Sementara Gun menjadi kepala bidang PPP di Dinkes Sumatera Utara, awalnya Gun berada di Dinkes DKI Jakarta namun dia mengajukan diri untuk dipindahtugaskan ke Sumatera Utara mengikuti kekasihnya.
Selain Jumpol dan Gun, Tawan lebih sering bertemu dengan teman-temannya yang lain karena mereka semua bekerja di daerah Jakarta. Sehingga lebih mudah untuk bertemu. Pada awalnya dia paling tidak mempercayai pekerjaan Arm, siapa sangka Arm akan menjadi dosen sekaligus manajer riset salah satu universitas negeri di Jakarta, dia pikir Singto-lah yang akan menjadi seorang Dosen.
Tawan menyapa orang-orang yang dikenalnya sepanjang perjalanan. Hari ini dia memutuskan untuk pulang dengan uber, biasanya dia akan menumpang pada Michael dan kekasihnya karena Tawan dan Michael tinggal diapartment yang sama.
Tawan memasuki uber yang dipesannya dengan senyuman, “Pak nanti bisa drive thru mcdonald's dulu gak?” Tanya Tawan dengan pelan.
“Bisa”
“Okay nanti mampir dulu ya pak sebentar.”
Tawan menyenderkan tubuhnya dengan lelah, sebenarnya melelahkan sekali harus lembur seperti ini, namun memang deadline yang sudah didepan mata. Kalau Tawan dan teamnya menunda pekerjaan, maka pekerjaan mereka yang lainnya akan terbengkalai. Apalagi mereka bermain dengan data, semua yang dikerjakan harus benar-benar fakta yang nyata karena dari data yang mereka olah akan dibuat kebijakan oleh perusahaan.
Tawan memperhatikan jalanan yang tidak begitu padat, ingatannya kembali melayang pada masa awal-awal dirinya dan Joss sepakat untuk memutuskan hubungan. Awalnya sangat berat untuk Tawan, meskipun dia mengatakan pada orang lain dirinya baik-baik saja, tapi dia sebenarnya tidak baik-baik saja.
Skripsinya sempat terbengkalai selama dua minggu, Tawan tidak bisa fokus mengerjakan apapun. Dia hanya membaca ulang chat antara Joss dengan dirinya beserta email yang dikirimkan lelaki itu. Joss dan Tawan sepakat untuk tidak berkomunikasi setelah mereka putus.
Sebenarnya itu adalah permintaan Joss, Tawan hanya mengiyakan. Semua akun sosial media Joss, Tawan mute. Dia tidak menerima update apapun dari lelaki itu. Salah satu cara yang dia lakukan dalam hal mengikhlaskan, dan berhasil.
Tawan akhirnya bangkit perlahan, dia langsung mengerjakan skripsinya dan mengejar sidang. Beberapa kali Tawan jatuh sakit, namun akhirnya dia berhasil menyelesaikan pendidikannya. Gelar SKM tersemat dibelakang namanya.
Pada hari kelulusannya Tawan pikir Joss akan datang dan memberikannya selamat, tapi nyatanya lelaki itu tidak datang. Padahal Tawan ingin menyerahkan copy-an skripsinya pada Joss, karena lelaki itu menambahkan nama Joss Wayar dikata pengatar sebagai salah satu orang yang berarti di hidup Tawan.
Tawan kembali terjatuh, namun kali ini dia membiarkan dirinya terjatuh dengan bebas. Tawan tidak menunggu waktu lama, 2 minggu setelah kelulusannya dia memutuskan untuk langsung pindah ke America. Setelah orang tuanya mencari Apartment untuk ia tinggali, akhirnya Tawan pindah tanpa pernah bertemu lagi dengan Joss.
Awal kepindahan Tawan disibukkan dengan pengurusan berkas-berkas sebagai WNA dan juga berkas sebagai volunteer. Setelah semua yang ia lalui, akhirnya negara tempat Tawan melakukan pengabdian adalah Kenya.
Dan berita paling mengejutkan untuknya adalah sebelum dia terbang ke Kenya, Jumpol memberikan informasi bahwa Joss Wayar keluar dari FKM dan melanjutkan sekolah bisnis. Tawan semakin terjatuh, dia tidak menyangka Joss benar-benar menyerah akan mimpinya.
Lelaki itu mengorbankan banyak hal agar dapat menempuh pendidikan di FKM, namun lelaki itu menyerah. Tawan merasa sangat merasa bersalah, dia bahkan tidak bisa merespon apapun selain menangis. Jumpol mengatakan padanya bahwa Joss mengambil jalan itu agar dirinya bisa menyamai langkah Tawan yang menuju kebebasan.
Namun mereka tidak tau, bahwa kebebasan Joss Wayar bukanlah tentang bisnis. Lelaki itu tidak pernah menyukai hal-hal yang berkaitan dengan bisnis dan ayahnya.
Tawan semakin meyakinkan dirinya untuk menjadi merpati paling indah di langit, agar Joss dapat melihatnya dimanapun dia berada. Dia akan menunjukkan pada lelaki itu bahwa Tawan berhasil menjadi seseorang dengan kebebasan paling tinggi.
Bahwa Tawan berhasil meraih cita-citanya yang setinggi langit, bahwa Tawan berhasil menepati janjinya pada Joss untuk melanjutkan hidupnya dengan baik.
“Sir, mau pesen apa?” Suara supir uber mengagetkan Tawan dari lamunannya.
“Oh, big mac, french fries and cola large and chicken bites please.” Ungkap Tawan.
Tawan mengeluarkan uangnya dan membayar makanannya. Selama di Amerika Tawan memang seringkali pergi ke Mcd, mengharapkan pertemuan yang dijanjikan sang lelaki kesayangannya di masa lalu. Kemanapun Tawan pergi, dia akan menyempatkan diri untuk pergi ke Mcd.
Kabar terakhir yang Tawan dapat tentang Joss Wayar adalah saat ini lelaki itu baru menyelesaikan Master of Business Administration, dan ada yang mengatakan bahwa Joss saat ini menjadi COO di perusahaan milik ayahnya, namun Tawan tidak pernah mencari tau lebih lagi.
Dia ingin mendengar langsung cerita tersebut dari orangnya nanti ketika mereka dipertemukan. Tawan juga beberapa kali berkumpul dengan teman-teman Joss, namun mereka tidak ada yang membicarakan mengenai lelaki itu.
Kalau ditanya apakah Tawan merindukan lelaki itu? Tawan akan menjawab dengan lugas bahwa dia sangat merindukan mantan kekasihnya itu. Dia rindu diberikan pelukan secara cuma-cuma, dia juga rindu ketika lelaki itu dengan berisik menyuruhnya untuk beristirahat.
Hidup Tawan rasanya sangat sepi karena tidak ada lagi yang menyuruhnya untuk beristirahat. Teman-temannya juga memiliki kehidupannya sendiri, mereka tidak lagi seberisik dulu. Semua orang bertumbuh dewasa, satu persatu kebiasaan yang biasa ia lakukan juga menghilang.
Rasanya aneh, namun memang waktu selalu berjalan maju kan? Tidak perduli seberapa indah masa lalu mereka tidak akan pernah terulang. Maka Tawan mencoba sebisa mungkin selalu mengulang semua memorinya, agar memorinya tidak memudar ditelan waktu. Terutama memori tentang lelaki itu, lelaki yang masih dicintainya hingga saat ini.